Share

Chapter 7 | Where's Naya?

Vala mengganti seragamnya dengan kaos putih kebesaran bergambar kuda poni besar di depannya, gadis itu berencana ke kafe tempat Naya bekerja untuk bertanya. Pasalnya ia belum tahu dimana rumah Naya, niatnya untuk menjenguk temannya itu.

Dengan simpel Vala berpakaian, kaos di padukan dengan celana selutut coklat. Ditambah topi hitam di kepalanya, rambutnya ia kepang satu belakang.

Vala turun ke bawah menuju dapur, mengambil sekantung jajanan yang ia simpan dan beberapa buah. Ia masukkan juga minuman susu kaleng dan obat demam.

"Let's go!"

Vala keluarkan ponselnya dari tas samping kecil, jarinya mencari kontak Naya. Vala kesal karena masih centang satu, nomor Naya terakhir dilihat pagi tadi.

"Masih tidur kali ya?" gumamnya.

Vala pun beranjak ke garasi mengambil skuternya, ia jalankan menuju kafe kemarin.

"Hm panas, untung pake topi," ungkapnya saat berjalan keluar.

Cerah berawan di siang ini, Vala kenakan kacamata hitam sembari menjalankan skuter. Kafe berada di seberang jalan, Vala menunggu jalanan lenggang untuk menyebrang.

"Parkir gratis?" lirihnya menatap tempat parkir. Vala mendekati tempat sekuriti.

"Siang, Pak."

Pria yang sedang bekerja itu pun beranjak dari duduknya menghampiri Vala.

"Siang, Dek. Ada apa dek?"

"Hehe, mau titip skuter disini boleh ga pak?" jelas Vala menunjukkan skuternya.

"Oh iya iya, boleh. Taruh sini aja, Dek."

Dengan senang Vala letakkan skuternya dekat pintu masuk ruangan sekuriti beserta keresek bawaannya.

"Makasih ya, Pak."

"Iya, Dek. Sama-sama."

Vala pun pamit pergi menuju kafe, ia langsung mendekat ke kasir. Yang jaga mas-mas berambut ikal dengan seragam khususnya.

"Siang, Kak. Boleh tanya?"

"Siang, Dek. Boleh-boleh silahkan," sahut mas-mas itu Vala lihat namanya Nabil.

"Kakak kenal Naya ga?" tanya Vala membuat Nabil mengerutkan keningnya bingung.

"Naya? Pekerja di sini?" Vala mengangguk.

"Namanya Renaya Talita, Kak." Nabil langsung paham.

"Oh Lita, orang e ga masuk hari ini Dek."

Vala mengangguk, "kakak tau rumahnya ga?" lanjutnya bertanya.

"Bentar ya dek, coba tak tanyain."

Nabil beranjak mendekati teman kerjanya dan menanyai mereka satu-persatu. Setelahnya Nabil kembali ke Vala.

"Ga ada yang tau Dek, kami ga terlalu dekat."

Vala menghembuskan napas pelan, "ya udah kalau gitu tolong pesan es susu vanila satu ya kak, makasih. Vala memutuskan untuk menunggu balasan dari Naya saja.

"Siap, Dek. Di tunggu ya!"

Vala menuju bangku pojok kanan dekat jendela, gadis itu duduk dengan tenang sembari memainkan ponselnya. Ia melihat pesan masuk sudah beberapa jam lalu.

------ ( Nathan )

@denath_f : are u ok?

@vanilla.ice_cream : I'm okay, what happened?

Beberapa menit menunggu barulah muncul tulisan mengetik dari akun seberang.

@denath_f : stela, diapain?

@vanilla.ice_cream : ku tonjok kak

@denath_f : what! serius?

@vanilla.ice_cream : iya dua rius

@denath_f : i mean, lo ga di apa-apain sama stela kan?

@vanilla.ice_cream : haha engga la Kak, sans aja. Rencana kakak beneran mau di lakuin?

@denath_f : no, bad idea.

Vala tertawa membacanya, dalam hatinya ia bersyukur jika Nathan tidak jadi menjalankan ide gilanya. Ya, rencana lelaki itu mendekati Stella kemudian membuat Stella patuh dan setelahnya di permalukan ditinggalkan.

@vanilla.ice_cream : haha, kirain. Siapa tau beneran, oh ya Kak. Boleh minta tolong ajarin bahasa Prancis ga?

@denath_f : boleh, apa?

@vanilla.ice_cream : buat puisi kak hehe

@denath_f : ok

Pesanan Vala datang, Nabil yang mengantarkannya.

"Makasih ya kak."

"Sama-sama," sahut Nabil ramah.

Menutup ponselnya Vala beralih menikmati es susu itu. Otaknya berpikir di mana rumah Naya, entahlah ia sedikit gelisah.

------ ( Renaya )

@vanilla.ice_cream : Nay? Kok off?

------- ( Nathan )

@denath_f sent a file

@vanilla.ice_cream : gila, cepet banget kak.

@denath_f : haha

@vanilla.ice_cream : merci beaucoup

@denath_f : Avec plaisir

Vala melihat file yang Nathan kirimkan, meski tak terlalu paham bahasanya namun tampak indah karena irama yang pas.

***

Grup kelasnya heboh, malam ini Vala mengatakan jika Naya tidak bisa dihubungi.

~ ( uu 10 aa )

Huza : Eh yang deket rumahnya Naya siapa?

Eros : tuh, Wahid

Huza tag @Wahidee : bre?

Wahid : sepi rumahnya, tadi lewat gelap.

Farhan : abis kali token listrik nya

Qomar : ngawur Lo! @AnakTentara

Sabrina : La, beneran Naya ga bilang apa-apa? @valakara

Vala mengirimkan foto. (Percakapan dirinya dengan Naya)

Khusnul : jir, paketannya abis nih keknya

Farhan : ngikut mulu Lo! @khusnuludin

Huza : besok pulang sekolah kita ke rumah Naya

Wahid : pindah haluan kah?

Haikal : potek hati dedek bwang! @valakara

Vala : eh? Kenapa?

Wahid : kamu diduakan aa cakit atiku

Ghifari : hahaha

Ulya meneruskan pesan Bu Indilara : Beritahu teman kelasmu, tugasnya buat video. Deadline hari Minggu, Merci.

Eros : ah lu! Dateng dateng bikin tegang! @ulyacans

Ulya : bodoamat! @komporgas

Farhan : Minggu cuy! 2 hari doang!

Khusnul : untung udah jadi

Wahid : woi liat @khusnuludin

Khusnul : wani piro?

Huza : video baca puisi gitu? @ulyacans

Ulya : yoi

Wahid : merci merci, Messi! Siuuu!

Farhan : gaje lu @Wahidee

Elara : kak @komporgas

Eros : apa? @elaelo

Elara : pulang cepet, papa bawa pentungan tuh di depan rumah!

Ghifari : hahaha

Wahid : wokwok, mampus Lo!

Khusnul : Cepu in aja Ra! Lagi nongkrong di sirkuit dia!

Eros : matamu @khusnuludin gue di angkringan anjir

Farhan mengirimkan foto.

Khusnul : Yahha, ga setia kawan. Cepuin Ra, kirim fotonya ke bokap Lo!

Eros : @AnakTentara Lo! (Emot jari tengah)

Huza : ati ati ya bre

Eros : @elaelo PC aja Napa si! Awas Lo dirumah!

Elara : skirinsot kirim papa ah

Ghifari : hahahaha

Wahid : anak bujang di suruh cepet pulang!

Vala tertawa kecil membaca chat grup, ia putuskan untuk kembali fokus menulis. Ia sedang menyalin isi file yang Nathan kirim, setelahnya ia baca dan mencoba menerjemahkannya.

~

Guérisseur du CœurSous

un ciel de soie étoilée

L'amour, doux guérisseur

Répare les cœurs brisés

Avec sa tendre lueur

Il efface les douleurs

Avec des baisers légers

Et dans un monde en fleurs

Il nous fait voyager

Quand l'âme se perd

Dans des tourments sans fin

L'amour trouve la lumière

Et guide nos chemin

Comme un vent de douceur

Il souffle sur nos peines

L'amour, précieux rêveur

Apaise nos veines

Dans l'étreinte d'un sourire

Dans la chaleur d'un regard

L'amour sait nous dire

Que l'espoir est quelque part

Terjemahan nya yang Vala dapat :

Penyembuh Hati

Di bawah langit sutra bertabur bintang

Cinta, penyembuh yang lembut

Memperbaiki hati yang hancur

Dengan cahayanya yang lembut

Ia menghapus rasa sakit

Dengan ciuman yang ringan

Dan dalam dunia yang berbunga

Ia membawa kita berkelana

Ketika jiwa tersesat

Dalam derita tiada akhir

Cinta menemukan cahaya

Dan membimbing jalan kita

Seperti angin kelembutan

Ia meniup rasa sakit kita

Cinta, pemimpi yang berharga

Menyejukkan urat kita

Dalam pelukan sebuah senyuman

Dalam hangatnya tatapan

Cinta tahu cara mengatakan

Bahwa harapan ada di suatu tempat

~

Vala ingin pingsan rasanya, ia terbawa suasana. Seromantis itukah Nathan, kakak kelasnya. Vala semakin kagum saja, ia jadi ingin membalas puisi itu.

Vala tidak bisa tidur, pikirannya melayang tertuju ke Nathan. Di hari pertama mereka bertemu, Nathan yang berbaik hati menawarkan bantuan. Mereka yang tak sengaja bertemu lagi di toko mainan, dan kemudian di taman itu. Vala merasa beruntung, dan saat ini bahkan mereka saling bertukar pesan dan berbincang.

"Argh! Kak Nath! Je t'aime!"

***

"Nih buat kamu, tadi Pak Yahya titip."

Vala menerima amplop kertas yang Ulya berikan, di sana hanya tertera namanya dan kelasnya.

"Oh iya, makasih ya." Ulya mengangguk dan duduk ke bangkunya.

Vala duduk sendiri lagi, ia penasaran dengan isinya. Ia buka perlahan benang pengait itu dan meloloskan kertas isinya.

"Hah?"

Kening Vala berkerut membaca isi dalam kertas itu. Vala tidak boleh berteman dekat dengan Naya, hanya sekedar teman saja.

"Apa hubungannya sama Naya?"

Di kertas itu tertulis jika Vala sebagai anak baru harus memenuhi beberapa persyaratan dan aturan khusus.

"Kepala sekolah koplak!" geramnya.

Vala heran di poin yang menuliskan jika Vala anak baru dilarang melawan kakak kelas, harus menghormatinya.

"Hm Cepu ya si stela, ck!"

Vala jadi ingin menggores body mobil milik kepala sekolah itu, jangan sampai itu terjadi. Bisa dipastikan ia akan langsung di drop out dari sekolah.

Karena kelas belum mulai Vala pun ke belakang, di mana tempat loker berada. Ia buka lokernya dan memasukkan amplop itu disana, ia baru menyadari jika lokernya bersebelahan dengan Hilda.

"Hm, ga dikunci?" gumamnya.

Vala buka perlahan loker Hilda dan terlihat sebuah buku bersampul hijau tosca dengan gambar daun menghiasinya. Vala ambil buku itu, setelahnya merogoh kembali hanya buku paket isinya.

Vala berjalan ke bangkunya kembali, ia perhatikan buku hijau itu dengan seksama.

"Hilda Huzaifa, my diary." Vala baca tulisan yang tertera di depan.

Ia buka pengait buku itu, dan mulai membaca lembar pertama.

"First day of my school, wow dia pinter bahasa inggris?" gumamnya kagum.

Di tulisan yang Vala baca isinya campur berbagai bahasa membuat Vala pusing sendiri.

"Hm, seperti biasa. MOS, nyari temen, dan ditentuin kelasnya."

Vala balik ke lembar berikutnya, isinya masih seputar lingkungan sekolah baru. Masa-masa pengenalan.

"Meet her again?" Vala penasaran dengan judul ini.

Matanya membelalak lebar mendapati nama Stella tertera di sana.

"Dia jahat, seragam ku robek." Vala mencoba mengartikan tulisan Hilda.

"Bibirku robek, kepalaku sakit. Bekasnya masih ada, aih aku ga bisa bahasa inggris."

Kring!

Vala menyimpan buku itu di lacinya, ia putuskan akan membaca lagi nanti. Tadi sempat ia baca tulisan menyakitkan di sana.

Pelajaran sejarah yang membosankan, Vala mengantuk di jam pertama. Karena ketiduran dirinya di hukum keluar kelas, Vala malah kesenangan. Ia sembunyikan buku harian Hilda di balik baju seragamnya dan pergi keluar.

Bermodalkan internet ia potret dan terjemahkan tulisan Hilda.

"Gila! Stella biadab!"

Vala tak habis pikir dengan kelakuan Stella, gadis itu mengurung, menampar, memalak, melecehkan dan mem-bully Hilda lebih kejam dari yang pernah Naya ceritakan.

Napas Vala tak beraturan, ia sangat kesal dan marah. Ia pusing tak bisa berpikir jernih, Vala putuskan untuk ke wastafel teras dan membasuh wajahnya.

***

Saat ini beberapa teman kelas dan dirinya sedang menunggu di depan rumah Naya, Vala tampak tak bersemangat saat melihat Wahid kembali dari sana dengan gelengan.

"Ga ada orang di rumah, sepi. Bahkan rumahnya di kunci!" jelas Wahid, pemuda itu menggunakan kopiah putih.

"Mungkin lagi berobat, opnam?" tanya Haikal.

"Iya kali ya, kita tungguin aja." Itu Farhan yang menyahut, cowo dengan rambut keriting mengembang dan manis.

"Ya udah kalau gitu, kita pulang aja," ajak Huza si ketua kelas.

"Terus ini siapa yang bawa?" tanya Sabrina membawa keresek berisi buah-buahan dan roti untuk Naya.

"Kasih Wahid aja, yang deket rumahnya!" saran Khusnul.

Ulya menggeleng kecil, "gak gak! Yang ada di abisin sama tuh bocah?" tolaknya.

"Eh eh eh, jangan sembarangan ente!" elak Wahid tak terima.

Ulya memutar bola matanya malas, "mending bawa Sabrina aja atau Tifa. Gimana, Bu bendahara?" tanya Ulya menengok ke Tifa sang bendahara kelas pendiam namun tatapannya yang galak dan tajam membuat gadis itu di takuti.

Tifa mengangguk membuat keputusan tidak dapat di ganggu gugat, Sabrina menyerahkan kantung kresek itu.

"Yaudah yok pulang!" ajak Khusnul.

"Gue mau main, duluan bre!" teriak Wahid.

***

Vala dengan skuternya masuk ke rumah sakit jiwa itu lagi, di mana Hilda di rawat di sana. Gadis itu menitipkan skuternya di pose sekuriti sebelum izin berkunjung.

Ting!

Notifikasi ponsel membuat Vala berhenti, ia lihat dan langsung kaget saat melihat balasan dari Naya.

~ ( Naya )

Renaya : Aku di luar kota, di rawat di sini. Udah ya, kalau udah pulang ku kabari lagi.

Renaya offline

Vala : hei! Nay! Kok gitu, :(. Hmm ya udah kalau gitu, lekas sembuh ya Nay! Banyak temen-temen yang nanyain, tadi kami ke rumahmu tapi sepi :).

~

Vala merasa heran, bisa ia baca jika ketikan Naya berbeda dari biasanya. Namun tak begitu ia hiraukan saat ini Vala harus menjalankan misinya, menggali lebih dalam tentang Hilda.

Di ruangan gelap lantai 3 Hilda berada, gadis itu tidur tenang setelah perawat menyuntikkan cairan khusus. Vala menghela napas berat, mungkinkah rencana tertunda lagi.

Akhirnya ia memutuskan menulis di sebuah kertas untuk Hilda, semoga gadis itu membacanya.

- Untuk Hilda

Hai, kenalin aku Vala teman baru kamu. Kamu inget ga aku pernah ke sini, sama Naya. Iya, temen kamu Naya. Oh ya, kamu mau kan jadi temenku? Kalau kamu mau jadi temenku nanti pasti ku bantu keluar dari sini. Kamu pasti bosan kan di sini terus, mau es krim ga? Enak loh! Kamu harus cobain, enak banget! Nanti kita ketemu lagi, aku bakal kesini. Sehat selalu Hilda.

- Dari Vala teman baru

Setelah menulisnya Vala melipat kertas itu dan meletakkannya di dekat meja, ia selipkan sebagian dengan buku tebal.

"Hah?" heran Vala saat membaca judul buku itu.

"Langit Merah dari Darah?"

Vala bolak-balik buku itu, tampaknya novel. Namun bukunya terkunci dengan kunci khusus bukan gembok. Memutuskan untuk tidak penasaran lagi Vala letakkan buku itu kembali dan beranjak pergi.

"Sampai jumpa lagi Hilda," pamit Vala mengelus pelan kepala Hilda yang tertidur pulas di ranjang.

Saat di lorong rumah sakit jiwa Vala tak sengaja mendengar percakapan. Ia pun memilih bersembunyi di balik gorden besar.

"Udah di suntik tuh anak?" tanya seorang wanita berseragam putih.

"Udah, tidur orangnya."

Tampaknya ada dua perawat di sana, Vala mencoba mengintip dari bawah.

"Tadi ada yang jenguk anak itu, cewe. Kayanya sepantaran," ucap wanita itu lagi.

"Siapa? Yang biasanya bukan?"

"Bukan, yang ini beda. Cantik anaknya, modis juga."

"Sendirian?"

"Iya, sendirian."

Vala berpikir keras, hatinya gelisah. Ia memikirkan Hilda yang sudah bangun dari tidurnya. Mata Hilda merah dengan kantung mata yang membengkak.

Hilda beranjak pelan dan melihat sebuah kertas di balik buku. Ia baca perlahan hingga matanya berbinar senang.

"Iya aku mau kok berteman sama Vala, Vala cepet tolong aku. Hiks, disini sakit," ucap Hilda serak. Kertas itu Hilda remat kuat, seketika traumanya datang. Kertas membentuk bola terlempar ke bawah ranjang, Hilda mulai berteriak-teriak.

"Makasih ya pak, saya permisi!"

"Iya dek, hati-hati ya!"

"Assiapppp!" Vala mengangkat tangan kanannya membuat pose hormat yang kemudian bapak sekuriti itu balas hormat balik.

Vala ambil skuternya dan berlalu keluar dari area rumah sakit. Vala menunggu bus tiba di halte dan kemudian naik ke bus. Setelah sampai di halte dekat taman, Vala turun dan mencari tempat yang sekiranya cocok untuk merekam tugas videonya.

"Beau thème!" serunya saat sampai di dekat air mancur kecil.

Vala mencoba memposisikan ponselnya merekam dan mengeluarkan kertas puisinya.

"Je m'appelle Vala Karamella de la classe 10 A ...," ucap Vala memulai rekamannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status