Eve tiba di bandara Juanda jam 8 pagi. Dia pergi dengan penerbangan yang paling pagi ke Surabaya, menghindari memakai jet perusahaan supaya bisa mengunjungi Dexter dan memenuhi janjinya.
Eve sudah membuat bumbu-bumbu dari rumahnya kemarin siang dan menyuruh salah satu pegawai mengirimnya ke temannya, Arga, yang memiliki restoran di dekat kantor yang sekarang ditempati Dexter di Surabaya. Tentu saja Arga tidak keberatan, Eve pemilik separuh saham restoran Red Moon itu.
Setibanya di bandara, Eve langsung berangkat menuju restoran itu. Arga terlihat menyambutnya di depan pintu masuk.
“Suamimu manja,” kata Arga terkekeh geli.
“Lebih tepatnya meminta perhatian, Arga. Taruhan deh, kamu juga pasti begitu dengan Nanda.” Eve menganggap Dexter itu serupa dengan Daniel yang suka meminta perhatiannya dengan berbuat berbagai macam suara dan kenakalan.
“Eh, siapa bilang?!”
“Aku pinjam dapurmu.”
Eve segera pergi ke dapur dan mulai memas
Terima kasih sudah membaca novel ini. Semoga kalian suka. Hug and kiss, Josie.
Dexter tidak memiliki rencana untuk duduk lama di hadapan Tata. Apalagi saat topik betapa kayanya keluarganya dibahas lagi. Dia hanya ingin menyingkir, tetapi dia merasa tidak enak pada Tata. Dia sebenarnya ingin menyalahkan Eve yang mengajarinya caranya bersabar seperti saat ini.“Aku pamit dulu. Harus kembali ke kantor.”“Katanya rapatnya jam 1. Ini baru jam 11.30.”Dexter tidak membutuhkan kelanjutan kata-kata itu.“Aku takut mengganggu pekerjaan kamu,” jawab Dexter. Senyumnya itu terpaksa sekali ada di sana.“Kantor itu dekat dari sini jadi 10 menit perjalanan saja cukup. Aku tidak repot, sudah ada yang lain yang menjalankan toko, aku tinggal mengawasi saja.”Pembicaraan terus berlanjut, topiknya berganti-ganti, dari kenangan masa kuliah mereka, kabar tentang teman-teman kuliah mereka sekarang, pekerjaan masing-masing sampai keadaan mereka saat ini. Topiknya tidak pernah habis, maklum itu k
Dexter keluar dari toilet khusus pria yang terletak di dekat taman, hanya dia sendiri, tidak ada orang lain di sekitar sana. Dia melihat Tata menunggu di seberang tempatnya berdiri lalu menghampirinya. “Kamu tidak perlu menunggu aku.” “Aku mau aja,” sahut Tata. “Berasa seperti anak hilang,” canda Dexter sambil tertawa. Tata tetap memasang wajah seriusnya. “Kamu itu mantan yang hilang.” Itu serangan pertama Tata yang tidak pernah diduga Dexter. Dia sudah cukup dewasa untuk mengerti kalau Tata berharap kembali padanya. Felix memang benar tentang perasaan lebih seorang Tata kepadanya, tetapi Felix salah tentang Dexter yang seakan ingin bermain api. Untuknya sekarang, bermain api itu hanya dengan Eve, dia tidak pernah bisa berhenti bermain dalam dinginnya gunung es. “Beberapa mantan hilang memang tidak ingin kembali.” Dexter ingin Tata mengetahui apa yang ada di otaknya. “Aku akan membawanya kembali kalau dia mau.” “Tidak. Tidak, d
Dexter mulai merasa tidak nyaman. Dia melepaskan lengan Tata yang memeluknya pelan. Tata tidak melawan.“Maaf, kalau kamu salah sangka.”“Aku tidak menyangka kalau dulu kita dipisahkan oleh orang tuamu sekarang oleh istrimu. Maksudku secara tidak langsung,” kata Tata sambil menyedot cairan di dalam hidungnya.Tata dengan patuh mengikuti Dexter dengan berjalan di sampingnya. Dexter berjalan pelan-pelan jadi Tata bisa mengikutinya.“Orang tuaku tidak pernah melarang hubungan kita.”“Tante Diana tidak suka aku.”“Mama memang begitu. Yang membuat kita pisah ya kita sendiri. Aku hanya tidak merasa cocok dengan kamu. Kamu terlalu sering melarang ini-itu, kamu juga tidak percaya aku. Dan aku sudah katakan itu berkali-kali. Kamu tidak mau mendengarkan aku.”“Awalnya aku kira itu adalah hal yang harus aku lakukan untuk membuat hubungan kita makin dekat. Tetapi aku juga tidak suk
Dexter menerima jabat tangan sebagai ucapan selamat ulang tahun dari para petinggi Buana Prima Konstruksi dengan pandangan tidak sabar. Tangannya terasa seperti kebas tiap kali ada yang menjabat tangannya. Tangan itu sebenarnya mencari sesuatu yang lain, sesuatu yang bisa disentuhnya di luar dan di dalam, sesuatu yang sepertinya bisa lumer di dalam panas tubuhnya tetapi tetap saja membuatnya hangat. Sejak tiba jam 1 kurang 5 menit, hanya 5 menit sebelum rapat dimulai, dia menarik Felix ke ruangan kecil di dalam ruang rapat itu, tanpa peduli pada orang-orang yang menunggunya memulai rapat. Dia membelalakkan matanya saat menemukan banyak makanan di ruangan itu, beberapa di antaranya adalah masakan Eve. Tentu saja dia yakin karena memang dengan tidak sopan dia mengambil mangkuk dan menciduk sop ayam yang ada di sebuah wadah cantik berukuran besar yang bisa mempertahankan suhu hangat sop itu. “Eve mana?” tanya Dexter sambil menghirup kuah sop dan mengunyah sosis ayamnya.
Eve sudah hampir berangkat ke Malang sore itu. Niatnya batal karena telpon dari Darwin. “Temui aku malam ini juga! Kalau tidak, aku…” kata Darwin dengan nada tinggi. Darwin tidak bisa memperlihatkan kemarahannya pada semua orang, hanya pada orang-orang tertentu, salah satunya Eve. Itu adalah kebiasaan yang diajarkan oleh ayahnya, kemarahan yang tampak adalah sebuah kelemahan, ketenangan adalah kemenangan. Darwin mengingat itu dengan baik apalagi itu membantunya saat dia menghadapi orang tua pasien-pasiennya atau pada rekan-rekan kerjanya. Mungkin itu juga sebabnya kalau dia sangat menyukai dan merasa cocok dengan Eve yang terlihat selalu tenang. “Tunggu saja, malam ini juga kita akan ketemu,” sahut Eve dengan tenang memotong perkataan Darwin. Darwin memang begitu, kalau dia sangat marah maka dia perlu menyemburkan kemarahannya pada orang itu, dan kali ini pada Eve. Tetapi Eve yakin ini pastilah sangat penting. Eve menyalakan ponselnya dan mengabaikan
Sebuah foto yang memperlihatkan seorang pria yang sedikit membungkuk dengan wajah ceria dan menebar senyuman secerah langit yang tampak di belakangnya. Ada wanita muda memeluk leher pria itu dari belakang dengan senyum merekah yang tak terkalahkan dengan cerahnya sinar matahari. Keduanya masih muda dan sedang kasmaran.Di balik ada tulisan, terdengar seperti puisi singkat yang indah. Tidak diragukan, itu dibuat oleh pasangan yang sedang jatuh cinta. Itu bukan tulisan tangan Aze, puisi itu mungkin dibuat oleh pria di dalam foto.Razeena Daveno tidak akan pernah bersinar seindah sinar mentari tanpa Frans Satria yang menyediakan hati seluas langit biru. Frans Satria tidak akan ragu menyerahkan hati pada Razeena Daveno yang telah bersinar dan menguak gelapnya malam.Mereka seperti pasangan mentari yang bersinar dan langit yang biru. Indah dan tidak terganti. Happy Valentine’s Day. Gunung Tangkuban
Dari dulu Hanas Harahap menyadari benar kalau Wongso bukanlah target yang mudah. Semua anggota Keluarga Wongso sepertinya punya keberuntungan yang luar biasa untuk lolos dari kejatuhan, termasuk anggota keluarga termuda mereka, Dexter Wongso. Oh bukan, anggota keluarga termuda mereka Daniel Albert Wongso belum merasakan imbas apa pun gara-gara mereka gagal menjatuhkan ayahnya, Dexter. Keberuntungan seorang Wongso pun tak pernah lepas dari bantuan sekumpulan Daveno. Ada apa sebenarnya Wongso dan Daveno itu? Setahun lalu Hanas juga sudah khawatir kalau rencananya akan gagal saat melihat pernikahan Reveline dan Dexter benar-benar terjadi. Dia datang, mengintai kondisi sekitar dan tersenyum kecut. Meskipun sempat gentar, Hanas tetap melanjutkan semuanya. Dan dugaannya benar, semua berantakan gara-gara Reveline, lagi-lagi seorang Daveno, perempuan pula! Keberuntungan macam apa ini?! Bukannya dia tidak mencoba menggagalkan pernikahan itu, sempat dia mendengar
Beberapa hari ini Dexter sudah kembali tenang. Bekerja sampai hampir pagi, tidur 3 atau 4 jam lalu mulai bekerja lagi di kantor cabang, tanpa ada hari libur. Tidak peduli itu Sabtu atau Minggu atau tanggal di kalender berwarna merah itu tidak memberikan pengaruh untuk Dexter. Bagusnya Felix jadi tidak perlu repot-repot melihat kalender seperti biasanya untuk mengatur jadwal kalau Dexter ingin pulang karena membutuhkan belaian istrinya dan tawa anaknya. Felix juga ikut limbung sebenarnya untuk alasan yang berbeda. Dexter ingin lelah dan Felix terlalu lelah. Jadi Felix biasanya tidur lebih dulu tanpa peduli kalau Dexter masih membuka matanya lebar-lebar atau tertidur di meja kerja hotel. Kasur di kamar hotel yang seharusnya ditempati Dexter nyaris tidak tersentuh, selalu rapi di pagi hari. Sebenarnya kalau boleh meminta, Felix ingin Dexter didiamkan oleh Eve agak lama, bisa untuk shock therapy supaya dia tidak akan mengulangi kebodohannya lagi. Tetapi Felix harus kecew
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju
Hubungan keempat manusia itu memang amatlah rumit dan sulit untuk dijelaskan. Erick yang mencintai Rosalind malah berakhir menikahi Rita. Raja yang mencintai Rita malah berakhir menikahi Rosalind. Entah bagaimana kisah mereka penuh drama yang memilukan bisa berakhir seperti itu. Namun mereka belum tahu saja kalau itu barulah sebuah permulaan dari skandal yang lebih besar lagi. Erick tidak sepenuhnya jatuh dalam pesona seorang Amrita Adira yang cantik dan lemah lembut. Meskipun sudah menikah, dia tidak pernah menyentuh Rita yang setia menunggunya berpaling kepadanya. Rita juga mengetahui siapa yang dicintai Erick tetapi dia juga tidak keberatan untuk menunggu entah sampai kapan, waktu memang tidak bertepi untuk Rita. Raja pun tidak berbeda, dia masih belum jatuh sepenuhnya dalam pesona Rosalind yang memiliki jiwa pemberontak, tetapi bedanya Raja menyetubuhi Rosalind berkali-kali meskipun wanita itu juga berkali-kali menolak. Keras kepalanya Rosalind membuat Raja berte
Darwin menolak untuk merasa cemas akan tertangkap lagi. Untung didikan ayahnya membuat dia bisa mengendalikan emosi dalam berbagai suasana hati, jadi mudah saja untuk membohongi orang tua Eve dan Dexter yang tampaknya makin solid saja. Tetapi Eve adalah salah satu orang yang bisa membaca emosi Darwin di balik wajah tenangnya. Jadi Eve akan mudah sekali menangkap kecemasannya, yang untungnya masih tidur lelap. Tekanan jiwanya pasti terlalu banyak karena rupanya Eve lolos juga dari pengawasannya untuk mencari tahu tentang skandal kelahirannya yang mengejutkan. Kesalahan Eve yang jelas adalah informasi itu dipresentasikan dalam benaknya tanpa bicara pada saksi yang mengalaminya, mereka adalah orang tua Eve dan Dexter. Darwin berusaha menghalau orang tua Eve dan Dexter masuk ke dalam ruangan. “Eve belum bisa dikunjungi. Jangan khawatir, kami akan terus pantau. Nanti semua bisa masuk kalau dia sudah sadar.” Darwin bernapas lega karena tidak ada satu pun yang menya
Eve mematikan sambungan telponnya. Masih berusaha menarik napas dan menormalkan debaran jantungnya. Berpikirlah, Eve! Jangan memiliki perasaan apa pun, Eve! Perintah-perintah itu dibuat Eve untuk dirinya sendiri. Akhir-akhir ini dia sering sekali menggunakan perasaannya saat berpikir. Dia ingat benar kata-kata pria yang dia mintai keterangan, “Reveline Andrea Wongso lahir pada tanggal 5 Maret 1990, anak dari pasangan Angkasa Wongso dan Diana Hadis Wongso. Ini out of the record, Ibu Eve. Di berkas ini tertulis kalau Erickho Daveno berhasil membuktikan Reveline sebagai anaknya jadi akte kelahiran bisa berubah. Buktinya dengan test DNA.” Sebelumnya Eve memang tidak bertanya soal akte kelahirannya yang lama, dia hanya bisa bertanya soal pergantian namanya keluarga pada akte kelahirannya lewat sidang. Pria yang diajaknya bicara barusan dulu mengatakan kalau berkas Eve tidak lengkap. Eve mengabaikan instingnya kala itu, mengabaikan kalau pria itu menutupi sesuatu. Ja