“Kamu tidak perlu membuat tanda sebanyak itu, Boy. Kami semua bisa melihat hasil perbuatanmu terlalu jelas,” kata Aksa. Dia memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Aksa bisa melihat semua tanda merah di leher Eve dan memastikan kalau Dexter pasti membuat banyak tanda di tempat lainnya.
“Ini masakan Eve,” sahut Dexter. Aksa mengerutkan keningnya, anaknya itu menjawab kalimatnya dengan kalimat lain yang tidak ada hubungannya.
“Lumayan juga,” sahut Aksa, hanya mengikuti ke mana arah pembicaraan itu, tetapi pujian itu benar adanya.
“Itu bukti transfer, Pa. Empat kali transfer, Pa, jadinya tanda sebanyak itu,” sahut Dexter. Anaknya benar-benar gila.
“Kamu ada rencana mau ke mana hari ini?” tanya Aksa. Aksa dan jajaran direksi, termasuk Dexter sendiri, sudah membahas masalah itu dan penanganannya, tetapi detailnya belum diketahui Dexter karena dia minta ijin pulang lebih dulu pada Aksa. Aksa langsung mengijinkan melihat anaknya itu terlihat cemas pada keadaan is
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Hug and kiss, Josie.
Eve tidak bisa menebak berapa lama lagi dia bisa bertahan di bawah tubuh Dexter seperti saat ini. Rasanya antara nyaman dan tidak nyaman, enak dan tidak enak, lelah dan tidak melelahkan. Membingungkan.Hari ini mereka semua pergi ke Bandung, yang sebenarnya hanya berputar-putar keliling kota di dalam mobil, turun sebentar untuk makan dan melihat-lihat tempat wisata atau tempat belanja. Tidak ada tujuan khusus seakan mereka hanya ingin menghabiskan waktu bersama.Daniel mulai mau bermain bersama orang tua Dexter. Hanya bermain. Untuk urusan gendong-menggendong, Daniel masih saja menolak. Sebentar saja dia mau asalkan masih dekat dan melihat salah satu dari orang tuanya. Mungkin hanya 10 menit saja, tidak lebih, kadang kurang.Pulangnya, hampir jam 10 malam, Daniel sudah tertidur dalam gendongan Dexter. Anak itu lebih memilih Daddy daripada Mommy, minum susu, bermain, gendong, hampir semua hal. Entah apakah Eve benar, anak itu memiliki insting akan berpisah agak l
“Ruang makan ini dulu tertutup tembok,” kata Eve teringat sesuatu. Eve sedang duduk di meja makan berdua dengan Diana. Mereka duduk melihat taman belakang yang bisa dilihat dari ruang makan berkonsep terbuka jadi terhubung langsung dengan taman. Diana tidak menjawab, hanya mendengarkan seberapa banyak yang dikatakan Eve. “Temboknya berwarna hijau lumut. Dan penuh dengan coretan tangan anak kecil yang menggambar robot, mobil, macam-macam. Dan taman belakang itu dulu tidak seluas ini, tidak cukup untuk berlari-lari seperti sekarang. Ayunannya dulu bukan berbentuk bangku, tetapi ayunan satu-satu yang bisa melayang lebih tinggi, itu menyenangkan tetapi lebih berbahaya.” Eve seperti sedang membaca adegan demi adegan di dalam otaknya yang entah muncul dari mana. Diana kembali memutar memorinya lagi. Tembok ruang makan memang berwarna hijau lumut saat anak-anaknya masih kecil gara-gara Aksa membaca kalau warna hijau bisa meningkatkan nafsu makan. Kelihatannya itu tidak berh
14 Desember 2018.Dexter menyapu semua orang di restoran itu dengan tatapannya. Mencari orang seperti ini bukanlah keahliannya. Dulu saja dia melewatkan Eve yang menjemputnya di bandara.Dia masih ingat wajah orang yang dicarinya dengan jelas karena wajah menyebalkan itu sempat membuatnya kalap sebelum mereka berbaikan dengan cara yang tidak pernah Dexter bayangkan sebelumnya.Tubuh pria memakai kemeja putih bergaris biru diagonal itu tampak lebih besar daripada yang diingat Dexter hari itu, mungkin karena snelli-nya tidak dipakai hari ini.“Wah, lama banget!”“Maaf.” Dexter tersenyum dan segera membuka kursi untuk dirinya sendiri.“Tidak apa! Yang minta tolong harus mengalah.”Dexter duduk di hadapan Darwin yang menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Dia memanggil pelayan dan memesan minuman, “Jus alpukat satu, tanpa gula, tanpa susu putih, susu coklat sedikit saja. Terima kasih.&rd
9 Januari 2019. Ponsel di atas meja itu terus berdenting, pesan-pesan masuk tiap 30 menit. Eve mendesah pelan, ulah Dexter memang aneh, dia terus meneror Eve untuk datang dan merayakan ulang tahunnya. Sebenarnya apa bedanya kalau Eve datang atau tidak. Eve sempat bertanya pada Felix, apa ada acara perayaan ulang tahun Dexter tetapi Felix mengatakan tidak. Jadi apa tujuan Dexter menyuruh Eve datang kalau tidak ada acara yang harus dihadiri? ‘Besok ulang tahunku.’ ‘Kamu harus datang.’ ‘Datang nggak perlu bawa kado, cukup bawa kamu, Lovie.’ ‘Love, datang atau nggak?’ ‘Aku tunggu.’ ‘Aku tunggu, please.’ Eve selalu menjawab pesan dan telpon dari Dexter dengan cepat. Dia tidak ingin Dexter merasa kesal kalau sulit menghubungi Eve sesuai janjinya, Eve memang tidak pernah melepaskan semua yang dia miliki, kecuali mereka ingin melangkah pergi. Hanya saja yang ini dia malas menjawab. Sejak pulang merayakan Natal,
10 Januari 2019.‘Happy birthday, Daddy.’ (Eve)Itu pesan pertama yang dilihat Dexter saat membuka matanya di pagi hari itu. Video yang memperlihatkan Daniel yang tertawa dan tangannya menggenggam kartu ucapan dengan tulisan selamat ulang tahun itu benar-benar membuatnya ingin pulang. Eve tidak terlihat di dalam video itu.Dia tertawa saat Daniel mulai memasukkan kartu itu ke dalam mulutnya dan Eve yang terkejut langsung berusaha merebutnya. Daniel sudah mulai bisa diam dalam posisi duduk tetapi belum bisa duduk sendiri. Anak itu duduk agak limbung terlihat berteriak dan tangannya mengepal untuk protes. Tetapi seperti biasa, Eve menang dan menyuruh Daniel melambaikan tangannya pada kamera. Sepertinya Nanny yang merekam video itu.Masih banyak pesan berisi ucapan selamat ulang tahun untuk Dexter tetapi pesan dari Eve adalah yang dibukanya paling pertama, bahkan sebelum dia melakukan apa pun setelah membuka mata.Hari ini terasa lebih men
Tami Sanjaya memang tidak secantik mantan kekasih Dexter yang lain, tetapi wanita itu cukup menarik perhatiannya. Tubuhnya tidak terlalu tinggi atau pendek dan selalu langsing meskipun hobinya makan dan memasak. Lesung pipitnya yang kala itu membuatnya terlihat sangat manis.Tata, itu panggilannya, Dexter juga memanggilnya seperti itu. Mereka bertemu saat kuliah di universitas yang sama hanya beda jurusan. Dexter mengambil jurusan teknik sipil semester 6, Tata mengambil jurusan perhotelan semester 2. Hubungan mereka hanya berjalan kurang dari setahun.Tata bukan berasal dari keluarga kaya seperti Wongso atau Daveno. Keluarganya termasuk kelas menengah ke atas, memiliki restoran terkenal yang dikelola turun-temurun, tetapi Tata ingin membuka toko rotinya sendiri. Dia sadar betul siapa dirinya saat dia naksir berat pada Dexter, pria bermata kelam yang ternyata sangat baik dan menyenangkan. Tata sadar kondisi ekonomi mungkin saja memisahkan mereka. Jadi dia mati-matian me
Eve tiba di bandara Juanda jam 8 pagi. Dia pergi dengan penerbangan yang paling pagi ke Surabaya, menghindari memakai jet perusahaan supaya bisa mengunjungi Dexter dan memenuhi janjinya. Eve sudah membuat bumbu-bumbu dari rumahnya kemarin siang dan menyuruh salah satu pegawai mengirimnya ke temannya, Arga, yang memiliki restoran di dekat kantor yang sekarang ditempati Dexter di Surabaya. Tentu saja Arga tidak keberatan, Eve pemilik separuh saham restoran Red Moon itu. Setibanya di bandara, Eve langsung berangkat menuju restoran itu. Arga terlihat menyambutnya di depan pintu masuk. “Suamimu manja,” kata Arga terkekeh geli. “Lebih tepatnya meminta perhatian, Arga. Taruhan deh, kamu juga pasti begitu dengan Nanda.” Eve menganggap Dexter itu serupa dengan Daniel yang suka meminta perhatiannya dengan berbuat berbagai macam suara dan kenakalan. “Eh, siapa bilang?!” “Aku pinjam dapurmu.” Eve segera pergi ke dapur dan mulai memas
Dexter tidak memiliki rencana untuk duduk lama di hadapan Tata. Apalagi saat topik betapa kayanya keluarganya dibahas lagi. Dia hanya ingin menyingkir, tetapi dia merasa tidak enak pada Tata. Dia sebenarnya ingin menyalahkan Eve yang mengajarinya caranya bersabar seperti saat ini.“Aku pamit dulu. Harus kembali ke kantor.”“Katanya rapatnya jam 1. Ini baru jam 11.30.”Dexter tidak membutuhkan kelanjutan kata-kata itu.“Aku takut mengganggu pekerjaan kamu,” jawab Dexter. Senyumnya itu terpaksa sekali ada di sana.“Kantor itu dekat dari sini jadi 10 menit perjalanan saja cukup. Aku tidak repot, sudah ada yang lain yang menjalankan toko, aku tinggal mengawasi saja.”Pembicaraan terus berlanjut, topiknya berganti-ganti, dari kenangan masa kuliah mereka, kabar tentang teman-teman kuliah mereka sekarang, pekerjaan masing-masing sampai keadaan mereka saat ini. Topiknya tidak pernah habis, maklum itu k