Share

Jaring yang Semakin Menjerat

Author: Reisya Rifqi
last update Last Updated: 2025-01-01 21:40:42

Malam itu, Nadira tidak bisa tidur. Berkas yang ia terima dari pria tua tadi terus menghantui pikirannya. Fakta bahwa Arka adalah otak di balik transaksi gelap keluarga Hartawan membuatnya semakin yakin bahwa ia tidak bisa mempercayai siapapun di rumah ini.

Namun, Nadira juga sadar, menemui dan menanyakan langsung bukanlah pilihan yang bijak. Ia harus memainkan kartu ini dengan cermat.

Pagi itu, suasana di meja makan terasa lebih tenang dibandingkan biasanya. Nadira memutuskan untuk memulai permainan barunya.

"Arka, aku ingin ikut dalam urusan perusahaan," katanya tiba-tiba saat mereka sarapan.

Semua orang di meja menatapnya, termasuk Ny. Hartawan yang langsung mendengus.

"Apa maksudmu 'ikut dalam urusan perusahaan'?" tanya Ny. Hartawan dengan nada sinis. "Kamu pikir kamu mampu?"

Nadira tersenyum, tetap tenang. "Sebagai istri Arka, aku rasa wajar jika aku mulai belajar tentang bisnis keluarga ini. Lagipula, aku ingin menjadi bagian yang aktif, bukan hanya duduk diam di rumah."

Arka meletakkan cangkir kopinya dan menatap Nadira dengan ekspresi tak terbaca. "Kenapa tiba-tiba ingin ikut campur, Nadira?"

"Karena aku peduli," jawab Nadira dengan nada lembut namun tegas. "Aku ingin membantu, Arka. Bukankah itu yang dilakukan seorang istri?"

Arka tersenyum, tapi senyumnya penuh misteri. "Kalau itu yang kamu inginkan, aku tidak akan menghentikanmu. Tapi aku harap kamu tahu, dunia bisnis tidak seindah yang kamu bayangkan."

"Aku siap belajar," jawab Nadira singkat.

Nadira tiba di kantor Hartawan Corp untuk pertama kalinya sebagai "istri Arka." Semua mata pegawai tertuju padanya, sebagian karena rasa ingin tahu, sebagian lagi karena rasa hormat yang terpaksa.

Arka membawa Nadira ke ruang rapat besar, tempat para eksekutif perusahaan sudah berkumpul. Ia memperkenalkan Nadira sebagai "pendamping baru" yang akan mempelajari bisnis keluarga.

"Aku ingin dia memahami struktur perusahaan dan bagaimana kita bekerja," ujar Arka kepada para eksekutif. "Pastikan dia mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan."

Para eksekutif hanya mengangguk, meskipun Nadira bisa melihat ketidaksukaan di mata beberapa dari mereka.

Saat rapat berlangsung, Nadira memperhatikan dengan cermat. Ia tahu, setiap detail yang ia pelajari di sini bisa menjadi senjata di waktu yang tepat.

Namun, ia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa Arka sedang mengujinya. Pria itu terlihat terlalu tenang, seolah-olah ia menunggu Nadira melakukan kesalahan.

Setelah seharian berada di kantor, Nadira merasa lelah, tetapi pikirannya terus bekerja. Ia kembali ke kamar mereka lebih awal, berharap memiliki waktu untuk membaca dokumen yang ia bawa diam-diam dari kantor.

Namun, saat ia membuka pintu kamar, ia terkejut menemukan Arka sudah duduk di sana, membaca salah satu dokumen yang ia sembunyikan di meja samping tempat tidur.

"Kamu kelihatan sibuk, Nadira," kata Arka tanpa mengangkat wajahnya.

Nadira merasa darahnya membeku. "Apa yang kamu lakukan dengan dokumen itu?"

Arka menutup dokumen itu perlahan dan menatapnya. "Kamu tahu, Nadira. Aku selalu menghargai orang yang ingin belajar. Tapi aku tidak suka orang yang mencoba mencari tahu hal-hal yang seharusnya tidak mereka sentuh."

"Aku hanya mencoba memahami perusahaanmu, Arka," jawab Nadira berusaha tenang.

Arka berdiri, mendekatinya dengan langkah pelan tapi penuh tekanan. "Memahami perusahaan, ya? Atau mencoba mencari tahu kelemahannya?"

Nadira menegakkan tubuhnya, menatapnya langsung. "Kalau aku mencari kelemahanmu, itu karena aku tidak percaya padamu, Arka."

Pria itu terdiam sejenak, lalu tersenyum dingin. "Bagus. Aku suka kejujuranmu, Nadira. Tapi ingat ini, permainan yang sedang kamu mainkan berbahaya. Kalau kamu tidak hati-hati, kamu bisa terluka."

"Kita lihat siapa yang akan terluka, Arka," balas Nadira tanpa rasa takut.

Malam itu, setelah Arka meninggalkan kamar, Nadira memutuskan bahwa ia harus bergerak lebih cepat. Ia menghubungi pria tua itu lagi.

"Aku butuh bukti yang lebih kuat," katanya dengan suara rendah.

"Apa yang sudah kamu dapatkan belum cukup?" tanya pria itu.

"Belum. Aku ingin sesuatu yang bisa langsung menjatuhkan Arka," jawab Nadira tegas.

Pria itu terdiam sejenak. "Kalau begitu, kamu harus datang ke gudang pelabuhan malam ini. Ada sesuatu yang mungkin menarik perhatianmu."

Nadira tiba di gudang yang dimaksud, membawa dokumen-dokumen yang sudah ia pelajari sebagai cadangan. Namun, tempat itu terasa terlalu sepi.

"Kenapa tidak ada siapa-siapa?" gumam Nadira sambil melangkah masuk.

Tiba-tiba, pintu gudang tertutup dengan keras di belakangnya. Nadira berbalik, tapi terlambat. Beberapa pria bertubuh besar muncul dari bayangan, mengelilinginya.

"Sepertinya kamu terlalu jauh masuk ke urusan yang bukan milikmu, Nona Nadira," salah satu pria itu berkata dengan nada dingin.

Nadira merasa tenggorokannya kering. "Siapa kalian?"

Sebelum pria itu bisa menjawab, suara langkah kaki bergema di ruangan. Dari kegelapan, muncul sosok yang membuat Nadira semakin terkejut.

"Arka?"

Arka berdiri di sana, tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Wajahnya tampak gelap, penuh kemarahan yang tertahan.

"Aku sudah bilang, permainan ini berbahaya, Nadira. Tapi sepertinya kamu terlalu keras kepala untuk mendengarkan," ujarnya yang dingin.

Nadira berdiri terpaku di tengah gudang yang gelap itu. Pandangannya terpaku pada Arka yang berdiri di depannya, dikelilingi pria-pria bertubuh besar. Sekilas, senyum dingin terukir di wajah Arka, tapi matanya menyala penuh ancaman.

"Jadi, ini permainanmu, Nadira?" ujar Arka, suaranya rendah tapi menggema di ruangan itu.

Nadira mencoba tetap tenang meskipun jantungnya berdetak kencang. "Permainan apa? Aku hanya mencari kebenaran."

Arka tertawa, tapi tidak ada humor dalam tawa itu. "Kebenaran? Kamu pikir kamu akan menemukan apa disini? Bukankah sudah kukatakan, jangan bermain-main dengan hal yang tidak kamu mengerti?"

"Aku tidak bermain-main, Arka!" Nadira membalas dengan tegas. "Aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu lakukan? Semua transaksi gelap ini, semua rahasia keluarga ini—aku tahu kamu terlibat!"

Senyuman Arka lenyap. Ia melangkah maju mendekat, hingga wajahnya hanya beberapa inci dari Nadira. "Dan kamu pikir kamu bisa menghentikanku?"

Nadira menegakkan tubuhnya, meskipun rasa takut mulai merayap di dadanya. "Aku tidak takut padamu, Arka."

Salah satu pria besar itu mendekati Arka. "Apa yang harus kita lakukan, Tuan? Wanita ini sudah terlalu jauh masuk."

Arka melirik pria itu, lalu kembali menatap Nadira. "Bawa dia kembali ke mansion. Kita akan bicara lebih banyak di tempat yang lebih nyaman."

Pria-pria itu mendekati Nadira, siap untuk memaksanya keluar, tapi Nadira melangkah mundur.

"Aku bisa berjalan sendiri," katanya tegas, mencoba menyembunyikan getaran di suaranya.

Arka mengangkat tangan, memberi isyarat agar para pria itu mundur. "Baiklah, kalau begitu. Ikuti aku."

Sesampainya di mansion, Arka membawa Nadira ke ruang kerjanya. Ia menutup pintu dengan keras, lalu duduk di kursi kerjanya, menatap Nadira seperti seorang hakim yang siap menjatuhkan hukuman.

"Jadi, apa rencanamu, Nadira?" tanya Arka, memecah keheningan.

"Aku tidak punya rencana. Aku hanya ingin tahu kebenaran," jawab Nadira.

"Kebenaran apa? Bahwa aku menjalankan bisnis yang tidak sepenuhnya bersih? Bahwa keluarga ini penuh dengan rahasia?" Arka berdiri, suaranya mulai meninggi. "Kamu pikir kamu bisa melakukan sesuatu dengan informasi itu? Kamu tidak tahu seberapa dalam ini semua."

"Aku tahu lebih dari yang kamu pikirkan, Arka," Nadira membalas dengan tajam. "Dan aku tidak akan diam saja sementara kamu dan keluargamu terus merusak hidup orang lain."

Arka menatapnya dalam diam, lalu tersenyum. "Kamu pikir kamu berbeda? Kamu pikir kamu lebih baik dari kami? Jangan lupa, Nadira, kamu juga punya agenda. Kamu masuk ke keluarga ini bukan karena cinta, tapi karena balas dendam."

Nadira tertegun. "Kamu tahu?"

"Tentu saja aku tahu," jawab Arka, suaranya kembali tenang. "Kamu pikir aku tidak mempelajari siapa dirimu sebelum menikahimu? Aku tahu apa yang terjadi pada ayahmu. Aku tahu kamu ingin menghancurkan keluarga ini."

Nadira merasa seluruh tubuhnya membeku. Semua rahasia yang ia sembunyikan kini ada di tangan Arka.

"Kalau kamu tahu, kenapa kamu tetap menikahiku?" tanya Nadira akhirnya.

Arka mendekat, menatapnya dengan intens. "Karena aku ingin melihat sejauh mana kamu akan pergi. Aku ingin tahu apakah kamu cukup pintar untuk bertahan di permainan ini. Dan sejauh ini, kamu tidak mengecewakanku."

Kata-kata Arka membuat Nadira marah sekaligus bingung. Ia tidak tahu apakah pria itu sedang meremehkannya atau memberinya tantangan.

"Kalau begitu, kita lihat siapa yang akan menang," ujar Nadira, suaranya yang penuh tekad.

Arka tertawa. "Kamu benar-benar menarik, Nadira. Tapi ingat, aku tidak akan membiarkanmu menang dengan mudah."

Nadira menatapnya. "Dan aku tidak akan berhenti sampai aku mendapatkan apa yang aku inginkan."

Arka mendekat, menempatkan kedua tangannya di sisi Nadira, memerangkapnya di dinding. "Kalau begitu, selamat datang di permainan ini, istriku. Kita lihat siapa yang bertahan sampai akhir."

Malam itu, Nadira tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan apa yang baru saja terjadi. Arka tahu segalanya, tapi pria itu memilih untuk tetap membiarkannya bermain. Apa tujuan Arka sebenarnya?

Disisi lain, ia tahu bahwa ini bukan saatnya untuk mundur. Jika Arka ingin permainan ini berlanjut, maka ia harus memastikan dirinya yang keluar sebagai pemenang.

"Aku akan menghancurkanmu, Arka. Dan aku akan memastikan keluargamu membayar untuk semua yang telah mereka lakukan."

Sementara itu, di ruang kerjanya, Arka duduk sendirian, menatap foto lama yang diambil bertahun-tahun lalu. Foto itu menunjukkan dirinya dan seseorang yang sangat mirip dengan Nadira.

"Kamu benar-benar seperti dia," gumamnya pelan. "Tapi kali ini, aku tidak akan membuat kesalahan yang sama."

Related chapters

  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Tembok yang Retak

    Malam itu terasa begitu dingin di kamar Nadira. Meski lampu redup menerangi ruangannya, pikirannya terus berputar. Kata-kata Arka di gudang pelabuhan tadi siang masih terngiang di telinganya."Aku tahu rencanamu sejak awal."Nadira mengatupkan rahangnya, menatap jendela yang menghadap taman belakang. Jika Arka tahu segalanya, kenapa ia masih membiarkannya bergerak bebas?Pagi Hari: Percakapan dengan Ny. HartawanKeesokan paginya, Nadira memutuskan untuk sarapan lebih awal. Namun, ia tidak menduga akan bertemu dengan Ny. Hartawan di ruang makan. Wanita itu sudah duduk dengan elegan di kursinya, menyisipkan teh dengan ekspresi yang selalu angkuh."Kamu tidak biasanya bangun sepagi ini," kata Ny. Hartawan tanpa melihat Nadira.Nadira mengambil tempat duduknya, mencoba menjaga sikap. "Aku hanya merasa harus memulai hariku lebih cepat. Banyak yang harus aku pelajari tentang perusahaan."Ny. Hartawan tersenyum, tetapi senyuman itu penuh sindiran. "Belajar tentang perusahaan atau mencari kel

    Last Updated : 2025-01-04
  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Jejak yang Menjerat

    Pagi itu, Nadira bangun dengan perasaan resah. Pikirannya terus memutar ulang percakapannya dengan Arka semalam. Kata-kata pria itu seperti teka-teki yang terus menghantuinya."Permainan ini bukan hanya tentang balas dendammu. Ini tentang kita berdua."Apa maksud Arka sebenarnya? Nadira tahu ia harus tetap fokus pada tujuannya, tapi semakin ia mencoba menjaga jarak, semakin sulit rasanya mengabaikan tatapan Arka yang seolah menelanjangi semua rencananya.Di ruang makan, Nadira menemukan Ny. Hartawan sudah duduk, ditemani Arka yang tampak santai membaca koran pagi. Nadira berusaha menenangkan dirinya sebelum mengambil tempat duduk."Selamat pagi," sapa Nadira, mencoba bersikap biasa.Ny. Hartawan hanya mengangguk, sedangkan Arka meliriknya dengan senyuman kecil. "Tidur nyenyak, Nadira?" tanyanya dengan nada menggoda."Tentu saja," jawab Nadira singkat.Namun, Ny. Hartawan tampak tidak sabar dengan percakapan ringan ini. Ia meletakkan cangkir tehnya dengan bunyi keras, menarik perhatian

    Last Updated : 2025-01-04
  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Awal Mimpi Buruk

    Hujan turun deras malam itu. Jalanan kota yang biasanya ramai, mendadak sunyi, hanya suara gemericik air yang terdengar. Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, seorang wanita muda berdiri memandang jendela dengan lamunannya."Nad, udah makan belum?" suara ibunya dari dapur terdengar, mengalihkan lamunan Nadira."Belum, Bu. Lagi nggak nafsu," jawab Nadira lemah.Ibunya muncul dari dapur dengan wajah lelah, membawa sepiring nasi dan lauk sederhana. "Kamu nggak boleh gini terus. Masalah itu udah berlalu. Kita harus kuat."Nadira menoleh perlahan. "Berlalu? Gimana mau berlalu kalau semuanya hancur gara-gara mereka?" Nada suaranya naik, matanya mulai berkaca-kaca.Ibunya terdiam. "Nad, dendam itu nggak akan bikin kita bahagia. Kita harus ikhlas.""Ikhlas? Bu, mereka ambil semua yang kita punya! Papa meninggal gara-gara stres, kita diusir dari rumah sendiri, dan sekarang kita hidup begini. Gimana caranya aku ikhlas?" Nadira membanting pintu kamarnya dan terisak di baliknya.Di dalam kamar

    Last Updated : 2024-12-30
  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Awal Permainan

    Seminggu setelah pertemuan dingin itu, hari pernikahan pun tiba. Nadira berdiri di depan cermin panjang, mengenakan gaun putih yang terlalu mewah untuk seleranya. Riasan di wajahnya yang sempurna, menutupi segala emosi yang bergejolak di dalam hatinya."Semua sudah siap, Nona Nadira," suara Adrian terdengar dari pintu. "Tamu-tamu sudah berkumpul di aula. Tuan Arka sedang menunggu."Nadira mengangguk pelan. "Ayo kita selesaikan ini."Adrian menatap Nadira sebentar, seolah ingin memastikan bahwa wanita itu siap. "Ingat, tetap tenang. Jangan tunjukkan kelemahan di depan mereka.""Saya tahu apa yang harus saya lakukan," jawab Nadira dengan nada tegas.Di Aula Pernikahan yang begitu megah dipenuhi tamu undangan dari kalangan elit. Para sosialita sibuk berbisik-bisik, membicarakan wanita sederhana yang entah bagaimana berhasil menikahi Arka Hartawan, pria paling dingin di kota itu.Saat Nadira melangkah masuk, semua mata tertuju padanya. Tapi dia tidak peduli. Fokusnya hanya satu, yaitu kep

    Last Updated : 2025-01-01
  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Di Balik Topeng Hartawan

    Hari-hari pertama Nadira di keluarga Hartawan adalah ujian ketahanan mental. Keluarga besar ini tidak hanya kaya, tetapi juga penuh rahasia gelap. Nadira menyadari bahwa menjadi bagian dari hidup mereka berarti melangkah di atas ladang ranjau.Malam itu, Nadira memutuskan untuk memulai rencananya. Setelah memastikan semua orang sudah tidur, ia menyelinap keluar dari kamar dan menuju ke ruang kerja Arka.Nadira membuka pintu dengan hati-hati. Ia tahu ruangan ini adalah pusat kekuatan Arka. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, sesuatu yang bisa ia gunakan untuk memutar balikkan keadaan.Ia menyalakan lampu kecil di meja kerja, mulai membuka laci-laci. Beberapa dokumen tentang proyek perusahaan, kontrak bisnis, dan peta tanah tergelar di depannya. Tapi yang menarik perhatiannya adalah sebuah amplop coklat yang diselipkan di bawah dokumen-dokumen itu.Nadira membuka amplop tersebut. Di dalamnya, ada beberapa foto seorang pria yang terlihat akrab di matanya. Pria itu..."Sedang apa kamu

    Last Updated : 2025-01-01

Latest chapter

  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Jejak yang Menjerat

    Pagi itu, Nadira bangun dengan perasaan resah. Pikirannya terus memutar ulang percakapannya dengan Arka semalam. Kata-kata pria itu seperti teka-teki yang terus menghantuinya."Permainan ini bukan hanya tentang balas dendammu. Ini tentang kita berdua."Apa maksud Arka sebenarnya? Nadira tahu ia harus tetap fokus pada tujuannya, tapi semakin ia mencoba menjaga jarak, semakin sulit rasanya mengabaikan tatapan Arka yang seolah menelanjangi semua rencananya.Di ruang makan, Nadira menemukan Ny. Hartawan sudah duduk, ditemani Arka yang tampak santai membaca koran pagi. Nadira berusaha menenangkan dirinya sebelum mengambil tempat duduk."Selamat pagi," sapa Nadira, mencoba bersikap biasa.Ny. Hartawan hanya mengangguk, sedangkan Arka meliriknya dengan senyuman kecil. "Tidur nyenyak, Nadira?" tanyanya dengan nada menggoda."Tentu saja," jawab Nadira singkat.Namun, Ny. Hartawan tampak tidak sabar dengan percakapan ringan ini. Ia meletakkan cangkir tehnya dengan bunyi keras, menarik perhatian

  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Tembok yang Retak

    Malam itu terasa begitu dingin di kamar Nadira. Meski lampu redup menerangi ruangannya, pikirannya terus berputar. Kata-kata Arka di gudang pelabuhan tadi siang masih terngiang di telinganya."Aku tahu rencanamu sejak awal."Nadira mengatupkan rahangnya, menatap jendela yang menghadap taman belakang. Jika Arka tahu segalanya, kenapa ia masih membiarkannya bergerak bebas?Pagi Hari: Percakapan dengan Ny. HartawanKeesokan paginya, Nadira memutuskan untuk sarapan lebih awal. Namun, ia tidak menduga akan bertemu dengan Ny. Hartawan di ruang makan. Wanita itu sudah duduk dengan elegan di kursinya, menyisipkan teh dengan ekspresi yang selalu angkuh."Kamu tidak biasanya bangun sepagi ini," kata Ny. Hartawan tanpa melihat Nadira.Nadira mengambil tempat duduknya, mencoba menjaga sikap. "Aku hanya merasa harus memulai hariku lebih cepat. Banyak yang harus aku pelajari tentang perusahaan."Ny. Hartawan tersenyum, tetapi senyuman itu penuh sindiran. "Belajar tentang perusahaan atau mencari kel

  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Jaring yang Semakin Menjerat

    Malam itu, Nadira tidak bisa tidur. Berkas yang ia terima dari pria tua tadi terus menghantui pikirannya. Fakta bahwa Arka adalah otak di balik transaksi gelap keluarga Hartawan membuatnya semakin yakin bahwa ia tidak bisa mempercayai siapapun di rumah ini.Namun, Nadira juga sadar, menemui dan menanyakan langsung bukanlah pilihan yang bijak. Ia harus memainkan kartu ini dengan cermat.Pagi itu, suasana di meja makan terasa lebih tenang dibandingkan biasanya. Nadira memutuskan untuk memulai permainan barunya."Arka, aku ingin ikut dalam urusan perusahaan," katanya tiba-tiba saat mereka sarapan.Semua orang di meja menatapnya, termasuk Ny. Hartawan yang langsung mendengus."Apa maksudmu 'ikut dalam urusan perusahaan'?" tanya Ny. Hartawan dengan nada sinis. "Kamu pikir kamu mampu?"Nadira tersenyum, tetap tenang. "Sebagai istri Arka, aku rasa wajar jika aku mulai belajar tentang bisnis keluarga ini. Lagipula, aku ingin menjadi bagian yang aktif, bukan hanya duduk diam di rumah."Arka me

  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Di Balik Topeng Hartawan

    Hari-hari pertama Nadira di keluarga Hartawan adalah ujian ketahanan mental. Keluarga besar ini tidak hanya kaya, tetapi juga penuh rahasia gelap. Nadira menyadari bahwa menjadi bagian dari hidup mereka berarti melangkah di atas ladang ranjau.Malam itu, Nadira memutuskan untuk memulai rencananya. Setelah memastikan semua orang sudah tidur, ia menyelinap keluar dari kamar dan menuju ke ruang kerja Arka.Nadira membuka pintu dengan hati-hati. Ia tahu ruangan ini adalah pusat kekuatan Arka. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran, sesuatu yang bisa ia gunakan untuk memutar balikkan keadaan.Ia menyalakan lampu kecil di meja kerja, mulai membuka laci-laci. Beberapa dokumen tentang proyek perusahaan, kontrak bisnis, dan peta tanah tergelar di depannya. Tapi yang menarik perhatiannya adalah sebuah amplop coklat yang diselipkan di bawah dokumen-dokumen itu.Nadira membuka amplop tersebut. Di dalamnya, ada beberapa foto seorang pria yang terlihat akrab di matanya. Pria itu..."Sedang apa kamu

  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Awal Permainan

    Seminggu setelah pertemuan dingin itu, hari pernikahan pun tiba. Nadira berdiri di depan cermin panjang, mengenakan gaun putih yang terlalu mewah untuk seleranya. Riasan di wajahnya yang sempurna, menutupi segala emosi yang bergejolak di dalam hatinya."Semua sudah siap, Nona Nadira," suara Adrian terdengar dari pintu. "Tamu-tamu sudah berkumpul di aula. Tuan Arka sedang menunggu."Nadira mengangguk pelan. "Ayo kita selesaikan ini."Adrian menatap Nadira sebentar, seolah ingin memastikan bahwa wanita itu siap. "Ingat, tetap tenang. Jangan tunjukkan kelemahan di depan mereka.""Saya tahu apa yang harus saya lakukan," jawab Nadira dengan nada tegas.Di Aula Pernikahan yang begitu megah dipenuhi tamu undangan dari kalangan elit. Para sosialita sibuk berbisik-bisik, membicarakan wanita sederhana yang entah bagaimana berhasil menikahi Arka Hartawan, pria paling dingin di kota itu.Saat Nadira melangkah masuk, semua mata tertuju padanya. Tapi dia tidak peduli. Fokusnya hanya satu, yaitu kep

  • Pernikahan untuk Balas Dendam Seorang Istri    Awal Mimpi Buruk

    Hujan turun deras malam itu. Jalanan kota yang biasanya ramai, mendadak sunyi, hanya suara gemericik air yang terdengar. Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, seorang wanita muda berdiri memandang jendela dengan lamunannya."Nad, udah makan belum?" suara ibunya dari dapur terdengar, mengalihkan lamunan Nadira."Belum, Bu. Lagi nggak nafsu," jawab Nadira lemah.Ibunya muncul dari dapur dengan wajah lelah, membawa sepiring nasi dan lauk sederhana. "Kamu nggak boleh gini terus. Masalah itu udah berlalu. Kita harus kuat."Nadira menoleh perlahan. "Berlalu? Gimana mau berlalu kalau semuanya hancur gara-gara mereka?" Nada suaranya naik, matanya mulai berkaca-kaca.Ibunya terdiam. "Nad, dendam itu nggak akan bikin kita bahagia. Kita harus ikhlas.""Ikhlas? Bu, mereka ambil semua yang kita punya! Papa meninggal gara-gara stres, kita diusir dari rumah sendiri, dan sekarang kita hidup begini. Gimana caranya aku ikhlas?" Nadira membanting pintu kamarnya dan terisak di baliknya.Di dalam kamar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status