Damian segera menghubungi putranya. Akan tetapi, seperti yang dikatakan oleh perawat, ponsel Kenzo tidak dapat dihubungi. Pria paruh baya itu pun teringat akan putri tirinya yang tinggal di rumah utama semenjak Luna berada di sana. Dia pun bergegas menghubungi anak dari istrinya."Carla, apa Kenzo masih berada di sana?" tanyanya tanpa basa-basi.'Sepertinya iya, Pa. Ada apa? Apa ada yang penting?' tanya putri tirinya menyelidik."HP nya tidak bisa dihubungi. Tolong beritahukan padanya, jika operasi akan segera dilakukan. Semuanya sudah siap, hanya tinggal menunggu kedatangan Kenzo."'Apa?! Operasi?! Apa dia gila?! Kenapa dia malah berada di sini?!' "Karena itulah semua orang bingung mencari keberadaannya. Cepat beritahukan padanya, agar segera datang ke rumah sakit."'Baik, Pa. Carla akan seret dia ke sana.'"Oh iya. Katakan padanya, ada tiga operasi yang harus dilakukannya hari ini."Dokter Damian menyudahi panggilan telpon tersebut. Sebagai seorang ayah, dia merasa senang akan peru
Selama ini Kenzo menganggap jika perasaannya pada Serena adalah cinta. Sayangnya baru saat ini, setelah pernikahan mereka menginjak lima tahun, dia baru menyadari jika perasaannya pada Serena bukanlah cinta, melainkan karena terbiasa bersamanya. Sehingga dia salah mengartikan perasaannya.Bagaimana tidak? Istri pertamanya itu selalu saja menempel padanya. Bahkan dulu, sebelum mereka berpacaran, Serena telah melabeli Kenzo sebagai calon suaminya. Padahal mereka masih dalam tahap pendekatan. Semua itu dilakukannya untuk menyingkirkan semua wanita yang mendekati Kenzo. Di saat Kenzo sedang bercerita tentang perasaannya sambil mengemudikan mobilnya, Carla mendengarkan dengan seksama sembari melakukan ide gilanya. Dia mengirimkan sesuatu pada Papa tirinya. 'Pasti video dan rekaman suara ini akan menjadi gebrakan tersendiri untuk keluarga Matteo,' batinnya seraya menahan senyumnya."Lalu, apa rencanamu selanjutnya, Ken?" tanya Carla dengan penasaran."Rencana?" tanya Kenzo balik sambil me
Dokter Kenzo menggerutu kesal mendengar seruan Dokter Ludwig yang sedang membuatnya cemburu. Sejenak dia tidak bisa menghilangkan rasa kesal dan cemburunya. Akan tetapi, dia bisa kembali fokus ketika mengingat janjinya untuk segera menemui istri keduanya setelah operasinya selesai. Seharian Kenzo hanya sibuk dengan operasinya. Sang dokter melakukan tiga operasi rumit berturut-turut yang memakan banyak waktu. Tubuhnya benar-benar merasa lelah hari ini. Hingga dia hanya bisa makan satu kali saja untuk hari ini."Lelah sekali," gumamnya sembari merebahkan tubuhnya di sofa dalam ruangan kerjanya.Kedua matanya terpejam, mencoba untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Tenaga dan pikirannya terkuras habis untuk tiga operasi rumit yang dilakukan berjam-jam lamanya. Bukan hal sulit untuk Dokter Kenzo yang jenius dan berbakat. Bahkan dia telah melakukannya ribuan kali sejak menjadi dokter. Tiba-tiba saja indera pendengarnya menangkap suara getaran dari arah meja kerjanya. Ruangan yang s
Di suatu malam, keluarga Hogan telah mengundang keluarga Matteo untuk makan bersama di salah satu restoran mewah dan ternama. Mereka memesan ruang VIP untuk menjamu keluarga Matteo."Papa dan Mama sangat setuju, jika Kenzo Matteo menikah denganmu," ucap Alberto Hogan pada putrinya."Serena tidak keberatan, Pa. Lagi pula Kenzo Matteo salah satu mahasiswa kedokteran yang jenius dan sangat berbakat. Banyak mahasiswi yang berlomba-lomba untuk mendekatinya. Jadi, aku rasa dia pantas mendapatkan Serena Hogan, putri Papa dan Mama yang paling terkenal ini," ujar Serena dengan penuh percaya diri."Dan satu lagi, Kenzo Matteo sangat tampan. Jadi, dijamin kamu tidak akan malu, jika jalan bersama dengannya," tutur Amora pada putrinya sambil terkekeh.Di luar ruang VIP tersebut, sudah berdiri seorang pria tua dengan penampilannya serba berkelas, sedang mendengarkan percakapan keluarga tersebut. Ron Matteo, menghentikan Damian ketika akan membuka pintu ruangan yang akan dimasukinya. Pria tua itu ti
Sepasang suami istri tersebut saling terbelalak, ketika mata mereka bertemu. "Kenzo! Kenapa kamu ada di sini?!" ujar Serena yang terkejut melihat keberadaan suaminya di rumah utama keluarga Matteo.Kedua tangannya mengepal kuat melihat sang suami merangkul pundak istri keduanya dengan mesra. Nafasnya memburu, hingga dadanya bergerak naik turun. Dari sorot matanya pun terlihat kemarahan yang sedang merajai hatinya. 'Brengsek kalian berdua!' teriaknya dalam hati menyuarakan kemarahannya."Kenzo seorang Matteo. Jadi, tidak heran kalau dia ada di rumah ini. Yang jadi pertanyaan kami, ada perlu apa kamu datang ke sini?" tanya Ron Matteo dengan tegas."Aku adalah istri sah dari Kenzo. Dengan begitu aku berhak datang kapan saja ke rumah ini, karena aku adalah menantu satu-satunya keluarga Matteo," jawab Serena sambil mengeratkan gigi-giginya, tanpa melihat ke arah pria tua tersebut. Luna beringsut ketakutan mendapat tatapan seperti itu dari istri pertama suaminya. Tangannya memegang erat
Jauh dari perkiraan semuanya. Luna malah memeluk tubuh suaminya dengan sangat erat. Bahkan kepalanya bersandar pada dada sang suami. Kedua matanya terpejam mencium aroma tubuh pria yang selalu dirindukannya.Jantung Kenzo berdebar dengan cepat. Ada rasa bahagia yang menyeruak, sehingga dia ingin mengatakan pada dunia, betapa bahagianya dia saat ini. Sayangnya, sangat tidak tepat apabila dia mengungkapkan kebahagiaan itu saat ini. Ada Serena di hadapannya. Pria beristri dua tersebut tidak akan mungkin menyakiti hati istri pertamanya, meskipun saat ini dia sangat marah padanya. "Dasar wanita tidak tahu malu!" seru Serena sembari menggerakkan tangannya ke arah madunya.Namun, gerakan Serena bisa terbaca dengan sangat mudah oleh Kenzo, sehingga sang suami bisa menghentikannya kembali. Wanita yang sedang dipenuhi oleh amarah itu tidak terima. Serena masih berusaha untuk meraih rambut wanita yang ada di pangkuan suaminya. "Hentikan, Serena! Hentikan tindakan bodoh mu ini! Bagaimana jika L
Serena memberengut kesal berada di luar pintu rumah utama keluarga Matteo. Dia diusir secara tidak hormat oleh sang pemilik rumah. Bahkan dia ditertawakan oleh semua anggota keluarga yang berada di ruang makan bersamanya. Dia merasa sangat terhina. Harga dirinya seolah telah diinjak-injak oleh semua orang yang menghuni rumah bak istana itu. Bagaimana tidak, bukan hanya anggota keluarga Matteo saja yang menertawakan kekalahannya, bahkan semua pelayan dan semua pekerja di rumah mewah itu melihatnya sambil menertawakannya. Mereka semua bergunjing di belakangnya. "Sial!""Brengsek!""Kenapa aku bisa kalah dengan wanita udik itu?!" "Tidak! Aku tidak bisa terima. Aku harus bisa mengembalikan posisiku sebagai istri satu-satunya dari Kenzo Matteo!"Umpatan dan ocehan Serena bak senapan yang memberondong targetnya. Dia menatap marah pada bangunan besar nan mewah yang tampak seperti istana. Impiannya adalah menguasai penuh rumah tersebut, sehingga dia menjadi nyonya besar Matteo yang disegan
"Kenapa ada tenda di sini?" tanya seorang pelayan ketika dini hari membuka pintu rumah utama keluarga Matteo."Ada apa?" tanya seorang kepala pelayan padanya.Pelayan tersebut menunjuk ke arah tenda yang tepat berada di hadapannya. Pria tua itu mengikuti arah telunjuk sang pelayan. Dahinya mengernyit mendapati sebuah tenda yang sebelumnya tidak ada di sana. "Cepat panggil keamanan sekarang juga!" perintahnya pada pelayan tersebut. Sang kepala pelayan berjalan terburu-buru menghampiri tenda tersebut. Dengan memasang wajah datar yang terkesan galak, dia pun membuka pintu tenda, tanpa permisi terlebih dahulu. Dahinya kembali mengernyit melihat sosok wanita yang sedang meringkuk di sudut tenda. Pria tua itu memicingkan matanya, mencoba mengenali wanita yang menurutnya tidak asing. Dia pun mendekati wanita tersebut untuk memastikannya. Terdengar dengkuran halus yang keluar dari mulut wanita asing tersebut. Sang kepala pelayan menyingkirkan rambut wanita itu yang menutupi wajahnya. "Ny
"Apa maksudmu, Ken?" tanya Serena sembari mengernyitkan dahinya, dan menatap serius pada suaminya.Kenzo menatap satu per satu dari ketiga wanita yang sedang menatap penasaran padanya untuk menunggu jawaban darinya. "Seharusnya aku tidak memakai kamar mandi yang ada di lantai bawah, sehingga Serena bisa memakainya," ucap Kenzo disertai helaan nafasnya."Jadi, yang ada di dalam kamar mandi tadi adalah kamu, Ken?" tanya Serena sambil memicingkan matanya.Pria beristri dua tersebut menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan sang istri yang ditujukan padanya. "Seandainya aku tidak mual ketika kamu menyebutkan nama makanan tadi, pasti aku tidak menggunakan kamar mandi itu. Dan pastinya kamu tidak akan terpeleset," ucapnya sambil menatap sang istri pertama dengan tulus.Kenzo dalam suasana hati yang mirip seperti Luna. Dia mengalami emosi yang sana seperti ibu hamil lainnya, sehingga mudah sekali merasa bersedih dan menyalahkan diri sendiri. Melihat hal itu, wanita tua yang
"Aku bosan," gumam Luna setelah bangun dari posisi tidurnya.Ranjang super empuk dengan desain mewah di dalam kamar super mewah yang berfasilitas sangat lengkap, membuat Luna merasa sangat istimewa. Sayangnya, dia merasa sangat bosan dalam kamar tersebut. Pasalnya, dia hanya layaknya orang bermalas-malasan dalam kamar mewah itu. Kegiatan Luna sebagai istri kedua dari Kenzo Matteo hanya tidur, makan, bermain ponsel, dan menonton televisi. Semua hal dilayani oleh kepala pelayan yang dipercaya oleh Kenzo untuk menjaga istri keduanya. "Apa dia akan marah, jika mengetahui aku keluar dari kamar ini?" tanyanya pada diri sendiri, ketika mengingat amanat sang suami yang menyuruhnya untuk tetap berada di dalam kamar tersebut. Dia pun menghubungi suaminya untuk meminta ijin keluar dari kamarnya. Akan tetapi, panggilan telponnya itu tidak dijawab oleh sang suami, sehingga Luna mengulangi panggilan telpon tersebut."Sudah sepuluh kali, tapi tidak ada jawaban darinya. Apa dia sekarang sedang sib
Teriakan Serena yang sangat keras membuat semua pelayan yang mendengarnya berlari menghampirinya. Mereka terkejut melihat sang nyonya terbaring di lantai kamar mandi sambil meringis kesakitan. Tidak jauh dari telapak kakinya, terdapat sebuah sabun yang tergeletak bersama dengan sandal sang nyonya."Nyonya!" seru beberapa pelayan yang baru tiba di kamar mandi tersebut."Cepat tolong aku!" perintah Serena dengan tegas, sembari mengulurkan tangannya.Seketika mereka semua memindahkan tubuh sang nyonya keluar dari dalam kamar mandi tersebut hingga ke dalam kamar utama. "Sabun siapa yang telah membuatku terpleset?!" tanya sang nyonya dengan meninggikan suaranya, dan menatap tajam satu per satu para pelayan yang telah membantu memindahkan tubuhnya. Semua pelayan yang ada di sana hanya menunduk, tidak berani menjawab. Terlebih lagi sang nyonya sedang dalam suasana hati yang membuat mereka ketakutan."Jawab!" bentak Serena hingga membuat mereka semua terhenyak, dan reflek memegang dada masi
Seperti biasa, Serena tidak pernah mau kalah atau pun mengalah dari siapa pun. Dia tetap saja pada keyakinannya bahwa dirinya positif hamil. Bahkan suaminya sendiri sebagai seorang dokter yang dikenal hebat, telah menjelaskan padanya. Akan tetapi, semuanya percuma. Serena tetap berkeyakinan bahwa dirinya sedang hamil saat ini.Suasana ruangan Dokter Kenzo menjadi hening sejak Dokter Ludwig berpamitan keluar dari tempat itu. Kenzo sengaja memberikan waktu untuk sang istri menenangkan dirinya, setelah beberapa kali tidak bisa dibujuk olehnya. Istri pertamanya semakin marah padanya."Harusnya kamu membelaku! Bukan membela dokter abal-abal dan orang-orang bodoh di laboratorium rumah sakit ini!" bentak Serena dengan kekesalannya yang menjadi-jadi."Suami macam apa yang diam saja melihat istrinya dipermalukan?!" sambungnya dengan menatap sinis pada suaminya."Jangan-jangan kamu tidak suka dengan kehamilanku ini," imbuhnya dengan ketus menyudutkan sang suami yang masih ditatap sinis olehnya.
Kenzo sudah membuat keputusan. Setelah meminum obat dari Dokter Lu dwig untuk mengatasi mualnya, kini sang dokter kembali ke ruangannya. Dengan gerakan cepat, dia membuka semua jendela kaca, dan menyemprot ruangan tersebut menggunakan pengharum ruangan yang mempunyai wangi lembut layaknya Luna, istri keduanya. Serena menatap heran pada suaminya. Baru kali ini dia melihat sang suami seperti itu. Bahkan dia sangat penasaran dengan apa yang sedang dirasakan oleh suaminya. "Sayang, sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu bersikap seperti ini?" tanyanya sambil berjalan menghampiri sang suami."Sepertinya aku sedang mengalami mual di pagi hari, seperti yang biasa dialami oleh ibu hamil," jawab Kenzo sambil berjalan menuju meja kerjanya.Serena mengernyitkan dahinya. Dia memperhatikan sang suami dari ujung kaki hingga ujung kepalanya, seolah sedang mencari sesuatu."Tapi, kamu seorang pria, Sayang. Bagaimana mungkin kamu bisa mengalaminya?" "Buktinya aku sedang mengalaminya. Buka
Kenzo masih terngiang pertanyaan yang diberikan oleh sang nenek padanya. Dia sendiri tidak tahu sampai kapan bisa menyembunyikan istri keduanya di dalam kamar tamu yang dikhususkan untuk kakeknya ketika berkunjung ke rumahnya. "Sayang, kenapa diam? Apa ada masalah?" tanya Serena ketika melihat sang suami sedang duduk melamun di kursi kerja dalam ruangannya.Seketika Kenzo tersadar. Dia tersenyum pada sang istri, berusaha untuk mengalihkan perhatiannya. "Tidak. Aku hanya tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan kehamilanmu tadi," jawabnya sambil berdiri dari duduknya. Sang dokter berjalan menghampiri istrinya yang sedang duduk di sofa. Dia duduk di sebelah istri pertamanya yang baru saja melakukan beberapa tes kehamilan di rumah sakit tersebut.Serena bergeser sehingga duduknya merapat dengan suaminya. Kemudian, dia bersandar pada tubuh sang suami, dan meletakkan kepalanya pada pundak suaminya."Aku juga tidak sabar menggendong bayi kita," ucapnya sambil tersenyum.Kenzo tersenyum get
Serena terdiam melihat isi dalam salah satu kamar tamu yang dimasukinya. Dia sama sekali tidak menyangka jika bisa menemukan semua itu di kamar tersebut. Perlahan kakinya melangkah menghampiri ranjang yang ada di sana."Apa semua ini nyata?" gumamnya sembari melihat apa yang ada di hadapannya.Perlahan tangannya bergerak menyentuh barang-barang yang ada di atas ranjang. Matanya berkaca-kaca ketika memegang beberapa baju bayi dan perlengkapan bayi yang tertata rapi di sana. "Ternyata Kenzo meletakkan semuanya di sini. Aku pikir dia sudah membuang semua barang-barang ini," gumam Serena seraya tersenyum bahagia, seolah sedang menemukan sesuatu yang berharga. Setelah itu pandangannya beralih pada ranjang bayi yang berada di dekat ranjang tersebut. Dia beranjak dari duduknya, dan menghampirinya. Matanya berbinar melihat mainan yang tergantung di atas ranjang bayi itu.Tanpa sadar tangannya menyentuh mainan tersebut, sehingga bergerak dan mengeluarkan suara musik. Sama seperti dahulu, Ser
"Sayang, bangun. Sudah pagi," bisik Luna di telinga sang suami. Kenzo hanya diam, tanpa bergerak atau pun merespon dengan kata-kata. Kedua matanya masih terpejam, layaknya orang yang masih sibuk di alam mimpinya. "Apa dia masih tidur?" gumamnya sambil menatap kagum pada wajah tampan pria yang ada di hadapannya. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah suaminya. Wajah tampan yang bak pahatan sempurna itu, membuat Luna tidak bisa menahan keinginannnya. Jari tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah sang suami, layaknya sedang menggambar pada sebuah kanvas. Kenzo sebisa mungkin menahan gerakan jemari lentik sang istri yang bergerak halus dari alis, hidung, dan berakhir di bibir. Lagi-lagi dia tidak bisa menahan keinginannya. Bibir pink alami milik sang suami membuatnya terpesona, sehingga ingin merasakan kembali sentuhan kenyal dari bibir tersebut. Perlahan wajah Luna bergerak mendekati wajah suaminya, seolah se
Ranjang di kamar tersebut berantakan. Kain berwarna putih yang menutupi ranjang tersebut menjadi kusut, sehingga membuat Serena berpikiran buruk pada si pemilik kamar dan suaminya. Kemudian dia melihat piring dan gelas bekas yang sudah kosong."Apa-apaan ini?!" ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Apa yang sudah mereka lakukan?!" sambungnya dengan menatap marah pada ranjang yang ada di hadapannya.Matanya kembali menyusuri kamar berukuran kecil yang sangat anti untuk dimasukinya. Dia kembali kesal, karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Dengan kemarahan yang telah merajai hatinya, Serena keluar dari kamar tersebut untuk mencari suaminya.Pikirannya kalut, bayangan antara madunya bersama dengan sang suami yang sedang bersenang-senang dalam kamar tersebut, senantiasa mengganggunya. Terlebih lagi si pemilik kamar dan juga suaminya tidak ada dalam kamar yang didatanginya."Ke mana mereka sebenarnya?""Apa mereka berdua sedang bersama?"Pertanyaan-pertanyaan itu han