Vala mengganti seragamnya dengan kaos putih kebesaran bergambar kuda poni besar di depannya, gadis itu berencana ke kafe tempat Naya bekerja untuk bertanya. Pasalnya ia belum tahu dimana rumah Naya, niatnya untuk menjenguk temannya itu.
Dengan simpel Vala berpakaian, kaos di padukan dengan celana selutut coklat. Ditambah topi hitam di kepalanya, rambutnya ia kepang satu belakang. Vala turun ke bawah menuju dapur, mengambil sekantung jajanan yang ia simpan dan beberapa buah. Ia masukkan juga minuman susu kaleng dan obat demam. "Let's go!" Vala keluarkan ponselnya dari tas samping kecil, jarinya mencari kontak Naya. Vala kesal karena masih centang satu, nomor Naya terakhir dilihat pagi tadi. "Masih tidur kali ya?" gumamnya. Vala pun beranjak ke garasi mengambil skuternya, ia jalankan menuju kafe kemarin. "Hm panas, untung pake topi," ungkapnya saat berjalan keluar. Cerah berawan di siang ini, Vala kenakan kacamata hitam sembari menjalankan skuter. Kafe berada di seberang jalan, Vala menunggu jalanan lenggang untuk menyebrang. "Parkir gratis?" lirihnya menatap tempat parkir. Vala mendekati tempat sekuriti. "Siang, Pak." Pria yang sedang bekerja itu pun beranjak dari duduknya menghampiri Vala. "Siang, Dek. Ada apa dek?" "Hehe, mau titip skuter disini boleh ga pak?" jelas Vala menunjukkan skuternya. "Oh iya iya, boleh. Taruh sini aja, Dek." Dengan senang Vala letakkan skuternya dekat pintu masuk ruangan sekuriti beserta keresek bawaannya. "Makasih ya, Pak." "Iya, Dek. Sama-sama." Vala pun pamit pergi menuju kafe, ia langsung mendekat ke kasir. Yang jaga mas-mas berambut ikal dengan seragam khususnya. "Siang, Kak. Boleh tanya?" "Siang, Dek. Boleh-boleh silahkan," sahut mas-mas itu Vala lihat namanya Nabil. "Kakak kenal Naya ga?" tanya Vala membuat Nabil mengerutkan keningnya bingung. "Naya? Pekerja di sini?" Vala mengangguk. "Namanya Renaya Talita, Kak." Nabil langsung paham. "Oh Lita, orang e ga masuk hari ini Dek." Vala mengangguk, "kakak tau rumahnya ga?" lanjutnya bertanya. "Bentar ya dek, coba tak tanyain." Nabil beranjak mendekati teman kerjanya dan menanyai mereka satu-persatu. Setelahnya Nabil kembali ke Vala. "Ga ada yang tau Dek, kami ga terlalu dekat." Vala menghembuskan napas pelan, "ya udah kalau gitu tolong pesan es susu vanila satu ya kak, makasih. Vala memutuskan untuk menunggu balasan dari Naya saja. "Siap, Dek. Di tunggu ya!" Vala menuju bangku pojok kanan dekat jendela, gadis itu duduk dengan tenang sembari memainkan ponselnya. Ia melihat pesan masuk sudah beberapa jam lalu. ------ ( Nathan ) @denath_f : are u ok? @vanilla.ice_cream : I'm okay, what happened? Beberapa menit menunggu barulah muncul tulisan mengetik dari akun seberang. @denath_f : stela, diapain? @vanilla.ice_cream : ku tonjok kak @denath_f : what! serius? @vanilla.ice_cream : iya dua rius @denath_f : i mean, lo ga di apa-apain sama stela kan? @vanilla.ice_cream : haha engga la Kak, sans aja. Rencana kakak beneran mau di lakuin? @denath_f : no, bad idea. Vala tertawa membacanya, dalam hatinya ia bersyukur jika Nathan tidak jadi menjalankan ide gilanya. Ya, rencana lelaki itu mendekati Stella kemudian membuat Stella patuh dan setelahnya di permalukan ditinggalkan. @vanilla.ice_cream : haha, kirain. Siapa tau beneran, oh ya Kak. Boleh minta tolong ajarin bahasa Prancis ga? @denath_f : boleh, apa? @vanilla.ice_cream : buat puisi kak hehe @denath_f : ok Pesanan Vala datang, Nabil yang mengantarkannya. "Makasih ya kak." "Sama-sama," sahut Nabil ramah. Menutup ponselnya Vala beralih menikmati es susu itu. Otaknya berpikir di mana rumah Naya, entahlah ia sedikit gelisah. ------ ( Renaya ) @vanilla.ice_cream : Nay? Kok off? ------- ( Nathan ) @denath_f sent a file @vanilla.ice_cream : gila, cepet banget kak. @denath_f : haha @vanilla.ice_cream : merci beaucoup @denath_f : Avec plaisir Vala melihat file yang Nathan kirimkan, meski tak terlalu paham bahasanya namun tampak indah karena irama yang pas. *** Grup kelasnya heboh, malam ini Vala mengatakan jika Naya tidak bisa dihubungi. ~ ( uu 10 aa ) Huza : Eh yang deket rumahnya Naya siapa? Eros : tuh, Wahid Huza tag @Wahidee : bre? Wahid : sepi rumahnya, tadi lewat gelap. Farhan : abis kali token listrik nya Qomar : ngawur Lo! @AnakTentara Sabrina : La, beneran Naya ga bilang apa-apa? @valakara Vala mengirimkan foto. (Percakapan dirinya dengan Naya) Khusnul : jir, paketannya abis nih keknya Farhan : ngikut mulu Lo! @khusnuludin Huza : besok pulang sekolah kita ke rumah Naya Wahid : pindah haluan kah? Haikal : potek hati dedek bwang! @valakara Vala : eh? Kenapa? Wahid : kamu diduakan aa cakit atiku Ghifari : hahaha Ulya meneruskan pesan Bu Indilara : Beritahu teman kelasmu, tugasnya buat video. Deadline hari Minggu, Merci. Eros : ah lu! Dateng dateng bikin tegang! @ulyacans Ulya : bodoamat! @komporgas Farhan : Minggu cuy! 2 hari doang! Khusnul : untung udah jadi Wahid : woi liat @khusnuludin Khusnul : wani piro? Huza : video baca puisi gitu? @ulyacans Ulya : yoi Wahid : merci merci, Messi! Siuuu! Farhan : gaje lu @Wahidee Elara : kak @komporgas Eros : apa? @elaelo Elara : pulang cepet, papa bawa pentungan tuh di depan rumah! Ghifari : hahaha Wahid : wokwok, mampus Lo! Khusnul : Cepu in aja Ra! Lagi nongkrong di sirkuit dia! Eros : matamu @khusnuludin gue di angkringan anjir Farhan mengirimkan foto. Khusnul : Yahha, ga setia kawan. Cepuin Ra, kirim fotonya ke bokap Lo! Eros : @AnakTentara Lo! (Emot jari tengah) Huza : ati ati ya bre Eros : @elaelo PC aja Napa si! Awas Lo dirumah! Elara : skirinsot kirim papa ah Ghifari : hahahaha Wahid : anak bujang di suruh cepet pulang! Vala tertawa kecil membaca chat grup, ia putuskan untuk kembali fokus menulis. Ia sedang menyalin isi file yang Nathan kirim, setelahnya ia baca dan mencoba menerjemahkannya. ~ Guérisseur du CœurSous un ciel de soie étoilée L'amour, doux guérisseur Répare les cœurs brisés Avec sa tendre lueur Il efface les douleurs Avec des baisers légers Et dans un monde en fleurs Il nous fait voyager Quand l'âme se perd Dans des tourments sans fin L'amour trouve la lumière Et guide nos chemin Comme un vent de douceur Il souffle sur nos peines L'amour, précieux rêveur Apaise nos veines Dans l'étreinte d'un sourire Dans la chaleur d'un regard L'amour sait nous dire Que l'espoir est quelque part Terjemahan nya yang Vala dapat : Penyembuh Hati Di bawah langit sutra bertabur bintang Cinta, penyembuh yang lembut Memperbaiki hati yang hancur Dengan cahayanya yang lembut Ia menghapus rasa sakit Dengan ciuman yang ringan Dan dalam dunia yang berbunga Ia membawa kita berkelana Ketika jiwa tersesat Dalam derita tiada akhir Cinta menemukan cahaya Dan membimbing jalan kita Seperti angin kelembutan Ia meniup rasa sakit kita Cinta, pemimpi yang berharga Menyejukkan urat kita Dalam pelukan sebuah senyuman Dalam hangatnya tatapan Cinta tahu cara mengatakan Bahwa harapan ada di suatu tempat ~ Vala ingin pingsan rasanya, ia terbawa suasana. Seromantis itukah Nathan, kakak kelasnya. Vala semakin kagum saja, ia jadi ingin membalas puisi itu. Vala tidak bisa tidur, pikirannya melayang tertuju ke Nathan. Di hari pertama mereka bertemu, Nathan yang berbaik hati menawarkan bantuan. Mereka yang tak sengaja bertemu lagi di toko mainan, dan kemudian di taman itu. Vala merasa beruntung, dan saat ini bahkan mereka saling bertukar pesan dan berbincang. "Argh! Kak Nath! Je t'aime!" *** "Nih buat kamu, tadi Pak Yahya titip." Vala menerima amplop kertas yang Ulya berikan, di sana hanya tertera namanya dan kelasnya. "Oh iya, makasih ya." Ulya mengangguk dan duduk ke bangkunya. Vala duduk sendiri lagi, ia penasaran dengan isinya. Ia buka perlahan benang pengait itu dan meloloskan kertas isinya. "Hah?" Kening Vala berkerut membaca isi dalam kertas itu. Vala tidak boleh berteman dekat dengan Naya, hanya sekedar teman saja. "Apa hubungannya sama Naya?" Di kertas itu tertulis jika Vala sebagai anak baru harus memenuhi beberapa persyaratan dan aturan khusus. "Kepala sekolah koplak!" geramnya. Vala heran di poin yang menuliskan jika Vala anak baru dilarang melawan kakak kelas, harus menghormatinya. "Hm Cepu ya si stela, ck!" Vala jadi ingin menggores body mobil milik kepala sekolah itu, jangan sampai itu terjadi. Bisa dipastikan ia akan langsung di drop out dari sekolah. Karena kelas belum mulai Vala pun ke belakang, di mana tempat loker berada. Ia buka lokernya dan memasukkan amplop itu disana, ia baru menyadari jika lokernya bersebelahan dengan Hilda. "Hm, ga dikunci?" gumamnya. Vala buka perlahan loker Hilda dan terlihat sebuah buku bersampul hijau tosca dengan gambar daun menghiasinya. Vala ambil buku itu, setelahnya merogoh kembali hanya buku paket isinya. Vala berjalan ke bangkunya kembali, ia perhatikan buku hijau itu dengan seksama. "Hilda Huzaifa, my diary." Vala baca tulisan yang tertera di depan. Ia buka pengait buku itu, dan mulai membaca lembar pertama. "First day of my school, wow dia pinter bahasa inggris?" gumamnya kagum. Di tulisan yang Vala baca isinya campur berbagai bahasa membuat Vala pusing sendiri. "Hm, seperti biasa. MOS, nyari temen, dan ditentuin kelasnya." Vala balik ke lembar berikutnya, isinya masih seputar lingkungan sekolah baru. Masa-masa pengenalan. "Meet her again?" Vala penasaran dengan judul ini. Matanya membelalak lebar mendapati nama Stella tertera di sana. "Dia jahat, seragam ku robek." Vala mencoba mengartikan tulisan Hilda. "Bibirku robek, kepalaku sakit. Bekasnya masih ada, aih aku ga bisa bahasa inggris." Kring! Vala menyimpan buku itu di lacinya, ia putuskan akan membaca lagi nanti. Tadi sempat ia baca tulisan menyakitkan di sana. Pelajaran sejarah yang membosankan, Vala mengantuk di jam pertama. Karena ketiduran dirinya di hukum keluar kelas, Vala malah kesenangan. Ia sembunyikan buku harian Hilda di balik baju seragamnya dan pergi keluar. Bermodalkan internet ia potret dan terjemahkan tulisan Hilda. "Gila! Stella biadab!" Vala tak habis pikir dengan kelakuan Stella, gadis itu mengurung, menampar, memalak, melecehkan dan mem-bully Hilda lebih kejam dari yang pernah Naya ceritakan. Napas Vala tak beraturan, ia sangat kesal dan marah. Ia pusing tak bisa berpikir jernih, Vala putuskan untuk ke wastafel teras dan membasuh wajahnya. *** Saat ini beberapa teman kelas dan dirinya sedang menunggu di depan rumah Naya, Vala tampak tak bersemangat saat melihat Wahid kembali dari sana dengan gelengan. "Ga ada orang di rumah, sepi. Bahkan rumahnya di kunci!" jelas Wahid, pemuda itu menggunakan kopiah putih. "Mungkin lagi berobat, opnam?" tanya Haikal. "Iya kali ya, kita tungguin aja." Itu Farhan yang menyahut, cowo dengan rambut keriting mengembang dan manis. "Ya udah kalau gitu, kita pulang aja," ajak Huza si ketua kelas. "Terus ini siapa yang bawa?" tanya Sabrina membawa keresek berisi buah-buahan dan roti untuk Naya. "Kasih Wahid aja, yang deket rumahnya!" saran Khusnul. Ulya menggeleng kecil, "gak gak! Yang ada di abisin sama tuh bocah?" tolaknya. "Eh eh eh, jangan sembarangan ente!" elak Wahid tak terima. Ulya memutar bola matanya malas, "mending bawa Sabrina aja atau Tifa. Gimana, Bu bendahara?" tanya Ulya menengok ke Tifa sang bendahara kelas pendiam namun tatapannya yang galak dan tajam membuat gadis itu di takuti. Tifa mengangguk membuat keputusan tidak dapat di ganggu gugat, Sabrina menyerahkan kantung kresek itu. "Yaudah yok pulang!" ajak Khusnul. "Gue mau main, duluan bre!" teriak Wahid. *** Vala dengan skuternya masuk ke rumah sakit jiwa itu lagi, di mana Hilda di rawat di sana. Gadis itu menitipkan skuternya di pose sekuriti sebelum izin berkunjung. Ting! Notifikasi ponsel membuat Vala berhenti, ia lihat dan langsung kaget saat melihat balasan dari Naya. ~ ( Naya ) Renaya : Aku di luar kota, di rawat di sini. Udah ya, kalau udah pulang ku kabari lagi. Renaya offline Vala : hei! Nay! Kok gitu, :(. Hmm ya udah kalau gitu, lekas sembuh ya Nay! Banyak temen-temen yang nanyain, tadi kami ke rumahmu tapi sepi :). ~ Vala merasa heran, bisa ia baca jika ketikan Naya berbeda dari biasanya. Namun tak begitu ia hiraukan saat ini Vala harus menjalankan misinya, menggali lebih dalam tentang Hilda. Di ruangan gelap lantai 3 Hilda berada, gadis itu tidur tenang setelah perawat menyuntikkan cairan khusus. Vala menghela napas berat, mungkinkah rencana tertunda lagi. Akhirnya ia memutuskan menulis di sebuah kertas untuk Hilda, semoga gadis itu membacanya. - Untuk Hilda Hai, kenalin aku Vala teman baru kamu. Kamu inget ga aku pernah ke sini, sama Naya. Iya, temen kamu Naya. Oh ya, kamu mau kan jadi temenku? Kalau kamu mau jadi temenku nanti pasti ku bantu keluar dari sini. Kamu pasti bosan kan di sini terus, mau es krim ga? Enak loh! Kamu harus cobain, enak banget! Nanti kita ketemu lagi, aku bakal kesini. Sehat selalu Hilda. - Dari Vala teman baru Setelah menulisnya Vala melipat kertas itu dan meletakkannya di dekat meja, ia selipkan sebagian dengan buku tebal. "Hah?" heran Vala saat membaca judul buku itu. "Langit Merah dari Darah?" Vala bolak-balik buku itu, tampaknya novel. Namun bukunya terkunci dengan kunci khusus bukan gembok. Memutuskan untuk tidak penasaran lagi Vala letakkan buku itu kembali dan beranjak pergi. "Sampai jumpa lagi Hilda," pamit Vala mengelus pelan kepala Hilda yang tertidur pulas di ranjang. Saat di lorong rumah sakit jiwa Vala tak sengaja mendengar percakapan. Ia pun memilih bersembunyi di balik gorden besar. "Udah di suntik tuh anak?" tanya seorang wanita berseragam putih. "Udah, tidur orangnya." Tampaknya ada dua perawat di sana, Vala mencoba mengintip dari bawah. "Tadi ada yang jenguk anak itu, cewe. Kayanya sepantaran," ucap wanita itu lagi. "Siapa? Yang biasanya bukan?" "Bukan, yang ini beda. Cantik anaknya, modis juga." "Sendirian?" "Iya, sendirian." Vala berpikir keras, hatinya gelisah. Ia memikirkan Hilda yang sudah bangun dari tidurnya. Mata Hilda merah dengan kantung mata yang membengkak. Hilda beranjak pelan dan melihat sebuah kertas di balik buku. Ia baca perlahan hingga matanya berbinar senang. "Iya aku mau kok berteman sama Vala, Vala cepet tolong aku. Hiks, disini sakit," ucap Hilda serak. Kertas itu Hilda remat kuat, seketika traumanya datang. Kertas membentuk bola terlempar ke bawah ranjang, Hilda mulai berteriak-teriak. "Makasih ya pak, saya permisi!" "Iya dek, hati-hati ya!" "Assiapppp!" Vala mengangkat tangan kanannya membuat pose hormat yang kemudian bapak sekuriti itu balas hormat balik. Vala ambil skuternya dan berlalu keluar dari area rumah sakit. Vala menunggu bus tiba di halte dan kemudian naik ke bus. Setelah sampai di halte dekat taman, Vala turun dan mencari tempat yang sekiranya cocok untuk merekam tugas videonya. "Beau thème!" serunya saat sampai di dekat air mancur kecil. Vala mencoba memposisikan ponselnya merekam dan mengeluarkan kertas puisinya. "Je m'appelle Vala Karamella de la classe 10 A ...," ucap Vala memulai rekamannya.Di sebuah ruangan luas nan gelap karena didominasi warna hitam, seorang pria tengah duduk di kursi kebesarannya. Ia teguk wine nya dengan pelan sembari menatap tajam pada layar gambar yang menampilkan seorang remaja.Pyar!Pria itu melempar gelas kacanya ke lantai, pandangan menghunus tajam ke depan. Ia amati dengan seksama, tangannya mengepal kuat."Little devil," gumam si pria lirih."Kenapa harus terjatuh juga, saya membuatnya khusus untukmu!" geramnya.Ia pantau dua titik yang berkedip dalam jarak sangat dekat, dan itu berada di areanya."Panggil Adhisti kemari!" titah Arsa melalui penghubung suara.Ya, pria itu adalah Arsa. Ayah dari gadis bernama Stella si tantrum. Arsa sudah memantau Wildan sejak pertama kali duda itu bekerja dengan Dirga, dan perihal gelang yang ia berikan kepada Vala tentu sudah ia rencanakan.Gelang itu bukan gelang biasa, di sana terpasang GPS yang tidak akan habis daya nya karena ene
Naya menatap lesu ponselnya, saat ini dirinya sedang di luar kota untuk interview kerja. Tentu ditolak karena Naya memalsukan data diri, usianya di bawah umur untuk dipekerjakan. Naya menangis seorang diri di halte, ia akan pulang hari ini. Dirinya begitu lelah sekali, apalagi pesan dari seseorang membuat dirinya semakin takut saja. ------ ( Stella ) @stella.cantik : inget! gue ga bakal diem aja, dimana pun lo saat ini gue pastiin setelah ini hidup lo ga aman lagi! diem ya cantik, lo diem lo aman!! @reyy.nayy : iya kak @stella.cantik : gue pantau lo! ------ Bus sudah datang, Naya bergegas naik ke dalam dan mencari bangku dekat jendela yang kosong. Dapat, Naya duduk di bangku nomor 3 ia pegang erat tas nya dan menyenderkan punggungnya kemudian berusaha untuk tidur. Guncangan yang kuat membuat Naya terbangun, gadis itu sedikit pusing karena posisi tidurnya yang tak nyaman. Ia perhatikan sekitarnya yang sepi, sepertinya sudah pada turun. Melongok ke jendela ternyata bu
Di sebuah ruangan luas berisi berbagai box besar barang yang sudah siap untuk dikirimkan. Seorang pria sedang mengecek satu-persatu laporan dari bawahannya. "Tuan, malam ini pengiriman barang ke Somalia, ada 10 kontainer yang akan di kirimkan." Arsa mengangguk sekali sebagai respon. Pria itu beranjak mendekati salah satu kontainer yang masih terbuka. "Bagus, bagaimana dengan badak itu?" tanya Arsa tanpa memperhatikan bawahannya. "Kurang satu ekor lagi tuan," sahut pria itu. "Lebih cepat lebih baik, lanjutkan tugasmu!" "Baik Tuan, Saya permisi." Arsa mengangguk membiarkan Oscar pergi. Arsa berjalan pelan ke luar, orang-orang sibuk bekerja ia hanya memperhatikan mereka dan meminum anggurnya dengan tenang. Setelah itu Arsa kembali ke dalam dan mengambil kunci mobilnya, sebelum pergi ia sudah mengirimkan pesan ke Oscar untuk mengurus sisanya. Mobil mahal itu melaju membelah hutan di siang yang sunyi, hari tampak mendung dengan sinar matahari yang tertutup awan. Hingga sampai
Hari ini adalah hari ke tiga Vala bersekolah di tempat baru, ia pindah karena pekerjaan sang Ayah yang mengharuskan mereka pindah kota. Terkadang Vala sedih ketika mengingat rumah lamanya."Yah, kapan kita ke makam ibu?" tanya Vala saat sarapan.Wildan, pria itu tersenyum dan mengusap lembut kepala Vala. "Gimana kalau setiap tanggal 17?" tawar Wildan yang mendapat anggukan antusias dari Vala."Iya Yah, siap!" Vala selalu berangkat sendirian, ayahnya ke kantor lebih awal karena pekerjaannya sebagai sekretaris. Semalam sang ayah bercerita tentang pemuda putra atasannya yang memukau. Hanya mendengar cerita saja Vala sudah terkagum sendiri."Hah, katanya masih sekolah ya. Pinter banget si!" gumamnya kagum mengingat cerita sang ayah tentang pemuda itu."Harus rajin belajar biar jadi bos!" teguh Vala dalam hati.Jarak ke sekolah tak terlalu jauh, Vala naik angkutan umum ke sana. Setibanya di sekolah Vala terpaku pada mobil hitam mengkilat di depan gerbang. Seorang lelaki keluar dari sana d
Vala menahan diri untuk tidak menangis saat ini, ia cengkram kuat rok sekolahnya dengan menggigit bibir. Matanya sudah berkaca-kaca sejak memperhatikan gadis berambut hitam duduk di depan sana, tatapannya kosong seolah tak memiliki cahaya kehidupan.Naya bercerita singkat mengenai gadis itu, ia adalah teman sebangkunya sebelum Vala datang. Baru sekitar 4 bulan bersekolah, gadis lugu itu dinyatakan gila dan harus di rawat di sini. "Mereka jahat banget, Nay. Kita ga bisa diem aja. Bakal ada korban selanjutnya kalau dibiarkan!" Naya yang duduk di seberang Vala hanya diam menanggapi, gadis itu menunduk tanpa kata. Helaan napas berhembus kecil, ia usap pelan sisa-sisa tangisnya."Ga bisa, kita ga punya apa-apa. Mereka orang berada, Va." Vala berkedip kecil, keduanya diam dengan pikirannya masing-masing. "Nay, kamu bilang Hilda di bully kan?" tanya Vala yang mendapat anggukan dari Naya."Sebenarnya tadi aku ketemu mereka, dan di mataku mereka biasa aja."Naya langsung menengok ke arah V
Begitu sunyi dan sepi suasana di rumah besar nan mewah itu, tiap-tiap langkah kaki pun terdengar menggema hingga ke sudut ruangan sangking sepinya. Tap, tap, tap. Derap langkah kaki terdengar dari atas, seorang lelaki turun dengan kaos basket beserta bola di tangan kirinya. Nathan, lelaki itu tampak sejuk di pandang, indah perangainya dan juga nyaman kala berada didekatnya.Ponsel Nathan berdering, ia hentikan langkah nya di tengah tangga. Sebelum memutuskan untuk mengangkat teleponnya, ia pastikan nama itu. Gavi, teman kelasnya menelpon."Ya? Gimana bre?" tanya Nathan mengawali pembicaraan."Buku catatan gue, Lo yang bawa kan?" tanya remaja di seberang sana."Hah? Catatan yang mana?""Catatan bahasa inggris," ucap Gavi membuat Nathan bingung."Ga inget, ntar Gue cari deh. Mau berangkat nih," sahut Nathan."Ya elah, cari dulu sekalian bawain!" "Ck, iya-iya!" Telepon di matikan sepihak oleh Gavi, Nathan dengan malas kembali ke atas, ke kamarnya. Sampai di kamar pemuda itu ia letakka
Suasana kelas 10 MIPA 2 yang berisik, teman-teman Vala sibuk menyalin jawaban karena ada PR kimia di jam pertama. Ada yang tengah bersandar sembari menunggu dituliskan, ada yang rebahan, ada pula yang sedang make-up an, dipojok sana kumpulan lelaki tengah bermain game viral. Vala yang baru 5 hari sekolah tak tahu bila ada pr, karena itu di tugaskan Minggu lalu. Ia mendapat contekan dari Huza, sang ketua kelas yang baik dan manis. "Nih, salin aja." "Wih, thanks kalau gitu!" Dengan semangat 45 Vala menyalin jawabannya, ia tak tahu bila Huza yang duduk di bangku depan memperhatikan dirinya sejak tadi. Naya yang menyadari hal itu pun berdehem kecil. "Ekhem, uhuk-uhuk!" "Kamu kenapa, Nay?" tanya Vala masih tetap melakukan tugasnya, ia hanya sekedar melirik Naya yang tampak ingin berbicara sesuatu. "Ekhem, ga papa kok." Naya melirik lirik kecil ke Huza dan Vala, tak sadarkah gadis itu bila ia sangat lucu dengan rambut kepang duanya. Naya tersenyum senang, ia sangat ber
Untuk mengenali lingkungan barunya, Vala memutuskan jalan-jalan ke sekitar. Mumpung tanggal merah juga, namun sang ayah tetap bekerja jadi Vala pergi sendiri. Vala lajukan skuternya pelan di jalan trotoar, ia perhatikan lagi maps di ponselnya yang mengarahkan jalan ke taman. Banyak juga orang-orang yang berjalan, berlari, bersepeda di sekitarnya. Mereka menikmati waktunya masing-masing. Vala mulai memasuki area taman, ia jalankan kembali skuternya hingga sampai ke kursi taman yang kosong. Ia duduk di sana tak lupa mengambil gambar dan menguploadnya di sosial media. Beberapa DM masuk namun Vala abaikan, kebanyakan menanyakan apakah beneran Vala atau bukan. Pasalnya gadis itu menguncir satu rambutnya, tidak di kepang seperti biasanya. Lebih dewasa dan cantik alami."Kak Nathan di taman juga?" tanyanya ke diri sendiri saat melihat postingan story lelaki itu yang menandai lokasi taman yang sama.Di sana video singkat Nathan tengah bermain dengan skateboard nya, banyak juga anak-anak la
Di sebuah ruangan luas berisi berbagai box besar barang yang sudah siap untuk dikirimkan. Seorang pria sedang mengecek satu-persatu laporan dari bawahannya. "Tuan, malam ini pengiriman barang ke Somalia, ada 10 kontainer yang akan di kirimkan." Arsa mengangguk sekali sebagai respon. Pria itu beranjak mendekati salah satu kontainer yang masih terbuka. "Bagus, bagaimana dengan badak itu?" tanya Arsa tanpa memperhatikan bawahannya. "Kurang satu ekor lagi tuan," sahut pria itu. "Lebih cepat lebih baik, lanjutkan tugasmu!" "Baik Tuan, Saya permisi." Arsa mengangguk membiarkan Oscar pergi. Arsa berjalan pelan ke luar, orang-orang sibuk bekerja ia hanya memperhatikan mereka dan meminum anggurnya dengan tenang. Setelah itu Arsa kembali ke dalam dan mengambil kunci mobilnya, sebelum pergi ia sudah mengirimkan pesan ke Oscar untuk mengurus sisanya. Mobil mahal itu melaju membelah hutan di siang yang sunyi, hari tampak mendung dengan sinar matahari yang tertutup awan. Hingga sampai
Naya menatap lesu ponselnya, saat ini dirinya sedang di luar kota untuk interview kerja. Tentu ditolak karena Naya memalsukan data diri, usianya di bawah umur untuk dipekerjakan. Naya menangis seorang diri di halte, ia akan pulang hari ini. Dirinya begitu lelah sekali, apalagi pesan dari seseorang membuat dirinya semakin takut saja. ------ ( Stella ) @stella.cantik : inget! gue ga bakal diem aja, dimana pun lo saat ini gue pastiin setelah ini hidup lo ga aman lagi! diem ya cantik, lo diem lo aman!! @reyy.nayy : iya kak @stella.cantik : gue pantau lo! ------ Bus sudah datang, Naya bergegas naik ke dalam dan mencari bangku dekat jendela yang kosong. Dapat, Naya duduk di bangku nomor 3 ia pegang erat tas nya dan menyenderkan punggungnya kemudian berusaha untuk tidur. Guncangan yang kuat membuat Naya terbangun, gadis itu sedikit pusing karena posisi tidurnya yang tak nyaman. Ia perhatikan sekitarnya yang sepi, sepertinya sudah pada turun. Melongok ke jendela ternyata bu
Di sebuah ruangan luas nan gelap karena didominasi warna hitam, seorang pria tengah duduk di kursi kebesarannya. Ia teguk wine nya dengan pelan sembari menatap tajam pada layar gambar yang menampilkan seorang remaja.Pyar!Pria itu melempar gelas kacanya ke lantai, pandangan menghunus tajam ke depan. Ia amati dengan seksama, tangannya mengepal kuat."Little devil," gumam si pria lirih."Kenapa harus terjatuh juga, saya membuatnya khusus untukmu!" geramnya.Ia pantau dua titik yang berkedip dalam jarak sangat dekat, dan itu berada di areanya."Panggil Adhisti kemari!" titah Arsa melalui penghubung suara.Ya, pria itu adalah Arsa. Ayah dari gadis bernama Stella si tantrum. Arsa sudah memantau Wildan sejak pertama kali duda itu bekerja dengan Dirga, dan perihal gelang yang ia berikan kepada Vala tentu sudah ia rencanakan.Gelang itu bukan gelang biasa, di sana terpasang GPS yang tidak akan habis daya nya karena ene
Vala mengganti seragamnya dengan kaos putih kebesaran bergambar kuda poni besar di depannya, gadis itu berencana ke kafe tempat Naya bekerja untuk bertanya. Pasalnya ia belum tahu dimana rumah Naya, niatnya untuk menjenguk temannya itu.Dengan simpel Vala berpakaian, kaos di padukan dengan celana selutut coklat. Ditambah topi hitam di kepalanya, rambutnya ia kepang satu belakang. Vala turun ke bawah menuju dapur, mengambil sekantung jajanan yang ia simpan dan beberapa buah. Ia masukkan juga minuman susu kaleng dan obat demam."Let's go!" Vala keluarkan ponselnya dari tas samping kecil, jarinya mencari kontak Naya. Vala kesal karena masih centang satu, nomor Naya terakhir dilihat pagi tadi."Masih tidur kali ya?" gumamnya.Vala pun beranjak ke garasi mengambil skuternya, ia jalankan menuju kafe kemarin. "Hm panas, untung pake topi," ungkapnya saat berjalan keluar.Cerah berawan di siang ini, Vala kenakan kacamata hitam sembari menjalankan skuter. Kafe berada di seberang jalan, Vala
Jeritan menggema di seluruh sudut ruangan, bagai orang gila Stella meraung-raung di dalam kamarnya. Ia tinju berkali-kali bantal guling nya, rambutnya sudah seperti singa, acak-acakan. "Argh! Bangsat! Cewe cupu sialan! Masih anak baru udah belagu!" Ia keluarkan semua umpatannya, tak cukup sampai situ Stella lempar boneka-bonekanya ke sembarang arah. Kamarnya sudah seperti kapal pecah, berhamburan isinya. Tidak, ia tidak menangis. Stella marah, kesal, cemburu, dan sedih bercampur menjadi satu. Rekaman yang Gio upload sudah ia lihat karena dirinya mengikuti akun bocah itu. "Awas Lo, cupu! Liat aja besok di sekolah!" geramnya melototi wajah bahagia di ponsel itu. Stella bangun dan pergi ke kamar mandi, kamar mandinya yang di dominasi warna merah dengan aroma mawar itu menjadi tempatnya bersemedi. Duduk di bathub menghangatkan badan dari berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. "Vala ..., ck. Awas Lo!" lirihnya gusar. Pikirannya melayang tertuju gadis bernama Vala itu, penam
Untuk mengenali lingkungan barunya, Vala memutuskan jalan-jalan ke sekitar. Mumpung tanggal merah juga, namun sang ayah tetap bekerja jadi Vala pergi sendiri. Vala lajukan skuternya pelan di jalan trotoar, ia perhatikan lagi maps di ponselnya yang mengarahkan jalan ke taman. Banyak juga orang-orang yang berjalan, berlari, bersepeda di sekitarnya. Mereka menikmati waktunya masing-masing. Vala mulai memasuki area taman, ia jalankan kembali skuternya hingga sampai ke kursi taman yang kosong. Ia duduk di sana tak lupa mengambil gambar dan menguploadnya di sosial media. Beberapa DM masuk namun Vala abaikan, kebanyakan menanyakan apakah beneran Vala atau bukan. Pasalnya gadis itu menguncir satu rambutnya, tidak di kepang seperti biasanya. Lebih dewasa dan cantik alami."Kak Nathan di taman juga?" tanyanya ke diri sendiri saat melihat postingan story lelaki itu yang menandai lokasi taman yang sama.Di sana video singkat Nathan tengah bermain dengan skateboard nya, banyak juga anak-anak la
Suasana kelas 10 MIPA 2 yang berisik, teman-teman Vala sibuk menyalin jawaban karena ada PR kimia di jam pertama. Ada yang tengah bersandar sembari menunggu dituliskan, ada yang rebahan, ada pula yang sedang make-up an, dipojok sana kumpulan lelaki tengah bermain game viral. Vala yang baru 5 hari sekolah tak tahu bila ada pr, karena itu di tugaskan Minggu lalu. Ia mendapat contekan dari Huza, sang ketua kelas yang baik dan manis. "Nih, salin aja." "Wih, thanks kalau gitu!" Dengan semangat 45 Vala menyalin jawabannya, ia tak tahu bila Huza yang duduk di bangku depan memperhatikan dirinya sejak tadi. Naya yang menyadari hal itu pun berdehem kecil. "Ekhem, uhuk-uhuk!" "Kamu kenapa, Nay?" tanya Vala masih tetap melakukan tugasnya, ia hanya sekedar melirik Naya yang tampak ingin berbicara sesuatu. "Ekhem, ga papa kok." Naya melirik lirik kecil ke Huza dan Vala, tak sadarkah gadis itu bila ia sangat lucu dengan rambut kepang duanya. Naya tersenyum senang, ia sangat ber
Begitu sunyi dan sepi suasana di rumah besar nan mewah itu, tiap-tiap langkah kaki pun terdengar menggema hingga ke sudut ruangan sangking sepinya. Tap, tap, tap. Derap langkah kaki terdengar dari atas, seorang lelaki turun dengan kaos basket beserta bola di tangan kirinya. Nathan, lelaki itu tampak sejuk di pandang, indah perangainya dan juga nyaman kala berada didekatnya.Ponsel Nathan berdering, ia hentikan langkah nya di tengah tangga. Sebelum memutuskan untuk mengangkat teleponnya, ia pastikan nama itu. Gavi, teman kelasnya menelpon."Ya? Gimana bre?" tanya Nathan mengawali pembicaraan."Buku catatan gue, Lo yang bawa kan?" tanya remaja di seberang sana."Hah? Catatan yang mana?""Catatan bahasa inggris," ucap Gavi membuat Nathan bingung."Ga inget, ntar Gue cari deh. Mau berangkat nih," sahut Nathan."Ya elah, cari dulu sekalian bawain!" "Ck, iya-iya!" Telepon di matikan sepihak oleh Gavi, Nathan dengan malas kembali ke atas, ke kamarnya. Sampai di kamar pemuda itu ia letakka
Vala menahan diri untuk tidak menangis saat ini, ia cengkram kuat rok sekolahnya dengan menggigit bibir. Matanya sudah berkaca-kaca sejak memperhatikan gadis berambut hitam duduk di depan sana, tatapannya kosong seolah tak memiliki cahaya kehidupan.Naya bercerita singkat mengenai gadis itu, ia adalah teman sebangkunya sebelum Vala datang. Baru sekitar 4 bulan bersekolah, gadis lugu itu dinyatakan gila dan harus di rawat di sini. "Mereka jahat banget, Nay. Kita ga bisa diem aja. Bakal ada korban selanjutnya kalau dibiarkan!" Naya yang duduk di seberang Vala hanya diam menanggapi, gadis itu menunduk tanpa kata. Helaan napas berhembus kecil, ia usap pelan sisa-sisa tangisnya."Ga bisa, kita ga punya apa-apa. Mereka orang berada, Va." Vala berkedip kecil, keduanya diam dengan pikirannya masing-masing. "Nay, kamu bilang Hilda di bully kan?" tanya Vala yang mendapat anggukan dari Naya."Sebenarnya tadi aku ketemu mereka, dan di mataku mereka biasa aja."Naya langsung menengok ke arah V