Share

4. Sah!

"Tidak perlu khawatir, itu sudah aku atur. Aku mungkin tidak tahu keberadaan ayahmu, tetapi ada cara lain untuk mencapai tujuanku. Yuvika, kau harus tahu bahwa jika kau menikah denganku, kau akan hidup dalam kemewahan. Kau bisa membeli apa pun yang kau inginkan tanpa harus bekerja keras atau menderita oleh tangan ibumu. Seharusnya kau bersyukur dan berterima kasih padaku, karena aku sudah menyelamatkanmu dari neraka yang ibumu buat sendiri."

Elsaki meninggalkan Yuvika sendirian di apartemennya, tanpa mempedulikan kebingungan yang melingkupinya. Dari mana Elsaki tahu bahwa ibunya adalah "neraka" baginya? Tidak, bukan Yuvika yang merasa demikian, tetapi siapa pun yang melihat bagaimana hidupnya dengan ibunya pasti akan setuju bahwa Bu Isni bukanlah ibu yang baik.

Namun, argumen ini tak berlaku untuk Yuvika sendiri. Meskipun ia mempunyai ibu yang jahatnya melebihi ibu tiri, ia tak pernah menganggap bahwa ibunya adalah "neraka" atau sumber penderitaan. Ia tetap menganggap bahwa ibunya adalah surga baginya. Surga yang harus dimuliakan. Entah tebuat dari apa hati Yuvika, ia tak punya rasa benci sedikit pun pada ibunya. Ia paham dan berusaha untuk mengerti, bahwa hadirnya dahulu merusak tatanan hidup ibunya. Ia tak benci ibunya ataupun hidupnya sendiri, karena ia tahu bahwa semua yang terjadi sudah menjadi kehendak Tuhan.

"Nggak mungkin bisa kabur lagi, kabur dari rumah aja bisa ditangkap, apalagi kabur dari sini," gumamnya pasrah.

Keputusan pasrah yang dipilih Yuvika akhirnya membawa ia di titik ini. Titik di mana ia berhadapan dengan dirinya sendiri di cermin. Ia sudah disulap menjadi pengantin. Dengan riasan sederhana, namun mewah, wajahnya cantik alami yang ia miliki semakin nampak paripurna.

Yuvika menghela napas, ia menyesalkan wajahnya cantiknya ini dilihat oleh orang yang bahkan hanya ia ketahui namanya.

"Vika, ayo turun. Semua sudah siap," kata Bu Isni. Wanita itu tanpa sadar terkesima dengan kecantikan sang anak. Hanya saja, itu berlangsung beberapa detik. Wajahnya kembali menampakkan wajah dingin seperti biasanya.

"Bu, apa dengan pernikahan ini bisa buat Ibu bahagia?"

"Tentu. Saya terbebas dari kamu, saya bisa menikmati hidup tanpa harus melihat kamu setiap waktu. Dan lagi, saya bisa menikmati uang suamimu. Jadi berperanlah sebagai istri sebaik-baiknya. Anggap saja sebagai penebus dan kompensasi dari semua derita yang saya lalui karena kamu."

Tajam, itulah gambaran kalimat yang seringkali terlontar dari bibir Bu Isni untuk Yuvika. Terlahir dari hasil pemerkosaan membuat Yuvika harus menanggung beban kehidupan yang pahit bahkan sejak ia belum lahir.

Air mata Yuvika luruh, sapaan tajam dari ibunya yang setiap detik ia dengar nyatanya tak membuat ia kuat dengan sapaan itu. Ini terlalu sakit untuk didengar dari mulut seorang ibu.

"Baiklah, aku akan menjalani ini dengan sebaik-baiknya. Aku akan melakukan apa pun untuk kebahagiaan Ibu."

"Bagus, hapus air matamu! Kita turun sekarang."

Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Yuvika, berjalan beriringan dengan ibunya, tangannya diapit dengan lembut, senyum yang merekah, dan wajah kejam yang sekarang menjadi ramah itu sesekali menatapnya. Momen yang sangat ia inginkan dari lama. Meskipun ia harus mengorbankan hidupnya, ia rela jika itu adalah kebahagiaan untuk wanita yang ia anggap surga.

"Tersenyumlah, jangan tunjukkan wajah yang tidak enak dilihat. Ini pernikahan, bukan acara duka," bisik Bu Isni di telinga Yuvika ketika mereka sampai di kursi untuk melakukan ijab qabul.

Yuvika seketika melengkung bibirnya. Ia tiba-tiba saja gugup saat menyadari bahwa ia sudah sampai di depan pak penghulu. Ditambah lagi Elsaki kini sedang menatapnya dengan intens.

"Bagaimana, apa mempelai wanita sudah siap?"

"Kita langsung mula saja, Pak. Kebetulan calon istri saya sedikit pemalu, dan sepertinya dia sedang gugup," sahut Elsaki yang menyadari kegugupan Yuvika. Memang sangat nampak dari diamnya dan beberapa bulir keringat yang muncul di kening.

"Maaf, Pak. Boleh saya ke kamar mandi dulu?"

"Mau apa?" Elsaki yang bertanya. Ia takut jika wanita itu macam-macam dan membuat malu dirinya di hadapan para rekan kerja beserta keluarganya.

"Pipis. Aku kebelet, ini udah di ujung aku nggak bisa nahan," jawab Yuvika dengan bisikan.

"Tidak bisa, kita harus ijab dulu."

"Nggak sampai lima menit. Kau mau aku buang air di sini?"

"Diamlah! Kau buang-buang waktu, tunggu di sini lima menit, setelah itu baru kau boleh ke kamar mandi."

"Bisa kita mulai?" sela penghulu di tengah perdebatan dan juga perang tatapan di antara keduanya.

"Bisa, Pak," jawab Elsaki dengan cepat dan mantap.

Di antara para tamu undangan yang datang, tidak ada yang menyadari bahwa ada satu wanita yang kini sedang menatap dua mempelai dengan tatapan yang tidak bersahabat, kesal, cemburu, dan rasa-rasa ketidaksukaan yang lain.

Ya, ia adalah Tisya. Wanita yang sedang dibalut gaun berwarna hitam itu tengah mengepalkan tangan seolah ia tak terima dengan situasi ini. Benar-benar definisi tak tahu diri, bukan? Ia sudah menikah dan ia mencemburui seorang pria.

SAH!

Tidak seperti pasangan pengantin pada umumnya, Yuvika sendiri tidak menikmati dan tidak hikmat dengan ijab qabul yang baru diucapkan oleh sosok pria yang sekarang sudah menjadi suaminya. Entahlah, ia merasa semua ini kosong saja. Meskipun ia sadar berada di momen yang sakral, hanya kehambaran yang ia rasakan.

Kini tiba saatnya sepasang suami istri itu melakukan hal yang dilakukan pada umumnya di pernikahan. Sedikit bergetar adalah respon dari tangan Yuvika saat berusaha untuk membawa tangan Elsaki pada bibirnya. Kecupan singkat itu nyatanya mampu membuat darah Elsaki seketika berdesir.

Kini giliran Elsaki yang mengecup kening Yuvika. Dengan ragu dan sedikit memberikan dorongan di kepala Yuvika, akhirnya bibir tebal Elsaki sampai di kening Yuvika.

Di saat semua tamu undangan menyaksikan keduanya dengan bahagia, tiba-tiba saja Tisya berdiri dan meninggalkan tempat. Ia berjalan dengan cepat menahan rasa kesal menuju ke kamar mandi.

"Tolong tunjukkan di mana kamar mandi yang paling dekat. Aku udah nggak tahan," keluh Yuvika yang membuyarkan fokus Elsaki pada kepergian Tisya.

"Hm, aku antar."

Yuvika langsung masuk ke dalam toilet begitu sampai di sana. Sementara Elsaki belum mau kembali ke acara pernikahan. Ia celingukan seolah sedang mencari seseorang, dan tidak lama kemudian keluarlah Tisya dari salah satu kamar mandi yang berderet di hotel itu.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Elsaki menghadang jalan Tisya.

"Kamu pikir aja sendiri!"

"Hey, Sayang. Harus berapa kali aku jelasin? Dengan siapa pun aku, hati aku buat kamu. Nggak ada yang bisa geser nama kamu di hati aku. Aku cinta kamu dari jaman kita kuliah, dan kamu masih meragukan itu sekarang? Aku begini demi kamu, Sayang. Biar kita bisa kayak gini terus. Kamu mau Veer bawa kamu ke luar negeri kalau dia tahu hubungan kita? Untuk sementara biar begini dulu, yang penting kita bisa bareng-bareng." Elsaki dengan lembut membelai pipi Tisya.

"Apa yang kalian lakukan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status