Arya Suta menatap layar ponselnya dengan rahang yang mengeras, tangannya gemetar menahan amarah yang semakin membara. Wajahnya memerah, menandakan ledakan emosi yang tak lagi bisa ia kendalikan. Dengan napas yang berat dan terputus-putus, ia akhirnya menekan nomor Surya Wijaya. Ia merasa dikhianati, dan saat ini hanya ada satu orang yang bisa ia salahkan.Saat sambungan telepon tersambung, Arya Suta tidak menunggu lama. Begitu mendengar suara Surya di seberang, ia langsung meledak, "Surya! Apa yang kau lakukan? Di mana janji-janjimu?"Surya Wijaya terdengar tetap tenang meski harus mendengar suara keras dari Arya Suta. Itu semua karena dia belum mengetahui apa yang telah terjadi. “Ada apa? Apa kau telah menemukan Zach?”“Anakmu itu telah menculik Queen. Kau tahu saat ini Queen sedang hamil. Jika sampai ada kejadian buruk yang menimpa Queen dan cucuku, aku tidak akan melepas Zachary begitu saja.”Meskipun Queen hanya anak menantu, tetapi rasa khawatir dan ketakutan yang Arya Suta rasak
“Sampai kapan aku harus menunggu?”Berulang kali Ageng memukul kemudi mobilnya. Bersama Selo Ardi dia sedang menantikan petunjuk dari orang kepercayaan Selo Ardi tentang keberadaan mobil yang telah membawa Queen.“Sabar, Mas!” Seperti janji Selo Ardi, tidak butuh waktu yang lama orang kepercayaannya itu sudah menghubungi.Selo Ardi segera meraih telepon, menjawab panggilan dengan nada datar namun penuh harap, kemudian dia terdiam mendengar dengan saksama penjelasan dari orang kepercayaannya. “Di mana dia sekarang?”“Zachary terlihat rumah tua di pinggiran kota. Itu adalah rumah peninggallan kakek nenek dari pihak mamanya. Saya sudah mengirim koordinatnya ke ponsel Bapak,” jawab pria itu dengan nada serius.Setelah mengetahui kemana arah yang dituju, Ageng bergegas menyalakan mesin mobilnya. Dengan cepat, mereka melaju menuju lokasi yang telah diberikan. Diikuti oleh beberapa anak buah Selo Ardi, yang akan bergerak untuk melancarkan semua aksi mereka.Sepanjang perjalanan, tidak ada ka
Rahma melangkah pelan menyusuri koridor sempit yang gelap, menuju ruangan tempat ia tahu anaknya, Jelita, disekap. Langkah kakinya semakin berat setiap kali ia mendekat, bayangan wajah Jelita yang pucat dan kurus terbayang di benaknya. Rahma merasa hatinya teriris setiap kali memikirkan anaknya yang harus hidup dalam kondisi seperti ini, namun ia tidak punya pilihan.Sempat hidup berkecukupan sebagai janda karena kebaikan hati Danu, tetapi setelah kedatangan Zachary dengan berbagai bujuk rayunya, semua menjadi berubah. Rahma menjadi sosok yang serakah, bukan hanya menerima uang dari Zachary sebagai bayaran untuk terus mendekati Danu, Rahma juga semua kebaikan Danu yang begitu peduli kepada Jelita.Langkah Rahma telah tiba di depan pintu kamar, Raham menarik napas dalam-dalam untuk menyiapkan hatinya. Memejamkan mata, mencoba mencoba merangkai kata penuh kebohongan untuk menenangkan hati putrinya. Dia tidak tahu, sampai kapan akan terlepas dari jerat Zachary.Ia membuka pintu dengan pe
Mobil Ageng dan Selo Ardi berhenti mendadak di depan rumah tua bergaya klasik. Rumah itu masih terawat tetapi tetap menyisakan aura mistis karena gaya arsitekturnya yang merupakan peninggalan zaman Belanda.Ageng dan Selo Ardi turun dari mobil, diikuti oleh beberapa anak buah mereka. Dengan cepat, mereka menyebar, memeriksa sekeliling rumah dengan hati-hati. Suasana sunyi senyap membuat jantung Ageng berdegup kencang. Ia tak bisa berhenti memikirkan Queen. Setiap detik terasa begitu berharga, dan setiap detik yang terbuang adalah ancaman bagi keselamatan istrinya.Selo Ardi memberi isyarat kepada anak buahnya untuk bersiap. Mereka mendekati pintu utama rumah dengan langkah hati-hati. Tiba-tiba, dari dalam rumah, terdengar suara jeritan perempuan yang membuat Ageng berhenti di tempatnya. Suara itu jelas suara Queen. Tanpa berpikir panjang, Ageng berlari menuju pintu, dan dengan sekuat tenaga ia menghantam pintu itu, mencoba mendobraknya.Pintu tua itu bergoyang keras namun tetap tidak
Suara teriakan Zachary dibarengi dengan jatuhnya pistol di tangannya. Zachary mengerang kesakitan saat peluru panas menembus lengannya. Terlihat sangat presisi dan akurat, peluru itu mampu melumpuhkan pergerakan Zachary.Queen masih terdiam di tempatnya dengan napas yang memburu dan mata yang membeliak lepar. Bercak-bercak darah tampak menodai wajah ayunya. Queen merasa tidak tahu di alam mana dia sekarang. Hingga saat dia merasakan pelukan Ageng, baru menyadari jika dirinya masih hidup.Suara letusan senjata dan jeritan Zachary mereda, hanya menyisakan keheningan yang tegang di ruangan itu. Ageng memeluk erat tubuh Queen, berusaha memberikan rasa aman yang telah lama direnggut darinya. Karena ketakutan masih jelas terpancar di mata Queen."Semua sudah berakhir, Sayang," bisik Ageng dengan lembut sambil terus mengusap punggung istrinya. Queen masih terisak di dalam pelukan Ageng, tubuhnya bergetar akibat trauma yang baru saja ia alami.“Aku takut.” Queen menangis sambil menenggelamkan
Suasana di rumah sakit yang semula tegang mulai sedikit mereda ketika dokter menyatakan bahwa Queen dan bayi dalam kandungannya berada dalam kondisi stabil. Ageng duduk di samping ranjang Queen, menggenggam tangannya erat seolah tak ingin melepaskannya lagi. Di sekitar mereka, keluarga Wardana berkumpul, menanti kabar lebih lanjut dengan wajah penuh kekhawatiran yang perlahan berubah lega.Queen berbaring lemah di atas ranjang, matanya terbuka perlahan dan tatapannya tertuju pada Ageng. "Aku baik-baik saja," bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup untuk membuat semua orang yang ada di sana menghela napas lega.Ageng tersenyum, meskipun masih ada sisa ketegangan yang terlihat jelas di wajahnya. "Kamu sudah aman sekarang, Sayang. kami semua ada di sini bersamamu."Queen mengangguk lemah, lalu mengalihkan pandangannya ke seluruh ruangan. Wajah-wajah yang penuh cinta dan kepedulian menatapnya dengan perhatian. Arya Suta, berdiri di dekat pintu dengan wajah penuh kelegaan, sem
Mike berdiri di depan pintu ruang perawatan dengan perasaan campur aduk. Mike merasa ragu untuk masuk, tetapi ada dorongan dalam hatinya yang tak bisa dia abaikan. Dia tahu bahwa pertemuan ini mungkin akan canggung, namun dia merasa harus melakukannya, terutama setelah semua yang terjadi.Di dalam, Rahma duduk di kursi sebelah ranjang tempat Jelita tidur dengan tenang. Mata Rahma kosong, pandangannya jauh menerobos dinding kamar yang sepi. Selama ini Rahma sangat ingin terbebas dari Zachary, tetapi setelah keinginannya terwujud, Rahma tidak tahu harus berbuat apa.Dengan hati-hati, Mike membuka pintu dan melangkah masuk. Langkahnya nyaris tak terdengar di lantai rumah sakit yang dingin. Rahma tidak langsung menyadari kehadirannya, dan ketika dia akhirnya menoleh, ada keheningan yang tak nyaman menyelimuti ruangan itu. Keduanya saling memandang, seolah-olah mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan."Bu Rahma," Mike membuka suara, memecah kesunyian yang penuh dengan rasa ka
Setelah beberapa hari menjalani perawatan di rumah sakit akhirnya Queen sudah diperbolehkan untuk pulang. Dokter Amira telah mengonfirmasi bahwa Queen dan bayinya dalam kondisi baik, dan tentunya hal tersebut sangat melegakan bagi Queen dan juga Ageng.Ageng berada di sisi Queen, menuntunnya dengan hati-hati melewati lorong rumah sakit. Mereka telah melewati banyak hal bersama, dan berharap ke depannya langkah mereka akan dipermudah.Namun, sebelum meninggalkan rumah sakit, Queen merasa ada sesuatu yang harus mereka lakukan. Dia tidak bisa melupakan bagaimana Rahma melindunginya dari Zachary. Meski mereka tidak memiliki hubungan dekat sebelumnya, tindakan Rahma sangat berarti bagi Queen.“Sebelum kita pulang, aku ingin menjenguk Rahma,” kata Queen dengan suara lembut.Ageng menatapnya dengan penuh pengertian. "Aku mengerti. Dia menyelamatkanmu, dan kita harus menunjukkan rasa terima kasih kita."Setelah berdiskusi singkat, mereka memutuskan untuk mengajak Arya Suta dan Laras untuk men