Celia terbangun dari tidurnya pada pukul 6 pagi, disambut oleh sinar matahari yang lembut masuk melalui tirai kamarnya yang sedikit terbuka dan menyinari kulitnya yang halus dan lembut. Dengan malas, ia perlahan membuka matanya dan mengulurkan tangan untuk menghalangi sinar matahari. Dia menggeliat di tempat tidurnya yang empuk sebelum akhirnya bangkit dan menuju kamar mandi dengan langkah ringan, masih setengah mengantuk.Di kamar mandi, Celia menikmati pancuran air hangat yang menyegarkan tubuhnya. Aroma sabun favoritnya, yang beraroma lavender, memenuhi ruang kecil itu, menenangkan pikiran dan tubuhnya. Selesai mandi, ia membalut tubuhnya dengan setelan olahraga yang nyaman seperti sport bra dan short. Celia menuruni tangga spiral, sesampainya di ruang makan, Celia disambut oleh kepala pelayan setianya, Ozzy, yang sudah menunggunya."Selamat pagi, Ozzy," katanya, suaranya membawa melodi yang khas, membuat seseorang merinding saat mendengarnya.Setelan olahraga berwarna putih meme
Walaupun dulu di Whispers Celia adalah seorang akuntan keuangan, tapi saat di luar jam kerja, dia dan Lily sering ikut melihat proses pembuatan film. Jadi sedikit banyak dia paham. Selain itu karena sifatnya yang supel dan mudah bergaul, Celia mempunyai banyak teman senior yang bergelut di dunia bisnis hiburan. Termasuk mengajarkan banyak hal seperti make-up artis dan lainnya.Saat Celia sedang melamun.Tiba-tiba, salah satu produser yang sedang berjalan mondar-mandir sambil memberikan instruksi kepada kru melihat Celia. Pandangannya tertuju pada sosok Celia yang berdiri di antara bunga-bunga liar bersama sepedanya, dengan wajah yang segar setelah berolahraga dan aura kecantikan alami yang memancar. Produser itu terhenti sejenak, matanya terpaku pada kecantikannya."Siapa gadis disana itu?" bisik produser kepada asisten sutradara di sebelahnya.Asisten itu mengangkat bahu, tampak bingung. "Aku tidak tahu, mungkin penduduk setempat?"Produser itu dengan antusias mendekati Celia, "Maaf
“Untuk jelasnya sejak kapan, aku juga tidak begitu ingat. Ibu… Nenek… memangnya ada apa?” Tanya Celia dengan wajah bingung.Nyonya Paula menepuk lembut punggung tangan Celia sambil berkata, “Tidak apa-apa. Nanti kita akan bertanya dulu pada Tuan James dokter keluarga, baru bisa memastikan kebenarannya.Pagi itu, suasana di desa Ashford begitu damai. Namun, di dalam hati Celia, ada kekhawatiran yang menghantui pikirannya. Belakangan ini dia merasakan gejala aneh, mual di pagi hari, kelelahan yang tak biasa, dan perubahan selera makan. Yang lebih aneh lagi, biasanya dia tidak suka buah dengan rasa asam tapi kenapa sekarang jadi begitu lezat.Sepertinya Tuhan ingin membuka pikiran Celia, karena tiba-tiba saja di TV muncul iklan test pack. Dia menoleh, membulatkan matanya bahkan rahangnya hampir jatuh.“Apa mungkin aku hamil?!” Lalu dia berteriak histeris.“Nyonya apa yang terjadi?” Suara Ozzy terdengar panik sambil mengetuk pintu, “Nyonya?!”“Aku baik, itu… hanya kecoa, jangan masuk, aku
Dia adalah Daniel Esteban. Teman Celia di universitas, seorang pria dengan penampilan rapi, senyum yang selalu menghiasi wajahnya, dan pandangan mata yang penuh kepercayaan diri. Selama masa kuliah, Daniel dikenal sebagai mahasiswa cerdas, dengan prestasi akademik yang bagus. Namun, dibalik semua itu, ada sisi lembut dan romantis dalam dirinya yang hanya diketahui oleh sedikit orang.Yaitu rasa sukanya pada Celia.Pada masa kuliah, Daniel diam-diam mengagumi Celia. Ia sering kali memperhatikan gadis itu dari kejauhan, terpesona oleh kecantikan alaminya dan kebaikan hatinya. Meski Daniel memiliki banyak kesempatan untuk mendekati Celia, ia selalu merasa ragu dan khawatir. Celia tidak tertarik menjalin hubungan romantis dengan pria, karena tidak mau mengganggu nilai akademiknya, setidaknya seperti itu informasi yang dia terima. Sehingga, kekagumannya tetap menjadi rahasia yang tersimpan dalam hatinya hingga kini.Bertahun-tahun setelah kelulusan, Daniel telah menjadi pria sukses di bida
Saat memberikan informasi identitas lengkapnya, Celia meminta maaf pada Marco karena telah berbohong dengan nama palsu.“Tidak apa-apa, saya mengerti. Nama Cielo juga bagus, bagaimana jika kita gunakan itu sebagai nama panggungmu?”Celia mengangguk setuju. Memakai nama baru juga tidak buruk, paling tidak itu bisa membantu penyamarannya dari orang-orang yang mencarinya walaupun tidak selamanya.Celia pulang dengan gembira, karena jalannya sudah sedikit terbuka untuk bisa hidup layak untuk dia dan bayinya di masa depan. Celia bertekad walau tanpa Luxian dan keluarganya dia harus bisa memiliki kehidupan yang baik. Hidup tidak harus selalu bergantung pada orang lain.Tapi yang jadi masalah sekarang, bagaimana caranya mendapat izin untuk bisa pergi ke camp pelatihan. Dia kemudian teringat jika Luxian saat ini sedang berada di Summer Field. “Anggap saja ini adalah permintaan yang pertama dan terakhir dariku.”Celia segera mengambil ponsel dan mencari nama Luxian dalam kontaknya. Dia menul
Di suatu sore yang tenang, di rumah nenek Iris yang asri, Nyonya Paula duduk di ruang tamu yang hangat dengan secangkir teh di tangannya. Nenek Iris, dengan senyum ramah dan pandangan penuh pengertian, duduk di sebelahnya. Mereka berbincang-bincang ringan tentang kehidupan sehari-hari sebelum Nyonya Paula memutuskan untuk membuka percakapan yang lebih serius.“Ibu…” Nyonya Paula memulai dengan suara yang sedikit gemetar, “ada sesuatu yang ingin saya bicarakan. Sesuatu yang sangat mengganggu pikiran saya akhir-akhir ini.”Nenek Iris meletakkan cangkir tehnya dan menatap Paula dengan penuh perhatian. “Tentu, Paula. Apa yang ingin kamu bicarakan? Aku di sini untuk mendengarkan.”Nyonya Paula menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Ini tentang Celia dan kehamilannya. Saya rasa ada yang salah, usia kehamilannya sudah delapan minggu. Namun, usia pernikahan Celia dan Luxian belum ada satu bulan. Saya tidak tahu harus bagaimana dengan kenyataan ini.”Wajah Nenek Iris tetap tenang, mes
Melihat Celia yang berdiri mematung, Amy segera menghampiri, “Apa yang kau lakukan? Kau harus segera turun dan berkumpul bersama peserta yang lain.” Saat Amy melihat apa yang Celia lihat, “Kau juga bisa seperti dia, bahkan lebih hebat. Sudah cepat pergi ke aula utama. Jangan terlalu memandang tinggi dia dan mengidolakannya.”Mengidolakannya?Yang benar saja!Dua jam setelah para trainee menempati kabin masing-masing dan beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga, mereka berkumpul di lapangan olahraga luar ruangan yang luas di dekat bangunan utama.Saat Celia sampai, dia mencari tempat yang paling jauh dari Abigail. Dia merasa canggung dan tidak nyaman. Berbagai kenangan menyakitkan tentang hubungan Luxian dan Abigail terlintas di pikirannya. Adegan dimana mereka berpelukan di butik waktu itu membuat Celia menarik napas dalam-dalam dan mengingat kembali tujuan utamanya datang ke camp ini. Yaitu demi masa depan dia dan bayinya.Setelah menyentuh perutnya sejenak, perasaannya kembali m
Keesokan harinya.Setelah melakukan yoga dan meditasi, lari sejauh 3 km biasanya adalah hal yang mudah bagi Celia. Tapi saat ini dia sedang hamil jadi harus lebih berhati-hati.“Anak baik, terima kasih karena sudah membantu ibu menyelesaikan tugas ini dengan mudah.” Batin Celia sambil mengusap perutnya.Luis mengikuti di belakang, diam-diam berpikir bahwa jika gadis itu sampai pingsan, dia akan bergegas untuk memberinya bantuan.Namun, ketika dia melihat gadis itu tetap bertahan dengan kecepatan yang sama sepanjang garis lintasan, bahkan tanpa berhenti untuk mengatur nafas, Luis menyadari bahwa di dalam tubuh yang tampak ramping itu terdapat tekad yang tak tergoyahkan, seperti sehelai rumput liar yang membandel, tumbuh dengan bebas.Hati Luis penuh kekaguman.......Pagi hari, Pelatih Mateo hanya memberi waktu 30 menit kepada para trainee untuk sarapan.Suasana di kantin Lembah Emerald pagi itu terasa lebih ramai dari biasanya. Para peserta camp, agen dan juga staf pelatihan berkumpul
Jantung Celia berdegup semakin kencang, perasaannya tidak menentu.Mereka sampai di sudut jalan yang lebih sepi, tapi pria itu sudah tidak terlihat lagi. Celia berhenti dan menatap sekeliling dengan nafas yang tidak beraturan. "Dia... dia ada di sini tadi," ucapnya.Luxian mendekat, meletakkan tangan lembut di bahu Celia. "Celia, mungkin ini hanya perasaanmu. Kau mungkin melihat seseorang yang mirip, tapi Sergio... dia sudah tidak ada." Suaranya lembut, mencoba menenangkan.“Kau benar, itu mungkin hanya imajinasiku saja, Luxian maaf,” jawab Celia.***Celia melihat berita mengejutkan di ponselnya. Sebuah laporan menayangkan rekaman yang diambil oleh warga di jalan.Di layar, terlihat seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan, tampak berusaha dipegang oleh beberapa petugas medis dan polisi. Wajah wanita itu tampak penuh dengan kebingungan dan ketakutan, sementara di pelukannya, dia memeluk bantal kecil. Wanita itu berteriak dan meronta, menolak dimasukkan ke dalam mob
Setelah berhari-hari menunggu dengan penuh harapan, keluarga Lannister akhirnya harus menerima kenyataan yang pahit. Pihak berwenang mengonfirmasi bahwa tidak ada korban selamat dari kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak penumpang. Jenazah sebagian besar penumpang tidak ditemukan karena pesawat jatuh di laut lepas, membuat pencarian semakin sulit dan perlahan dihentikan. Keluarga Lannister, yang awalnya begitu berharap akan keajaiban, kini tak punya pilihan selain menyerah.Di tengah duka yang mendalam, orang tua Sergio, duduk bersama Celia di rumah mereka. Mereka tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dalam percakapan yang penuh dengan emosi, mereka akhirnya memutuskan untuk memberikan Celia kebebasan."Celia, sayang," ujar Mrs. Lannister dengan suara lembut. "Kami tahu ini tidak mudah, dan Sergio akan selalu ada di hati kita semua. Tapi... kamu masih muda, dan kami ingin kamu bahagia. Kamu bebas untuk menikah lagi, jika kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia."Celia me
Dan kemudian, tanpa peringatan, Celia mulai menangis terisak. Tangisnya begitu dalam dan penuh dengan kesedihan yang dia tahan selama bertahun-tahun. Bahunya bergetar, nafasnya tersengal-sengal, dan dia merasa seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Celia meraih tubuh Luxian, memeluknya erat seolah-olah dia takut kehilangan lagi. Tangannya yang gemetar melingkari pinggang Luxian, memegang erat seolah-olah dia menemukan satu-satunya pijakan di tengah badai yang menerjang hidupnya."Aku nggak tahu harus bertanya kemana lagi tentang Abigail dan semua yang terjadi." Celia terisak di dadanya, suaranya hampir tak terdengar. "Aku nggak tahu apa yang terjadi padamu. Kau menghilang. Dan sekarang aku pikir kamu sudah pergi selamanya."Luxian, yang merasakan tubuh Celia gemetar dalam pelukannya, dengan lembut membalas pelukan itu. Tangannya yang kuat namun lembut melingkari bahu Celia, menariknya lebih dekat. Dia membelai rambut Celia dengan lembut, memberikan rasa tenang d
Luxius menceritakan apa yang terjadi dan Luxian sangat terkejut. Karena saat kejadian dan berita kecelakaan di umumkan, dia sudah berada di dalam pesawat.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Luxius.Hari itu, Luxian sedang bersiap-siap untuk kembali pulang setelah menjalani perawatan panjang di luar negeri. Kesehatannya berangsur membaik, dan akhirnya dia merasa cukup kuat untuk kembali ke keluarganya di Summerfield. Semua barangnya sudah dikemas, dan tiket penerbangan di tangannya menunjukkan bahwa dia akan pulang pada malam hari itu. Ada perasaan lega yang perlahan mengisi dadanya, karena setelah berbulan-bulan jauh dari rumah, dia akhirnya bisa bertemu dengan orang-orang yang dia cintai. Tapi di tengah persiapannya, sebuah peristiwa kecil mengubah segalanya.Di rumah sakit tempat dia terakhir kali melakukan pemeriksaan, Luxian bertemu dengan seorang pria yang tampak sangat panik. Pria itu duduk di bangku ruang tunggu, tampak gelisah dengan ponsel di tangannya, mengusap wajahnya b
Di ruang tunggu bandara yang penuh dengan keheningan dan kesedihan, Celia hampir tenggelam dalam kelelahan. Tubuhnya terasa begitu berat setelah berjam-jam menunggu kabar yang belum pasti. Matanya yang sembab oleh air mata hampir tertutup, dan dia mulai terjebak di antara keadaan sadar dan tidak. Kepalanya yang bersandar di pundak ibunya perlahan mulai terjatuh, seolah-olah rasa kantuk dan kelelahan telah menguasai dirinya.Namun, di tengah kondisi antara tidur dan terjaga itu, matanya yang setengah terbuka tiba-tiba menangkap sesuatu yang tak terduga. Di pintu kedatangan yang berada agak jauh dari tempat dia duduk, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Pria itu berjalan dengan tenang, mengenakan pakaian kasual, rambutnya yang hitam agak kusut. Di sebelahnya, ada Bryan, yang juga terlihat familiar untuk Celia.“Luxian...?” Bisik Celia pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Matanya tiba-tiba melebar, dan kesadarannya mulai kembali. Dia mengerjapkan mata beberapa k
"Celia, semuanya sudah siap. Kita akan merayakan kepulangan Sergio dengan penuh suka cita," kata Eleanor, sambil tersenyum hangat di ruang tamu kediaman Montague. Meja makan sudah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan hidangan terbaik, sementara semua orang bersemangat menunggu kedatangan Sergio.Di tempat lain, suasana serupa juga menyelimuti kediaman Davies. Mereka menerima kabar dari Luxian bahwa dia juga sedang dalam perjalanan pulang setelah menjalani perawatan di luar negeri selama berbulan-bulan. Keluarga Davies yang telah lama menanti kabar baik ini merasa lega. "Akhirnya, Luxian pulang. Aku tak sabar melihatnya," ujar Paula dengan mata berbinar. Di rumah itu, suasana dipenuhi harapan, dan Luxius tampak tersenyum lega mendengar kabar baik dari kakaknya. Setelah semua drama dan ketegangan, keluarga Davies merasa hari itu akan menjadi awal yang baru bagi mereka.Namun, ketika waktu mendekati siang, suasana yang penuh kebahagiaan itu berubah dalam sekejap.Tiba-tiba, televisi m
Dengan wajah yang perpaduan sempurna antara Celia dan Luxian, anak itu menjadi simbol dari hubungan masa lalu yang rumit, tapi juga penuh cinta.Sergio sangat mencintai anak itu dan menganggapnya seperti darah dagingnya sendiri.***Suatu hari, di sebuah taman kota yang tenang dan indah, Celia sedang berjalan-jalan dengan putranya. Anak kecil itu tampak riang, berlari-lari kecil di sekitar taman, mengejar burung-burung dan tertawa ceria. Celia mengawasinya dengan senyum hangat di wajahnya, menikmati momen damai bersama anaknya. Hari itu cuaca sangat cerah, dengan sinar matahari yang lembut menyinari taman, membuat suasana semakin nyaman.Sementara Celia duduk di bangku taman, tiba-tiba dia melihat sebuah keluarga yang dikenalnya sedang berjalan di sepanjang trotoar taman. Itu adalah keluarga Davies. Nyonya Paula sepertinya sedang mengajak Nenek Iris jalan-jalan menikmati suasana sore hari.Celia merasa dadanya berdegup sedikit lebih cepat. Dia tidak pernah benar-benar memutuskan kont
Beberapa hari sebelum hari pernikahannya, Celia memutuskan untuk mengunjungi Hacienda, rumah keluarga besar keluarga Davies di Ashford.Di sana, ia berharap bisa bertemu dengan Nenek Iris, Celia berpikir, jika ada orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Luxian atau tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya, mungkin itu adalah Nenek Iris.Saat Celia tiba di Hacienda, suasana terasa hening dan damai. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan pohon di halaman, dan langit sore berwarna keemasan memberikan perasaan tenang. Namun, hati Celia tidak tenang. Langkah kakinya sedikit gugup ketika dia mendekati pintu rumah tua itu.Nenek Iris menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya, tetapi senyuman itu terasa penuh arti, seolah-olah ada sesuatu yang disimpan di baliknya. "Celia, sayang, apa yang membawamu ke sini?" Tanyanya lembut, suaranya tenang dan menenangkan.Celia, yang awalnya mencoba tersenyum, kini menunjukkan keraguannya. Matanya menatap langsung ke wajah Nen
Di rumah sakit, suasana terasa tegang saat Abigail berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, kondisinya kritis akibat pendarahan hebat setelah pengejaran dramatis bersama Simon. Tim medis bergerak cepat, mempersiapkan operasi darurat. Dokter memberitahu bahwa kondisi Abigail dan bayinya sangat kritis. Kemungkinan besar, bayinya sudah meninggal dalam kandungan dan harus segera dikeluarkan, akibat trauma dan stres fisik yang dialaminya.Di kediaman keluarga Davies suasana menjadi sangat tegang. Mereka tampak khawatir dan frustasi dengan semua situasi yang kacau ini. Abigail telah menjadi pusat masalah bagi keluarga mereka. Awalnya mereka berpikir bahwa bayi yang dikandung Abigail adalah anak Luxian, tapi dengan berita bahwa Abigail terlibat dengan Simon, segalanya menjadi tidak jelas. Mereka tidak mau mengambil risiko dan memutuskan untuk meminta dokter melakukan tes DNA pada bayi Abigail. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, keluarga Davies berhasil memaksa pihak ruma