Share

5. Kita Hidup Masing-Masing

Elsaki dan Tisya menoleh ke arah yang sama. Mereka mendapati Yuvika yang sedang berdiri tak jauh dari posisi mereka.

"Kamu ke depan dulu, ya. Dia biar aku yang urus. Kamu ingat pesan aku, oke. Jangan melakukan apa pun ke dia, dia urusanku."

"Kalau begitu ingat juga pesanku, jangan sentuh dia atau kita bubar!" ancam Tisya lalu pergi meninggalkan kekasihnya gelapnya.

Langkahnya sempat terhenti saat melewati Yuvika. Tatapan dingin dan permusuhan sangat kentara dari sorot Tisya. Meskipun tatapan yang diberikan tak lama, hal itu cukup membuat Yuvika menciut.

"Kau ingin tahu siapa dia?" tanya Elsaki seraya berjalan mendekat.

"Tidak."

Untuk saat ini, Yuvika tak peduli wanita itu siapa. Entahlah, rasanya tidak penting juga ia mengetahui semua yang berhubungan dengan Elsaki. Ia hanya ingin segera menyelesaikan acara pernikahan ini dan istirahat. Rasanya ia sangat lelah, banyak pikiran akhir-akhir ini ternyata berdampak juga di tubuhnya.

Kini sepasang pengantin baru itu sudah kembali ke pelaminan. Dengan keramahtamahan yang dipaksakan, Yuvika berusaha untuk terus menampilkan senyum terbaiknya. Ia tidak mengenal satu pun para tamu dan keluarga yang berada di acara itu.

Hingga akhirnya pandangan matanya kembali bertemu dengan manik mata Tisya. Ia melihat keakraban yang terjalin antara Elsaki dengan pria yang berada di samping Tisya.

"Finally, gue turut bahagia buat lo. Mudah-mudahan langgeng, ya. Gue tunggu jadwal dating berempat," kata Veer seraya menepuk pundak sang sahabat. Pelukan dari keduanya mengakhiri perbincangan singkat itu.

Sejak tadi Yuvika diam-diam mengamati gerak gerik Tisya. Wajahnya kesal dan tak enak dipandang sangat jelas terlihat. Ia sebenarnya tak mempedulikan itu, hanya saja rasanya tak pantas saja jika menghadiri pernikahan dengan wajah seperti itu, bukan?

Ucapan selamat yang Tisya ucapkan pada Elsaki terdengar biasa saja, komunikasi keduanya juga tidak sedekat yang ia lihat tadi. Senyum Yuvika masih terlihat saat Tisya sampai di hadapannya.

"Selamat, ya. Mudah-mudahan bahagia. Dia adalah dokter kandungan yang sibuk. Jadi, pahami saja jika dia nanti terkadang pulang terlambat atau harus meninggalkanmu untuk urusan pekerjaan," kata Tisya dengan nada datar namun penuh makna terselubung.

Yuvika tersenyum tipis, berusaha tetap sopan meski hatinya sedikit terusik oleh kata-kata Tisya. "Terima kasih atas sarannya. Aku akan mengingatnya."

Elsaki menatap Tisya sejenak, memberi isyarat agar tidak melanjutkan topik yang sensitif. "Baiklah, Tisya. Terima kasih sudah datang. Nikmati acaranya, ya."

Tisya mengangguk lalu berjalan menjauh, bergabung dengan para tamu lainnya.

***

Malam harinya, setelah semua tamu pulang dan acara selesai, Yuvika dan Elsaki akhirnya kembali ke rumah. Malam itu, Yuvika merasa lelah bukan hanya secara fisik, tetapi juga emosional. Wanita itu menggerakkan bola mata secara liar untuk memindai seisi rumah megah milik dokter kandungan itu. Ia juga menemukan di beberapa dinding foto berukuran besar yang diduga itu adalah mertuanya yang sudah tiada. Dari foto-foro itulah, ia tahu bahwa suaminya adalah putra tunggal dari seorang pengusaha.

Yuvika mengikuti ke mana langkah kaki Elsaki membawanya. Dengan satu koper miliknya yang ia geret dengan sisa tenaganya. Pria itu membawanya ke sebuah kamar yang terletak di lantai bawah.

"Ini kamarmu," kata Elsaki dengan nada datar. "Ada sesuatu yang perlu kau tahu. Aku menikahimu bukan tanpa alasan. Ada seorang wanita yang sangat penting dalam hidupku. Aku tidak bisa meninggalkannya, tapi sulit juga untuk ku miliki. Pernikahan ini hanyalah kedok dan tirai penutup untuk hubunganku dan dia. So, jangan berharap apa pun terhadapku. Kau bebas melakukan apa saja di sini, kau bebas menggunakan uangku untuk apa saja. Hanya satu yang harus kau ingat, jangan urusi urusanku, aku juga akan melakukan hal sebaliknya. Kita urus urusan masing-masing."

Bagaikan ditikam belati ribuan kali, hati Yuvika terasa perih mendengar pengakuan Elsaki. Ia berusaha keras menahan air mata yang hampir tumpah. Ia tahu bahwa ini bukan saatnya menunjukkan kelemahannya.

Tidak ia sangka, ia dilahirkan ke dunia ini hanya untuk menderita. Bahkan pria ini pernah mengatakan bahwa seharusnya ia bersyukur dinikahinya karena terbebas dari neraka yang dibuat ibunya, tapi lihat sekarang. Ia memberikan neraka season dua untuk kehancuran yang mungkin saja akan lebih tersiksa dari sebelumnya.

"Ah, jadi ini yang kau maksud aku harus bersyukur karena kau nikahi? Kau tahu aku lemah dan mudah ditindas, itu sebabnya kau mengambilku dari Ibu, lalu kau jadikan aku tameng untuk kepentinganmu sendiri? Apa kau sedang berpikir bahwa aku akan diam dan menerima semua penghinaan ini?" Yuvika melangkah maju seolah ia punya keberanian lebih untuk menantang suaminya. Padahal kenyataannya, wanita ini juga takut jika suaminya bertindak macam-macam.

Elsaki yang terkejut, refleks sedikit demi sedikit memundurkan kakinya. Sementara Yuvika terus maju mengikuti pergerakannya, ia berpikir apakah ia menikahi orang yang salah? Tidak-tidak, ia harus putar otak untuk mengendalikan situasi dan wanita ini, begitu pikirnya.

"Sebenarnya aku tidak pernah berpikir untuk menindasmu. Aku hanya ingin kau berperan sebagai peranmu tanpa harus mengurusi urusanku. Anggaplah kita ini dua orang asing yang kebetulan tinggal satu atap. Biarkan orang tahu status kita, tapi di balik itu, kita menjalani hidup masing-masing. Jika kau ingin berhubungan dengan pria lain, silakan saja. Asal tidak ada manusia luar sana yang tahu. Seperti hubunganku dan dia. Paham?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status