Share

Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial
Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial
Penulis: path

Bab 1: Kisah Terakhir

Penulis: path
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-05 12:39:55

Kantin kampus sangat ramai. Di meja tengah, beberapa mahasiswa berkumpul sedang bercakap-cakap tentang mata kuliah yang baru saja selesai. Ada komentar baik dan ada juga yang tidak menyukai mata kuliah itu, entah isi mata kuliahnya yang membosankan atau dosennya yang tidak memiliki metode mengajar yang menarik.

Beberapa menit kemudian, kantin mulai ditinggalkan oleh para mahasiswa yang menuju ke ruang kelas masing-masing, hendak melanjutkan ke mata kuliah berikutnya. Tapi, meja tengah masih ramai.

“Kenyang nih, pengen tidur aja.” ucap seorang gadis berambut kuning kecokelatan panjang.

“Iya, bawaannya ngantuk. Kebanyakan makan aku nih.” Seorang gadis lagi berujar sambil mengelus perutnya yang mengembung.

Ocehan-ocehan kemalasan terus mengumbar dari mulut gadis-gadis itu. Tengah hari setelah makan memang menuntun pada rasa kantuk.

“Udah jam 1 lebih. Yuk!” ajak seorang gadis berpakaian dress putih panjang. Ia pun berdiri dan melangkah ke pintu kantin, diikuti oleh dua gadis lainnya.

“Kalian ga ikut?” tanya gadis berambut pirang ketika satu kakinya sudah di ambang pintu.

“Ga dong, mata kuliah kita ‘kan beda.” jawab gadis berambut pendek yang duduk bersender di kursi.

“Oh, iya, kalian ambil mata kuliah berbeda jam ini ya. Oke, see you tomorrow.” pamit gadis berambut pirang diiringi lambaian tangan kedua gadis lainnya yang telah berdiri di depan kantin.

Kantin kini hanya berisi 4 gadis yang duduk bersender di kursi dengan tatapan tertuju ke ponsel di tangan masing-masing.

“Aku ke aula, ngantuk.” Dengan lesu, gadis berbadan tambun berdiri dan meninggalkan 3 gadis yang masih duduk memandangi ponsel.

Tiba-tiba gadis yang duduk di sampingnya tadi berteriak, “Kamu ga ikut ke kelas?”

“Ga, Pak Cahyono pasti ga masuk ujan gini.”

Pak Cahyono adalah dosen tua yang akan pensiun dalam beberapa bulan. Kesehatannya semakin menurun yang menyebabkan ia jarang ke kampus setahun terakhir ini, terlebih jika cuaca sedang tidak bersahabat seperti saat ini. Hujan terus turun dari pagi tadi yang kadang diselingi angin kencang.

“Iya, ya. Aku ikut.” teriak gadis itu yang segera berlari menyusul gadis tambun yang sudah menghilang di belokan samping kantin.

Tinggallah dua gadis yang masih sibuk dengan ponsel masing-masing.

“Benar kata Puspa, Pak Cahyono pasti ga masuk.” Gadis yang membelakangi pintu kantin meletakkan ponselnya di meja dan menatap hujan yang turun deras melalui jendela kantin. “Pasti hanya ada beberapa orang di kelas. Kita ke perpustakaan, yuk. Di sana lebih hangat.”

“Yuk.”

Perpustakaan kampus lengang, hanya beberapa orang yang terlihat sedang membaca buku atau sekedar membolak-balik halaman buku seperti sedang melihat komik.

Kedua gadis itu duduk bersampingan di pojok belakang yang lebih sunyi. Keduanya memegang ponsel dan kembali berkutat dengan media sosial masing-masing.

“Tari, mau ga aku kenalin sama saudara aku?” topik yang tidak diduga akan didengar gadis berambut pendek cokelat pirang bernama Mentari.

Mentari memandang gadis di sampingnya dengan alis terangkat selama beberapa saat, kemudian kembali menatap layar ponselnya.

“Aku serius.” Gadis di samping Mentari telah meletakkan ponselnya di atas buku yang terbuka lebar di bawahnya. “Namanya Argan. Dia baru datang dari Jakarta. Keluarganya pindah tinggal di sini.” Gadis itu menatap Mentari, mengharapkan reaksi temannya itu, namun Mentari hanya diam.

“Orangnya baik, gaul banget, penampilannya oke, punya mobil juga, jadi kamu ke mana-mana ga bakal kepanasan.”

Mentari memalingkan wajah dari ponselnya ke wajah temannya, “Gempita, aku lagi ga pengen kenal siapa-siapa sekarang.” ucapnya tegas tanpa berkedip.

Gempita, gadis berambut panjang lurus berbadan kurus di samping Mentari memutar badannya menghadap Mentari. “Kenalan aja dulu, oke? Kamu ga bakalan menyesal, aku janji, dia pria yang sempurna buat kamu.”

Mata Gempita menatap lurus ke mata Mentari.

“Ga, Pita.” tegasnya lagi.

Gempita tidak menyerah begitu saja, dia terus melancarkan berbagai kata-kata manis untuk membujuk temannya itu, tapi selalu diakhiri dengan penolakan oleh Mentari. Gempita terus berusaha.

“Ga!” itu jawaban terakhir Mentari dengan nada suara tinggi sampai membuat beberapa mahasiswa di depan mereka melirik.

Mereka berdua terdiam memandang beberapa orang yang masih menatap mereka.

Gempita menarik napas panjang, “Mau sampai kapan kamu mikirin Bira? Dia ninggalin kamu, Tari!” nada suara Gempita tinggi namun diusahakan sepelan mungkin untuk menghindari tatapan pengunjung perpustakaan lainnya lagi.

Mentari memandangi buku tertutup di mejanya. Pikirannya melayang ke pria yang telah meninggalkannya demi wanita lain. Terbersit kesedihan di matanya. Bayangan-bayangan saat pria itu meminta putus tertata jelas di depan Mentari, bahkan ia masih mengingat setiap kata yang diucapkan pria itu di depan kedai makan favorit mereka beberapa bulan yang lalu.

”Mentari, kita putus saja.”

Satu kalimat itu meruntuhkan dunia Mentari hingga 6 bulan kemudian. Ia masih tidak bisa menerimanya. Ia begitu mencintai pria itu, bahkan mereka telah membicarakan tentang pernikahan ketika mereka lulus kuliah nanti. Jadi, kenapa tiba-tiba dia meminta putus? Mereka tidak sedang bertengkar ketika wacana putus itu terlontar dari mulut pria yang telah menjalin hubungan pacaran dengan Mentari selama dua tahun.

Sebulan kemudian, Mentari mendapat berita bahwa mantan pacarnya itu terlihat berdua dengan seorang wanita. Dan itu terus berulang. Beberapa temannya bahkan anggota keluarganya melihat Dani bersama wanita yang sama di beberapa tempat berbeda. Sebulan setelah itu, Mentari mendapat undangan pernikahan Bira dengan wanita itu.

Bira meninggalkan Mentari karena telah menghamili wanita lain.

Dunia Mentari benar-benar hancur saat tahu kenyataan pahit itu. Dia terus membatin dan bertanya-tanya tanpa jawaban, apakah selama mereka masih berpacaran, Bira telah mengkhianatinya dengan wanita itu? Apakah di hari-hari mereka tertawa bersama, menghadiri berbagai kegiatan keluarga dan kampus bersama, Bira telah menjalin hubungan dengan wanita itu. Tidak ada yang perlu mengatakan jawabannya pada Mentari, ia tahu, pasti benar seperti itu. Kalau tidak, bagaimana mungkin wanita itu telah hamil 4 bulan ketika mereka menikah?

Pipi Mentari terasa hangat, air mata mengalir tanpa diinginkannya.

Bab terkait

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 2: Perkenalan

    Mentari duduk memandangi anak-anak yang saling melemparkan bola di trotoar depan. Mereka masih memakai seragam putih merah, lengkap dengan tas di punggung berbeda warna. Tiap anak berteriak meminta bola dioper ke arahnya. Mobil merah memasuki area parkir restoran cepat saji dan parkir di samping pintu masuk. Seorang pria turun dengan percaya diri. Kepalanya terangkat, dengan kacamata hitam besar, dia melirik kanan-kiri mencari tukang parkir yang tidak bisa ditemukannya. Pria itu melangkah masuk ke dalam restoran sambil menekan kunci mobil di tangan kanannya. Bunyi mobil terkunci terdengar. “Argan!” suara panggilan Gempita menarik pandangan pria itu ke arah kiri restoran. Ia melihat dua wanita sedang duduk berdampingan menghadap ke arahnya. Wanita satunya dia kenal tentu saja, itu saudara sepupu jauhnya. Wanita satunya lagi tidak bisa dikatakan dikenalnya, ia hanya melihat fotonya dan mendengar berbagai cerita tentangnya dari Gempita. ‘Itu pasti Mentari. Hmm....’ batin Argan. ‘Cant

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 3: Pertemuan yang Melegakan

    “Gimana semalam?” Kartu mahasiswa di tangan Mentari terjatuh ke ubin putih dekat sepasang sepatu kets hitam saat ia mendengar suara Gempita berbisik tepat di telinganya. “Dasar kamu, nih. Untung aja bukan gelas yang kupegang.” ucapnyamelangkah hendak mengambil kartu mahasiswa yang terjatuh di lantai. Terdengar suara Gempita berujar, “Kalau gelas yang jatuh, kamu bakal menjadi OB(Office Boy) dadakan.” Mentari mengulurkan tangannya hendak memungut kartu mahasiswanya, tapi didahului oleh pemilik sepatu kets hitam. Diulurkannya kartu mahasiswa itu pada Mentari tanpa berkata-kata. “Terima kasih.” Ucap Mentari tulus sambil tersenyum dan kembali ke tempat Gempita berdiri. “Siapa ‘tuh? Imut juga.” Mata Gempita membesar memperhatikan pria bersepatu kets hitam yang sekarang tengah berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di tangannya. “Mau aku kenalin?” canda Mentari. “Kamu juga ga kenal gimana mau kenalin?” ia kembali menatap Mentari. “Ke mana kalian semalam?” kali ini matanya dipicingk

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 4: Pacaran

    Mentari dan Argan menikmati waktu bersama mereka di pantai. Cuaca cerah, matahari bersinar terik, saat yang tepat untuk menikmati indahnya pantai, hanya mereka berdua. Tidak banyak pengunjung di pantai berpasir putih berjarak dua jam perjalanan dari rumah Mentari. Lokasinya berada di dekat perkampungan kecil, namun tidak banyak yang datang berkunjung ke pantai ini, karena pantai ini belum dikomersilkan.Argan mendapat rekomendasi dari Gempita. ‘Pantainya cantik, bersih juga. Terlebih lagi sepi. Jarang yang tahu pantai itu. Kalian bisa menikmati waktu romantis berdua. Jangan lupa bawa bekal, di sana tidak ada yang jualan. Beli aja nasi kuning, Mentari suka itu. Ga perlu yang mahal-mahal, Mentari ga pemilih kok.’Argan mengikuti setiap saran yang dianjurkan Gempita. Kantong plastik yang dibawanya berisi dua nasi kuning yang terbungkus kertas makan, beberapa cemilan dan beberapa minuman kemasan yang dibelinya di minimarket dalam perjalanan ke rumah Mentari tadi. ‘Persiapan yang matang, s

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-06
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 5: Pernikahan

    Kebingungan dan ketakutan memenuhi Mentari dua hari ini. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya mengurung dirinya di dalam kamar dan tidak makan sepulangnya dari kampus. Kakak-kakak dan ibunya berpikir bahwa dia sakit. Mereka mengetok kamarnya, namun tidak dibukakan.Sorenya Gempita datang mencarinya ke rumah.“Pita, kamu baik-baik aja, kan? Kok kamu gak kuliah tadi?” seru Gempita keras dari depan pintu setelah berkali-kali memanggil nama Mentari namun tidak ada jawaban.Kakak perempuan Gempita muncul dengan spatula di tangan, “Apa maksudmu Mentari tidak kuliah tadi?” tampang galak terpampang di wajahnya yang berkeringat.“Iya, Ka, hari ini Mentari ga kelihatan di kampus. Aku berkali-kali nelpon tapi tidak diangkat, pesan-pesanku juga tidak dibalas. Makanya aku kemari.” Penjelasan itu mengubah rona di wajah kakak Mentari.Ia maju dan mengetok pintu kamar Mentari dengan kepalan tangannya, “Buka, cepat buka, Mentari. Kalau tidak aku akan merusak pintu ini.”Kegaduhan itu mengundang

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-06
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 6: Awal Pernikahan

    Suara tangisan bayi menggema mengalahkan suara musik yang dimainkan dengan volume kencang lewat ponsel yang terletak di meja ruang tamu. Dengan lembut, Mentari menggendong bayi mungil berbalut piyama bayi berwarna putih kuning. Perlahan suara tangis mereda.“Argan, tolong kecilkan volume musiknya. Feliz ga bisa tidur.” Suara Mentari yang setengah berteriak membuat Feliz kembali menangis. “Cup, cup.”Mentari keluar dari kamar, mengambil ponsel di atas meja dan mematikan lagu yang berdendang dari Spotify dan meletakkan ponsel itu kembali di atas meja.Argan masuk ke ruang tamu memprotes, “Kenapa dimatiin?” Diambilnya ponsel miliknya di atas meja dan mencari aplikasi pemutar lagu tadi.“Argan, Feliz ga bisa tidur kalau berisik," jelas Mentari sambil berbisik.Lagu pop kembali terdengar dari ponsel Argan. “Ga apa-apa dari kecil udah dikasih dengar lagu-lagu, biar gedenya nanti punya selera musik yang bagus.” Argan keluar menuju teras depan, kembali memandikan mobil kesayangannya.Mentari

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-02
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 7: Rutinitas Ibu Muda

    "Tari, kamu lihat celana jeans hitamku?" teriak Argan dari dalam kamar. Mentari yang berada di dapur buru-buru masuk ke kamarnya dan Argan. Ia langsung menuju Feliz yang berada di ayunan dan memeriksanya. Feliz bergerak-gerak, namun segera tidur kembali. Mentari mengayunkan Feliz perlahan. "Kamu dengar, ga?" tanya Argan lagi menatap Mentari dengan alis berkerut. "Yang kamu pakai ke kampus 3 hari lalu?" tanya Mentari. "Ga tahu berapa hari yang lalu. Seingatku dipakai pas hujan." "Iya, benar 3 hari yang lalu pas hujan deras," terang Mentari masih mengayunkan Feliz. "Iya, iya, itu. Mana celananya?" "Bukannya kamu bawa ke laundry karena kotor terkena cipratan lumpur?" Mentari berusaha memelankan suaranya, namun Argan tidak bisa mengontrol intonasinya. "Kok di laundry sih?" sergah Argan. Mentari melirik Feliz dalam gendongan, masih tertidur. "Kamu belum ambil?" Mentari kembali bertanya dengan suara pelan, berharap Argan juga akan memelankan suaranya. Tapi, tidak. "Kenapa kamu ga

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-02
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 8: Kembali Kuliah

    Hari yang dinanti Mentari tiba juga. Dia begitu bersemangat untuk kembali kuliah, bersemangat kembali berkumpul dengan teman-temannya.Sudah lama dia tidak bertemu Gempita, rasa kangen membanjirinya.Saking gembiranya dapat kembali ke kampus, Mentari tiba terlalu pagi hari ini, jam 7 lewat. Hanya tukang bersih-bersih yang terlihat mondar-mandir.Dalam hitungan menit, para mahasiswa mulai berdatangan. Begitu pula para staf tata usaha. Ini awal semester ganjil, banyak yang harus dikerjakan para staf tata usaha. Demikian juga para mahasiswa baru.Beberapa mahasiswa baru berkeliaran di sekitar Mentari. Dia bisa menangkap percakapan mereka yang membahas tentang pengurusan berkas yang belum selesai, mata kuliah pertama maupun mencari ruangan kelas mereka.Mentari teringat hari pertamanya kuliah. Dia hampir saja terlambat mengikuti mata kuliah pertamanya, karena tidak bisa menemukan ruang kelasnya. Bersama Gempita, temannya sejak SMA, ia berlari-larian keluar masuk lorong gedung bertingkat t

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 9: Cekcok Kecil

    "Tari!" panggil Gempita menghampiri Mentari dengan langkah panjang. Kedua tangannya memegang sejumlah buku dan makalah. "Kamu sudah mau ke kelas?" tanya Gempita sesampainya di depan Mentari. "Iya." Mentari melirik buku-buku di tangannya, "Kamu sibuk sekali." "Mauku tidak begini, tapi kalau aku tidak mengumpulkan data untuk skripsi, aku tidak bisa lulus." Gempita memperlihatkan beberapa buku di tangannya. "Kamu tahu aku, kan? Sejak kapan aku senang belajar?" Mentari tersenyum nakal, "Ooh, benarkah ini Gempita?" Gempita tersipu, "Apa, sih." Dia berusaha memukul Mentari seperti yang sering dilakukannya ketika mereka bercanda, tapi hanya menyebabkan beberapa buku jatuh ke lantai. Keduanya terbahak dan hampir bersamaan menunduk memunguti buku-buku yang jatuh. "Aku kangen banget sama kamu. Kangen kita bercanda seperti ini." Gempita menatapi Mentari lembut, tersirat kerinduan yang di sana. Mentari merupakan teman terdekatnya selama di kampus, sejak ia cuti kuliah setahun yang lalu, ia

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03

Bab terbaru

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 113: Lembur

    Ponsel Mentari berdering nyaring, namun karena terburu-buru tiba di toko, ia tidak mengindahkannya. Dan setelah berada di loker, tanpa memeriksa notifikasi, dia mengganti ke mode getar dan menonaktifkan data.Saat makan siang tiba, ia disambut pesan yang tidak diharapkannya ketika kembali mengaktifkan data.Helaan nafas Mentari mengundang tanggapan Feri yang juga sedang istirahat siang.“Ada apa?” tanya Feri prihatin.Tanpa berpikir, Mentari menyahut karena jengkel, “Biasa, perusak hari.”“Perusak hari?” ulang Feri tidak mengerti. Setelah berpikir sejenak karena tidak mendapatkan respon dari Mentari, dia berkata, “Kabar buruk?”Menyadari kalau dia tidak seharusnya mengungkapkan permasalahan pribadinya di tempat kerja, dia menjawab, “Kabar angin.”“Kalau kabar angin, tidak usah diambil pusing.”Ucapan Feri mengalir seperti sungai kecil. Tak satu pun yang didengarkan Mentari, dia terpaku pada pesan di ponselnya.‘Mentari, Mama dan Papa belum bisa kembali minggu ini. Urusannya belum sele

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 112: Pemeriksaan Dokter

    “Argan benar-benar tidak tahu diri, Tari!” berang Cahya saat Mentari baru saja tiba di rumah sore harinya. Cahya menghampirinya yang sedang mencuci tangannya.“Ada apa, Kak?” Tangan Mentari tergantung basah. Airnya menetes di atas lantai. Kemarahan di raut Cahya membuat Mentari kuatir.Sepanjang hari ini pikirannya tidak bisa difokuskan pada pekerjaannya. Dia berkali-kali menelepon ibu untuk mengetahui posisinya dan keadaannya yang sedang mengantarkan Argan untuk melakukan pemeriksaan. Ternyata, ibu melupakan ponselnya di rumah. Ponsel itu tergeletak di atas meja kamarnya. Cahya-lah yang mengangkat teleponnya.“Kamu tahu siapa yang membayar biaya taksi online?” Tanpa menunggu jawaban Mentari, Cahya meneruskan, “Ibu!”Kaget, Mentari tidak mampu berkata-kata.“Biaya pulang pergi mereka ibu yang membayari, begitu juga dengan makanan dan minuman yang mereka konsumsi selama berada di rumah sakit,&rdq

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 111: Lelah

    Waktu berlalu begitu cepat. Hal itu disyukuri Mentari. Begitu inginnya dia agar waktu melompat ke minggu depan pada hari kembalinya orang tua Argan. Namun, sebelumnya ada hari senin yang terlebih dahulu harus dilewatinya.Di hari minggu ini, Cahya mengajak seluruh anggota keluarga untuk mengunjungi sebuah arena rekreasi yang letaknya tidak begitu jauh. Suaminya telah melarangnya karena ini akhir bulan, keuangan mereka telah menipis.“Tempat itu tidak mahal. Kita tidak perlu membeli makanan di sana, kita bisa membawa bekal. Hanya perlu membayar ongkos masuk saja,” bantah Cahya saat ditolak Feri. “Aku memiliki uang, kamu tidak perlu mengeluarkan uangmu.”Bisnis penjualan makanan Cahya memang masih berjalan, walaupun keuntungannya semakin berkurang akhir-akhir ini. Dari hari ke hari, pelanggannya semakin sedikit.“Bukankah itu uang tabunganmu untuk keadaan darurat? Kenapa kamu mau menggunakannya sekarang?”Seperti k

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 110: Canggung

    Aroma kecanggungan terhirup pekat di tiap tarikan nafas setiap anggota keluarga pagi itu. Sarapan dalam keheningan bukanlah kebiasaan keluarga itu. Mereka hanya saling menyapa saat duduk di kursi masing-masing kemudian meja makan hening.Sebagai seorang pria dewasa yang menggunakan lebih banyak logika, Feri memecah keheningan, “Kamu harus memeriksakan kakimu lagi, Argan?”“Iya, Kak, senin minggu depan,” sahut Argan setelah memasukkan sepotong ikan dan nasi ke mulutnya. “Menurut dokter, aku harus menjalani terapi kalau tidak ada kemajuan setelah pemeriksaan nanti.”“Di rumah sakit mana?” sambung Feri.“Rumah Sakit Daerah,” jawab Argan singkat lalu menenggak seteguk air. Makanannya tersendat di tempat yang tidak seharusnya.“Lumayan jauh dari sini. Kamu bisa ke sana sendirian?”Pertanyaan itu mengundang lirikan tajam Cahya dan menarik perhatian ibu. Sementara Mentari berlagak seperti tidak mendengar apapun.“Bisa, Kak. Aku bisa naik taksi online,” jawab Argan penuh percaya diri. “Tapi b

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 109: Rumah

    “Selamat sore, Bu, Kak Cahya. Apa kabar?”Sekian lama suara itu tidak terdengar di rumah itu, terasa asing dan canggung. Cahya tidak bisa menyembunyikan ketidaksukaannya. Dia berpaling, mengarahkan pandangannya pada pintu menuju dapur.Seolah kejadian-kejadian buruk di antara dia dan Mentari tidak pernah terjadi, Argan segera duduk di sofa terdekat sambil tersenyum dan berujar, “Senang rasanya kembali ke sini.”Hampir saja semburan Cahya terlontar dari mulutnya jika ibu tidak segera berdiri dan menahan tubuhnya yang berpaling menghadap Argan yang masih terus tersenyum memandangi sekeliling ruang tamu sekaligus mengikuti gerakan ibu yang meninggalkan ruang tamu.Pandangan jijik seolah berkata ‘Tidak tahu malu’ dilemparkan Cahya pada Argan. Argan yang melihat Cahya memandanginya dengan gaya sok lugu berujar, “Kak, makin cantik aja.”Sebelum Cahya sempat menanggapi, bunyi dering ponsel Argan yang maksimal menyelanya.“Halo, Ma.... Iya, baru aja tiba .... Iya, Ma, iya. Ga usah kuatir ....

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 108: Kembali

    Keputusan Mentari untuk menelepon Argan dianggap sebagai sebuah kekalahan bagi Cahya.“Mereka yang membutuhkan kamu, mereka yang harus menghubungi kamu. Kenapa kamu berinisiatif bodoh seperti itu?” cerca Cahya setelah Mentari memberitahunya dan ibu.Kata-kata Cahya itu juga telah berputar di benak Mentari berulang kali sebelum dia memutuskan.“Bagaimana pun dia masih suamiku, Kak.”“Bukan alasan tepat!” bantah Cahya. “Seenaknya saja keluarganya keluar masuk dari kehidupan kamu. Kalau kamu tidak dibutuhkan mereka menelantarkan kamu seperti orang pinggiran. Tapi, saat mereka membutuhkanmu, mereka mencarimu dan memperlakukan kamu seperti pelayan mereka.”“Cahya,” tegur ibu keras.Cahya hendak menanggapi teguran ibu, namun dia mengurungkan niatnya.“Apa kata Argan?” Cahya hendak mengatakan ‘pria tidak tahu diri’ sebagai ganti nama Argan, namun lirikan matanya pada ibu yang tampak serius membuatnya menelan kata-kata itu.“Hmm... dia mengatakan kalau dia ditabrak dari belakang oleh sebuah m

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 107: Keputusan Berat

    Sekali lagi Mentari membaca pesan masuk yang muncul di layar depan ponselnya. Dia membuka aplikasi pesan itu dan membaca sekali lagi. Tidak ada yang salah dengan penglihatannya, tulisannya tetap sama seperti yang dibacanya pertama kali.Mentari terdiam, matanya menatap layar ponselnya, namun pikirannya melayang-layang.Setelah beberapa lama memandangi Mentari yang terdiam, Cahya pun mendekati adiknya dan menggoyang tubuhnya, “Ada apa, Tari?”Tersentak, Mentari menatap kakaknya lalu menyodorkan ponselnya yang menyala pada Cahya. Cahya membaca lalu memandang Mentari.“Tanyakan kejelasannya pada Gempita.”Seperti robot, Mentari mengikuti perintah Cahya. Dia segera menelepon Gempita.‘Tari, Argan kecelakaan,’ ucap Gempita mengulangi isi pesannya.Belum sempat Mentari bertanya, Gempita telah mulai menjelaskan, “Tante baru saja meneleponku dan mengabari kalau Argan kecelakaan kemarin. Dia sempat dilarikan ke rumah sakit, namun hari ini sudah pulang karena Argan tidak ingin berlama-lama di r

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 106: Berita Mengejutkan

    Berita bahwa Mentari memiliki sepeda motor baru menyebar bagai virus di lingkungan tempat tinggalnya. Tetangga Mentari yang tidak pernah menyapanya sebelumnya, berbasa-basi dengannya sambil memperhatikan motor yang sementara didorongnya keluar dari halaman rumah. Dia masih belum mahir mengendarainya di area sempit, begitu pula dengan hal memarkirkan motor.Motor itu seperti mendukung tetangganya, tersangkut di sebuah batu yang menonjol di pinggiran jalan keluar. Mentari mendorongnya sekuat tenaga untuk melewati batu itu.Melihatnya terdiam, tetangganya mendekatinya dan memandangi motor yang sedang didorong Mentari.“Mentari, kamu kerja di mana sampai bisa membeli motor baru?”Wanita yang diajak bicara sedang berjibaku dengan motornya, kembali bertanya, “Kenapa?”Setelah beberapa kali usaha kerasnya tidak membuahkan hasil, dia pun memundurkan motornya dan mengambil jalan yang rata di sebelah batu itu. Dia merasa bodoh dalam hatinya, seharusnya sejak tadi dia melakukannya.“Permisi, Pak

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 105: Ejekan

    “Ada apa ini? Ramai sekali,” serbu Feri dengan nada bicara bersemangat memasuki ruang tamu yang berisik.“Tante Mentari sedang curhat, Pak,” sahut Winar yang bersandar di sofa mendengarkan cerita Mentari.“Itu, Kak, di toko. Bagaimana mungkin ada pelanggan yang sangat pelit seperti si bapak-bapak itu? Dia meminta diskon terus-menerus sampai meminta aku yang membayari biaya pengirimannya barangnya. Belum lagi dia memanggilku dengan kata ‘sayang’.” Amarah Mentari meluap-luap.Cahya yang duduk mengangkat kaki tergelak mendengarnya.“Hari ini adalah hari sial kamu, Tari.”“Ada lagi selain itu?” Feri penasaran.“Hari ini dia mendapatkan ojek online mantan pembalap MotoGP.” Tawa Cahya kembali pecah.Dengan antusias, Mentari kembali mengulang kisahnya pada kakak iparnya, “Waduh, Kak, kecepatannya 200 km/jam. Dia tidak mengenal lampu merah, lubang dan trotoar, semua diterjangnya tanpa rem. Beberapa kali aku hampir terlempar dari motornya. Sudah aku beritahu, tapi tidak digubrisnya. Bintang sa

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status