Alina terbatuk karena hampir tersedak setelah mendengar ucapan Aksa barusan. Alina masih menatap Aksa yang tampak serius sambil memberikan segelas air pada Alina.Alina memiringkan tubuhnya untuk meminum segelas air yang disodorkan Aksa. Lalu, menaruh gelas kosong itu di meja dan tertawa kecil pada Aksa.“Jangan mengada-ada,” ucap Alina sambil mencoba menghentikan tawanya.Alina tertawa sebab merasa ucapan Aksa sangat lucu. Pria itu menggunakan kata ‘melenyapkan’ dalam kalimatnya, seolah-olah Aksa adalah orang yang sangat berkuasa.Melihat Alina tertawa, kedua sudut alis Aksa tertarik ke atas. Memangnya ada yang salah dengan ucapannya? Aksa serius dengan ucapannya, jika Alina mau, Aksa bisa dengan mudah melenyapkan mantan kekasih Alina itu.Apa Alina meremehkan Aksa? Kini, Aksa menyipitkan mata menatap Alina.“Kamu tidak usah melakukan apa-apa karena itu adalah urusanku,” ucap Alina kemudian, sambil tersenyum lalu kembali makan.Alina kembali menatap pada Aksa yang hanya diam, kemudia
Hari berikutnya, Alina dan Kaira sudah ada di Radja Mall untuk bertemu dengan teman kencan buta Kaira. “Kai, kamu yakin mau ngajak aku? Rasanya ini aneh,” ucap Alina lalu memandang sekeliling pada bangunan mall yang begitu besar itu. Alina baru ke tempat ini lagi setelah waktu itu membeli cincin pernikahan di salah satu toko perhiasan yang ada di mall ini. “Ish, kamu sudah janji. Kenapa sekarang ragu?” tanya Kaira cemberut karena ucapan Alina. Alina menoleh pada Kaira, lalu membalas, “Ya, karena ini kencan butamu yang disiapkan papamu. Masa iya aku ikut?” “Tapi kamu sudah janji mau nemenin. Pokoknya aku nggak mau dengar alasanmu. Soal Papa, biar aku yang urus kalau dia kesal karena kamu ikut.” Kaira meyakinkan Alina lalu merangkul lengan sahabatnya itu agar tidak kabur. Akhirnya Alina pasrah saja. Dia tetap ikut meski rasanya aneh karena takut mengganggu pertemuan Kaira dengan pria yang dijodohkan dengan Kaira. Alina dan Kaira tiba di fine dining tempat papa Kaira mengatur
“Kevin, kita berdua tidak cocok. Jadi, ini pertemuan pertama dan terakhir kita. Kita tidak perlu bertemu lagi.” Kaira mengatakannya langsung pada Kevin setelah kembali dari toilet. Kaira bahkan tak peduli Kevin akan sakit hati dengan ucapannya. Kaira sudah tidak ingin berlama-lama di sana, jadi setelah mengatakan hal itu Kaira menarik tangan Alina, membuat Alina sedikit kebingungan. “Kami pergi dulu.” Tetapi, Kaira tetap berpamitan pada Kevin. Alina ikut berdiri setelah mengambil tasnya, hingga ketika berjalan menuju arah pintu keluar, Alina terpaku dan menghentikan langkah kakinya. “Ada apa?” tanya Kaira heran. Kaira memandang arah pandang Alina, lalu dia melihat dua pria berjalan ke arah mereka dan menyadari salah satu dari dua pria itu hanya memandang lurus Alina. “Siapa mereka?” tanya Kaira setengah berbisik. “Yang berjalan di depan, itu suamiku,” jawab Alina sambil mendekatkan bibir ke telinga Kaira saat berbisik. Kaira menatap pria yang berjalan di depan dengan langkah te
Di dalam hati, Alina panik, tetapi ia tetap tenang. Alina menatap tangannya yang digenggam Aksa.Namun, langkah lebar Aksa membuat Alina agak kesulitan mengimbangi langkah Aksa. Alina bisa saja jatuh kalau salah langkah.“Aku bisa jalan mengikutimu, apa kamu harus menarikku seperti ini?” tanya Alina karena beberapa pengunjung mall sampai memandang ke arah mereka. Dia malu karena semua orang yang melihat tampak menatap aneh pada mereka.Akan tetapi, Aksa tak menggubris perkataan Alina. Dia masih terus menarik tangan istrinya itu.Akhirnya Aksa baru berhenti saat mereka sampai di parkiran. Dia melepas tangan Alina, lalu menatap dingin pada istrinya itu.“Masuk!” perintah Aksa.Sebelum masuk, Alina menoleh pada mobil yang ada di samping mereka. Alis Alina berkerut, itu bukan mobil Aksa. Mobil itu mewah dan jauh di atas mobil Aksa.“Masuk sini?” tanya Alina memastikan sambil menunjuk mobil itu. Aksa pasti salah mobil.Aksa hanya menatap datar, dia lalu menekan tombol di kunci mobil hingga
Alina bisa melihat telinga Aksa yang sedikit memerah ketika Aksa memalingkan muka setelah mendengar pertanyaannya.“Kamu benar-benar cemburu?” tanya Alina. Sekarang Alina tidak tahan untuk tidak menggoda Aksa.Aksa tak merespon dan memilih tetap memandang ke depan.Alina memindahkan pandangannya pada telunjuk Aksa yang diketuk pada stir berkali-kali, membuat Alina semakin semangat untuk menggoda.“Kalau cemburu bilang saja, aku tidak apa-apa,” ucap Alina, duduk dengan benar sambil menatap ke depan, lalu dia mengulum bibir menahan diri karena ingin tertawa.Aksa tetap tidak merespon ucapan Alina, membuat wanita itu kembali bicara, “Cemburu boleh, tapi harusnya kamu jangan marah-marah begitu.”Aksa akhirnya menoleh ke Alina, lalu membalas, “Siapa yang cemburu? Jangan besar kepala!”Alina ikut menoleh karena akhirnya Aksa bereaksi.“Itu tadi, kalau bukan cemburu apa namanya? Masa orang marah tanpa alasan?”“Bukankah sudah kubilang? Kamu harus menjaga martabat suami. Sikapmu itu seolah me
Alina menatap datar seseorang yang sekarang ada di hadapannya.“Seharusnya aku yang mengatakan itu,” balas Alina dengan nada suara dingin.Wanita di hadapan Alina malah tersenyum miring mendengar balasan Alina. “Kenapa kamu tidak menghilang saja?” Tatapan wanita itu terasa begitu membenci Alina.“Menghilang? Kenapa aku yang harus menghilang? Bukankah seharusnya itu kamu? Kamu orang yang selingkuh dan dengan kejam tidur dengan kekasih temanmu sendiri, sekarang kamu minta aku menghilang? Kamu waras, Marsha?”Alina tentunya takkan mengalah atau takut dengan Marsha, teman kuliah yang tega berkhianat dengan Bima.Alina ingin pergi mengabaikan Marsha, tetapi wanita itu menghalangi troli Alina, membuat Alina mendengkus kasar.“Gara-gara kamu, Bima meninggalkanku! Alina, Alina, dan Alina terus yang dia sebut!” bentak Marsha.Alina menatap malas, lalu membalas, “Aku tidak peduli.”Alina berusaha pergi, tetapi Marsha tetap menghalangi.“Bisakah kamu pergi dari kehidupan Bima? Jangan berpikir kam
Saat sore hari.Alina turun ke lantai bawah untuk membuang sampah. Dia keluar lift yang terbuka di basement karena tempat pembuangan sampah khusus penghuni ada di dekat sana.Belum sampai tempat pembuangan sampah, langkah Alina dihadang oleh Bima. Alina memutar bola mata malas melihat pria itu.“Kamu mau membuang sampah?” tanya Bima berbasa-basi.Alina tak menggubris pertanyaan Bima. Dia memilih berjalan melewati Bima. Namun, ia tidak tahu Bima tetap mengikutinya dari belakang, hingga membuat Alina terkejut saat memutar badan setelah membuang sampah dan melihat Bima yang sudah ada di hadapannya.“Apa pekerjaanmu sekarang menjadi penguntit?” tanya Alina dengan nada kesal.Akan tetapi, tanpa menanti balasan Bima, Alina memilih kembali melangkah untuk meninggalkan pria itu. Namun, baru beberapa langkah, Bima kembali menghadang jalan Alina.“Mau apa, sih?” tanya Alina sambil menatap kesal.“Siapa pria yang bersamamu tempo hari?” tanya Bima. Dia tidak akan puas sebelum mendapatkan jawaban y
Akhir pekan. Di rumah keluarga besar Aksa, kedua orang tua Aksa sedang bersiap untuk pergi makan siang bersama Alina dan Aksa. “Kenapa Aksa harus menikah dengan orang miskin, yang akhirnya membuat kita harus ikut bersandiwara?” tanya Sasmita, ibu Aksa, memprotes keputusan anaknya yang sama sekali tidak ditentang oleh suaminya. Sasmita masih keheranan, Aksa tampan dan berkarisma, tetapi kenapa malah mau menikah dengan wanita biasa dari kalangan yang entah seperti apa keluarganya. Ini membuat Sasmita tidak bisa menerima pernikahan putranya. “Tidak masalah dari kalangan mana wanita yang dinikahi Aksa, yang terpenting dia mau menikah,” jawab Mirza, ayah Aksa. Dia tahu betul kalau putranya itu susah sekali untuk serius menjalin hubungan dengan wanita, meski banyak rekan kerja yang ingin menjodohkan Aksa dengan putri-putri mereka, tetapi Aksa terus menolak. Jadi, ketika ibunya ingin menjodohkan Aksa dengan wanita pilihan ibunya, Mirza sama sekali tidak keberatan. Justru Mirza se