Share

Chapter 3 | Ferdinan Family

Begitu sunyi dan sepi suasana di rumah besar nan mewah itu, tiap-tiap langkah kaki pun terdengar menggema hingga ke sudut ruangan sangking sepinya.

Tap, tap, tap. Derap langkah kaki terdengar dari atas, seorang lelaki turun dengan kaos basket beserta bola di tangan kirinya. Nathan, lelaki itu tampak sejuk di pandang, indah perangainya dan juga nyaman kala berada didekatnya.

Ponsel Nathan berdering, ia hentikan langkah nya di tengah tangga. Sebelum memutuskan untuk mengangkat teleponnya, ia pastikan nama itu. Gavi, teman kelasnya menelpon.

"Ya? Gimana bre?" tanya Nathan mengawali pembicaraan.

"Buku catatan gue, Lo yang bawa kan?" tanya remaja di seberang sana.

"Hah? Catatan yang mana?"

"Catatan bahasa inggris," ucap Gavi membuat Nathan bingung.

"Ga inget, ntar Gue cari deh. Mau berangkat nih," sahut Nathan.

"Ya elah, cari dulu sekalian bawain!"

"Ck, iya-iya!"

Telepon di matikan sepihak oleh Gavi, Nathan dengan malas kembali ke atas, ke kamarnya. Sampai di kamar pemuda itu ia letakkan bola basket dan mulai mencari buku yang Gavi maksud.

"Ga ada kok, mana?" monolognya ketika tak menemukan buku itu. Ia cari-cari di rak dan meja belajar tak ada.

Nathan mengambil ponselnya dan mencari kontak Gavi.

"Warna apa bukunya?" tanya Nathan setelah telepon terhubung.

"Coklat, sampulnya gambar mobil," sahut Gavi.

"Jangan bilang ilang, besok pelajaran bahasa inggris weh!" seru Gavi panik di seberang.

"Ya Allah sabar, baru juga nyari."

"Ck Lo sih ...," omel Gavi di seberang.

Nathan hanya mendengar ocehan Gavi, ia kembali menelusuri kamarnya dan ya akhirnya ketemu. Buku itu di bawah laptopnya, terhimpit tak terlihat karena ukurannya A5.

"Udah nih ketemu!" seru Nathan.

"Hehe bagus lah, yauda cepetan sini. Anak-anak udah pada dateng!"

"Ngoceh mulu," omel Nathan yang langsung menutup telepon.

Gavi di seberang sana mencak-mencak tak jelas, "heh dasar. Kalau bukan temen gue, udah gue keluarin Lo dari tim!" kesalnya yang membuat orang-orang memperhatikan remaja itu.

Ia cengkram ponselnya dengan marah dan duduk di kursi, sedikit malu karena suara nya tadi cukup keras hingga menimbulkan rasa penasaran orang-orang di sekitarnya.

Nathan bergegas memasukkan catatan Gavi dan mengambil bolanya, ia turun dengan berlari membuat Geneva menjerit. Itu mamanya yang sedang naik ke tangga membawa beberapa barang.

"Ya Allah nak, pelan-pelan!" jerit wanita itu mendapati Nathan berlari turun. Mereka berpapasan di tangga bawah.

"Hehe iya ma, udah ya. Nathan mau pamit main, Assalamu'alaikum! Muah, muah!" Nathan ambil tangan kanan Geneva dan menyalaminya, ia kecup pipi kanan-kiri wanita itu.

"Hmm, waalaikumsalam. Jangan malem-malem pulangnya ya!"

"Iyaa, Ma!"

Geneva menggeleng kecil, sebenarnya wanita itu heran dengan anak semata wayangnya itu. Di rumah sangat manja dan kekanak-kanakan, namun di luar sana sok sekali.

***

"Selamat atas kepemilikan saham yang baru, Tuan Dirga. Saya sangat menantikan kerjasama dengan Anda," ucap seorang pria yang tengah menyalami tangan Dirga, itu papa Nathan.

"Terimakasih, Tuan Arsa. Tentu, semoga kerjasama kita berjalan dengan lancar," sahut Dirga.

Orang-orang di situ pun merasa terhormat bisa berkerja sama dengan Dirga, siapa yang tak senang bila memiliki hubungan yang baik dengan pria berwibawa itu. Tak hanya kaya raya, sifat dan karakter nya membuatnya di hormati dimana-mana.

Setelah acara selesai, mereka makan siang bersama di sebuah restoran. Di sana juga ada Wildan, sekretaris baru Tuan Dirga. Mereka berdua duduk bersebelahan di kanan, saling berbincang ringan sembari menunggu pesanan.

"Kerja Anda sangat bagus, Saya sangat bersyukur Anda mau dipindahtugaskan ke sini," ucap pelan Dirga.

"Terimakasih banyak, Tuan. Sebenarnya Saya yang seharusnya bersyukur, berkat Tuan Saya mendapatkan kerja yang lebih baik," sahut Wildan dengan sungkan.

Dirga mengangguk paham ia tepuk pundak Wildan pelan, "kita saling berterimakasih. Anda sangat cerdik dan cepat, bahkan Saya terheran-heran bagaimana bisa Anda menyelesaikan laporan dalam satu malam." Dapat Wildan dengar nada bangga dari ucapan Dirga barusan.

"Tuan ini berlebihan, namun terimakasih apresiasinya."

Kemudian mereka pun makan siang bersama, suasana begitu hangat dan menyenangkan. Semuanya saling mendukung tak ada yang bersinggungan.

***

Nathan memarkirkan motornya di area parkir, ia buka helmnya yang mendapat jeritan dari beberapa gadis yang sudah menunggunya di jauh sana.

Ia sudah terbiasa dengan hal seperti ini, jadi tidak terlalu terganggu. Nathan turun dari motornya dan berlalu masuk meninggalkan gadis-gadis itu yang semakin menjerit heboh.

"Nah tuh bocah nya!" seru Gavi melihat Nathan yang masuk ke gedung serbaguna ini.

"Wah, seperti biasanya. Di ikuti makhluk tak kasat mata," sahut Michael yang memperhatikan gadis-gadis dibelakang Nathan.

Itu gadis-gadis di parkiran tadi yang heboh kala Nathan datang, mereka ingin melihat Nathan berlatih.

"Heh jangan gitu, ntar ada yang ngamuk!" ucap Elder, pemuda itu paling besar badannya, berkulit gelap dan kekar.

Nathan berjalan mendekat dan ikut duduk, ia perhatikan teman-temannya ada beberapa yang sudah di lapangan tengah berlatih.

"Nih," ucap Nathan menyodorkan buku Gavi.

"Nah, sip!" Gavi bertepuk tangan senang dan mengambilnya.

"Harusnya ilang aja ga si, biar si gapi di hukum haha!" seru Michael.

"Jir, do'a-nya jelek amat!" kesal Gavi tak terima.

"Ho'oh, sekali-kali lah. Biar Lo tau rasanya di hukum, Lo ga pernah kan?" ucap Elder.

"Dia kan anak rajin, mana pernah dihukum. Kesayangan guru pula!" sahut Tio, pemuda itu baru saja ikut nimbrung dari latihannya.

"Eh pinjem bola Lo, Nat!" seru Tio.

Nathan melemparkan bolanya yang langsung di tangkap Tio, "dah cepet pemanasan kalian! Tuh udah ditungguin fans kita!" seru Tio yang langsung kembali ke lapangan.

"Anak rajin katanya, hahha. Ga tau aja di rumah gimana!" ucap Elder yang berdiri kemudian pergi.

"Haha, biasa. Jaga image!" sahut Michael, remaja itu bergegas pergi sebelum di amuk si Gavi.

"Awas Lo berdua!" teriak Gavi.

"Apa? Mau apa Lo?!" tanya Gavi sinis menatap Nathan yang ingin berucap.

"Ekhem, ga papa."

Nathan menahan tawanya, ia lepas jaketnya dan berlalu ke lapangan. Gavi manyun kesal, ia habiskan minumannya dan meremas botolnya kuat.

***

Nathan pulang dengan kaos dan jaketnya yang kotor, saat di perjalanan tadi ia di hadang anak sekolah sebelah. Dan di sanalah terjadi baku hantam tak seimbang, Nathan sendirian di keroyok sekitar 5 orang remaja.

"Ya Allah, kok bisa Nak. Mama ga ridho, pokoknya nanti papa harus tahu!" ucap Geneva yang sedang mengoleskan obat antiseptik ke luka di wajah Nathan.

"Gapapa, Ma. Jangan sampai papa tau, ya?" pinta Nathan. Pasalnya ia ingin berbohong jika ia jatuh, namun luka yang ia dapat bukan luka jatuh jadi Geneva langsung mendorongnya untuk jujur.

"Mereka siapa si, Nak? Kamu ga punya musuh kan di sekolah?" tanya Geneva, saat ini wanita itu sedang membalut luka Nathan.

"Nathan ga kenal, Ma. Engga kok, Nathan ga punya musuh," jelas Nathan sembari menahan bibirnya yang perih.

"Ya udah kalau gitu, Mama buatkan bubur ya?" ucap Geneva yang mendapat anggukan kecil dari Nathan.

"Muah, Syafakallah ya Nak."

Setelah di kecup keningnya barulah wanita itu pergi, Nathan menahan perih saat mengambil ponselnya. Tangannya luka namun tak begitu parah, tapi tetap saja perih.

Ia buka ponselnya berniat mencari tahu informasi, namun sebuah request untuk mengikuti akunnya mengalihkan perhatiannya.

"Siapa Vanilla?" monolognya membaca username itu.

"Vanilla Ice Cream?" tanyanya penasaran, ia sedikit lucu dengan username itu.

Biasanya ia tidak peduli dengan pengikut barunya namun kali ini membuat nya penasaran. Entah mengapa tiba-tiba terlintas dibenaknya untuk membuat story dirinya yang terluka saat ini.

Ia potret bagian tangannya yang dibalut kain kasa, tanpa tulisan hanya gambar dengan musik sedih sok galau.

Begitu di posting, beberapa pesan langsung masuk ke dalam DM nya.

------- ( 47 unread messages )

Lo knp bre? Tumben? - @gavigantengaw

ko bisa? - @hary.style

qwokqwok, bisa-bisanya! - @luistumpilson

Dih, tumben? Kesambet ap Lo ngepost ginian? - @tioanakbaik

Jir, Lo knp? - @mice.kasep

Tumben bikin story :v, Lo kenapa anjay? Bisa di perban gitu? - @ranggadian

Nyungsep dmn Lo wkwk? - @elderaldo_7

Awokawok, kacian - @barra.macho

utututu cayang, tamu tenapa? :( - @stevia.manies

mampus Lo! rasain tuh! - @dion.minyaktelon

knp? - @adimas.windu

Kak Nathan kenapa tangannya? (Emot nangis) - @stellacantik

Baby, are u okay? - @urwife_caroline

ah sayang! kamu jatuh? kelindes? apa gimana? - @sendall.jepper

aw, baby. gws ma baby :( - @pacarnathan

Get well soon, lain kali hati-hati <3 - @vanilla.ice_cream

-------

Nathan hiraukan pesan dari lainnya, ia fokus ke username vanilla ice cream itu. Entah mengapa ia jadi penasaran siapa di balik akun bergambar ice cream itu. Ia buka akunnya untung tidak di privat, di sana hanya ada gambar foto profil es krim vanila, nama panggilan dan bio bertuliskan "Vanilla is the best medicine".

Nathan terkekeh geli melihatnya, ia perhatikan kembali sorotannya tak ada foto pemiliknya, hanya pemandangan, makanan, dan es krim.

------ ( vala )

@vanilla.ice_cream : Get well soon! Lain kali hati-hati, Kak <3

@denath_f : thanks

-------

Vala yang sedang menulis di bukunya pun teralihkan perhatiannya oleh suara notifikasi di ponselnya. Ia geser dan perhatikan pesan masuk, mulanya bingung kemudian ia menjerit pelan setelah sadar.

"Akh! Kak Nathan? Di bales??" ucapnya tak percaya.

Vala cek kembali ponselnya, ia tinggalkan bukunya dan beralih rebahan di ranjang. Tangannya gemetaran memegang ponsel, otaknya seketika tidak bisa berpikir.

"Di follback!" serunya senang mendapati Nathan mengikutinya balik.

Vala berguling-guling di atas ranjang nya, ia ingin menjerit saat ini. Ia gigit bantalnya kuat-kuat menahan jeritan, berkali-kali ia peluk erat guling nya.

Mengatur kembali napasnya, Vala berpikir harus bagaimana.

"Duh, bales apalagi!" bingung Vala.

------- ( Nathan )

@vanilla.ice_cream : urwell, Kak. Oiya, jatuh kah itu?

-------

Vala ingin menjerit saat melihat akun Nathan mengetik, ia seharusnya tidak tanya begitu atau mungkin yang lebih terlihat perhatian. Tapi bagaimana, ia tidak tahu!

------- ( Nathan )

@denath_f : yeah, no

-------

Vala bingung, di balas singkat tapi masih membuatnya penasaran. Gadis itu tengah memikirkan apa hal yang sekiranya pantas di tanyakan dan bisa membuat obrolan panjang.

------- ( Nathan )

@vanilla.ice_cream : um :D, gitu. Lalu Kak Nath kenapa?

@denath_f : dipukul

------

Melihat balasan Nathan itu membuat Vala menganga terkejut, di pukul bagaimana maksudnya? Batin gadis itu. Ia ingin lanjut bertanya namun ia urungkan, seperti nya Nathan tak berniat untuk membalasnya lagi, Vala sudah mulai negatif thinking.

------ ( Nathan )

@vanilla.ice_cream : um, :⁠'⁠(. Jahat banget yang mukul, semoga kak Nath lekas sembuh biar bisa balas mukul orangnya :D.

------

Vala mengirimkannya dan bergegas offline, ia deg-degan sekali. Namun pesannya sudah terlanjur di baca, ia alihkan dirinya kembali menulis materi yang tertinggal.

Nathan di kamarnya hanya tertawa membaca pesan dari si vanila itu, membuat Geneva yang sedang berjalan masuk membawa nampan terheran.

"Hm, kenapa hayo?" tanya wanita itu menggoda putranya.

"Senyum-senyum sendiri dari tadi, lagi chatan sama siapa si?" lanjutnya penasaran, ia atur nampan itu hingga bisa diletakkan di atas ranjang Nathan.

"Em, engga kok Ma. Nathan lagi liat video lucu, nih!" ucap Nathan menampilkan ponselnya yang tengah memutar video dubbing kartun hewan kambing itu.

"Ah, Mariyadi?! Hahha, mama juga suka nonton itu. Yang bikin pinter banget, bisa pas gitu."

Mereka berdua tertawa sembari menontonnya, Nathan di suapi oleh sang mama hingga bubur itu habis. Suasana rumah meski sepi tetap terasa hangat, bila mereka tengah berkumpul seperti ini.

Kini Nathan sedang di kamar mandi, di tunggu sang mama yang khawatir sejak tadi.

"Ma, ini di lepas aja ya. Udah ga sakit kok, Nathan mau mandi."

"Loh, mau dilepas aja?" tanya Geneva.

"Iya, Ma."

Akhirnya perban di lepas oleh sang mama, "apa ga sakit kalau kena air, Nak?" tanya Geneva gelisah.

"Engga kok, Ma. Nih gapapa tuh," ucap Nathan menceburkan tangan kirinya ke bathub.

"Ya udah kalau, nih bajunya Mama taruh sini ya. Engga kepanasan kan airnya?" tanya Geneva memastikan.

"Engga Ma, pas!" Nathan acungkan jempolnya.

"Mama turun dulu ya," ucap Geneva yang mendapat anggukan dari Nathan.

Setelah pintu tertutup barulah Nathan melepaskan pakaiannya dengan pelan-pelan, tubuhnya masih pegal-pegal dan ada beberapa bagian yang perih.

Nathan perlahan masuk ke bathub, ia tahan dirinya untuk menjerit. Ini perih sekali, lukanya yang masih basah menjadi sangat perih saat terkena air.

"Ahhh, huft."

Akhirnya ia berendam lama di bathub menghangatkan tubuhnya dan merilekskan tubuh. Tiba-tiba ia teringat belum membalas pesan si vanila tadi, Nathan terkekeh geli ia juga heran padahal hanya pesan.

"Vanilla?"

Ia juga menyukai aroma parfum vanila, namun tak begitu doyan ice cream nya.

***

"Tuan, ini data yang Saya dapatkan." Seorang pria menyerahkan iPad yang kemudian Dirga terima.

Dirga baca dengan teliti yang bawahannya itu dapatkan, tangannya menggenggam erat iPad membuat bawahannya meringis. Itu iPad satu-satunya yang ia punya, jangan sampai di banting oleh tuannya lagi.

"Tu-tuan?"

Dirga serahkan kembali Ipad-nya yang mendapat hembusan napas lega dari sang bawahan.

"Maaf, Tuan." Dengan gemetaran sang bawahan berucap.

"Tolak semua kerjasama dengan para orangtuanya itu, buat saham mereka menurun secara signifikan," tegas Dirga memberikan titah.

"Baik, Tuan."

"Dan, beberkan kepada publik betapa busuknya putra mereka. Nama baik yang mereka jaga akan dinodai oleh putranya sendiri, bukankah itu sangat mengesankan?"

Sang bawahan yang sangat mengerti tuannya sendiri pun mengiyakan, tak butuh waktu lama ia dan rekannya melakukan tugas mereka. Kabar gembira bagi Dirga, saham perusahaan Fazio menurun tiap jam, beberapa kerjasama dari orang tua ke 5 orang yang telah mencelakai putranya ia tolak dengan tak hormat.

Tanpa menyeret putranya, ia beberkan kejahatan-kejahatan para remaja beban keluarga itu. Dari balap liar, pesta narkoba hingga menghamili gadis yang membuat si gadis depresi dan meninggal itu pun terkuak.

"Biarkan dunia tahu kebenarannya, bangkai yang disembunyikan akan tercium juga aroma busuknya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status