Jantungnya berdebar begitu kencang, dia tidak menduga hal seperti ini akan terjadi. Dia telah berusaha keras agar selalu bersikap hati-hati. Tetap saja dia dalam posisi yang sedang dia hindari itu. Tangan Axton melingkar di pinggangnya, tatapan mata Axton begitu dalam. Deru napasnya terasa, menyentuh wajah mulus Geva yang ada di bawahnya. Jantung Geva berdebar sangat kencang sekali, dada bidang Axton itu terasa padanya sedangkan Axton merasakan kelembutan dada Geva. “Ah! Maaf!” Axton langsung melepaskan Geva setelah memastikan wanita itu bisa berdiri dengan kedua kakinya. Dia mengalihkan tatapan matanya, wajahnya memerah. Sungguh, perasaan itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia merasakan kalau dada Geva begitu lembut. Sial! Pikirannya seketika langsung kotor. Dia ingin menyentuhnya dan berusaha untuk menahan keinginan tidak bermoral itu. “Maaf, aku tidak sengaja melakukannya.” Axton segera meminta maaf atas kesalahannya. Keringat dingin keluar dari seluruh pori-pori kulitnya. “Ak
Makan siang bersama adalah hal yang sangat menarik perhatian. Siapa pun akan melihat ini sebagai sesuatu yang luar biasa. Bos mereka bukanlah orang yang ramah, tapi pada satu wanita dia sering kali tersenyum. Lalu, apa ini sekarang?Mereka sedang makan siang bersama di kantin kantor, para pekerja melirik-lirik mereka dengan rasa penasaran yang begitu besar dalam diri mereka. “Axton, semuanya tampak terkejut kau makan di sini. Sepertinya lebih baik makan siang di tempat lain, kan?” Geva mencoba mempengaruhi Axton yang tetap setia menunggu makanannya disajikan. “tidak. Aku ke sini untuk memastikan kalau kesejahteraan para pekerjaku itu berjalan dengan baik.” Axton tersenyum, dia telah mengunci mulut Geva dan bersama mereka berjalan menuju meja yang kosong. Keduanya duduk saling berhadapan, makanan di depan mereka dalam keadaan hangat yang sangat cocok sekali untuk perut mereka. “Seorang bisa besar memang sangat berbeda sekali, ya.” Geva memasukkan makanan di mulutnya, dia mencoba u
Indah pulang dengan langkah kaki lebar dan wajah ditekuk. Dia benar-benar sial sekali hari ini dan saat dia kembali, pemandangan di depannya semakin membuatnya marah. Warda dengan wajahnya yang telah dihias memakai baju Indah, dia berjalan santai seolah dialah yang memiliki yang sedang dia gunakan. Saat dia tidak sengaja melihat Indah, Warda bersikap santai sekali. “Apa yang kau lakukan!? Ini adalah milikku! Seharusnya kau tidak bisa menggunakannya seenaknya!” Indah marah dengan menarik baju yang digunakan Warda dengan kasar. Perlawanan segera dia dapatkan saat itu yang membuat Indah terdorong. “Apa yang kau lakukan dasar tidak tahu malu?!” Indah semakin membuat suaranya lebih tinggi, dia langsung mendorong tubuh Warda sambil menarik bajunya. Apa yang dia lakukan itu langsung membuat baju yang digunakan oleh Warda sobek, hingga menunjukkan bra yang dipakai oleh Warda. “Kau gila! Hanya karena baju ini kau bersikap gila seperti ini?!” Warda tidak terima, dia menutupi tubuhnya deng
Indah yang TerpojokBaru saja Indah ingin menyiapkan kalimat-kalimat yang akan dia adukan pada Damas tentang sikap jelek Warda dan Lina, tiba-tiba pintu kamar mandi di mana dia tengah mengeringkan rambutnya digedor dengan kencang dan terburu-buru. “Iya iya!” gertak Indah tanpa sengaja karena terkejut dengan gedoran pintu yang membuyarkan lamunannya.Dia melihat wajah Damas di depan pintu dan segera memasang wajah sedih sekaligus kesal agar bisa mengadu, tapi baru saja dia ingin membuka mulutnya, Damas mendorongnya dengan cepat. “Lama banget sih! Ngapain di dalam coba,” sentak Damas yang mendorong tubuh Indah dan dia buru-buru berjalan ke toilet tanpa menutup pintu dan mulai membuang air kecil. Wajahnya kesal tak mengindahkan sikap Indah.Sementara Indah mencium bau daging dari mulut Damas, “Mas kamu udah makan malam?!” tanya Indah dengan nada manja. Dia berharap Damas pulang kerja menghampirinya di kamar dan mengajaknya makan malam bersama, tapi yang dia dapati suaminya masuk ke ka
“Indah apa yang kau bilang kepada ibuku?”“D-da-”Plak!Suara nyaring tamparan dari Damas melayang di pipi Indah yang sudah ada bekas luka. Darah mulai terlihat lagi. Indah tak bisa menahan rasa perih dari pipinya, malam ini dia baru menyadari bahwa keluarga Damas bagai iblis berbentuk manusia. “Ya bagus kau disiplinkan istrimu Damas. Kau tau apa yang terjadi pagi ini? seorang renternir datang ingin mengambil barang-barang di rumah. Dasar sinting! Baru menjadi istri mu saja dia sudah berani menggunakan alamat rumah kita sebagai sasaran para renternir,” celoteh Lina menjelek-jelekan Indah sekaligus mengompori putranya.“Benarkah itu Ndah?” tanya Damas dengan seksama.Sementara Indah masih memegangi pipinya yang terasa panas, dia menahan rasa perih dengan menitikkan air mata. Darahnya mendidih, tapi dia mencintai lelaki bajingan yang sudah menamparnya itu.Amarah Indah kini dia pusatkan pada Lina dan Warda yang membuat keluarga kecilnya berantakan, “dasar mertua bajingan, dia membuat a
Geva mencoba terus menyakinkan diri sendiri bahwa tidak bersalah jika dia ikut merasa puas ketika mendengar cerita seru Santi sejak awal cerita dari Santi yang berceloteh penuh kepuasan melihat tetangganya yang jahat sengsara sedikit demi sedikit.Jika dulu terus mendengar Geva adalah korban ketidakadilan dari prilaku keji keluarga Warda dan Lina, kini menceritakan bagaimana suara jeritan istri baru Damas yang menjadi bahan pembicaraan tetangga sekitar.“Begitukah mba?” tanya Geva dengan senyum simpul di ujung bibir kanannya. mendengarkan cerita Santi sembari terus fokus memperhatikan putri Santi bermain bersama putra semata wayangnya, tiba-tiba teringat akan janji Axton yang akan membuat mereka terpuruk. Tapi rasa sakit hatinya belum melega. “Haruskah aku berkunjung ke sana?” gumam Geva setelah pertanyaan pertamanya. Mba Santi berfikir sejenak, “Kurasa tidak perlu. Maksudku, belum waktunya. Orang seperti mereka masih akan menjadi pembual meski berada sedikit lebih tinggi dari
“Ah dasar pegawai tak berguna!” gerutu Indah sembari berjalan perlahan menuju keluar toko. Di luar toko terlihat ada satu orang yang mencarinya, “Sepertinya dia dari tempat si pak kumis,” pikir Indah. Pak kumis adalah renternir tempat dia meminjam uang ketika ia tidak di setujui meminjam di bank. Hatinya sedikit lega saat tahu itu benar dari renternir pak kumis, yang ia tahu orang tua itu terkenal baik. Dia kemudian tersenyum simpul sembari memasang wajah memelas.Clack!Bunyi pintu di buka, segera indah sedikit menundukkan badan, dia bersikap sopan dan manis di depan seorang dept collector. Orang itu seketika menoleh, “Atas nama mba Indah?” Indah hanya mengangguk dan tersenyum, “Ada apa ya?” tanyanya basa-basi dan lembut.“Lain kali bisa tidak kau langsung menemuiku saat aku tiba di sini?! Kau tau berapa lama aku menunggu di depan tokomu. Menyusahkan saja!” gertaknya yang langsung mengeluarkan buku catatan.Indah seketika menelan salivanya, “Sialan!” gerutunya dalam hati.“Hah?”
Geva tengah fokus dengan kalimat yang sudah dia siapkan untuk melapor pada Axton. Ia berjalan tegap sembari membolak balikkan kertas demi kertas. Biasanya itu adalah pekerjaan Egar, tapi ia bersyukur kini ia yang memiliki ilmu emas itu untuk melakukan yang ia bisa. Geva membuka pintu dan anehnya tatapannya langsung tertuju pada wajah Axton yang bersinar karena siluet dari balik jendela kaca di belakang pungggungnya. Ia nampak bercahaya dan tampan, seketika membuat Geva tersipu karena tidak sengaja melihat Axton tersenyum di depan layar laptopnya.“kenapa kamu tersenyum begitu?” tanya Geva spontan yang baru masuk ke dalam ruangan Axton. Axton segera menurunkan layar laptopnya dan menatap serius ke arah Geva, ia seperti sedikit terkejut namun tak membiarkan siapapun melihat ekspresi terperanjatnya itu. Geva yang menyadari kelalaiannya itu segera memberhentikan langkahnya, “Ah maaf Pak,” pinta Geva, wanita itu segera sedikit membungkuk dan mengucapkan permisi di tengah pintu terbuka,