Bab 1. Rumah sakit. *** Gadis berambut panjan lurus hitam legam dengan poni kedepan menatap ruang icu dengan cemas bola mata barwana coklatnya menahan butiran bening akan tumpah dari kelopak matanya, ia lalu mendongak menahan sesak dihatinya jika pertahanannya runtuh saat itu juga maka siapa yang akan menenangkan adiknya yang menangis tak ingin kehilangan Bundanya yang sedang berjuang antara hidup dan mati di dalam sana"Kak, Bunda tidak akan pergi kali ini kan?" ucap sang adik keatakutan. Gadis itu memaksakan senyumnya lalu berucap, "Kita doakan Bunda ya, Dek kuat melawan penyakitnya." "Selalu kak, aku selalu berdoa semoga bunda cepat sembuh. Aku rindu tawa Bunda dulu, Rumi ingin kita kumpul di rumah lagi bukan di rumah sakit terus seperti ini. Aku Rindu masakan Bunda."Aulia mengangguk mengiayakan, ia pun merindukan hal itu, sejak dua tahun terakhir mereka bergantian menjaga Bundanya di rumah sakit, meskipun selalu disibukkan untuk bekerja. Pulang kuliah ia pun kerja
Aulia terburu-buru masuk ke kelasnya hampir saja terlambat, semenit saja telat Dosennya itu tidak akan memberikan tolerasi, namanya adalah pak Haris dosen paling perhitungan dan paling banyak memberikan tugas untuk mahasiswanya bahkan aulia sendiri sudah mendaftarkan nama Pak Haris kelak ketika sudah menyusun tidak akan memilihnya. Ia banyak mendengar kalau dosennya itu banyak menyiksa mahasiswa semester akhir sampai takut, walaupun beberapa Mahasiswa mengincarnya karena setiap anak bimbingannya selalu dipermudah saat seminar dan ujian meja namun bagi Aulia menghindari lebih baik."Hampir saja loh kamu telat! Tumben?" Aulia mendesah panjang. "Bentar aja deh aku ceritain, ditegur pak Haris bisa berabe dapat nilai C langsung. Aku tidak mau ngulang semester pendek bayar lagi." Aulia sangat berhati-hati dengan nilainya peraturan dikampusnya ketika mahasiswa mendapatkan nilai C maka wajib ikut semester pendek dan membayar lagi sesuai peraturan. Biayanya permata kuliah sebesat 150 ribu
Aulia terpaku menatap lurus ke arahanya. "Kita tidak saling kenal. Lagi pula apa jaminanya kalau kau tidak akan macam-macam padaku." "Kalau begitu aku Alex. Kamu sudah mengenalku. Soal jaminan aku belum bisa membuktikannya, tapi percayalah aku akan mengantarmu sampai rumah sakit. Lagipula kalau aku berbuat macam-macam aku tidak bisa kabur kita sekampus mudah bagimu mencari identitaskamu di sana. Selain itu temammu itu mengenalku." Aulia masih ragu akan menolak kembali. "Dalam situasi gentig seperti ini kamu masih saja menolak bantuan orang lain. Lalu apakah kamu kuat menaiki motor dalam keadaan kacau seperti ini?"Aulia menghembuskan napas panjang, setelah lama terdiam pun memutuskan untuk menerima tawaran Alex. Namun memilih untuk duduk dibelakang. "Kita akan ke rumah sakit mana?" tanya Alex membuka percapakan antara mereka setelah kehinangan cukup lama."Ibu Sina," jawabnya singkat terus memperhatikan ponselnya mengikuti perkembangan kondisi ibunya.Aulia menghembuskan napas panj
"Bagaimana apakah dia berhasil mendapatkan pekerjaan?" tanya Alex dari telpon itu"Belum Tuan, sejauh ini masih belum ada yang menerimanya." Senyum kecil tersinggung diatas bibir Alex mendapatkan kabar itu. "Baguslah pastikan dia berada di jalan buntu!" Ia menutup telpon itu, menatap ke arah jendala kaca kamarnya mengusap dagunya. Alex mengirim mata-mata untuk mengikuti Aulia hari ini melaporkan kegiatannya. Namun, terkejut tentang Aulia sedang mencari pekerjaan di beberapa kafe atau perusahaan namun sepertinya belum ada yang menerimanya. Apalagi riwayat terakhir kerjanya yang dipecat. Tentu saja banyak pertimbangan dari pihak kafe dan perusahaan. Ia semakin tertarik perempuan itu tak pernah menyerah. Egonya terlalu tinggi untuk menerima bantuan orang lain termasuk darinya, meskipun melakukan itu bukan secara gratis, ia akan menegosiasikan kesepakatan."Den nyonya memanggil untuk makan." Alex menoleh ke Art memanggilnya untuk makan. "Bi, Aira, apakah Kak Laila ada dibawah?" tan
"Kak, uang semester Rumi bagaimana? Guru sudah menanyakannya."Aulia mematung di depan pintu, baru masuk ke ruangan di mana ibunya dirawat sudah menanyakan spp sekolahnya. Ia mendesah pelan lalu tersenyum kecil."Kapan pembayaran terakhirnya?" "Lusa kak," jawab Arumi bahagia mengira kalau kakaknya akan membayar ."Oh begitu. Nanti biarkan kakak yang datang membayarnya, kamu fokus sekolah saja." Arumi mengangguk paham memeluk Aulia, gadis itu sangat bersyukur memiliki Kakak sepertinya. "Terima kasih banyak sudah menjadi kakak terbaik untukku. Arumi berjanji akan menjadi orang suksess kelak." Aulia mengangguk saja mengiyakan. Tersenyum kembali kecil mengusap kepala Arumi, hatinya tersentuh mendengar kalimat itu. "Kamu harus sukses dek, kalau kita tidak punya apa-apa akan dipandang rendah!" pesan Aulia meluapkan kekesalannya tentang perjanjian itu.Aulia terdiam menatap dua sosok yang membuatnya kuat sampai saat ini senyum kecil itu menghiasi garis bibirnya meski hanya sekejap. Gar
Menyesal****Aulia keluar dari kamar mandi penampilan lebih fress berjalan mencari hairy drayer, ia merasakan ditatap terus oleh Alex, tapi berpura-pura cuek saja. Aulia mengeringkan rambutnya di depan cermin sesekali mencuri pandangan ke Alex yang menatapnya intens. Ia meneguk ludahnya sendiri merinding akan tatapan itu seakan ingin menerkam."Cepatlah, ada hal yang ingin ku sampaikan," imbuh Alex karena terlihat santai mengeringkan rambut.Aulia terdiam beberapa saat apakah Alex akan meminta haknya sebagai suami. Tangannya berkeringat ketakutan."Apa? Bisa kan diucapkan saja sambil aku mengeringkan rambutku." . "Tidak! Ini sangat penting kita perlu bicara serius. Lagipula kalau kamu syok lalu alat itu melukaimu bagaimana? Ayahku dan ibumu mengira kalau aku melakukan KDRT," tolak Alex masih sabar menunggu Aulia menjelaskannya dengan lembut.Aulia menganggukkan kepala, kali ini sikap laki-laki itu berubah drastis lebih lembut dari yang dikiranya dan bahkan lebih hangat. Ia meletakka
Aulia meletakkan makanan diatas meja seraya menghapus air matanya mencoba bersabar menguatkan hati. Ia meremas kantong plastik itu. Hatinya teriris mendengar perkataan begitu menyakitkan dari perempuan yang sangat dicintainya. "Rumi, kamu berjanji sama Bunda nak!" Aulia masih mematung mendengarnya. Sekuat tenaga agar terlihat baik-baik saja. Ia lalu berusaha menuangkan makanan itu ke mangkuk. Ia menghembuskan napas panjang. "Arumi!" tegasnya mendesak perempuan itu. Arumi menatap kakaknya mengerti yang dimaksud bundanya adalah Aulia, Bundanya sedang menyinggungnya karena memilih menikah saat umurnya masih sangat mudah. Masa depannya masih panjang yang ditakutkan oleh ibunya Aulia memutuskan untuk berhenti kuliah dan melepaskan semua mimpi-mimpinya."Rumi berjanji Bu—bunda," ungakapnya terbata-bata. Saat Aulia berbalik Faris menatapnya lurus mengisyaratkan apakah dirinya baik-baik saja. Aulia mengangguk sebagai jawaban sebagai bentuk kalau dirinya baik-baik saja. Aulia mendekati ba
"Jika bukan lagi keluargaku bisa kupercaya maka siapa lagi?"Aulia*******Aulia menatap ibunya dari luar pintu merasakan sesak dalam hati. Ia memegang dadanya sesak saat ibunya tertawa lepas dengan arumi ingin sekali rasanya masuk ke dalam meminta maaf atas semua pilihannya. Selama ini sudah berusahan memberikan terbaik untuk Marwah namun sekejap mata kepercayaan itu hilang hanya satu kesalahan. Ia lalu berbalik meninggalkan kamar tak ingin marwah mengetahui kalau saja sedang berada di luar memantaunya."Mah, kau selalu mengajarkanku untuk hal-hal baik padaku tapi kau lupa caranya mengajarkan mempercayai keputusan anak-mu. Kau melupakan itu mah, sampai keputusan yang kuambil secara tiba-tiba membuat hatimu sakit sedalam ini. Bahkan rumah yang kuanggap rumah tempat paling nyaman ternyata adalah luka yang kubuat karena hilangnya kepercayaan itu. Mah kau berhasil mendidik kami tapi bisakah kali ini percayakan semua pada keputusan ini. Kalau bukan lagi mamah yang bisa menyakinkanku lalu
Dua belas tahun lalu seorang gadis kecil menangis dipojok kamar menyaksikan berdebatan antara ke dua orang tuanya, di mana sang ibu sedang hamil dan sbentar lagi akan melahirkan. Ia ketakutakn meringkuk memegang lututnya ketakutan memyaksikan pertengkaran yang sedang terjadi di depan matanya. Umurnya yang menginjak 7 tahun itu harus meliat bagaimana ibunya di pukul dan ditampar hingga dibentak oleh Ayahnya. “Dasar kau istri tidak berguna! Harusnya saat aku pulang kerja kau menyambutku dengan baik, tapi apa kau malah bertanya tentang perempuan yang jalan denganku. Bahkan memasak pun kau tak kerjakan!”“Harusnya kau sadar! Kau sudah tidak menjalankan tugasmu sebagai sorang suami, bahkan memberikan uang untuk membeli beras saja kau tak berikan! Beberapa temanku yang suaminya kerja denganmu sudah belanja bulanan. Sedangkn kau sendiri tidak memberikan sepersen pun padaku! Selain itu aku hanya bertanya baik-baik tentang wanita itu, mas. Tapi reaksimu berlebihan.”Plak! Satu tampara
Alex menatap kdua perempuan itu bergantian sejak kapan merka bisa akrab seperti itu, aulia pun tak pernah cerita tentang Maudy. Ia tidak menyangka semua usahanya untuk membuat keduanya tidak saling mengenal dan tidak berkomunikasi gagal mereka bahkan sangat terlihat akrab dan terlihat dekat. Bahkan maudy terlihat pemilih dalam berteman dengan mudahnya akrab seakan mereka sudah saling mengenal lama.“Kalian sudah lama mengenal?” tanya alex pelan agar tidak menimbulka kecurigaan.0Maudy merangkul pundak Aulia senang. “Gak lama amat sih baru seminggu aja, itupun ketemunya waktu yang kurang berkesan ‘kan Aulia.”Aulia memaksakan senyumnya mendegar itu, memang benar. Ia menarik dirinya menjauh dari maudy risih diperhatikan seintens itu.“Wish asik ni, kalau begini, bisa tuh gabung dengan kami juga dong, kesempatan aku buat dekat dengan Aulia jalannya makin mulus aja,” seru Ahmad. Merasa memiliki kesempatan berdekatan dengan aulia.Tatapan melotot dilayangkan oleh Alex tak setuju tak i
“Aulia,” panggil Maudy berulang kali karena perempuan itu diam melamun setelah menanyakan sudah lama atau kerja di sana.“Hah? Ya, ada apa kak?” “Aku bertanya loh kok malah begong sih, lagi mikirin apa?”“Ah, itu kakak motor aku sore ini bisa langsung diambil gak sih, soalnya penting bangat.” Kilahnya mencoba mengalihkan topik tak ingin terlalu jauh membahas tentang kejadian beberapa hari lalu saat mereka bertemu diapartemen tanpa sengaja dan harus berbohong.“Oh itu, aku akan mengabarinya kalau sudah dikampus. Palingan juga gak lama kalau hanya bannya bocor.”“Aku boleh minta nomornya kak? Kalau ke kesana sore ini gak akan susah lagi." Pinta aulia berusaha agar tidak terus menyusahkan Maudy ada rasa tak enak dalam dirinya terus merpotkan perempuan itu, selain itu dirinya juga tidak terbiasa menjadi pribadi yang indepent semuanya dilakukan sendiri.“Gak usah nanti aku yang hubungi dan kita ke sana barengan.” Aulia menggelengkan kepalannya menolak bantuan itu. “Aku aja yang ke san
Menghela napas panjang menatap kepergian Aurel kembali menertralkan detak jantungnya yang kembas kempis berdetak cepat karena menahan emosi tak ada maskud untuk menyinggung ibunya tapi apa yang dilakukannya sudah keterlaluan. Netranya memerhatikan Aulia sibuk membersihkan tumpahan teh itu, ia meraih tangannya menatap luka yang kena air panas tersebut.“Harusnya kamu obati dulu lakamu, kalau terus dibiarkan akan semkin parah.”Aulia menarik tangannya menjauh lalu melanjutkan membersihkan meja tersebut. Alex tak tahan karena Aulia mengabaikan luka tersebut menyetaknya menuju kamar menyururhnya untuk duduk. “Kalau ada luka seperti ini harusnya langsung kamu obati jangan dibiarkan begitu saja, gak baik.”Aulia diam menunduk saja tidak memberikan respon apapun. Sejak kepergian mertuanya itu terus saja bungkam membuat Alex mengeryitkan kening saat pulang pantai dia baik-baik saja.“Ada apa sejak tadi kok kamu diam saja sih?” tanya alex merasa ada yang aneh dengan perempuan itu.Tida
Aulia menyipratkan air alut ke arah Alex dengan tawa bahagia seakan masalah antara meraka sudah tiada lagi dengan segaja, senyum dibibirnya pun ikut tersinggung. Beberapa kali Alex terpesona dengan senyumnya yang manis, bahkan dibuat terpana dengan lesung pipi yang dimilikinya. “Kak Alex kok melamun aja sih” tegur Amlia mendorong laki-laki itu mendekat ke arah aulia.Alex terus memerhatikan Aulia menatap penuh kagum dan sorot mata lembut ke arahnya, ia terus dibuat terpoesona senyuman masnis peremuan itu, senyuman yang jarang sekali diliat menyadari ternyata perempuan itu selain memiliki gigi yang rapi juga memiliki lesung pipi di bawah bibirnya dengan bentuk titik. Bibrinya pun ikut terangkat menyaksikan senyum manis itu berharap akan selalu terbit. Perempuan itu sangat bahagia saat bermain dipantai karena seja kecil orang tuanya selalu membawanya ke pantai. Alex berharap bisa terus melihat senyuman indah itu.“Cantik,” puji Alex lalu menyiramnya dengan air laut. Perempuan itu m
Aku merindukan masa kecilku tertawa tanpa beban, semakin deawasa dunia menujukkan kekejamannya, saat aku mencoba untuk mencari makna atas apa yang terjadi semakin hatiku dibuat risau semua begitu abu-abu tak mengerti sama sekali”Arumi*****mingu pagi Arumi, marwah, dan alex memutuskan untuk berlibur jalan-jalan ke salah satu tempat wisata di Makassar yaitu pantai akkarena mereka memutuskan untuk pergi lebih awal karena jarak antara apartemen mereka cukup jauh memakan cukup lama, walupun pantai akkarena sangat terkenal dengan pemandangan matahari terbenamnya tapi ingin menikmati keindahan pantai berpasir hitam tersebut sejak kecil Arumi dan Aulia sangat menyukai pantai dan juga langit mereka akan menghbisakan waktu seharian bermain di diata spasir seraya menikmati pemandan dan jajanan di sana.“is, kok mereka lama bangat sih,” gumam arumi menggerutu berdiri di depan mobil Alex cukup lama. “Andaikan saja aku tau kalau akan menunggu lama begini lebih baik aku minta kunci mobil
Aulia memasuki apartemen mereka membwa barang belaja bulanannya sekilas melirik ke arah Arumi cemberut memayungkan bibirnya kesal. Menaikkan alisnya sebelah bertanya-tanya apa yang sudah terjadi namun tak mau ambil pusing mengayunkan kaki menuju dapur."Kak Aulia," teriak Arumi mengelegar membuatnya menghela napas panjang. Ia keluar, matanya melotot mendapatkan Alex menutup mulut Arumi. Ia melangkah mendekat dan menepis jari-jarinya melepaskan tangannya "Apa yang kau lakukan pada adikku! Mau membunuhnya?" Arumi mengangguk setuju dengan prrnyataan itu. Semakin memanas-manasinya memprovikasi yang terjadi. "Mana mungkin aku mau membunuh adikku iparku sendiri. Kakaknya segalak singa lapar. Sama halnya aku mencari mati." Arumi menahan tawa mendengar senyum tipis mulai terbit di bibir perempuan itu."Kak Alex mengancamku kalau membocorkan selesai di telpon seorang perempuan."Alex melototkan matanya tak percaya berani mengadu sudah mengingatkannya untuk tidak memberitahukan masalah
"Jangan menyesali apa yang terjadi dengan jalan hidupmu apalagi itu tentang keluarga broken home tapi jadikan tombak menuju suksessmu membungkam semua mulut merendahkanmu.Alex¤¤¤"Hai berhenti jangan mengatakan itu, kalau kamu membenci semua hal pada padamu baik itu hidupmu, dirimu dan takdirmu maka akan membuatmu hancur," Alex mencoba menyadarkan Aulia yang terus saja bergumam putus asa. "Kamu tidak akan tau bagaiamana jadi aku Alex!" tukas Aulia menatap nanar laki-laki itu "Aku memang tidak tau apapun tentang kamu Aulia tapi, bahkan aku tidak akan pernah tau bagaimana masa lalumu itu, tapi yakinlah dibalik ujianmu ini ada kebahagiaan yang menantimu jangan jadikan masa lalumu sebagai penghambat masa depanmu."Aulia tertawa mengejek. "Masa depan? Bahkan kau saja sudah menghancurkannya sekarang. Apalagi yang aku punya sekarang!" sahutnya lagi mengingat pernikahan paslu ini. Alex terdiam tak lagi bisa berkomentar, sudah berusaha untuk menghibur dan menyemangatinya tapi lagi-lagi
"Aulia sudah semester berapa?" tanya Amelia, ia menghentikan kunyuhannya dengan antusias menjawab pertanyaan itu."Alhamdulillah udah mau masuk semester 3 kak.""Loh masih maba yah, aku kira tadi udah semester 4 loh kita setingakat." Maudy tertawa kecil sudah salah menilai tentang perempuan itu."Masuk organisasi apa? Kalau ada sosialisasi bisa barengan." Aulia terdiam sejenak menggaruk pipinya tak gatal karena tidak mengambil organisasi apapun bukan karena tidak ingin masuk tapi dulu sibuk bekerja sampai tak ada waktu mengurus hal tersebut hanya fokus ke kerjaan dan keluarganya saja."Ah, itu kak. Aku gak ambil organisasi apapun," jawab Aulia canggung. "Kenapa? Masuk organisasi itu bagus loh." "Aku sibuk kerja kak sampai tak ada waktu mengurusnya." "Oh, gitu. Kamu kerja sambil kuliah buat bayar uang kuliahmu?" Aulia mengangguk tanpa ragu tersenyum canggung. "Bagus dong masih muda sudah punya pengalaman kerja. Andainya aku juga bisa kuliah sambil kerja bisa merasakan bahagianya