Geva mencoba terus menyakinkan diri sendiri bahwa tidak bersalah jika dia ikut merasa puas ketika mendengar cerita seru Santi sejak awal cerita dari Santi yang berceloteh penuh kepuasan melihat tetangganya yang jahat sengsara sedikit demi sedikit.Jika dulu terus mendengar Geva adalah korban ketidakadilan dari prilaku keji keluarga Warda dan Lina, kini menceritakan bagaimana suara jeritan istri baru Damas yang menjadi bahan pembicaraan tetangga sekitar.“Begitukah mba?” tanya Geva dengan senyum simpul di ujung bibir kanannya. mendengarkan cerita Santi sembari terus fokus memperhatikan putri Santi bermain bersama putra semata wayangnya, tiba-tiba teringat akan janji Axton yang akan membuat mereka terpuruk. Tapi rasa sakit hatinya belum melega. “Haruskah aku berkunjung ke sana?” gumam Geva setelah pertanyaan pertamanya. Mba Santi berfikir sejenak, “Kurasa tidak perlu. Maksudku, belum waktunya. Orang seperti mereka masih akan menjadi pembual meski berada sedikit lebih tinggi dari
“Ah dasar pegawai tak berguna!” gerutu Indah sembari berjalan perlahan menuju keluar toko. Di luar toko terlihat ada satu orang yang mencarinya, “Sepertinya dia dari tempat si pak kumis,” pikir Indah. Pak kumis adalah renternir tempat dia meminjam uang ketika ia tidak di setujui meminjam di bank. Hatinya sedikit lega saat tahu itu benar dari renternir pak kumis, yang ia tahu orang tua itu terkenal baik. Dia kemudian tersenyum simpul sembari memasang wajah memelas.Clack!Bunyi pintu di buka, segera indah sedikit menundukkan badan, dia bersikap sopan dan manis di depan seorang dept collector. Orang itu seketika menoleh, “Atas nama mba Indah?” Indah hanya mengangguk dan tersenyum, “Ada apa ya?” tanyanya basa-basi dan lembut.“Lain kali bisa tidak kau langsung menemuiku saat aku tiba di sini?! Kau tau berapa lama aku menunggu di depan tokomu. Menyusahkan saja!” gertaknya yang langsung mengeluarkan buku catatan.Indah seketika menelan salivanya, “Sialan!” gerutunya dalam hati.“Hah?”
Geva tengah fokus dengan kalimat yang sudah dia siapkan untuk melapor pada Axton. Ia berjalan tegap sembari membolak balikkan kertas demi kertas. Biasanya itu adalah pekerjaan Egar, tapi ia bersyukur kini ia yang memiliki ilmu emas itu untuk melakukan yang ia bisa. Geva membuka pintu dan anehnya tatapannya langsung tertuju pada wajah Axton yang bersinar karena siluet dari balik jendela kaca di belakang pungggungnya. Ia nampak bercahaya dan tampan, seketika membuat Geva tersipu karena tidak sengaja melihat Axton tersenyum di depan layar laptopnya.“kenapa kamu tersenyum begitu?” tanya Geva spontan yang baru masuk ke dalam ruangan Axton. Axton segera menurunkan layar laptopnya dan menatap serius ke arah Geva, ia seperti sedikit terkejut namun tak membiarkan siapapun melihat ekspresi terperanjatnya itu. Geva yang menyadari kelalaiannya itu segera memberhentikan langkahnya, “Ah maaf Pak,” pinta Geva, wanita itu segera sedikit membungkuk dan mengucapkan permisi di tengah pintu terbuka,
“Apa kau tidak apa-apa?” tanya seorang lelaki dengan perawakan sangat tegap dan manis. Ia berwajah oriental dengan sedikit brewok di pipinya. Indah seketika terpesona dengan tatapan lelaki itu yang menarik tangannya dan sesekali menoleh memastikan ia baik-baik saja. “Seperti dewa penyelamat,” batinnya. Ia tadi dikejar oleh orang yang menagih hutang atas perintah tuan Kumis sang renternir yang sudah ia hindari hampir dua bulan ini. Seketika kesadaran Indah memudar, dirinya telah dipanggil beberapa kali oleh orang yang telah menariknya itu.“Eh?” jawab Indah bingung. “Apa kau tidak apa-apa?” tanyanya.“Ya, ya.”Indah menjawab cepat dan mengangguk-angguk. Dia menoleh ke belakang dan tak didapati dua orang yang mengejarnya tadi, “Syukurlah sepertinya orang yang mengejarku itu tak membuntuti kita lagi. sepertinya kita sudah aman sekarang, kan?” tanya Indah menyakinkan orang di depannya.Lelaki itu mulai melambatkan langkahnya, “Sepertinya iya. Tapi untuk berjaga-jaga kita harus tetap
“Ada apa?” tanya Lina berbisik pada Warda yang tengah fokus memperhatikan keluar jendela.“Lihat dia mah, masih saja dia berlagak seperti orang kaya. Pulang ke rumah dengan menaiki taksi sehabis mobilnya ditarik dealer.”Warda dengan sinis memandangi Indah yang baru turun dari taksi dengan elegan. Sementara orang yang tengah di perhatikannya sedang asyik berimajinasi dengan pikiran-pikiran liarnya. Indah masih merasakan detak jantung yang tak karuan untuk rencananya menggaet hati sang Bagas.“Aku harus bisa membuat dia jatuh cinta padaku bagaimanapun caranya,” benak Indah dengan penuh sumringah.Ia sejak tadi hanya tersenyum sendiri seperti orang yang tengah mabuk kepayang, bahkan beberapa kali ditanya sang supir ia tak menyanggupi pertanyaannya.Sementara Warda dan Lina yang memperhatikan dari jauh menatap Indah dengan penuh curiga, “Apa yang dia lakukan? Tertawa sendiri seperti orang gila,” celetuk Lina yang melipat kedua tangan di dadanya. Ia membuat raut wajah mengesalkan dan memo
Damas tengah fokus pada minumannya di sebuah meja bar, sementara di sekelilingnya mulai ramai dan meriah. Tapi ia yang pusing dengan keadaan di rumah memilih fokus dengan segelas bir murah di kelilingi teman-teman bermainnya. Tatapannya tertuju pada seorang wanita di pojok ruangan yang mencuri pandang padanya, ia awalnya merasa tak tertarik tetapi ketika Damas memutuskan berpisah pada temannya wanita itu seolah melihat peluang untuk mendekatinya. Damas merasa wanita itu sangat cantik dengan tubuh langsing dan tinggi semampai, wajahnya yang oriental dengan kulit putih berseri mulai sengaja menyentuh lengannya berdekatan dengan lengan Damas. “Apa kau sendirian?” tanyanya dengan manis Damas. Dan lelaki itu hanya mengangguk.Damas meneguk perlahan birnya sampai habis, melihat ia digoda begitu membuat hasrat sombongnya naik. Segera ia memesan cocktail import dengan senyuman sombong.“Hei! Tolong dua yang spesial di menumu,” kata Damas pada bartender dengan memberikan senyuman simpul pad
Beberapa hari kemudian berlalu.“Kenapa kau kemari?” tanya Damas yang heran ketika ia mendapatkan panggilan bahwa seseorang mencarinya dan itu adalah Feby yang sudah menunggunya di loby kantor.“Ya tentu saja aku harus datang menemuimu! Kau tidak mencoba lari dari diriku kan?!” tanya Feby dengan ancaman. Ia mulai membuka ponselnya dan mengirim sebuah foto yang ia rekayasa sebelumnya. “Kau mengambil keperawananku malam itu. kau tau kan?!” Damas yang melihat foto itu megerutkan dahinya. Dia teringat ketika bangun sendiri di penginapan dan ia melihat banyak bercak darah di kasur bahkan juga ada sedikit bercak di perut orang itu.Awalnya ia t ak ambil pusing, ia bahkan tak mengingat apa yang terjadi malam itu, ia bangun dalam keadaan terlanjang dan Feby sudah tidak ada di kamar. “Dasar sinting! Kau pikir kau bisa mengancamku dengan modus seperti ini?!” bentak Damas yang mulai memegang lengan Feby dengan kencang dan menghentak gadis itu untuk ikut dengannya. Ia menarik lengan Feby untu
Damas terlihat santai makan bersama Feby, bahkan Feby tak sengaja melihat wanita asing dari balik punggung Damas. Itu adalah Indah yang menatap mereka dengan marah yang terlihat jelas, melihat hal itu Indah segera berpura-pura tidak mengenal wanita itu dan bertingkah seperti biasa, ia bahkan menyodorkan makanan miliknya dengan menggunakan sendoknya kepada Damas. “Ini enak deh, cobain!” pinta Indah dengan mata membulat mendesak Damas.Damas menurut dan membuka mulutnya, tiba-tiba seorang wanita berdiri di samping mejanya. Brak!Indah yang sejak menerima pesan sudah tak bisa mengontrol emosi segera mendatangi meja mereka berdua dan mengambil minuman milik Damas, ia menyiramnya tepat di wajah Damas namun gelas itu segera di tepis oleh lelaki itu hingga hanya mengenai celananya.“Dasar kurang ajar!” teriak Indah di depan wajah Damas yang berhasil mengelak siramannya.Seketika café yang riuh dan ramai itu menjadi sunyi beberapa detik karena suara Indah yang melengking. Semua orang yang a