"Maksudmu?" tanyaku kmbali."Aku istri sahmu, Tuan Shaka," balasnya dengan penuh senyuman. Jadi, dia adalah istri sahku? Kepalaku dibuat pusing. Walau jujur ada secercah harapan yang kurasa."Kalian sedang apa?" tanya Ana yang tiba-tiba di belakang kami. Kami langsung terdiam, Gendis apalagi dia nampak ketakutan. Apa Ana melihat kami lewat CCTV nya cepat selali dia datang. Dengan cepat Gendis kembali ke tempatnya. Jadi Gendis adalah istriku? Meski aku lupa ingatan, tapi ada rasa nyaman di hatiku bersamanya. Kucuri lagi pandang padanya, rasanya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata ada bahagia yang kurasakan di hatiku. Gendis keluar karena Ana di dalam kamar. Lagi, kulihat dia yang sudah menjauh, rasanya tak ingin berjauhan. Aku seperti merasakanjatuh cinta kembali, meski sebelumnya hatiku terasa kosong yang kurasa."Kenapa kamu melihat asisten itu?" tanya Ana yang kurasa sangat ketus."Itu hanya prasangkamu saja sepertinya," balasku. Si Ana ini berbahaya, jadi kita harus berhati-h
Mendengar suara itu, kami langsung memposisikan diri kembali. Untung masker Gendis tidak terbuka. Ternyata yang datang adalah dokter yang biasa menjagaku."Santai saja, dokter Rayyan itu senior saya. Dia sudah menceritakan semuanya," ungkapnya.Kami langsung bernapas lega. Abang Brayen memang luar biasa, sulit untuk ditebak."Obat yang dikirim Ana sudah datang, itu obat dosisnya sangat tinggi, bisa merusak syaraf," sambungnya."Maksudnya?" tanya Gendis."Dia ingin merusak Shaka secara perlahan, merusak otaknya lalu mengambil hartanya.""Jahat sekali mbak Ana. Mengerikan," balas Gendis."Nanti saya tukar pakai vitamin."Lagi, aku bernapas lega. Masih ada orang baik yang mengelilingi kami."Sebaiknya fokus untuk kabur saja dulu," jelasnya."Bagaimana dengan suamiku yang masih belum pulih ingatannya?" tanya Gendis."Tuan bisa pulih kembali, karena dia hilang ingatan sementara. Di alam bawah sadarnya dia menyadari. Hanya mengenal orang, dia masih butuh waktu.""Tapj aku mendadak oon rasan
"Mas sudah sadar?" tanyanya penuh kebingungan. Sekarang aku juga ikut bingung, darimana aku tahu nama lengkapnya. Berarti apakah aku sudah sepenuhnya sadar?"Bukannya itu namamu?" tanyaku pura-pura mengalihkan. Wajahnya langsung berubah, terlihat ada senyuman kelegaan. Bahkan jarum ditangannya dia cabut pelan-pelan. Benar-benar meresahkan."Tidurlah ... biar aku yang keluar, " ucapnya lagi seperti merayuku. Secepat itu dia menjadi orang lemah."Oke, jika kamu melakukan seperti yang tadi, aku tidak segan-segan kabur dari rumah ini!" tegasku. Wajahnya kembali berubah entah dia setuju atau tidak, tapi dia seperti mengabaikanku. Dengan kaki tertatih dia keluar dari kamar ini. Aku pun kembali ke tempat tidur di kamar ini. Ranjang di kamar ini sangat luas bisa ditempati oleh dua atau tiga orang."Kurasa dia wanita yang kesepian, kasian." Aku hanya membatin melihat tingkahnya yang diluar akal sehat.Berharap Gendis yang datang di kamar ini. Aku ingin menceritakan jika aku sudah sadar dan m
"Nyonya!" teriak mereka tak kalah panik."Abang, cepat lari!" teriak Gendis yang ternyata ada di belakangku. Dia menarik tanganku yang tiba-tiba bengong begitu saja. Aku bersyukur Gendis ternyata masih selamat.Aku menyambut tangannya dan segera berlari ssekuat tenaga. Jumlah mereka sangat banyak membuat kami berdua panik."Kejar mereka!" teriak Ana. Sial, kami di kepung. Kami terus berlari melewati pepohonan untuk sampai di tepi pantai tempat kapal menunggu kami. Suasana mencekam membuat napas ini seperti kesulitan. "Berhenti kalian!" teriak mereka. Apa si Ana itu menyewa Mafia, jumlah mereka semakin banyak. Kami seperti dikepung dari berbagai arah.Kami berlari sampai terasa ngos-ngosan. Gendis pun terlihat kelelahan. Mereka terus mengejar kami, sesekali lemparan mereka lakukan. Ini aku yang lemah atau Gendis memang kuat, dia justru yang menarik tanganku agar cepat berlari."Bang dikit lagi!" Gendis menyemangatiku. Namun, aku benar-benar kelelahan. Selain itu, mungkin efek sakitk
Dendam lama? Maksudnya? Apakah ini karena bunda menolak om Gunawan, jadi dia balas dendam saat ini? Aku bahkan dipaksa berfikir, padahal baru saja merasakan kejadian yang begitu menakutkan. "Ayo kita pulang dulu, kalian butuh istirahat," ucap bunda mengingatkan kami. Terlalu banyak yang ada di pikiranku. Sepertinya memori di kepalaku ini harus segera dituangkan. Bahkan, Bunda dan daddy tinggal dimana sekarang aku pun tak tahu. "Perjalanan sangat jauh, kalian tidurlah," sambung daddy. Selama di perjalanan karena mengantuk, aku pun tertidur pulas. Menurut bunda perjalanan ini hampir membutuhkan waktu lima jam. Daerah ini memang sangat jauh dari perkumpulan warga. Desa demi desa tentu akan kami lewati dan itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Gendis juga tertidur pulas. Jujur, aku kasihan dengannya. Menurutku di sini, dia yang paling terluka diantara kami. Mungkin saatnya dia bahagia menjadi istriku. Bahagia menjadi bagian Adytama. Lagi, kurangkul dan kukecup keningnya karena dia b
Aku terus mempelajari semua yang diberikan daddy, mereka semua kompak membantuku untuk melawan keluarga Ana. Selain itu, Gendis berperan penting pada misi kali ini. Mungkin sebelumnya Gendis masih punya rasa khawatir jika membantu kami. Bukan tanpa sebab, itu karena dia pasti takut melawan ayahnya.Kali ini dia mengambil peran lebih besar, kami bahkan diminta untuk berkumpul di ruang tamu membicarakan kelanjutan untuk merebut perusahaan kembali, perusahaan atas namaku bahkan di klaim oleh Ana menjadi miliknya. Satu persatu laporan ini kubaca dengan teliti, aku yang sudah tidak pernah bekerja rasanya sangat berat. Sesekali Cantika mengangguku membuat semangat ini terus tumbuh. Ada Gendis juga membuka laporan yang masuk di perusahaan Ana. "Kamu keren Gendis," ucap abang Brayen. Iya, dia memang keren, tangannya bahkan begitu lancar ketika di depan laptop. Bahkan dengan kemampuannya dia mampu membuat perusahaan Atmadja ketar-ketir."Sepertinya mereka sudah mencoba masuk untuk mengambil
Gendis sudah dipoles membuat jantung ini tak menentu. Wajahnya bahkanbegiu terlihat fresh. Senyumnya membuat debaran ini semakin kuat. Seperti anak muda yang dimabuk cinta, aku seperti merasakan jatuh cinta lagi."Awas matanya jelalatan," kata abang Brayen menggangguku."Punya istri makanya, Mblo," jawabku mengejeknya. Dia justru terkekeh mendengarku mengejeknya, tak ingin berfikir lama aku mendekati Gendis. Bunda dan Monica hanya senyum tidak jelas. "Istrinya jangan dipelototin, Bang. Kasih apresiasi, lah, sedikit," ledek bunda yang seperti menahan tawa. Entah mengapa aku mendadak kaku. Dengan cepat bunda dan Monica pergi meninggalkan kami berdua, cukup lama aku memandangnya yang memang begitu cantik malam ini. Tak tahan kupeluk dia, terlalu lama kami tidak pernah seromantis ini selama menikah."Cantik," bisikku. Gendis hanya membalas pelukanku. "Ini karena abang yang membuatku selalu cantik setiap hari," balasnya. Semoga saja aku selalu membuantnya selalu cantik. "Tetaplah di s
Berita siang ini menghebohkan perusahaan Atmadja. Serangan istri simpanan om Gunawan membuat perusahaan Atmadja menjadi sasarannya. Mereka bahkan belum mulai makan sudah bubar, karena ini masalah serius mereka pasti kalang kabut. Selama ini perselingkuhan dikalangan Netizen pasti akan ramai dan berpengaruh pada bisnis. Apalagi video yang diunggah, dokter Gunawan dianggap lepas tamggung jawab setelah menikah. Sama halnya apa yang dilakukannya dengan ibunya Gendis."Secara keilmuwan medis, apa ini termasuk kelainan, Brayen?" tanya daddy."Kalau bicara medis pasti ada keilmuwan di dadalamnya yang dibuktikan dengan hasil tes, tapi melihat gaya dan gerak, om Gunawan memang memiliki kelainan," ungkap Abang Brayen."Itu dilihat dari dia yang tiba-tiba menikah di tempat dia menjadi relawan. Itu kurasa kelainan," sambung Abang Brayen.Namun, aku melihat bunda Nina seperti murung."Bunda menyesal mengenalkan dokter Gunawan dengan mbak Fatia."Mendadak kami hening, kami pun juga tidak menyangk