Keduanya saling menatap, minuman yang ada di depan mereka berdua memiliki jenis yang berbeda. Satu dingin, satunya panas tapi keduanya memiliki pikiran yang sama saat ini."Dia itu punya banyak hutang, di ujung kebangkrutan. Mereka terlalu sombong. Ucapan mereka membuatku marah.”Geva bisa mengetahui kalau ucapan Axton itu benar. Rahangnya yang tampak jelas dengan mata yang tajam, dia seolah siap menghajar orang yang sedang mereka bicarakan. “Tapi aku ingat kata Warda dia adalah anak orang kaya, alasan Damas menikah dengannya agar bisa menikmati harta Indah.” Geva memegang lengannya, terlihat kalau dia sedang merasa rendah diri sendiri. Sebuah pengalaman di masa lalunya telah membuatnya merasakan perasaan itu. “Tidak. Aku jauh lebih kaya dibandingkan mereka berdua, Gev. Aku bisa menyeret mereka dan membuat mereka menderita.” Tangan Geva langsung terangkat, dia panik sendiri dengan ucapan pria yang ada di depannya. “Tidak. Jangan melakukan tindakan kriminal seperti itu. Kita bisa
Lina geram sekali karena menantunya yang baru ini tidak bisa membereskan rumah sama sekali. Sekarang seenaknya saja dia berdiri dan membiarkan piring bekas makannya di atas meja makan. “Kau mau suruh siapa mencuci piring itu, Indah?!” Lina menaiki suaranya, dia menatap dengan tatapan mata tajam. “Tentu saja Ibu. Aku tidak bisa cuci piring, ibu tahu kan kalau jari-jariku ini dipenuhi dengan kuku palsu yang cantik dan mahal. Kalau aku cuci piring, kukuku yang mahal ini bisa rusak.” Lina kesal, dia merasa menjadi babu di rumahnya sendiri. Warda menahan ibunya dan menatap matanya, meminta ibunya yang sedang marah itu untuk menahan amarah.“kalau begitu lebih baik kakak mempekerjakan asisten rumah tangga, kan? Membereskan rumah dan sebagainya itu tidak menyenangkan sekali, jadi kita bisa santai nantinya.” Ekspresi Indah begitu senang mendengar apa yang dikatakan Warda. Dia langsung memeluk lengan Damas yang ada di sebelahnya. “Mas dengar sendiri kan. Apa kataku, lebih baik mempekerjak
Beberapa kali dia menghelakan napas, wanita yang duduk di depannya sejak tadi memperhatikannya sambil menggigit sedotan dari gelas minumannya. Dia sangat paham kenapa wanita berambut panjang di depannya tertekan. Jujur saja, dia juga tertekan. Dia ingin mengatakan segala hal mengenai apa yang terjadi sekarang. Sampai sekarang tampaknya rahasianya aman, tapi kasihan dengan Wanita ber-blouse biru muda di depannya ini yang sudah mereka bohongi.“Kau berkelahi lagi dengan Rena, Gev?”akhirnya dia bertanya apa yang sejak tadi mengganggunya. Geva ,enatap Santi dengan lemah, matanya itu berkedip pelan lalu dia terlihat sekali sedang memikirkan bagaimana caranya dia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. “Kepalaku mau pecah, Mbak Santi.” Geva memegang kepalanya, matanya melihat bawah, terlihat kalau ada kerutan yang membuatnya tampak lebih lelah dibandingkan biasanya. “Kau dikerjain oleh Axton dengan pekerjaan yang banyak?” tanya Santi dengan topik lain. Semua orang di sini tahu betapa
Baju hitam dengan celana jeans yang sederhana, dia juga setengah menyisir rambutnya ke belakang tampak begitu tampan dengan tangan kanan membawa paper bag berisi mainan untuk Delvin. Saat pintu terbuka tepat di depannya, senyumnya langsung mengembang begitu saja. “Geva, apa kau sudah siap?” Suaranya yang berat namun begitu nyaman di telinga membuat kesan yang menyenangkan. Geva mengangguk, dia menyingkir agar Axton bisa segera masuk. Axton berjalan masuk tapi tatapan matanya terus melihat Geva yang telah menggunakan dres cantik berwarna merah muda. Pada bagian pinggangnya yang ketat, membuat pingga Geva terlihat lebih kecil lagi. Dress yang hanya selutut itu membuat kaki jenjang Geva yang mulus terlihat, dia semakin cantik dengan dres tersebut. “Di mana Delvin?” tanya Axton. Dia berusaha dengan sangat cepat mengalihkan tatapan matanya. Sejujurnya, tangannya tadi hampir bergerak lebih dulu dibandingkan otaknya. Dia hampir menarik Geva ke dalam pelukannya. “Nah, itu Delvin.” Geva
“Ucapanmu itu sungguh sejelek hatimu.” Axton ada di samping Geva, dia menggendong Axton dan menatap mereka berdua dengan tatapan mata yang tajam. Kedatangannya telah mengejutkan Indah dan juga Damas. Mata indah berkedut melihat pemandangan di depannya ini. “Pria tampak ini ... apa dia akhirnya menjadi suami Geva?” Tanpa sadar dia menelan ludahnya sendiri, dia gelisah di dal hatinya dan melirik Geva yang berdiri di sampingnya. Hatinya terasa begitu panas sekali, dia tidak menyukai ini. Seharusnya Geva itu tidak akan mendapatkan pria hebat seperti ini. “Kau pasti telah ditipunya, kan? Atau kau dijebaknya?” Indah menarik sudut bibir kanannya, dia menatap Axton yang sedang menatapnya dengan dingin. “Dia itu adalah wanita yang mudah sekali menipu orang lain. Wajahnya saja yang terlihat seperti wanita polos, tapi kenyataannya dia itu sama sekali tidak polos.” “Hentikan ucapanmu. Kau hanya membuat telingaku rusak.” Axton lebih maju dibandingkan tadi, dTubuhnya yang besar dan tinggi s
Bugh! Bugh! Berulang kali kaki Indah yang terekspos itu menendang bagian bawah tempatnya duduk. Dia sangat kesal sekali saat diusir dari salah satu mall besar. “Sialan! Bisa-bisanya dia bersama pria luar biasa seperti dia!” Tangan kanannya masih menyentuh ponsel, kemarahannya begitu tinggi karena dia sudah tahu Axton Agam dia adalah seorang pewaris dari keluar Agam yang dikenal banyak memiliki perusahaan. Sikap iri dalam dirinya menjerit, dadanya terasa sangat panas sekali. Seharusnya Geva itu hidup dalam penderitaan, bukan hidup dengan keadaan baik seperti ini. Geva itu wanita yang pantas di injak-injak menurutnya. “Jadi, pria itu adalah pewaris dari keluarga Agam?” Bibir Damas bergetar, dia melihat sekelilingnya dan merasa sangat aneh sekali. Aneh karena dia tidak terima Geva bersama pria lain, dan benci karena Geva mendapatkan pria yang jauh lebih baik dibandingkan dirinya. Tidak, dia tidak ingin keadaan menjadi seburuk ini. Seharusnya kan semua berjalan baik, apalagi kelua
Sarapan kali ini terasa begitu tidak enak di mulutnya, hampar dan membuatnya tidak bisa mengunyah dengan baik. Dia hanya meminum beberapa kali tegukan minuman yang ada di depannya. Sejak kemarin dia terlihat tidak fokus, akibatnya dia merusak bemper mobil dan itu membuat Indah marah. “Mas, lihat tasku yang warna coklat LW tidak?” tanya Indah dengan kesal. Dia baru saja keluar dari kamarnya dan menghentikan langkah kaki Damas. “Tidak tahu,” jawab Damas malas. Dia kembali berjalan lagi, namun langkah kakinya dihentikan oleh Indah dengan cara menarik tangannya.“Lho, kenapa jawabnya gitu? Aku ini nanya serius. Masa nggak ada di sini!” Indah menghentakkan kakinya beberapa kali, dia ingin menggunakan tas itu karena akan sangat cocok dengan baju krim yang dia gunakan hari ini. Damas menatapnya dengan dingin. Kepalanya ini sakit seolah dilempari batu dari kemarin. Walaupun Indah telah bilang kalau dia menemukan cara untuk membuat Geva menderita, dia masih merasa tidak senang. Perasaanny
Jantungnya berdebar begitu kencang, dia tidak menduga hal seperti ini akan terjadi. Dia telah berusaha keras agar selalu bersikap hati-hati. Tetap saja dia dalam posisi yang sedang dia hindari itu. Tangan Axton melingkar di pinggangnya, tatapan mata Axton begitu dalam. Deru napasnya terasa, menyentuh wajah mulus Geva yang ada di bawahnya. Jantung Geva berdebar sangat kencang sekali, dada bidang Axton itu terasa padanya sedangkan Axton merasakan kelembutan dada Geva. “Ah! Maaf!” Axton langsung melepaskan Geva setelah memastikan wanita itu bisa berdiri dengan kedua kakinya. Dia mengalihkan tatapan matanya, wajahnya memerah. Sungguh, perasaan itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia merasakan kalau dada Geva begitu lembut. Sial! Pikirannya seketika langsung kotor. Dia ingin menyentuhnya dan berusaha untuk menahan keinginan tidak bermoral itu. “Maaf, aku tidak sengaja melakukannya.” Axton segera meminta maaf atas kesalahannya. Keringat dingin keluar dari seluruh pori-pori kulitnya. “Ak