Berita siang ini menghebohkan perusahaan Atmadja. Serangan istri simpanan om Gunawan membuat perusahaan Atmadja menjadi sasarannya. Mereka bahkan belum mulai makan sudah bubar, karena ini masalah serius mereka pasti kalang kabut. Selama ini perselingkuhan dikalangan Netizen pasti akan ramai dan berpengaruh pada bisnis. Apalagi video yang diunggah, dokter Gunawan dianggap lepas tamggung jawab setelah menikah. Sama halnya apa yang dilakukannya dengan ibunya Gendis."Secara keilmuwan medis, apa ini termasuk kelainan, Brayen?" tanya daddy."Kalau bicara medis pasti ada keilmuwan di dadalamnya yang dibuktikan dengan hasil tes, tapi melihat gaya dan gerak, om Gunawan memang memiliki kelainan," ungkap Abang Brayen."Itu dilihat dari dia yang tiba-tiba menikah di tempat dia menjadi relawan. Itu kurasa kelainan," sambung Abang Brayen.Namun, aku melihat bunda Nina seperti murung."Bunda menyesal mengenalkan dokter Gunawan dengan mbak Fatia."Mendadak kami hening, kami pun juga tidak menyangk
Waktu menunjukkan pukul dua belas malam, berita bunda yang hilang membuat rasa kantuk kami hilang. Kami membagi tugas untuk mencari bunda. Namun, Gendis melarang kami untuk keluar, ini adalah umpan membuat kita panik."Sebentar, Dad. Kita lacak ponsel bunda," ucap Gendis begitu tenang."Jangan sampai kita termakan, sebentar Gendis cari tahu dulu," sambungnya lagi."Sepertinya harus dikasih pelajaran mereka ini, Dad." Abang Brayen begitu marah. "Mereka memang berbakat membuat hati kita sakit tak menentu." Daddy terus bolak balik tidak jelas."Bunda ada di sini!" teriak Gendis. Kami semua mendekat."Bukannya itu rumah almarhum orang tua Fatia," jawab daddy."Kita kesana," sambung abang Brayen tanpa banyak mikir. Dia begitu menyanyangi bunda hingga paling panik diantara kami.Kami semua ke lokasi, kali ini abang Brayen yang memegang setir. Tak mau membuang waktu dia langsung mengajak kami ke lokasi bunda."Aku akan cepat, jadi jangan kagetan," ucapnya enteng. Semoga jantung ini aman sa
Semua mendadak hening melihat abang Brayen yang menunjuk Ana. Dengan gaya coolnya, dia duduk membersamai kami. "Kamu pikir bisa mengalahkan kami, nona Atmadja. Kamu harusnya dimasukkan ke rumah sakit jiwa." Abang Brayen menatap Ana dengan tajam. Ana sampai dibuat salah tingkah."Sampai kapan pun kalian tidak bisa mengambil alih aset milik Adytama. Kamu tahu saya dokter kejiwaanmu dan mungkin bisa jadi saingan terberatmu."Semua di ruangan tak ada yang membela. Ana mulai panik dan kehilangan kata-kata. Abang Brayen bahkan tak memberi celah buat Ana berbicara."Kamu terkejut, Ana? Santai saja, bukannya kamu disini yang menjadi dalang sebagai penjahat?" Abang Brayen dengan santainya duduk manis, tak peduli dengan Ana yang mulai gelisah. Dia terus meneror Ana yang kakinya terus digerakkan."Bukannya Anda dokter Rayyandra?" tanya Ana, wajahnya begitu pucat."Iya, memang kenapa?" tanya abang Brayen santai."Kamu panik?" tanyanya ulang. Ana kehabisan akal, abang Brayen terus menatapnya
Wanita itu bangkit dan langsung pergi meninggalkan ruangan in. Tanpa permisi, dia setengah berlari keluar dari ruangan ini. "Wanita jadi-jadian itu, mau saja dipaksa merayu suami orang," ucap abang Brayen dengan entengnya. "Awas saja kalau abang kepincut tak akan kukasih jatah tujuh bulan purnama sekaligus," balas Gendis. Astagfirullah sekarang harus tebal telinga melihat istri yang akan mengomel sepanjang hari.Abang Brayen tertawa sendiri melihat tingkah kami. Sungguh berat sekali ujian ini jika berhadapan dengan wanita yang mulai sensitif. Apalagi jelas dia melihat wanita itu menggodaku, bisa tidak diajak bicara tujuh hari tujuh malam."Kasitahu dia adik ipar, biar gak dapet jatah tujuh bulan purnama." Abang Brayen ikut meledek membuat suasana semakin panas. Astagfirullah, begini amat punya abang."Cintaku hanya untukmu seorang, bundanya Cantika Maharani," balasku. Lagi, abang Brayen tertawa geli."Rasakan tidak dapat jatah malam ini," bisiknya. Eh, ini jomlo kok lebih tahu dari
Hari terus berganti, hampir semua aset kembali normal, Gendis pun merasakan haknya kembali sebagai istriku sesuai wasiat dari kakek. Om Gunawan akhirnya ditahan karena terduga sebagai pemalsu beberapa dokumen. Selain itu, istrinya--Fatia sudah menggugat perceraian tinggal menunggu keputusan sidang beberapa minggu ke depan. Kabarnya yang terdengar bahwa Ana masuk rumah sakit. Belum jelas bagaimana kabarnya Ana, karena kami pun tidak ingin membahas masalah dengan dia lagi.Kehidupan yang kami jalani kembali seperti sedia kala lagi, perusahaan Atmadja diambang kritis. Apa yang kita tanam, itu yang akan kita tuai benar adanya, seperti om Gunawan yang ingin membangkitkan perusahaanya dengan cara yang salah. Ternyata itu tidak akan berlangsung lama. Secepat kilat perusahaan Atmadja kembali diambang bangkrut."Apa kamu tidak merindukan ayahmu?" tanyaku pada Gendis."Dia saja tidak merindukanku, bagaimana aku akan merindukannya," jawabnya.Kisah yang rumit. Gendis bahkan tidak tahu siapa ibu
Dengan cepat aku keluar agar suasana tidak semakin canggung. Monica hanya diam, dia bahkan tak berani memandang abang Brayen. Monica terus menunduk malu hanya sekedar menatap abang angkat kami itu."Kok pada diam?" tanyaku mulai basa basi keluar dari kamar mandi."Biasa aja, soalnya gak enak sama adik bayi," jawab abang Brayen. Itu bukan tidak enak, itu namanya salah tingkah. Aku hanya bisa membatin melihat tingkah mereka yang kurasa aneh. Namun, tak ada salahnya mengikuti saran Gendis mengerjai abang Brayen."Kenal dimana sama calonnya, Monica?" tanyaku sengaja."Rahasia, Abang kepo sekali," jawabnya. Abang Brayen melotot ke arahku. Cukup mencurigakan."Terus abang yang jomlo kapan rencananya?" "Kapan-kapan, kepo sekali jadi orang," balasnya. Astagfirullah, ini aku yang salah atau bagaimana. Misi dari Gendis gagal. Entah mengapa aku juga tidak punya kosakata mengerjai mereka. Di tengah mereka, aku ikut canggung berada di tengah mereka. "Kami pulang dulu," ucapnya kompak. Diih, ya
"Suamiku ...." Kembali dia berucap membuat Gendis merasa marah."Bahkan ketika dia begini pun dia masih ingin menghancurkan pernikahan kita," ucap Gendis penuh amarah.Dia hanya menatap kami dengan tatapan kosong. Tak ada lagi kejayaan yang nampak pada dirinya. Dia seperti tak terurus. Namun, dia yang terus memandangku membuatku bergidik ngeri. Segala sesuatu itu ada masanya, lalu apa yang kita banggakan ketika sombong? Bahkan semuanya akan kembali ke titik nol, kesombongan yang kita lakukan hanyalah memberi kedukaan selamanya di hati orang lain."Ayo kita pulang, Bang. Bikin hati kesal saja," balas Gendis. Seperti kata orang, istri akan marah tak jelas jika melihat suaminya didekati meski dalam mimpi sekali pun. Wanita memang selalu benar, tak boleh di salahkan. Niat Gendis yang awalnya begitu menggebu-gebu sirna melihat kakaknya maju dan membelaiku. Entah apa yang ada di pikiran Ana yang tiba-tiba membelaiku."Lepaskan suamiku, Mbak. Jangan pernah sentuh dia," balas Gendis. Mula
Daddy berdiri tepat di belakang kami. Tatapan aneh nampak jelas di matanya. Ini akan menjadi masalah besar bagi keluarga jika daddy tahu Monica dan Brayen memiliki perasaan yang sama. Bisa-bisa abang Brayen dan Monica disidang karena dianggap tabu di mata sosial."Dad, acara segera dimulai," ucap bunda tiba-tiba muncul. Aku langsung mengurut dadaku karena seperti terlepas dari masalah ini. Daddy jika panggilan dari bunda segera menghampiri. Semoga saja daddy lupa dengan apa yang di dengar tadi.Aku dan abang Brayen langsung menyiapkan diri, walau dia sudah jujur dengan perasaannya, tetapi tetap saja ini tidak bisa dibiarkan. Tetap harus diawasi. Apalagi, Monica akan segera menikah dengan pria yang tidak dicintainya. Aku dan abang Brayen mengganti baju di kamarnya. Sengaja memilih kamar ini, ingin melihat lebih dekat abang Brayen."Kenapa kamu hanya diam?" tanya abang Brayen yang melihatku fokus ganti baju."Aku malas berurusan denganmu, Bang." Aku meninggalkannya begitu saja. Bukan t