= Beberapa minggu, hampir satu bulan setelah kejadian di apartemen Kyle =
"Apa yang kau lakukan, Kyle? Bukan seperti ini rencana kita! Kau bilang hanya ingin membuat Fred dan Andrea putus dengan membuatnya cemburu padaku! Tidak pernah kau bilang akan menyebarkan foto-foto Frederick yang seperti itu di kampus!"Kekehan terdengar dari Kyle yang masih santai dengan dumbbell-nya. Ia asyik menatap bayangannya sendiri."Memangnya kenapa? Semuanya mulus, kan? Frederick terkena batunya, seperti keinginan kita.""Tapi tidak dengan Andrea! Tidak ada rencana membuat Andrea dikeluarkan, bruv! Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas! Aku akan mengatakannya pada prof. Dec untuk mempertimbangkan kembali!"Melihat Keith akan keluar ruangan dengan marah, dengan santai Kyle meletakkan dumbbell-nya ke lantai."Memangnya apa yang mau kau bilang ke orangtua itu? Kalau aku yang menyebarkan foto-foto Frederick? Apa kau punya bukti aku yang melakukannIni mimpi buruk. Mimpi yang sangat buruk!Jantung gadis itu terasa berdebar kencang. Tetes keringat mulai muncul dari pori-porinya. Tidak sekali pun dalam hidupnya, ia membayangkan akan berada dalam situasi seperti ini lagi.Tenggorokannya kering saat ia bersuara. "Rory. Aku bisa menjelaskan-"Suara lelaki di depannya terdengar kasar dan mengerikan. Kedua matanya yang biru terlihat memerah dan penuh kemarahan terpendam. "Apa yang akan kau jelaskan?"Salah satu tangan pria itu menggebrak meja di depanya dengan sangat kencang. "JAWAB AKU, BR*NGSEK!? APA YANG AKAN KAU JELASKAN PADAKU!?"Tidak ada yang bisa diingat jelas gadis itu saat lelaki di depannya tiba-tiba menerjang dan membantingnya kasar ke sofa. Ia juga masih terpaku ketika celana kantornya dilucuti paksa. Ia barulah menjerit kencang saat sesuatu yang panas memasuki inti tubuhnya tanpa kelembutan sedikit pun."ARGHHH!!!"Bola mata gadis itu membalik ke atas ketika rasa sakit terasa menghujamnya berkali-kali. Suara geraman kelua
= Salah satu komplek perumahan ramah keluarga kecil. Kota BB, Jerman =Kota BB adalah satu dari sekian kota kecil di Jerman. Penduduknya tidak banyak namun terkenal dengan bangunannya yang indah dan juga minuman lokalnya. Banyak wisatawan mampir ke kota ini hanya untuk mengambil foto dan mengunjungi museum lokal dengan arsitektur yang sedap dipandang. Minuman birnya penghilang rasa lelah dan membuat ketagihan mereka yang suka nongkrong di waktu senja. Universitas tertuanya pun beberapa kali menelurkan seniman yang terkenal dengan karya sastranya hingga saat ini.Memiliki bisnis di kota ini, sama saja dengan membangun relasi. Banyak dari penduduk kotanya yang cukup mengenal satu dengan lainnya. Meski tidak terlalu akrab, namun pada umumnya mereka tahu profesi satu sama lainnya yang tinggal berdekatan dan dapat menjadi sumber promosi bila dibutuhkan. Profesi lain Lily sebagai interior designer pun meroket karena pemasaran dari mulut ke mulut, yang juga berimbas pada kafe-nya yang semaki
"Halo, Red."Suara Gregory yang rendah dan terdengar mengancam, membuat kedua kaki Lily gemetar. Dalam benaknya, berkelebat peristiwa beberapa malam lalu ketika pria itu memp*rkosanya di ruangan ini. Mata birunya tampak panik dan jelalatan mencari jalan keluar dari ruangan terkunci ini. Mungkin dia bisa berteriak dan memberi peringatan pada Mike yang masih di luar.Mengambil nafas dalam, Lily mendorong dirinya dan berusaha lari menuju pintu. Sudah diduga, kaki-kaki kecilnya tidak mampu mengimbangi langkah Gregory yang panjang dan lebar. Dengan mudah, pria itu menarik pinggangnya dan memaksa wanita itu untuk menempel ke dinding. Ia bisa merasakan hawa panas yang keluar dari tubuh lelaki itu yang saat ini menekannya dari belakang.Suara yang keluar dari mulut lelaki itu terasa sangat berat dan mengalirkan udara panas di telinganya."Mau kemana kamu, Red? Mau kabur lagi, hmmh...?"Kedua tangan Lily menekan ke arah dinding dan ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Lelaki itu benar-benar me
"Rory..."Pelukan lelaki di atasnya mengerat dan gerakannya semakin cepat. Tangan-tangan pria itu yang mengusap tubuhnya terasa tidak sabar dan penuh dengan kelaparan. Lily merasakan seluruh wajahnya diciumi dengan rakus dan saat akhirnya merasakan kelembutan di mulutnya, wanita itu memeluk pria yang menindihnya dan mereka pun bergerak bersamaan. Keduanya saling memberikan kenikmatan melalui mulut masing-masing yang saling melahap dengan suara cecapan nyaring.Gelombang demi gelombang eforia dirasakan oleh wanita yang berada dalam ambang kesadaran itu. Ia menggigit bahu pria di pelukannya dan memberikan cakaran di punggungnya. Tubuh keduanya bergetar bersamaan dan pelukan mereka semakin mengencang satu sama lain. Suara lenguhan terdengar di telinga wanita itu dan terasa ciuman penuh kelembutan di dahinya yang berkeringat. Lily masih sempat mendengar seseorang berbisik padanya sebelum ketidaksadaran menghampirinya lagi."Liliana Walton... Kamu... ku... Aku... mu... Tu... aku..."Saat m
"Bagaimana keadaanmu?"Kepala mungil Lily mengangguk dan bibirnya tersenyum lembut."Lebih baik, dok. Terima kasih."Merapihkan selimut pasien, perawat wanita itu mengangguk pada sang dokter."Ada lagi, dokter Hills?""Tidak ada, Martha. Terima kasih. Kamu boleh pergi."Menatap kepergian perawat itu, kepala Lily menoleh pada sang dokter dan tersenyum."Saya tidak menyangka akan berjumpa lagi dengan Anda di sini, dok. Bersama Martha."Menarik kursi ke arah tempat tidur, dokter yang telah berambut putih itu akhirnya duduk. "Sudah saatnya aku pensiun, Lily. Marta-pun sudah setuju. Karena itu, kami memutuskan menghabiskan sisa masa pengabdian kami di kota ini. Lagipula, kota ini jauh lebih tenang dibanding CA yang ramai."Mendengar itu, Lily terkekeh pelan. "Benar juga."Setelah itu, dua orang itu terdiam sejenak. Menatap wajah Lily yang sendu, dokter itu meraih tangan mungil yang masih pucat itu dan mer*masnya lembut."Jujurlah padaku, Lily. Bagaimana sebenarnya perasaanmu sekarang? Kau
"Dia mengatakan 'suami macam apa yang membiarkan isterinya keluar rumah sakit begitu saja'. Kalau itu terjadi padaku, tentu saya akan melakukan hal yang sama seperti Tuan ini, officer. Benar seperti itu kan kejadiannya, Tuan?"Rahang Gregory tampak mengeras tapi kepalanya mengangguk. Ia tidak memandang dua orang di depannya."Kalau tidak percaya, mungkin kau bisa mengeceknya lewat CCTV. Saya tidak berbohong, officer."Menarik nafas dalam, petugas itu akhirnya berdiri lebih rileks. "Baiklah kalau begitu. Saya percaya kesaksian Anda, dr. Hills. Dan untuk Anda Tuan, saya cukup prihatin dengan keadaan Anda tapi saya harap, Anda tidak membuat keributan lagi di sini. Ini adalah rumah sakit dan bukan jalanan. Kalau ingin menggunakan kekerasan, maka bukan di sini tempatnya. Anda paham?"Kembali kepala Gregory mengangguk. Tatapan masih tertuju ke lantai ubin di bawahnya.Setelah petugas itu pergi, mata biru pria itu mengerjap cepat. "Saya menghargai bantuan Anda, dokter."Tersenyum meminta ma
Berdiri canggung dalam ruangan sempit itu, mata Lily menyapu sekitarnya dan akhirnya menunjuk kursi yang ada di balik meja kerjanya."Duduklah di sana. Kamu mungkin mengalami luka bakar. Aku akan mengambil kotak P3K."Meninggalkan Gregory yang berdiri mematung, lelaki itu mengamati pemandangan yang ada di sekitarnya. Bukannya duduk di kursi, ia malah memperhatikan benda-benda yang ada di ruangan kerja yang sangat terbatas itu. Di sana hanya ada satu meja kerja, satu kursi dan beberapa lemari berkas. Tempat ini terasa sangat sempit dan cukup menyesakkan. Pria itu mengusapkan jari-jari tangannya di meja yang terbuat dari kayu mengkilat itu sambil melamun, saat terdengar pintu terbuka dan suara Lily yang menegurnya dari belakang."Kamu masih belum buka baju? Buka bajumu, Greg. Aku akan mengoleskan salep ke kulitmu."Menurut, Gregory mulai membuka kancing-kancing kemejanya. Ia membelakangi Lily.Saat kemeja itu akhirnya lolos dari badannya, benak Lily mulai memikirkan hal-hal yang tidak
"Gregory."Menoleh ke sampingnya, Gregory berdiri dari duduknya dan tampak bersalaman erat dengan seorang pria. Keduanya pun saling memberikan pelukan dan tepukan punggung ala lelaki."Frederick."Pria yang baru datang itu tersenyum ramah. "Kau tampak sehat, Greg. Syukurlah."Gregory balas tersenyum, meski samar. "Terima kasih, Fred. Dad?""Papa titip salam. Ada hal yang harus diurusnya dulu di kantor. Urgent."Gregory mengangguk. "Dia masih sibuk? Bukannya kau sudah menggantikannya sejak 2 tahun lalu?"Senyuman kecut muncul di wajah Fred. "Dia tidak akan pernah pensiun, Greg. Meski secara manajemen dia menyerahkan jabatannya, tapi tetap saja ada beberapa detail yang dia masih ingin tangani sendiri. Dia BARU akan berhenti, di saat benar-benar HARUS berhenti."Kekehan kecil yang jarang muncul, tiba-tiba saja terdengar dari mulut Gregory."Kau benar. Dia memang sangat perfectionist.""Mirip denganmu sebenarnya. Kau tidak sadar?""Hmm.""Kau masih tinggal di SD? Bagaimana kantormu di san
= Beberapa minggu, hampir satu bulan setelah kejadian di apartemen Kyle ="Apa yang kau lakukan, Kyle? Bukan seperti ini rencana kita! Kau bilang hanya ingin membuat Fred dan Andrea putus dengan membuatnya cemburu padaku! Tidak pernah kau bilang akan menyebarkan foto-foto Frederick yang seperti itu di kampus!" Kekehan terdengar dari Kyle yang masih santai dengan dumbbell-nya. Ia asyik menatap bayangannya sendiri."Memangnya kenapa? Semuanya mulus, kan? Frederick terkena batunya, seperti keinginan kita.""Tapi tidak dengan Andrea! Tidak ada rencana membuat Andrea dikeluarkan, bruv! Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas! Aku akan mengatakannya pada prof. Dec untuk mempertimbangkan kembali!"Melihat Keith akan keluar ruangan dengan marah, dengan santai Kyle meletakkan dumbbell-nya ke lantai."Memangnya apa yang mau kau bilang ke orangtua itu? Kalau aku yang menyebarkan foto-foto Frederick? Apa kau punya bukti aku yang melakukann
Selama beberapa waktu, Lorelai latihan bersama Kyle di ruangan gym milik pria itu. Apartemen Kyle cukup mewah dan pria itu merubah salah satu kamar tamunya menjadi ruangan latihan yang berisi beberapa peralatan mahal. Pria itu senang menghabiskan waktu di sana untuk latihan, sekaligus mengagumi dirinya sendiri karena dinding-dindingnya diubah menjadi cermin yang besar dan memenuhi ruangan.Tampak lelaki itu membantu Lorelai untuk melakukan peregangan dan tangannya berada di perut gadis itu yang rata. Matanya yang hijau menelusuri tubuh gadis itu yang meski masih berusia 15 tahun, tapi sudah terbentuk sempurna. Kedua asetnya tampak menggiurkan dan kakinya yang jenjang terlihat seksi. Gadis itu sangat seksi, dan sayangnya ia tidak tertarik. Ia jauh lebih tertarik pada kakak-kakak lelakinya yang s*alnya, justru menunjukkan rasa tidak suka padanya.Karena kesal, tanpa sadar salah satu telapak Kyle justru mer*mas d*da Lorelai kuat dan membuat gadis itu tertegun. Kedua p
= Flashback hampir 18 tahun yang lalu. Salah satu cafe, kota CA. Amerika ="Aku akan melakukannya malam ini. Kau ikut?"Pria muda di depannya tampak menunduk menatap minumannya sendiri. Tampangnya gugup."Kyle... Apa kau yakin-""Kau ini mau membantuku atau tidak!?" Nada suara saudaranya yang tinggi membuat Keith mendongak. Ia menelan ludah saat melihat ekspresi Kyle yang keras dan penuh kemarahan."Aku tentu saja mau membantumu, bruv. Tapi cara ini...""Kau sudah lupa yang dilakukan orang s*alan itu padaku? Dia menghajarku habis-habisan, mate! Dan dia melakukannya setelah mel*cehkan aku! Saudaranya pun tahu kekurangan orang kurang ajar itu, tapi malah diam saja dan justru memusuhiku! Kau tahu dia tidak suka padaku, kan?"Menghela nafasnya, Keith memandang Kyle skeptis. "Tapi dia tidak ada hubungannya, bruv. Apa kau tega memanfaatkannya? Anak itu masih polos dan tidak harus bertanggungjawab untuk kelakuan kakak
Mata indah Claudia membesar, dan wanita itu perlahan mundur ke belakang."Keith...?"Di depan matanya, terlihat Keith menggenggam benda besi berkilat di tangannya. Pria itu menodongkannya ke arahnya dengan raut muka yang kosong dan datar.Jantung Claudia berdebar kencang dan ia mengangkat kedua tangannya hati-hati."Keith. Turunkan benda berbahaya itu. Kau tidak tahu cara menggunakannya."Komentar itu membuat Keith akhirnya mengeluarkan dengusan dan juga tawa kecil. Tatapannya tampak geli."Kau bilang, aku tidak tahu caranya? Justru aku sangat tahu, Kyle. Apa kau tidak tahu kalau paman Keifer sering mengajakku berburu menggantikanmu? Kau yang terlalu pengecut melihat darah, sering bersembunyi di balik alasan latihan untuk pertandingan. Aku bukan banci seperti dirimu, Kyle Young karena aku sangat tahu bagaimana cara menggunakan senjata api. Apapun jenisnya!"Rahang Claudia mengeras dan terdengar aliran nafas yang kencang
= Salah satu apartemen mewah. Kota NY. Sekitar 5 hari kemudian =Dalam apartemen yang hampir kosong itu, terserak beberapa kotak sudah penuh yang terisi berbagai macam barang. Apartemen yang tadinya mewah dan rapih itu kini terlihat kotor dan tidak terpelihara. Beberapa pajangannya sudah tidak ada karena dijual. Sisanya, sebagian masuk ke dalam kotak. Tampak seseorang yang sedang berdiri di tengah ruangan terlihat frustasi dan melempar ponselnya kesal ke arah sofa. Ia hampir saja membantingnya tadi ke lantai, kalau tidak ingat keadaannya saat ini.Salah satu kakinya menendang kotak yang berisi barang yang asal-asalan dimasukkan ke dalamnya."S*alan!?"Sangat kesal, Claudia berteriak sangat kencang dalam ruangan itu beberapa kali. Ia sangat frustasi, tapi tidak tahu harus melampiaskannya pada siapa. Ayahnya masuk penjara, sepupunya menghilang entah ke mana. Ia sendiri tidak bisa ke kantor YnY Inc. karena perusahaannya telah disegel dan masih menung
Setelah kepergian Maverick, pasangan suami-isteri itu tampak membereskan meja makan. Menatap Lily yang tengah melipat lap-nya, Gregory sedikit bersender ke meja pantry."Bagaimana menurutmu dia?""Dia? Maksudmu ayahmu?""Hmm."Menyimpan lap-nya di meja pantry, Lily ikut bersender di sebelah suaminya. Wanita itu tampak berfikir."Dia sebenarnya mirip denganmu. Kaku seperti kanebo kering. Pertama melihatnya pun aku sedikit takut.""Kanebo kering? Memangnya, aku sekaku itu?"Pertanyaan itu membuat Lily tertawa kecil. "Memangnya kamu tidak sadar? Kamu itu kaku, Greg. Dari dulu sampai sekarang, banyak orang yang takut padamu. Anak magang di kantor pun begitu. Mereka lebih suka bertanya pada Mike dibanding padamu. Mungkin kalau tidak sekaku itu, akan banyak orang mendekatimu. Termasuk para agen pemasaran di sebelah kantor kita."Baru sadar dengan kata-katanya, Lily terdiam. Wanita itu tampak berfikir dan memandang sua
"KEITH!? KAU MEMANG B*NGSAT!? B*JINGAN KAU!?"Tidak terhindar lagi, sebuah bogem yang keras mendarat di wajah Keith yang mulus dan membuat tubuh pria tampan itu terdorong ke tembok. Fred hampir saja maju lagi, saat melihat tetesan darah di lantai. Pria itu segera menahan saudara angkatnya yang juga ingin mendaratkan hantaman di wajah tamunya."Jangan, Greg. Dia terjangkit HIV. Lebih baik hati-hati."Kata-kata itu membuat Gregory mundur dan menghela nafasnya. Sepertinya, ia memang tidak boleh berbuat tindakan kekerasan lagi. Kepalanya menggeleng dan ia menyerahkan keputusan pada Fred yang menepuk pundaknya. Tampak bibir adiknya memberikan senyuman kecut padanya."Biar aku yang membereskannya. Hal ini tidak akan pernah selesai kalau dilanjutkan dengan kekerasan.""Enak saja kau ngomong begitu! Kau sudah puas karena telah menghajarnya, Frederick!"Kembali Fred menepuk pundak Gregory. "Sudahlah. Aku cukup khilaf tadi."Kedua
= Apartemen Gregory & Lily =Suara pintu yang tertutup membuat Lily menongolkan kepalanya dari dapur. "Greg? Kamu datang?""Yes, baby. Aku sudah pulang." Gregory menggantungkan mantelnya ke lemari dan menyimpan ranselnya.Langkah pria itu membawanya ke dapur. "Kamu masak apa?"Raut Lily tampak bersalah dan ia meringis. "Maaf, aku tidak memasak. Aku hanya menghangatkannya saja. Tapi aku pulang dari rumah sudah cukup sore, dan tidak sempat kalau masak."Memeluk isterinya, Gregory memberinya ciuman sayang. "Tidak masalah, Red. Asal jangan membuatmu capek saja, aku tidak masalah memakan masakan jadi."Bibir wanita itu mencium suaminya beberapa kali dan menariknya ke meja makan."Hanya sekali saja. Aku janji, kalau nanti rumah kita sudah jadi, aku akan memasak makanan enak untukmu."Pria itu terkekeh dan keduanya mulai menikmati makan malam mereka. Setelahnya, pasangan itu bersantai di ruang keluarga sambil menonton
= Kantor konsultan Ashley & associates. Kota SD ="Bagaimana kabarmu?""Saya baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya, Tuan Rothschild."Jawaban yang tulus itu membuat Maverick mengerjap. Ia menatap sosok anaknya yang terlihat jauh lebih lembut dan lebih positif dibanding tahun kemarin. Sangat jelas, pria itu bahagia dengan kehidupannya.Pria baya itu menghela nafasnya dalam. Matanya menelusuri sejumlah orang yang tampak lalu-lalang di luar ruangan kantor Gregory yang berjendela kaca. Semua orang tampak sibuk, mencerminkan cukup banyak project yang diterima konsultan akhir-akhir ini. Dalam hatinya, Maverick merasa bangga untuk anaknya."Aku tidak melihat isterimu. Dia tidak datang hari ini?"Suara rendah Gregory terdengar melembut samar. "Lily sedang ada di rumah kami, mengurus interior-nya."Kepala Maverick berpaling dan memandang anaknya. "Kalian sudah punya rumah sendiri?""Baru saja jadi, tapi interiornya