Hari sudah berganti saatnya Raline pulang karena Kakaknya sedari tadi menelponnya tiada henti. Sepulangnya ia kuliah tadi, ia mampir kerumah Robby untuk makan malam. Ia bertemu dengan Eni, Mamanya Robby. Ketika di meja makan Raline tampak begitu canggung, selama Raline dan Robby menjalin hubungan mungkin bisa dihitung pakai jari pertemuan Raline dengan Eni. Robby memang nampak jarang membawa Raline kerumah dan waktu itu orang tua Robby masih kurang suka dengan Raline, terutama Eni.
“Terima kasih banyak, Tante. Makan malam kali ini nikmat sekali” ucap Raline yang hendak berpamitan dengan Eni di teras rumah
“Sama-sama.. senang bisa ketemu sama kamu.” jawab Eni dengan sambil mengepakan senyumnya.
“Raline juga senang bisa ketemu sama Tante”
“Yakin nggak mau aku anterin aja?” sahut Robby yang sedari tadi sudah menawarkan untuk diantar pulang
“Yakin.. :)”
“Besok kamu
Hari demi hari Raline jalani dengan yang seharusnya terjadi. Ia terus membagi waktunya untuk Robby dan Ifan, namun mulai semalam Ifan menunjukan gelagat yang aneh bagi Raline. Ia begitu lama membalas pesan Raline dan ia menolak untuk melakukan panggilan suara seperti yang biasa mereka lakukan. Kata Ifan; ia masih sibuk membuat promosi jualannya. Tapi, itu sebuah hal yang nggak mungkin banget alasan membuat promosi jualan sampai mengabaikan Raline.Mulai semalam suasana hati Raline cukup berantakan dan untungnya ia bisa mengendalikan ketika sedang membalas pesan dari Robby. Robby sendiri juga sedang berbunga hatinya karena setelah pertemuan Raline dengan Eni, hubungan mereka semakin di dukung dan Raline selalu di perhatikan serta di cari-cari oleh Eni. Kabar bahagia itu Robby sampaikan dengan perasaan senang yang sulit dikendalikan jika diibaratkan rasanya ia ingin memeluk Raline dengan
Setelah ia melepaskan semua tangisannya di toilet, ia keluar dan kembali bertemu dengan Rania. Namun, ia mendapati Rania sedang mengemasi barangnya dan akan meninggalkan kafe Tenda Hitam. Katanya; teman yang menelponnya tadi ingin bertemu dengannya di kafe yang nggak jauh dari Tenda Hitam dan berhubung Rania masih sedikit kesal dengan Raline, ia memutuskan untuk naik taxi. Raline hanya bisa mengiyakan karena ia tidak berani membantah kakaknya. Raline mengantarkan Rania sampai kakaknya masuk ke dalam taxi dan ketika taxi Rania melaju cukup kencang, Raline menghela nafas panjang.Hari libur yang sungguh mengesalkan bagi Raline, ia juga tidak menyangka kalau Rania akan semarah ini dengannya dan Raline pikir masalah dengan mantannya sudah ia kubur dalam-dalam, tapi ternyata luka itu masih basah dan terus melekat di pikiran Rania.
Malam yang melelahkan buat Geisha karena seharian ia harus mengerjakan beberapa tugas yang tertinggal. Malam itu ia baru saja tiba di kamarnya setelah ia mengerjakan tugas di salah satu kost teman sekelasnya. Kebiasaan Geisha setelah dari bepergian tidak langsung mandi melainkan ia harus memeriksa ponselnya dan membaca beberapa pesan yang belum sempat ia baca atau balas. Hari ini dia tidak mendapatkan sama sekali kabar dari Raline ia berpikir kalau Raline menghabiskan waktu dengan salah satu pacarnya. Tapi, tunggu sebentar…“Robby telpon aku sebanyak ini?” Geisha terkejut melihat deretan notifikasi panggilan tak terjawab di ponselnya kalau dihitung mungkin ada lima panggilan tak terjawab dari pacar Raline itu. Geisha langsung bangun dari posisi tidurnya dan mencari posisi yang pas untuk menenangkan dirinya, sebab kalau Robby sudah mencari Raline kepadanya pasti
Raline berhasil lolos dari seseorang yang menyeramkan baginya itu dan kini ia telah sampai di halaman parkir kampus dengan selamat. Sebelum ia melangkahkan kakinya ke halaman belakang, ia mengirimkan sebuah pesan kepada Ifan sesuai dengan instruksinya tadi dan Raline juga berpesan jangan membalas atau mengirimkan pesan apapun karena Raline akan bertemu dengan Robby. Setelah semua urusan dengan Ifan selesai serta menghapus pesan Ifan, Raline melangkahkan kakinya dengan perlahan sambil kembali merapikan baju juga rambutnya. Hari ini rencananya Raline ingin makan dirumah Robby bersama Eni. Tapi, sebelum itu ia mau ngobrol sama Robby masalah kemarin bagaimanapun Raline harus meminta maaf kepada Robby. Ya, walaupun mereka tetap berkomunikasi, tapi Sikap Robby masih terasa begitu aneh buat Raline.Hari ini Surabaya cukup cerah cuacanya dan sinar matahari mulai bersinar dengan teriknya. Untuk membuat diriny
Ifan nampak terburu-buru saat berjalan dari parkiran gedung menuju lift karena ia sudah terlambat cukup lama, hampir satu jam. Itu karena kakak tingkatnya masih ngajak ngobrol panjang lebar di ruangan HIMA dan Ifan ngerasa nggak enak buat memotong pembicaraan. Sepanjang perjalan Ifan menuju kantor Days Fashion, ponsel Ifan berulang kali berdering ia yakin kalau itu panggilan dari Tino kalau nggak Defani.Kini Ifan sudah berada di dalam lift yang dari tadi nggak selesai-selesai membenarkan kemejanya yang nampak berantakan. Di dalam lift ia juga sedang berusaha mengatur nafas. Ia perlu melakukan hal ini agar ketika bertemu dengan Tino dan Defani tidak terkesan jelek. Ifan memang begitu orangnya terkadang ia terlalu mementingkan hal yang mungkin sebenarnya nggak begitu menjadi sorotan buat orang lain. Tapi, dia begitu juga demi nama baiknya dan sikap baiknya di depan partner kerja samanya.“Selamat datang, ada yang
Robby cukup asik dengan kakak tingkatnya yang dari tadi sudah membicarakan banyak hal. Di meja mereka sudah pesan beberapa gelas beer dan cemilan lainnya. Robby tampak lebih santai seperti tidak ada beban padahal ia sudah meninggalkan Raline yang dari tadi meneriakinya.“Ngomong-ngomong kamu di kampus terkenal dengan 'bucin', bagaimana sekarang dengan pacarmu?” Robby mendapatkan pertanyaan dari salah satu kakak tingkatnya yang jelas membuatnya kebingungan.“Ahh.. itu, memang aku begitu di kampus cuma kalau sudah di luar kampus aku juga harus bisa berbaur seperti ini dengan kalian. Pacarku sangat mendukung dan dia baik-baik saja." Robby menjawab dengan segala kebohongan ia tidak ingin citranya hancur cuma gara-gara ia terlalu menjadi budak cinta."Tapi, kalian tadi ada yang mendeng
Hari ini Raline nekat bolos kuliah karena suasana hatinya sedang tidak mendukung, benar-benar tidak mendukung. Raline masih mengingat kejadian semalam dan itu bikin Raline malas menyambut harinya di kampus. Ia sengaja bangun agak siang dengan kondisi ponsel yang masih mati, jadi ia merasa tenang tidak ada panggilan masuk dari Geisha ataupun dua laki-laki itu.Ia sedikit meregangkan tubuh karena cahaya sinar matahari telah menyoroti dirinya. Gorden kamar Raline selalu dibuka oleh Rina setiap pukul enam pagi dan sekarang sudah pukul sembilan pagi dimana matahari sedang terik-teriknya. Raline menghela nafas setelah tubuhnya terasa lebih ringan ia mulai mengambil posisi duduk untuk mengumpulkan nyawa sejenak. Mengingat kejadian yang semalam Raline tertawa kecil yang melihat bantalnya basah bekas air mata yang tumpah disana. Ia mengambil dan berusaha mengusap untuk menghilangkan bekasnya.
Mata kuliah sudah hampir selesai dan perasaan Geisha juga tak kunjung tenang. Dari awal ia tahu Raline nggak ada di kelas dan Raline nggak bisa hubungi, Geisha sudah begitu panik yang setiap beberapa menit memeriksa ponselnya juga clinga clingu di kaca kelas. Hari ini mata kuliahnya menghasilkan tugas yang cukup banyak dan berat juga mengharuskan untuk riset. Geisha mencoba mengatur nafas dan mencatat tugas yang sudah ditulis oleh Dosen di papan tulis.“Jika tidak ada pertanyaan lagi maka mata kuliah hari ini saya akhiri dan jangan lupa tugasnya harus di kerjakan sebaik mungkin untuk menunjang nilai kalian yang masih kurang mencukupi.” ucap Dosen yang bertubuh tinggi itu yang kini beliau masih sibuk merapikan laptop dan lain sebagainya. “Segitu saja pertemuan kita hari ini, selamat sore” imbuh Dosen itu lalu berjalan meninggalkan kelas.