Suara teriakan Zachary dibarengi dengan jatuhnya pistol di tangannya. Zachary mengerang kesakitan saat peluru panas menembus lengannya. Terlihat sangat presisi dan akurat, peluru itu mampu melumpuhkan pergerakan Zachary.Queen masih terdiam di tempatnya dengan napas yang memburu dan mata yang membeliak lepar. Bercak-bercak darah tampak menodai wajah ayunya. Queen merasa tidak tahu di alam mana dia sekarang. Hingga saat dia merasakan pelukan Ageng, baru menyadari jika dirinya masih hidup.Suara letusan senjata dan jeritan Zachary mereda, hanya menyisakan keheningan yang tegang di ruangan itu. Ageng memeluk erat tubuh Queen, berusaha memberikan rasa aman yang telah lama direnggut darinya. Karena ketakutan masih jelas terpancar di mata Queen."Semua sudah berakhir, Sayang," bisik Ageng dengan lembut sambil terus mengusap punggung istrinya. Queen masih terisak di dalam pelukan Ageng, tubuhnya bergetar akibat trauma yang baru saja ia alami.“Aku takut.” Queen menangis sambil menenggelamkan
Suasana di rumah sakit yang semula tegang mulai sedikit mereda ketika dokter menyatakan bahwa Queen dan bayi dalam kandungannya berada dalam kondisi stabil. Ageng duduk di samping ranjang Queen, menggenggam tangannya erat seolah tak ingin melepaskannya lagi. Di sekitar mereka, keluarga Wardana berkumpul, menanti kabar lebih lanjut dengan wajah penuh kekhawatiran yang perlahan berubah lega.Queen berbaring lemah di atas ranjang, matanya terbuka perlahan dan tatapannya tertuju pada Ageng. "Aku baik-baik saja," bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar, namun cukup untuk membuat semua orang yang ada di sana menghela napas lega.Ageng tersenyum, meskipun masih ada sisa ketegangan yang terlihat jelas di wajahnya. "Kamu sudah aman sekarang, Sayang. kami semua ada di sini bersamamu."Queen mengangguk lemah, lalu mengalihkan pandangannya ke seluruh ruangan. Wajah-wajah yang penuh cinta dan kepedulian menatapnya dengan perhatian. Arya Suta, berdiri di dekat pintu dengan wajah penuh kelegaan, sem
Mike berdiri di depan pintu ruang perawatan dengan perasaan campur aduk. Mike merasa ragu untuk masuk, tetapi ada dorongan dalam hatinya yang tak bisa dia abaikan. Dia tahu bahwa pertemuan ini mungkin akan canggung, namun dia merasa harus melakukannya, terutama setelah semua yang terjadi.Di dalam, Rahma duduk di kursi sebelah ranjang tempat Jelita tidur dengan tenang. Mata Rahma kosong, pandangannya jauh menerobos dinding kamar yang sepi. Selama ini Rahma sangat ingin terbebas dari Zachary, tetapi setelah keinginannya terwujud, Rahma tidak tahu harus berbuat apa.Dengan hati-hati, Mike membuka pintu dan melangkah masuk. Langkahnya nyaris tak terdengar di lantai rumah sakit yang dingin. Rahma tidak langsung menyadari kehadirannya, dan ketika dia akhirnya menoleh, ada keheningan yang tak nyaman menyelimuti ruangan itu. Keduanya saling memandang, seolah-olah mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan."Bu Rahma," Mike membuka suara, memecah kesunyian yang penuh dengan rasa ka
Setelah beberapa hari menjalani perawatan di rumah sakit akhirnya Queen sudah diperbolehkan untuk pulang. Dokter Amira telah mengonfirmasi bahwa Queen dan bayinya dalam kondisi baik, dan tentunya hal tersebut sangat melegakan bagi Queen dan juga Ageng.Ageng berada di sisi Queen, menuntunnya dengan hati-hati melewati lorong rumah sakit. Mereka telah melewati banyak hal bersama, dan berharap ke depannya langkah mereka akan dipermudah.Namun, sebelum meninggalkan rumah sakit, Queen merasa ada sesuatu yang harus mereka lakukan. Dia tidak bisa melupakan bagaimana Rahma melindunginya dari Zachary. Meski mereka tidak memiliki hubungan dekat sebelumnya, tindakan Rahma sangat berarti bagi Queen.“Sebelum kita pulang, aku ingin menjenguk Rahma,” kata Queen dengan suara lembut.Ageng menatapnya dengan penuh pengertian. "Aku mengerti. Dia menyelamatkanmu, dan kita harus menunjukkan rasa terima kasih kita."Setelah berdiskusi singkat, mereka memutuskan untuk mengajak Arya Suta dan Laras untuk men
“Papi!” Jelita berlari menyambut Mike yang baru saja pulang kerja.Meskipun tubuhnya terasa lelah dan pikirannya masih penat dengan berbagai beban kerja yang mengelayutinya seharian penuh, tetapi keberadaan Jelita memberi semangat baru bagi Mike.“Tadi main apa sama Opa?” tanya Mike sambil menggendong gadis kecil itu.Hubungan antara Mike dan Jelita semakin terlihat akrab sejak peristiwa dramatis yang melibatkan Zachary dan Queen. Setiap kali Mike mengunjungi rumah sakit, Jelita selalu menyambutnya dengan senyuman cerah. Mike, yang biasanya dingin dan tertutup, tampak lebih terbuka dan perhatian saat bersama Jelita.Awalnya Jelita meminta izin untuk memanggil ayah seperti Danu, tetapi Mike tidak ingin menghilangkan kenangan indah jelita bersama Danu. Sehingga Mike meminta Jelita memanggilnya papi, agar berbeda dengan Danu dan juga ayah kandungnya yang dahulu dia panggil ‘bapak’.Sementara itu, Jelita yang sejak kecil sudah kehilangan ayah yang meninggal dunia karena kecelakaan kerja s
"Apa maksudnya ingin membahagiakan?""Aku ingin menikahi Rahma, Pa." Akhirnya Mike memiliki keberanian untuk mengungkapkan maksud hatinya di hadapan sang papa."Kau Mencintainya?""Sekarang belum, Pa. Mungkin Nanti ...." Mike tidak melanjutkan kalimatnya. Dia bisa diam di hadapan sang papa, tetapi tidak bisa berbohong.Surya Wijaya mendengkus kasar, selalu menyandarkan punggungnya ke sofa seolah ingin meletakkan semua beban hidup di sana."Apa yang membuatmu ingin menikahi Rahma, jika kau tidak mencintainya?""Rahmat telah melindungi dan menyelamatkan wanita yang kucintai. Tidak ada salahnya jika aku membalasnya dengan memberi cinta.""Tapi Papa tahu sampai saat ini hatimu masih untuk Queen. Ini tidak akan membuat Rahma bahagia, bisa saja kau membawanya dalam penderitaan yang lain.""Aku akan berusaha untuk mencintainya, Pa.""Papa takut, jika kamu Mengulangi kesalahan yang sama seperti apa yang Papa lakukan."Ayah dan anak itu saling beradu pandang. Tak ada penyangkalan ataupun janji
Keluarga Wardana menyambut kepulangan Queen dari rumah sakit dengan penuh kebahagiaan. Saat mobil yang membawa Queen berhenti di depan rumah, senyuman dan tawa mengisi udara. Ageng membantu Queen keluar dari mobil dengan lembut, memastikan setiap langkahnya aman. Laras, dengan mata yang berbinar, segera memeluk Queen, mengekspresikan rasa syukur karena menantu dan cucunya masih diberi perlindungan dan kesehatan.Di dalam rumah, suasana hangat dan penuh cinta menanti. Arum, Danu dan kedua putra mereka pun ada di sana, menyambut Queen dengan senyum bahagia. Meja makan penuh dengan hidangan favorit Queen, sebuah bukti betapa mereka merindukan kehadirannya.“Mama harap ini yang terakhir kalinya Queen harus di rawat di rumah sakit selama kehamilannya. Di rumah sakitnya nanti kalau lahiran saja.”“Aamiin.” Secara hampir bersamaan, semua yang berada meja makan menyahut doa dan harapan dari Laras.“Aku kira Tante Queen di rumah sakit karena dedek cantik sudah keluar,” sahut Ardan dengan wajah
Zachary duduk termenung di tepi tempat tidur, pikirannya berputar-putar dengan penyesalan yang mendalam. Ruangan ini, yang dulunya dipenuhi dengan tawa anak-anak dan kehangatan cinta istrinya, kini terasa hampa dan sunyi.Zachary masih bisa merasakan kehadiran mereka, bayangan kenangan indah yang kini hanya meninggalkan penyesalan dan nyeri di dada. Dia telah kehilangan semuanya, keluarganya, kehangatan rumah tangganya, dan semua itu hanya karena ambisi dan dendam yang membutakan hatinya.Zachary bangkit, menatap keluar jendela, memandang hamparan kebun yang tertata rapi. Dulu, dia berpikir bahwa kesuksesan dan balas dendam akan membawa kebahagiaan, tetapi kenyataan justru sebaliknya. Yang ada hanya kehampaan, dan sekarang dia harus menghadapi kenyataan bahwa keluarganya telah pergi.Zachary tahu bahwa dia tidak bisa membiarkan hal ini berlarut-larut. Dengan langkah berat, dia menuju kantor villa dan menemui orang kepercayaannya yang selama ini membantu mengelola properti itu."Satu m