"Bima, kenapa dia ada di sini? Seharusnya aku bertemu dengan Willem. Bukan dengannya." Sera sedikit cemas. Dia mengamati sekitar memastikan tidak ada siapapun yang berada di sana."Sera. Aku tahu kau akan menemui Willem bukan? Hmm, dan aku membuat dia tersesat," ucap Bima tentu saja mengejutkan Sera. "Bima, ini tidak lucu!" balas Sera tegas."Sekarang kau harus menemuiku. Kita akan pergi dari sini." Bima menarik Sera dengan keras."Jangan!" Mbok yang melihat segera berlari ke arah mereka, menarik lengan Sera dan mencegahnya."Dia ini istri Bupati. Jangan pernah bertingkah kasar seperti ini." Mbok berkata dengan tegas sambil menunjuk Bima. Sangat berani sekali. Tidak peduli dia adalah Tuan yang harus dihormatinya."Saya tidak akan pernah membiarkan Nyonya mengikuti Tuan," lanjutnya masih dengan tegas. "Sudahlah, Mbok." Bima segera menarik Sera."Sera, kalau kau tidak mengikutiku, kau akan menyesal. Ini ada hubungannya dengan proyek yang sudah kau tandatangani bersama Gubernur."Sera
Anggoro sudah mengetahuinya? Bima memang tidak pernah bisa diduga. Dia datang dengan mendadak. Apalagi Willem memang tiba-tiba tidak muncul. Sebenarnya Sera menginginkan Willem dan bukan Bima. Ada apa ini sebenarnya?Sera masih saja terpaku sambil melotot ke arah Bima. Dia menepis kotak yang berisi gaun untuk makan malam.“Aku tidak peduli lagi, Bima. Entah suamiku mengetahuinya atau tidak, kau tetap tidak akan pernah bisa memperlakukan ini kepadaku.”“Sera …. Sera,” ucap Bima sambil menunduk dan mengambil kotak itu kembali. Dia membersihkan pasir yang menempel di ujung kotak berbahan kayu itu. “Harga baju ini sangat mahal sekali kau–”“Maksudmu tidak sebanding dengan diriku yang miskin ini?” sela Sera memotong ucapan Bima. “Aku sudah muak dengan semuanya. Aku tidak akan pernah mengikuti semua rencanamu.”Sera pergi dari hadapan Bima. Yang terpenting bagi dirinya, dia tidak akan pernah mau larut dalam rencana busuk itu. Dia akan menyelamatkan Bupati dari jabatannya.Sera berjalan meni
Brak!!!Anggoro menggebrak meja kerjanya. Parman yang berada di hadapannya hanya terdiam dan menunduk. Semua barang yang berada di atas meja berserakan.Anggoro mendapatkan pesan berupa video. Menunjukkan Sera bersama Mbok pergi ke pasar dan menemui Bima. Bahkan, foto Bima memberikan kado kepada Sera juga dia terima.Saat itu Anggoro dimakan kecemburuan yang sangat luar biasa. Anggoro tidak percaya Bima menghubunginya dan memberikan kabar seperti itu. Merasakan pengkhianatan yang luar biasa diberikan kepada Sera. Padahal dia sudah memperingatkan Sera untuk tidak keluar dari rumah itu karena kondisinya yang masih saja sakit dan mengandung.Saat itu Bima mengatakan Sera bahkan mau menemuinya secara diam-diam. Apa yang harus dikatakan Anggoro kecuali mengizinkan apa pun yang diinginkan Sera? Harga dirinya harus dia jaga. Jika dia mengatakan Sera memang melanggar perintahnya, Bima pasti akan menertawakan dirinya dengan puas. Dia berusaha tidak akan pernah peduli lagi dengan semua yang aka
Bima tidak mengerti apa yang sebenarnya dilakukan oleh Sera. Dia menambah kecepatan mobilnya. Bus itu berjalan sangat kencang sekali. Untung jalanan sangat sepi hingga dia tidak perlu menyalip beberapa kendaraan yang melintas di sana."Kenapa dia pergi dengan tiba-tiba dan meninggalkan semua warga itu? Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Bima terus berucap karena penasaran. Hingga dia terkejut Sera berada di dalam sebuah hotel tidak jauh dari lokasi proyek itu. Hotelnya benar-benar sangat kecil. Tidak mungkin seorang lelaki kaya raya seperti Willem menyewa di sana. Kedua matanya semakin melotot tajam saat melihat Sera akhirnya menuruni bus itu dan masuk ke dalam hotel.“Aku tidak akan pernah melewatkan kesempatan ini. Anggoro harus berpisah dengan Sera. Hmm, ya benar. Aku tidak tahan melihat Sera. Astaga, dia semakin cantik sekali. Mempesonaku seperti ini. Aku sangat bodoh saat itu meninggalkannya.” Bima kemudian keluar dari mobil dan segera menyeberang jalan. Dia tidak akan pernah me
Bagaimana bisa, seharusnya Sera sudah bersama Anggoro. Dan ... mereka seharusnya bertengkar sangat hebat.Pamela saat itu menghubungi Willem dan meminta lelaki Belanda itu menghubungi Sera. Menawarkan sebuah bantuan untuk menyelamatkan Anggoro dari pertaruhan yang sudah mereka lakukan. Pamela sangat paham. Sera pasti akan menyelamatkan suaminya itu.Ketika itu terjadi, dia segera menghubungi Anggoro. Meminta seseorang melakukannya dan membayar sangat mahal. Bahkan Pamela sempat mengirimkan foto Sera saat memasuki hotel ketika sudah turun dari bus. Anggoro memaafkan siapapun yang menghianatinya berkali-kali. Tapi, apa buktinya? Sera kali ini selamat. Bahkan video yang sudah beredar di media sosial pun menghilang begitu saja."Kau sangat berantakan sekali, Sera," ucap Pamela mendekati wanita itu dan mengamatinya dari atas sampai bawah. "Hmm, kau sangat kotor sekali penuh dengan debu. Dari mana saja kau?""Tentu saja aku harus menyelesaikan proyek yang sudah Simbah berikan kepadaku. Bahk
Willem semakin kesal. Dia membuang semua barang yang ada di hadapannya. Berteriak dan terus memanggil Sera."Argh!!"Pyar!!"aku bisa sangat gila. Bima mencegahku untuk menemui Sera. Dia sangat manis, bahkan aku percaya dia akan menunjukkan lokasi Sera. Namun, apa yang terjadi? Dia malah membuatku tersesat."Willem akhirnya masuk kembali ke dalam kamar dan menutup balkon. Dia menuju meja kemudian menuang anggur yang sudah dipesan sebelumnya ke dalam gelas. Meneguknya sampai tidak tersisa."Sesaat aku sangat senang Pamela menghubungiku dan memberikan rencana yang sangat luar biasa. Sera menuju ke sini dan menemuiku dengan sangat mudah. Namun, apa yang terjadi? Semua sia-sia!" teriaknya kembali kemudian melempar gelas itu ke depan hingga pecah berserakan di lantai."Aku terpaksa harus membuat Anggoro pergi. Ibunya sangat berkuasa. Dia pasti bisa keluar dari penjara dengan sangat mudah. Yang terpenting untukku saat ini, aku hanya ingin hidup bersama dengan Sera."Akhirnya Willem kembali
Malam itu kembali panas. Apa yang terjadi? Anggoro kembali menikmati tubuh Sera setelah sangat marah dan kecewa dengannya. Seperti biasanya, Sera tidak bisa menolaknya. Dia hanya bisa menerima dengan nikmat apa pun yang Anggoro lakukan.Puncak kepuasan pun sudah terlampiaskan. Kedua mata mereka menyatu dengan tajam. Saling bertatapan tiada henti. Tidak teralihkan sama sekali. Tampak sorotan kemarahan, namun menyenangkan. Rasa cemburu yang sangat luar biasa.“Kenapa kau datang dan menghancurkan hidupku?” tanya Anggoro sembari menempelkan keningnya. Kedua matanya memejam. “Kenapa kau selalu membuat kehidupanku setiap hari tidak tenang?” lanjutnya kemudian mengecup kening Sera. “Kenapa kau menyakiti hatiku seperti ini? Aku tidak mengenalmu dan aku menikahimu karena tujuan. Tapi, sepertinya alam malah berpihak kepadamu. Inikah hukumanku?” Kedua matanya terbuka lebar. Menatap angker Sera yang tak percaya dengan pendengarannya. “Katakan kepadaku? Siapa dirimu?”Mereka masih saling menatap
Bagaimana bisa Bima menolak? Sudah sekian bulan dia memang tidak pernah melakukannya. Maya pun tidak pernah memuaskannya. Bayangan Sera masih selalu membuatnya tidak tenang. Beberapa kali Bima menyewa wanita panggilan juga tidak bisa memuaskannya.“Aku hanya ingin bercinta dengan Sera. Tapi–”Bima menghentikan ucapannya ketika miliknya sudah hangat dengan bibir Pamela. Wanita itu yang selalu ingin melampiaskan hasratnya, mendadak membuat Bima merasa bergairah lagi.“Aku membutuhkannya, Bima. Kau jangan menolakku, atau kau akan menyesal,” ucap Pamela lalu menarik Bima. "Aku tahu kau selalu frustasi dengan semuanya. Kau tidak hanya menginginkan wanita rendah itu. Tapi ... kau menginginkan kekuasaan bukan?" Pamela semakin mendekatkan wajahnya. "Kita memiliki tujuan yang sama.Bibir mereka bersatu dengan sangat panas. Pesona Pamela tidak bisa membuat Bima menolaknya. Mereka berciuman sambil berjalan menuju meja makan. Bima melepaskan bibirnya ketika puas.“Apa kau selalu bercinta dengan s
Mereka berdua masih saling bertatapan. Selang beberapa detik Willem mengalihkan pandangannya. Dia tidak mau Sera membahas tentang apa pun. "Hanya masalah pekerjaan biasa yang selalu membuatku pusing. Sudah kita lebih baik kembali saja. Kau ingin bertemu dengan Satria kan?" Lelaki Belanda itu menarik tangan kanan Sera dan menggenggamnya dengan erat. Wanita itu berjalan dengan sangat pelan karena perutnya yang terasa sangat nyeri. Sesekali dia memegangnya. "Aduh Pak. Maafkan saya. Tadi saya mencari Nyonya kemana-mana. Syukurlah dia sudah bersama Bapak," ucap sang sopir sambil menarik nafas lega. "Jadi kau membiarkan dia masuk ke sana sendirian?" Willem dengan tegas menatap lelaki itu yang hanya menundukkan kepala. "Sudahlah. Ngapain dia ikut masuk ke dalam? Itu kan khusus untuk wanita. Lagi pula aku sudah bertemu denganmu. Ayo kita masuk ke dalam mobil." Sera bergegas masuk ke sana. Willem masih saja berusaha mengatasi emosinya. Dia tidak mau terlihat panik dan cemas. "Menca
Anggoro tidak mengerti kenapa Pamela pergi dari hadapannya begitu saja seperti orang ketakutan. "Pamela! Kenapa kamu pergi Pamela? Kita belum selesai bicara Pamela!" Padahal sebelumnya dia tidak mau bertemu dengan Pamela. Tapi karena gelagat Pamela yang mencurigakan seperti itu membuat Anggoro tertarik untuk menemui wanita itu. Anggoro berjalan cepat keluar dari ruangan itu. Sebenarnya dia tidak boleh melakukannya. Melihat Anggoro yang hendak meninggalkan ruangan, beberapa polisi yang terduduk spontan berdiri dan menarik lengan sang Bupati. "Pak! Sudah ku katakan kalau Bapak itu tidak boleh keluar tanpa seizin kita. Kenapa? Jangan-jangan Bapak melakukan kekerasan lagi kepada Nyonya Pamela. Ayo ngaku!" teriak polisi sambil menunjuk Anggoro yang terus menatap Pamela sampai keluar dari kantor kepolisian. "Pasti anda melakukan sesuatu dengan Nyonya Pamela. Aduh seharusnya Nyonya Pamela itu bersama dengan pengacaranya. Lihatlah dia keluar ke jalan cepat seperti itu." Polisi lainn
Oh tidak. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Sera tiba-tiba memberikan tugas itu kepada Willem? Jelas-jelas tugas itu adalah suatu hal yang tidak akan pernah dia lakukan. Pamela sangat kesal ketika Satria mengancamnya. Dia masih saja setengah mabuk saat itu. Apa yang bisa dia lakukan? Tidak ada yang bisa dia minta bantuan kecuali Willem. Tanpa basa-basi Pamela menelepon lelaki Belanda itu dan mengatakan semuanya. "Satria bisa mengancam hidupku. Jika aku tertangkap, aku akan membawamu juga." Ucapan Pamela saat itu membuat Willem sangat emosi. "Apa kau tidak memiliki perasaan apapun terhadap anakmu? Dia adalah anak kandungmu dan kenapa kau tidak bisa mengatasinya?" Willem masih saja meminta Pamela untuk tidak berbuat bodoh. Apalagi itu adalah anaknya sendiri. Tapi apa hasilnya? Pamela hanya menginginkan kemenangan. "Bawa dia pergi. Tapi jangan pernah kau sakiti dia," balas Pamela kemudian menutup panggilan. "Sialan. Dia selalu memberiku pekerjaan yang sangat bodoh seperti ini. A
Willem tersenyum sambil melebarkan kedua matanya. Dia masih belum bisa menjawab apa yang menjadi permintaan Sera. "Kenapa?" tanya Sera dengan suara pelan. "Aku sangat merindukan anak itu dan aku memiliki janji yang belum aku lakukan. Entah kenapa aku ingin sekali bertemu dengannya. Bukankah kau bisa melakukan apa pun yang aku inginkan? Pertemukanlah aku dengan Satria." Willem menarik nafas panjang untuk mengatasi rasa gelisah di dalam dirinya. Dia sudah berjanji kepada Sera. Mempertemukan Sera dengan Satria adalah hal yang bisa dia lakukan dengan sangat mudah. "Jika kau tidak bisa melakukannya, baiklah. Aku tidak akan memaksa. Mungkin aku akan meminta bantuan Bima. Dia adalah paman dari Satria. Pasti dia bisa mengabulkan keinginanku," lanjut Sera tidak menyerah. "Tidak," sela Willem. "Akan aku lakukan apa pun yang kau inginkan." Lelaki Belanda itu menatap sang sopir dari kaca spion dan lanjut berkata, "Kita akan menuju ke rumah Anggoro. Kita akan bertemu Satria di sana." Sa
Maya mendekati Bima, berusaha untuk menjaga lelaki itu agar tidak mengejar Sera yang sekarang sudah dibawa oleh Willem keluar dari kantor persidangan. "Aku tahu kau ingin mengetahui sesuatu bukan? Kau sudah menyelidiki semuanya. Tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Aku akan tetap menjagamu untuk menikahi Sera karena itu merupakan pembalasan dendam yang harus aku lakukan untuk membuatmu menderita." "Sudah jelas-jelas aku salah memilihmu. Bahkan Ibuku sekarang tidak menyukaimu. Untuk apa kau mempertahankan diriku sementara aku sama sekali tidak tertarik padamu?" balas Bima sambil mengawasi Maya dari atas sampai bawah. "Kau sama sekali tidak memiliki apa pun untuk menarik perhatianku. Jadi lebih baik kau berkaca sebelum kau mencari yang lain, karena aku yakin tidak akan ada lelaki yang tertarik kepadamu." Bima akan melewati Maya begitu saja. "Oh ya. Aku memang tidak akan pernah melepaskanmu dan melampiaskan diriku pada lelaki lain." Maya mendekati Bima kemudian tertawa dengan s
"Bupati tidak ada di ruangan!" teriak salah satu polisi. "Ke mana dia? Tadi dia bertemu dengan Nyonya Maya tapi sekarang dia menghilang begitu saja," lanjutnya dengan sangat panik, membuat beberapa anggota polisi lainnya berlari berhamburan dan memeriksa semua ruangan. Ketika ada salah satu yang akan memeriksa ruangan sebelah, mendadak anggota polisi lainnya menahan gerakannya. "Bukankah kita sudah memeriksa ruangan itu dan mengembalikan kursi yang dilempar itu? Tidak ada siapa-siapa di dalam. Ayo jangan buang waktu. Pasti dia kabur tidak jauh dari sini." Mereka akhirnya pergi dari sana. Sera yang semula mendorong tubuh Anggoro agar bibirnya bisa lepas itu tidak jadi ketika Anggoro menggelengkan kepala. Mereka berdua masih saja dimabuk asmara. Tidak peduli mereka mendengar keributan terjadi di luar. Anggoro pun tidak peduli jika dia nantinya akan mendapatkan hukuman tambahan karena menghilang begitu saja dan membuat semua orang panik. Ketika Anggoro sudah melakukannya dengan san
Anggoro masih terdiam mendengar apa yang dikatakan Maya. Wajah mereka memang sangat mirip. Awalnya Anggoro tidak mencurigai apa pun. Kebanyakan orang yang berasal dari luar Indonesia memiliki fisik yang sama. Kedua mata mereka memiliki warna yang khas. Anggoro tidak pernah memusingkan hal itu. "Tentu saja mereka sangat mirip. Seharusnya kita paham dari awal. Sera itu bukan orang Indonesia. Walaupun dia memiliki orang tua dari Indonesia. Tapi ... ibunya adalah seorang wanita penghibur. Yang aku dengar, dia pernah menjalin hubungan dengan orang Belanda," lanjut Maya sambil terus bersedekap disertai senyuman sinis ke arah Anggoro yang masih terdiam kaku. "Kau tidak boleh menikahkan mereka sebelum mereka melakukan tes DNA," imbuh Maya dengan jari telunjuk tepat ke arah wajah Anggoro. "Omong kosong apa ini? Aku tidak akan pernah melakukannya. Umur mereka sangat jauh." Anggoro kini berdiri dan mendekati pintu kemudian lanjut berkata,"Aku dan Willem memang satu kampus. Tapi aku jauh leb
Pamela semakin mengangkat kertas itu. Simbah berdiri dan menatap mantan menantunya itu. Dia sudah tidak menganggap Pamela sebagai menantunya lagi. Tersirat rasa marah di sana. "Keberatan yang mulia. Sebuah bukti bisa dikeluarkan jika memang diperlukan. Ini sama saja menghina persidangan," teriak salah satu pengacara Anggoro sambil menunjuk Pamela. "Keberatan diterima. Seharusnya kita bisa melakukan prosedur dengan baik di persidangan ini," ucap hakim. Pengacara Pamela mendekati wanita itu dan berusaha untuk menenangkan Pamela. Pamela pun kembali duduk sambil memperlihatkan senyuman sinis. Anggoro sangat paham dengan Pamela. Wanita itu sangat pintar berakting. Namun, dari mana dia bisa mendapatkan surat itu? Pasti ada orang dalam yang membantunya dan ini sangat tidak baik. Persidangan terjadi dengan sangat menegangkan dan runyam. Anggoro semakin terpojok. Sampai setelah 2 jam berlalu, persidangan itu pun selesai dan akan dilanjutkan 2 hari lagi. Di dalam ruangan Anggoro ter
Sera kemudian masuk begitu saja ke dalam kamarnya. Maya yang seketika itu berdiri dan akan mengikuti, segera menghentikan langkah ketika Sobar menggelengkan kepala. "Biarkan dia sendiri dulu. Masalahnya sangat rumit. Mungkin jika dia tidak mencintai Anggoro, semua tidak akan terjadi seperti ini." "Ya ... tapi jujur. Aku memang melihat Anggoro mencintainya," balas Maya sambil berkacak pinggang, menatap pintu kamar Sera yang kini tertutup rapat. Sobar semakin menatap Maya. Lelaki itu mengernyitkan kedua alisnya dan berkata, "Kenapa tiba-tiba kau berubah menjadi seperti ini? Padahal dulu, kau menertawakan dia saat Bu Broto dan suaminya, serta Bima menginjak-injak harga dirinya." Sobar menarik Maya untuk menjauh dari kamar Sera. "Aku tidak mau Sera mendengar apa yang kita omongkan. Dia itu sangat menderita ketika kau melakukan itu. Kau kan tahu juga, gara-gara Bima dia akhirnya menjadi seperti orang gangguan jiwa. Apalagi menyebabkan kecelakaan yang membuat anak bupati menjadi lu