"Aku harap nanti kamu bisa bersikap tegas terhadap Rahma, Aku tidak ingin dengar lagi kata kasihan saat kamu berhadapan dengannya." Tegas Arum memberikan peringatan kepada Danu.Danu dan Arum berjalan pelan di lorong rumah sakit, langkah-langkah mereka bergema di dinding yang sepi. Suasana yang biasanya tenang di antara mereka terasa tegang hari ini. Arum merapatkan cardigan di tubuhnya, mencoba menenangkan gejolak emosi yang masih bergemuruh dalam hatinya.Danu melirik ke arah Arum, merasakan ketegangan yang jelas terlihat di wajahnya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Rahma selalu membuat suasana hati Arum menjadi kacau. Danu ingin menghibur, tetapi kata-kata yang terucap justru menambah beban perasaan Arum."Rum," Danu memulai, suaranya lembut namun tegas. "Aku tahu ini sulit bagimu, tetapi kita sudah sepakat untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik."Arum berhenti sejenak, memandang Danu dengan tatap mata tajam memendam amarah. "Adakah perempuan yang ikhlas dimadu, Ma
"Apa ... kita menikah hari minggu besok?" Rahma benar-benar tidak percaya jika Mike mengajaknya menikah dengan begitu mendadak. "Tapi ....""Waktu kita tidak banyak, karena sebentar lagi papa akan kembali ke Singapura, dan aku ingin Papa menyaksikan pernikahan kita nanti.""Kita bisa saling mengenal lebih dahulu, lalu kita menikah setelah pengobatan mamamu selesai."Mike menggeleng lemah sambil menatap tajam ke arah Rahma yang duduk di hadapannya."Setelah kau sembuh Dan pulang dari rumah sakit, kita akan tinggal di bawah atap yang sama, dan papa sangat khawatir akan hal itu."Rahma menunduk malu dengan wajah yang merona, Teringat Apa Yang baru saja dia lakukan bersama Mike. Dalam kesempatan yang begitu sempit, Mereka pun masih bisa mencuri sebuah ciuman.Rahma masih merasa tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Mike. Pernikahan. Dalam waktu secepat ini? Hatinya berkecamuk antara kebahagiaan dan kecemasan. Sementara itu, Mike tampak serius menatapnya, seolah mencoba meyakinka
Zachary, Rey dan Davianna pernah terlibat dalam persekongkolan jahat. Tetapi saat kejahatan mereka terbongkar, hanya Rey yang harus menjalani hidup di balik jeruji penjara.Zachary, dengan segala kekuatan uang yang dimiliki keluarganya bisa bebas begitu saja. Setelah Mike sempat menjaminnya, kini ganti Surya Wijaya setelah Zachary berulah kembali, dan ini lebih mengerikan.Sementara itu Davianna pun tidak jauh berbeda. Mantan model itu keberadaannya saat ini pun tidak diketahui. Keluarganya menyembunyikan dan melindunginya dengan segala daya dan Upaya.Sedangkan Rey, sampai saat ini dia masih harus mendekam dalam tahanan, menunggu nasib yang akan ditentukan dalam persidangan.Sebenarnya Ageng sudah menduga jika Queen akan memintanya untuk membebaskan Rey. Dan sepertinya saat ini istrinya sudah menemukan alasan yang kuat untuk meminta hal tersebut kepada sang suami.“Kau masih ingat apa saja kesalahan kakakmu?” Sebenarnya Ageng ingin bersikap tegas, tetapi dia tidak ingin menyakiti hat
Setelah beberapa waktu yang penuh dengan obrolan hangat penuh keakraban, hingga akhirnya mampu mengobati kerinduan, Queen dan Ageng merasa semua urusan yang mereka bawa ke rumah Surya Wijaya telah selesai. Queen merasa lega mengetahui bahwa kondisi sang mama terus membaik, meskipun proses pemulihan masih membutuhkan waktu. Rasa lega itu terlihat jelas di wajahnya yang sekarang tampak lebih cerah. Di sisi lain, Ageng masih merasa ada hal yang mengganjal di hatinya mengenai Zachary, namun ia memilih untuk tidak mengungkitnya lagi hari itu. Ageng berharap konseling yang dilakukan Zachary berhasil menyadarkannya dari semua kesalahan selama ini. Semoga kelak mereka bisa berdampingan sebagai teman atau mungkin sebagai keluarga. “Terima kasih banyak, Om, untuk waktunya. Saya bahagia bisa melihat mama lagi, saya harap mama bisa kembali saat saya melahirkan nanti.” ucap Queen dengan tulus dan penuh harap. Surya Wijaya tersenyum hangat, mengangguk mendengar harapan dan doa Queen. “Doakan
"Kenapa Mas? Cemburu?" cecar Arum dengan nada yang lebih tajam dari biasanya, matanya menyipit penuh kecurigaan. Wajahnya yang biasanya lembut kini mengeras, menunjukkan ekspresi penuh kekesalan.Danu menatap Arum, terkejut dengan reaksi istrinya yang mendadak. “Apa maksudmu, Arum? Aku tidak cemburu,” jawabnya dengan suara yang mencoba tenang, meski ada sedikit kebingungan di dalamnya. “Aku hanya … tidak menyangka saja. Mike dan Rahma? Itu benar-benar di luar dugaanku.”Arum memutar matanya, masih belum puas dengan jawaban Danu. “Kamu tidak menyangka atau kamu tidak rela?” tanyanya, kali ini dengan nada lebih dingin.Danu menghela napas panjang, menyadari bahwa situasi ini bisa menjadi lebih buruk jika ia tidak segera menjelaskan semuanya. “Arum, dengar, aku tidak pernah punya perasaan apa pun dengan Rahma. Seandainya aku punya niat seperti itu, tentu aku sudah melakukannya sejak dulu, secara diam-diam. Justru sekarang aku merasa lega mendengar kabar ini. Pernikahan ini mungkin adalah
“Rahma?” Arum terperangah, tidak menyangka perempuan yang pernah meminta izin untuk menjadi istru kedua Danu akan muncul di depan rumahnya.Rahma tersenyum, senyum yang tampak hangat namun menyiratkan permohonan maaf. “Selamat pagi, Mbak. Bolehkah aku masuk?” tanyanya dengan nada lembut.Arum ragu sejenak, tetapi kemudian mengangguk pelan. “Tentu, silahkan masuk.”Rahma melangkah masuk dengan hati-hati, seolah-olah menyadari bahwa kedatangannya mungkin membawa perasaan yang campur aduk bagi mereka semua. Ibu Danu yang melihat Rahma dari ruang tamu, segera berdiri. Wajahnya menunjukkan kehangatan yang tulus, meski ada sedikit kebingungan di balik senyumnya.“Rahma, apa kabar, Nak?” sapa ibu Danu, mengundang Rahma untuk duduk di sebelahnya.Rahma tersenyum lebih lebar, jelas sekali ia merasa sangat nyaman dengan keberadaan ibu Danu. “Baik, Bu. Saya baik. Maafkan saya jika saya datang tanpa memberi kabar dulu,” jawabnya dengan nada yang sopan.“Maaf jika kedatangan saya mengganggu, Mbak
“Maaf jika pernikahanmu harus sesederhana ini,” ucap Surya Wijaya sambil merapikan jas yang dikenakan oleh Mike.Mike hanya tersenyum, sejak kecil dia memang senang menyendiri dan tidak suka dengan keramaian. Tidak masalah baginya dengan pernikahan yang sangat sederhana.Jika ada yang terasa kurang bagi Mike, pernikahannya hanya dihadiri oleh sang papa saja. Rania dan kedua saudaranya tidak bisa menemaninya di hari bahagianya kali ini. Dia harus menerima ini semua sebagai konsekuensi dari pernikahan dadakannya.“Bagiku, papa saja sudah cukup.”“Kau tidak ada keinginan untuk membuat resepsi pernikahan sesudah ini?”“Tidak Pa, yang penting kami sah sebagai suami istri.”“Bukan karena Rahma janda beranak satu?” Surya Wijaya berusaha menyelidiki.“Rahma juga tidak menginginkan adanya pesta, dia masih merasa tidak percaya diri dengan dirinya sendiri. Jadi … tidak ada yang perlu dipermasalahkan,” jawab Mike terdengar legowo dan bijaksana.Surya Wijaya menganggukkan kepalanya memahami situas
Seluruh rangkaian acara pernikahan telah usai. Untuk pertama kalinya Rahma dan Jelita bersedia untuk makan malam bersama dengan Mike dan Surya Wijaya, sebelumnya mereka lebih memilih untuk makan bersama dengan para asisten rumah tangga.“Kamu suka dengan kamar barumu?” tanya Surya Wijaya memancing pembicaraan dengan Jelita.“Suka, suka sekali Opa,” jawab Jelita dengan polos dan mata penuh binar bahagia.“Jadi mulai malam ini sudah berani tidur sendiri kan?”Rahma dan Mike hanya saling memandang, ada rasa takut tetapi juga terlihat jelas rasa malu tersirat di sana. Sementara itu jelita hanya terdiam sambil menatap sang ibu yang sejak tadi hanya diam saja.“Tapi Om jahat tidak akan datang kan?” Binar bahagia di mata gadis itu kini berubah penuh ketakutan.Surya Wijaya berusaha tersenyum lebar meskipun dia menyadari ketakutan yang dirasakan oleh Jelita. Tetapi dia juga ingin mengajarkan kemandirian kepada cucunya tersebut, selain itu tentunya ingin memberi kesempatan kepada Mike dan Rahm
Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Suasana rumah sakit hening, hanya terdengar detak jantung yang dipantau oleh mesin di sebelah ranjang Queen. Ageng duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya erat.Meskipun ini bukan kali pertama mereka menunggu momen kelahiran, ketegangan tetap terasa menyesakkan dada. Queen berusaha tetap tenang, namun sesekali wajahnya meringis menahan kontraksi yang semakin sering datang."Semua akan baik-baik saja."Dunia rasanya sudah terbalik, saat Queen yang sedang berjuang masih bisa bersikap tenang, bahkan menenangkan sang suami yang sejak tadi terlihat panik.Tatapan mereka bertemu, dan Queen tersenyum kecil, meski tampak jelas di wajahnya bahwa rasa sakit mulai semakin tak tertahankan. Dia mengerti kegelisahan suaminya, namun dia berusaha tegar. Ageng selalu menjadi penopangnya, dan kali ini, Queen ingin terlihat kuat untuknya.Kontraksi datang lebih cepat, napas Queen mulai tersengal. Para dokter dan perawat sudah siap di ruangan, namun
Beberapa hari setelah kejadian di kantor, Ageng dan Queen menerima tamu yang tak terduga. Orang tua Davianna datang, wajah mereka penuh kekhawatiran dan penyesalan. Suasana di ruang tamu terasa canggung saat mereka duduk berhadapan dengan Ageng dan Queen. Ibu Davianna, dengan mata berkaca-kaca, membuka pembicaraan."Kami minta maaf atas apa yang terjadi dengan Davianna. Dia ... dia tidak dalam kondisi yang baik," ucap wanita paruh baya itu dengan suara lirih dan bergetar dibarengi isak tangis.Ayah Davianna mengangguk setuju, ekspresinya berat. “Setelah dia pulang dari London, ada banyak masalah yang menimpa dirinya.”Ayah Davianna tidak melanjutkan kalimatnya. Ada rasa malu untuk mengungkap masalah yang sudah sama-sama mereka ketahui. Tetapi dia harus mengungkap semua agar Ageng dan Queen bisa memahami keadaan Davianna saat ini.“Masalah yang terjadi dengan Fajri, masalah yang terjadi denganmu, ditambah serangan netizen akibat postingan Megan, benar-benar menghancurkan hidupnya. Itu
Ageng merasa kesal dan risih saat Davianna memeluknya erat. Tangan Davianna menempel di punggungnya, tubuhnya seakan-akan tidak mau melepaskan."Mas Fajri! Mengapa kau menolak cintaku? Aku mencintaimu, Mas!" Davianna menangis tersedu-sedu, memanggil nama pria lain, Fajri.Ageng tersentak. Dia mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Davianna, tetapi dia tidak ingin melakukan tindak kekerasan yang bisa saja menjadi celah munculnya kasus baru untuk menjatuhkan reputasinya.Rasa jijik dan amarah membuncah di dada Ageng. Dia melirik ke arah pintu, berharap Queen segera membantunya, tetapi yang ia lihat justru adalah ekspresi aneh di wajah istrinya.Queen, yang tadinya mendidih dengan amarah ketika melihat suaminya berpelukan dengan mantan kekasihnya, kini justru merasa kebingungan. Ada sesuatu yang ganjil. Davianna terus memanggil Ageng dengan nama lain, Fajri. Nama itu jelas bukan nama suaminya. Rasa marah yang semula menguasai dirinya kini berubah menjadi rasa penasaran bercampur khawati
“Davi.” Lirih Ageng menyebut nama mantan kekasihnyaPerempuan itu tak bergerak, hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kemarahan, ada kesedihan, dan sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuat udara di sekitar mereka terasa berat.Tanpa berkata sepatah kata pun, Davianna perlahan melangkah mendekat, dan Ageng berusaha tetap tenang meskipun dia tidak bisa mengabaikan ketegangan yang mendera. Tepat saat dia hendak membuka mulut untuk berbicara, Davianna berhenti tepat di depannya, menatapnya tajam.“Ada yang harus kita bicarakan, Geng,” bisiknya dengan nada dingin, membuat udara di sekeliling mereka terasa beku.Ageng masih terpaku di tempat, Davianna berdiri begitu dekat, terlalu dekat hingga jarak di antara mereka terasa mengikatnya seperti jerat yang tak terlihat. Kenangan tentang Davianna, yang lama terkubur dalam-dalam, tiba-tiba muncul di permukaan. Wajahnya, senyumnya, dan suara tawa yang dulu mengisi hari-harinya kini hadir kembali, membawa serta semua ras
Keduanya masih bayi, kalau sampai ada yang memukul yang salah ada orang tua dari kedua belah pihak yang lalai menjaga mereka. Itulah yang terjadi pada Danar dan Alma saat bersama.Ardan pun yang pernah berjanji akan menjaga adik-adiknya justru lebih sering terlihat asik bermain sendiri. Apa yang bisa diharapkan dari anak kelas dua sekolah dasar dalam menjaga dua batita.Alma dan Danar, dua batita keluarga Wardana, duduk berseberangan di lantai ruang keluarga yang luas. Suasana yang seharusnya damai sering kali berubah menjadi ajang perebutan mainan, perhatian, dan cinta dari kakek mereka, Arya Suta.Alma, dengan rambutnya yang masih lembut dan ikal, memandang boneka beruang yang sedang dipegang Danar dengan tatapan penuh tekad. Danar, meskipun belum pandai berbicara dengan jelas, bisa merasakan ancaman dari tatapan sepupunya yang sedang mengincar boneka itu.Dalam hitungan detik, Alma sudah menarik boneka tersebut dari tangan Danar, membuat si bocah laki-laki langsung merengut dan ber
Ageng duduk di sebuah restoran mewah di pusat kota. Hari itu, dia akan bertemu dengan salah satu klien penting perusahaannya, seorang pengusaha ternama yang selama ini menjadi mitra strategis dalam berbagai proyek. Ageng selalu mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, termasuk pertemuan bisnis seperti ini. Restoran sudah dipilih dengan saksama, meja terbaik sudah dipesan, dan suasana yang tenang menjadi tempat yang sempurna untuk mendiskusikan kerja sama ke depan.Sambil menunggu, Ageng memeriksa ponselnya, melihat pesan dari Queen yang mengabarkan bahwa Alma sedang bermain dengan bonekanya di rumah. Senyum kecil terukir di wajahnya. Namun, sebelum sempat membalas, kliennya datang. Pria itu, yang bernama Sean Mahendra Wismoyojati, tampak santai dalam setelan jas hitam. Di belakangnya, sekretarisnya yang selalu setia, seorang perempuan bernama Bella, mengikuti dengan langkah cepat."Maaf membuat Anda menunggu," sapa Sean sambil mengulurkan tangan."Tidak masalah, Pak Sean," jawab Age
Rumah Queen dan Ageng dipenuhi dengan suasana kebahagiaan dan kehangatan, begitu berbeda dari masa-masa sulit yang pernah mereka lewati. Hari ini, semua kesedihan dan kekhawatiran seolah sirna, digantikan oleh keceriaan yang terpancar di setiap sudut ruangan. Ulang tahun pertama baby Alma menjadi momen penting yang ingin mereka rayakan dengan penuh suka cita, bersama orang-orang terdekat.Ruang tamu rumah mereka dihiasi dengan dekorasi cantik bernuansa pastel. Balon-balon berwarna lembut melayang di udara, menggantung dengan anggun di setiap sudut. Kue ulang tahun Alma yang besar, dihiasi dengan hiasan bunga-bunga kecil dan figur berbentuk peri, berdiri megah di tengah ruangan, siap menjadi pusat perhatian. Di atas meja, tertata rapi hidangan-hidangan manis dan camilan ringan untuk tamu-tamu kecil yang akan hadir.Queen, yang mengenakan gaun sederhana namun elegan berwarna krem, tampak begitu bahagia sambil menggendong Alma. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Sesekali, dia mencium
Ageng duduk di ruang keluarga, memandangi Baby Alma yang terbaring di atas selimut lembut. Gadis kecil itu tampak lincah, mencoba tengkurap dan mengangkat kepalanya yang mungil dengan usaha keras. Setiap kali Alma berhasil menyeimbangkan tubuhnya, wajah Ageng berseri-seri."Lihat, dia semakin kuat," gumam Ageng, bangga. Meskipun tahu Alma belum bisa benar-benar mengerti, Ageng tetap senang berbicara padanya, seperti mengajak berdiskusi soal hal-hal besar dalam hidup.Queen datang dengan secangkir teh, duduk di samping Ageng sambil tersenyum melihat suaminya begitu terpesona pada perkembangan kecil Alma. "Dia sudah semakin besar, ya?" kata Queen sambil menatap putri kecil mereka yang terus bergerak aktif di atas selimut.Ageng mengangguk. "Iya, nggak terasa. Rasanya baru kemarin dia lahir, sekarang sudah bisa tengkurap sendiri. Nggak sabar lihat dia belajar berjalan nanti."Queen tertawa kecil. "Kamu pasti bakal kejar-kejar dia nanti di seluruh rumah. Semangat deh!" candanya sambil men
Ageng melangkah menuju rumah dengan langkah yang ringan. Hati dan pikirannya dipenuhi rasa syukur. Seluruh perjuangan, kesulitan, dan pengorbanan yang ia dan sahabat-sahabatnya lewati akhirnya terbayar. Mereka semua telah menemukan cinta, mewujudkan impian-impian mereka, dan kehidupan kini memberikan kebahagiaan yang sejati.Ageng tersenyum kecil saat melihat Queen berdiri di depan pintu dengan senyum yang meneduhkan, menimang Baby Alma yang ceria di pelukannya. Dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya telah berdiri di hadapannya.“Tuh, daddy sudah pulang,” ucap Queen lembut sambil menggerakkan tangan putrinya, suaranya begitu hangat, membuat hati Ageng terasa damai.Ageng mendekat dan mencium kening Queen dengan lembut. Kemudian, tatapannya beralih ke Baby Alma yang melihatnya dengan mata berbinar yang sangat menggemaskan. Tawa kecil bayi itu terdengar begitu polos, seolah menyambut sang ayah dengan kebahagiaan yang sama.“Bagaimana hari kalian?” tanya Ageng sambil mengelus l