“Kau! Apa yang kau katakan?”
Naina merasa terkejut, ini pertama kalinya dia bertemu dengan anak dari suaminya yang sudah meninggal. Sebelumnya dia sudah mengetahui kalau hubungan ayah dan anak itu sangat tidak harmonis, bahkan Arka tidak menghadiri pernikahan Naina dengan ayahnya.Namun, Naina sudah membicarakan soal Arka dengan Guntur. Dan dia paham bahwa Guntur menaruh harapan besar pada anaknya. Sosok Arka yang diceritakan Guntur adalah sosok pria yang sopan dan terpelajar. Bukan pria yang kasar seperti pria di hadapannya ini.
Arka bangkit berdiri, mengedarkan pandangannya pada semua orang yang ada di sana, kecuali Naina.
"Aku minta pada kalian semua, tinggalkan rumahku sekarang juga!"
Naina terkejut, mengerutkan keningnya. Begitupun dengan orang-orang yang menatap bingung sekaligus takut pada Arka.
"Mengapa kau mengusir mereka?" tanya Naina, dia sudah berdiri di depan Arka. Tubuhnya yang mungil seperti terintimidasi oleh tubuh Arka yang jangkung.
Tinggi Naina hanya sampai dagu lelaki tampan itu.
"Ini rumah ayahku yang sudah diwariskan kepadaku. Jadi hakku mau mengusir siapapun dari rumah ini!" tegasnya memberikan tatapan setajam elang pada Aina.
Melihat Arka yang tampak menakutkan, semua orang pun segera bangkit berdiri dan meninggalkan rumah duka. Naina menatap Arka tak percaya.
Bagaimana bisa Arka berpikir untuk mengusir orang yang sedang ikut berbela sungkawa?
"Tapi tidak seharusnya kau mengusir mereka dengan cara seperti tadi. Itu sangat tidak sopan. Dan aku yakin, mendiang ayahmu tidak pernah mengajarimu bersikap seperti itu."
Arka mengangkat sebelah alisnya.
"Aku tidak peduli! Aku tidak memerlukan belas kasih mereka! Lagipula tahu apa kau soal hubunganku dengan ayahku?" Arka menarik kedua pundak Naina, lalu menyudutkannya ke tembok.
Naina terkejut, tiba-tiba saja tangan Arka hendak menanggalkan pakaiannya. Lelaki itu merobek baju yang Naina pakai dalam satu tarikan kasar. Naina segera menutupi bagian atas tubuhnya dengan menggunakan kedua tangan.
Arka sangat lancang. Bahkan Guntur saja yang sah sebagai suaminya, tidak pernah berusaha menanggalkan pakaiannya.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Naina, dari sorot matanya, Arka bisa melihat ketakutan di sana.
Dengan terang-terangan, Arka menjawab.
"Ayahku meninggalkan seorang perempuan untukku. Maka aku harus secara resmi meneruskan dan menikmati dengan baik apa yang ditinggalkan ayahku tepat di depan dirinya."
Sesaat Naina tercenung mendengar ucapan Arka. Tapi saat dia mengerti maksud lelaki ity, Naina seketika merasa panik, dia mendorong tubuh Arka agar menjauh dengan sisa tenaganya.
Naina terlalu lelah menangisi kepergian Guntur. Lalu sekarang anak tirinya datang dan menyusahkannya. Sepertinya penderitaannya benar-benar lengkap.
"Jangan macam-macam! Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhku! Kau anak tiriku! Bagaimana bisa kau mencoba menyentuh ibu tirimu sendiri?" sentak Naina sambil mengacungkan telunjuknya di depan Arka. Napasnya menderu, naik-turun dengan cepat. Matanya menatap Arka dengan waspada, takut jika lelaki itu tiba-tiba melakukan hal seperti tadi.
Melihat Naina yang ketakutan, Arka tersenyum sinis. "Akhirnya kau paham apa itu takut. Tapi kenapa kau tidak merasa takut saat mencelakakan ayahku?" sindir Arka.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," tanya Naina menautkan kedua alisnya, dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Arka.
Arka mendengus kesal. Ia berpikir bahwa Naina sedang bersandiwara seolah dia tidak tahu apa-apa. Tetapi Arka bukanlah lelaki bodoh yang akan percaya dengan tipuan liciknya.
Arka tahu betul tipe wanita seperti apa Naina. Dia pasti akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
"Jangan berpura-pura bodoh! Kecelakaan mobil itu mungkin sudah direncanakan olehmu. Sebab hanya kau saja yang mengetahui perjalanan hari itu. Bahkan adikmu sendiri yang mengendarai mobilnya," tuduh Arka tanpa basa-basi lagi.
Naina memicingkan mata, tidak menyangka jika Arka memiliki pikiran sepicik itu padanya.
"Itu tidak benar! Bagaimana mungkin aku merencanakan kecelakaan hari itu, sedangkan adikku saja sekarang masih dirawat dan tidak sadarkan diri di rumah sakit." Naina membantahnya.
Namun Arka malah menarik sebelah ujung bibirnya, tersenyum kecut. "Lihatlah! Demi uang, kau sampai rela mengorbankan adikmu sendiri. Kau memang kakak yang sangat baik, Naina," sindir Arka lagi. Sindiran Arka kali ini lebih menyakitkan hatinya.
Naina tidak mengerti sama sekali dengan tuduhan dan jalan pikiran Arka.
Sepertinya Arka telah salah paham padanya.
"Kau terlihat masih sangat muda untuk menjadi ibu tiriku. Pasti kau sengaja menggoda ayahku yang usianya jauh lebih tua darimu. Bagaimana caramu menggodanya, Naina? Apa kau menjajakan tubuhmu sendiri padanya? Hmm?" Arka tersenyum mengejek.
PLAK!
Kesal dengan tuduhannya yang keji, Naina akhirnya hilang kesabaran dan mendaratkan satu tamparan keras di pipi Arka, membuat kepala Arka terlempar ke kiri, sudut bibirnya sedikit mengeluarkan darah. Tapi hebatnya, Arka tetap menyeringai. Seolah lelaki itu tidak merasakan perih sedikit pun di pipinya.
"Oh. Kau pemberani juga ternyata? Mengapa kau harus marah, Naina? Aku mengatakan yang sebenarnya. Jika kutaksir, sepertinya umurmu lebih muda dariku. Berapa umurmu yang sebenarnya? Dua puluh dua, dua puluh satu, atau jangan-jangan kau masih berumur dua puluh tahun? Dan apa yang dicari oleh wanita muda sepertimu dengan menikahi seorang lelaki paruh baya, jika bukan untuk mendapat warisan dari hartanya. Bukankah begitu, Naina?" sindir Arka lagi.
Naina menahan napas, mencoba menahan dirinya untuk tidak lagi mendaratkan tamparan di wajah anak tirinya yang usianya beberapa tahun lebih tua darinya.
"Aku sangat menghormati mendiang suamiku. Jika tidak, mungkin aku sudah menamparmu lagi dengan tanganku," kata Naina.
Arka tersenyum sinis, mengusap sedikit darah yang mengotori sudut bibirnya akibat dari tamparan Naina tadi.
"Jangan seolah-olah kau bersikap seperti istri yang baik. Sementara hatimu sangat busuk! Mungkin kau bisa dengan mudah membodohi ayahku. Tapi aku tidak akan tertipu dengan wajah sok polosmu!"
"Terserah apa katamu. Meskipun aku mencoba membela diriku, kau tetap tidak akan percaya. Aku akan tetap terlihat salah di matamu," balas Naina. Ia sangat tidak ingin berdebat dengan Arka. Lebih lagi di depan jasad suaminya.
Jika Guntur masih hidup, dia pasti akan merasa sedih melihat Arka yang memperlakukan Naina dengan tidak baik.
"Karena suamiku sudah meninggal, maka aku akan pergi dari rumah keluargamu. Aku tidak akan lagi mencoba mengambil keuntungan dari keluargamu." Naina lebih memilih pergi daripada tinggal satu rumah dengan anak tiri yang kejam seperti Arka.
Arka kemudian menarik tangan Naina dan berkata. "Ayahku memang sudah meninggal, tetapi kau jangan lupa kalau anaknya masih hidup. Aku lah yang saat ini akan mengambil kendali atas keluarga ini. Jadi kau tidak punya hak untuk pergi begitu saja setelah mendapat harta dan warisan keluargaku!" cetus Arka dengan memberikan tatapan penuh peringatan kepada Naina.
"Apa yang hendak kau lakukan?" tanya Naina.
Arka tersenyum sinis, kemudian berkata. "Tentu saja aku akan melanjutkan keutuhan keluarga. Aku akan melakukan semua yang selama ini ayahku lakukan padamu."
Naina sedikit memundurkan langkahnya, dia merasa Arka terlihat begitu menakutkan.
"Termasuk menikmati tubuhmu," lanjut Arka mengelus pipi kanan Naina yang seketika membuat wanita itu berjengit dan menepis tangan Arka.
"Jangan mencoba menyentuhku!" tekan Naina memberikan tatapan tajamnya kepada Arka sebagai peringatan agar lelaki itu tidak lancang menyentuhnya. "Apa kau tidak tahu kalau ayahku telah menuliskan sebuah wasiat bahwa dia mewariskan hartanya sekaligus dirimu kepadaku? Bukankah itu artinya kau juga menjadi milikku? Aku berhak menikmati tubuhmu dan melakukan apapun kepadamu dengan sesuka hatiku," jelas Arka. Sebelum kecelakaan itu terjadi, Guntur memang membuat sebuah surat wasiat yang dia serahkan kepada pengacaranya. Lalu setelah Guntur meninggal, pengacara itu pun memberitahukan soal wasiat yang dituliskan untuknya. Dimana isi surat wasiat itu adalah Guntur memiliki jumlah besar kekayaan sebanyak 10 triliun. Yang kemudian akan diberikan tiga puluh persen kepada Naina, dan tujuh puluh persennya untuk Arka. Begitupun dengan real estate yang dimilikinya, Guntur memberikan masing-masing apartmen dan lahan miliknya kepada mereka berdua. Guntur berharap istri dan anaknya bisa saling menduk
Sebelum Guntur kecelakaan, perusahaan Retro sedang berada diambang kebangkrutan. Karena menumpuknya barang hasil produksi di gudang, sementara target penjualan mereka kian menurun.Hari ini seluruh karyawan diperintahkan untuk berkumpul di aula kantor. Mereka berbaris dengan rapi. Menurut kabar yang berhembus, kantor ini akan kedatangan CEO baru. Yang tak lain adalah putra tunggal dari Guntur Sebastian.“Bukankah putra presiden ada di Amerika?”“Aku tidak peduli siapa CEO berikutnya, aku hanya peduli jika gajiku akan naik!"“Aku pikir Rustam akan menggantikan kakaknya sebagai CEO baru.”Segelintir dari mereka saling berbisik-bisik, penasaran dengan sosok pemimpin baru di perusahaan mereka.Termasuk dengan Maurin yang juga ikut berbaris di antara ratusan karyawan itu.Saat itu pintu aula terbuka, semua mata langsung tertuju ke sana. Semua orang yang berdiri di aula terkesiap melihat sosok tampan yang saat ini berjalan tegas dan berwibawa. Sosok tampan itu adalah Arka. Di samping kirin
Tadinya Naina pikir Arka begitu baik saat mencegah dua orang security yang akan mengusirnya. Tetapi sekarang Naina menarik kembali pemikirannya, Arka tetap lah seorang lelaki berhati iblis. Naina terdiam, menimang-nimang keputusannya. Tetap tinggal di rumah besar itu bersama dengan Arka? Naina sudah melihat sifat iblis dalam diri lelaki itu. Naina ragu apakah dirinya akan sanggup berhadapan dengan Arka setiap hari? Lelaki itu pasti akan terus menyusahkannya.“Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak tahu apakah aku harus menerima tawaran Arka atau menolaknya. Tapi jika aku menolak, bagaimana dengan Raffan? Saat ini dia masih berjuang untuk sembuh. Sementara biaya pengobatannya sangat mahal,” desah Naina dalam hati.Naina sangat tidak tega melihat tubuh Raffan yang hanya bisa terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Dia teringat bagaimana ceria dan semangatnya Raffan dalam menjalani hidupnya sebelum kecelakaan nahas itu menimpanya dan merenggut nyawa Guntur.Mengingat Guntur, sek
Bola mata Arka melebar, Naina menjatuhkan foto kedua orang tuanya hingga pecahan kacanya berserakan di lantai. Rahangnya langsung merapat marah, tatapannya tajam mengarah pada Naina yang tubuhnya sudah membeku di tempatnya.“Arka?” pekik Naina. Dia segera berjongkok dan memunguti foto-foto itu dari lantai. “Bagus, Naina. Tanah kuburan ayahku masih basah, tapi kau sudah menurunkan foto kedua orang tuaku dari dinding!” sentak Arka dengan murka. Urat lehernya bertonjolan, menandakan kemarahannya.Naina tergugu. Dia tidak ingin Arka salah paham dengan apa yang dilakukannya.“Bukan begitu. Aku hanya ingin mengumpulkan foto mereka—““Untuk apa?” bentak Arka lagi. “Oh. Aku tahu. Kau mengumpulkan foto-foto itu karena ingin membuangnya, ‘kan? Kau tidak sanggup menatap foto-foto itu karena merasa bersalah sudah mencelakai ayahku dan berniat menguasai kekayaannya?” lagi-lagi Arka menuduhnya dengan keji.Naina mengepalkan tangannya, hatinya sakit mendapat tuduhan seperti itu.“Kau pasti ingin
Naina menautkan kedua alisnya mendengar ucapan Arka. “Apa maksudmu? Aku ibu tirimu. Bukankah sudah seharusnya kita berada di satu meja makan yang sama?” tanya Naina dengan polosnya. Sepertinya dia lupa kalau Arka adalah seorang lelaki berhati iblis.Arka tersenyum sinis. “Saat ayahku masih hidup, kau bebas mendapatkan kemewahan dan kenyamanan di rumah ini. Kau bisa duduk di kursi mana pun sesukamu ketika makan. Bahkan kau bisa duduk santai seharian dan menghabiskan waktumu dengan hanya ongkang-ongkang kaki saja. Aku yakin, dulu ayahku pasti sangat memanjakanmu,” ucap Arka sambil memasang raut mengejek.“Tapi sayangnya yang ada di hadapanmu saat ini bukan lah Guntur Sebastian, melainkan putranya yang akan menjadi pemimpin baru di keluarga ini. Kita baru beberapa hari bertemu, tapi kurasa kau cukup tahu seperti apa sifat anak tirimu. Aku tidak sebaik ayahku dan aku tidak akan memanjakanmu seperti yang dilakukannya. Dan ada satu hal penting yang harus kau catat, aku tidak sudi duduk di
Ini adalah kali pertama bagi Arka menempati meja kerja mendiang ayahnya. Arka mengedarkan pandangannya ke sekeliling.Tangannya meraih sebuah foto yang ada di atas meja kerjanya. Di foto itu, tampak Guntur sedang tersenyum dan menatap ke arah kamera. Senyumnya lebar, menampilkan deretan giginya yang rapi. Melihat foto Guntur, seketika Arka teringat dengan masa lalunya. Dimana Guntur selalu mendidiknya dengan keras. Hal itu lah yang membuat Arka memutuskan untuk menjauh dan melanjutkan pendidikannya ke luar negeri.Arka mengenang saat-saat dia masih bersama dengan Guntur. Selama mengenal ayahnya, Arka hanya tahu bahwa Guntur adalah ayah yang keras. Tetapi meski begitu, sebagai seorang anak, dia tetap menyayangi ayah kandungnya itu. Maka ketika Guntur mengalami kecelakaan, Arka sangat terkejut dan langsung mengarahkan tuduhannya kepada Naina. Arka merasa ada sesuatu yang janggal dengan kecelakaan yang menimpa ayahnya. “Meskipun aku tidak tahu pasti seperti apa kecelakaan yang membua
Seperti yang Arka perintahkan, Naina akan berdiri di dekat meja makan dan menunggui Arka menghabiskan makanannya. Arka menarik kursi, lalu duduk dan menatap pada makanan yang terhidang di hadapannya. “Fajitas dan Salmon Fish. Bagus! Kau menuruti perintahku untuk belajar memasak makanan luar,” kata Arka saat melihat menu makanan yang dimasak oleh Naina. Matanya melirik ke arah wanita itu sambil melempar senyum miring.Naina terdiam, enggan menanggapi ucapan lelaki itu. Arka mulai memasukkan makanannya ke dalam mulut, lalu mengunyahnya. Namun tak berselang lama, Arka kembali memuntahkannya ke atas piring sambil terbatuk-batuk.“Aarggh! Makanan apa ini?” Arka meringis, segera meneguk air sebanyak-banyaknya. Naina terkejut melihat reaksi Arka. Keningnya berkerut, berpikir apa lagi yang salah dengan makanannya.“Itu makanan luar negeri yang kau minta. Kau bilang lidahmu tidak cocok dengan makanan lokal, bukan? Kau terbiasa makan makanan luar negeri. Lalu kenapa kau masih saja memuntahka
“Apa yang kau bawa itu? Hmm?” mata Arka melirik ke arah rantang makanan yang ada di tangan Naina.Naina mengangkat rantangnya, mendekap di perutnya, kemudian menjawab. “Ini makan siang yang kubawa untukmu.”“Tapi aku tidak pernah minta dibawakan makan siang olehmu. Lagipula aku yakin kalau makanan kantor jauh lebih enak daripada makanan yang kau buat,” sinis Arka.“Kalau begitu, kau tinggal memberikan makanan ini pada OB atau sekretarismu. Tadinya aku hanya ingat kalau aku harus menjadi ibu tiri yang baik, yang melayanimu dan menyiapkan semua keperluanmu. Tapi jika kau tidak suka, terserah. Yang penting aku sudah melakukannya.” Naina menaruh rantang makanan itu di atas meja kerja Arka, mata Arka memperhatikan gerakannya.Setelah itu, Naina kembali berdiri di depan tubuh Arka yang jangkung. Matanya menatap lelaki itu dengan lurus.“Kemarin kau bilang aku harus datang ke kantormu siang ini untuk m