Share

Bab 2: Perkenalan

Author: path
last update Last Updated: 2024-04-05 16:08:01

Mentari duduk memandangi anak-anak yang saling melemparkan bola di trotoar depan. Mereka masih memakai seragam putih merah, lengkap dengan tas di punggung berbeda warna. Tiap anak berteriak meminta bola dioper ke arahnya.

Mobil merah memasuki area parkir restoran cepat saji dan parkir di samping pintu masuk. Seorang pria turun dengan percaya diri. Kepalanya terangkat, dengan kacamata hitam besar, dia melirik kanan-kiri mencari tukang parkir yang tidak bisa ditemukannya.

Pria itu melangkah masuk ke dalam restoran sambil menekan kunci mobil di tangan kanannya. Bunyi mobil terkunci terdengar.

“Argan!” suara panggilan Gempita menarik pandangan pria itu ke arah kiri restoran. Ia melihat dua wanita sedang duduk berdampingan menghadap ke arahnya. Wanita satunya dia kenal tentu saja, itu saudara sepupu jauhnya. Wanita satunya lagi tidak bisa dikatakan dikenalnya, ia hanya melihat fotonya dan mendengar berbagai cerita tentangnya dari Gempita.

Itu pasti Mentari. Hmm....’ batin Argan. ‘Cantik juga.’ Sambil mendekati meja di mana kedua wanita itu duduk, ia terus memperhatikan Mentari yang masih memandangi anak-anak di trotoar jalan.

“Argan, ini Mentari.” Gempita menunjuk Mentari yang pandangannya tidak bergeser. Gempita menepuk pundak Mentari, “Hei!”

Sontak Mentari terkejut ringan dan mengalihkan pandangan. Ia menatap Gempita dengan polosnya, “Kenapa?”

“Ya, ampun, kamu liatin apaan sih dari tadi?” Gempita agak jengkel, “Kenalin nih saudara aku.” Tunjuknya Argan yang masih berdiri. Merasa tidak sopan duduk sebelum mengenal pemilik meja.

Mentari menengadah dan menatap Argan, “Oh, Mentari.” ucapnya singkat sambil bangkit berdiri menyambut tangan Argan yang terulur dengan senyuman manis. Mentari tidak ikut tersenyum, hanya sedikit menarik bibirnya berharap dianggap sedang tersenyum.

“Argan.” balas Argan, “Akhirnya kita bertemu.”

Ucapannya tidak ditanggapi Mentari, dia masih berusaha menarik garis bibirnya. Dia benar-benar sedang tidak ingin mengenal siapa pun saat ini. Bukannya dia tidak suka berteman. Mentari seorang wanita yang supel, mudah bergaul dengan siapa saja, mudah berbasa-basi dengan siapa saja dengan topik apapun. Namun, sekarang bukan waktu yang tepat. Belum.

“Kalian sudah lama?” Argan menatap Gempita.

“Belum, kok. Santai.”

“Maaf, tadi macet banget di jalan. Tahulah gimana jalanan jam-jam segini. Orang-orang pada nyari makan siang.” Argan berusaha menjelaskan keterlambatannya setelah melirik jam tangan bermerknya. Mereka janjian bertemu jam satu siang, tapi Argan tiba hampir jam setengah dua.

“Kalian sudah pesan makan?”

“Belum. Kita nungguin kamu.”

Argan mengangkat tangan kanannya memanggil pelayan yang berdiri dekat pintu masuk. Pelayan itu melangkah ke meja kasir, mengambil buku menu, kertas dan pulpen dan melangkah menuju meja ketiga orang itu duduk.

Gempita dan Argan membolak-balik buku menu lalu memberitahu pesanan mereka kepada pelayan yang langsung mencatatnya di kertas yang dibawanya.

Argan menyodorkan buku menu ke Mentari yang disambutnya dengan tarikan bibir seperti sebelumnya. Argan terus memperhatikan Mentari.

Setelah mereka memesan, percakapan dua arah terus mengalir. Gempita jengkel karena Mentari hanya diam atau sesekali tersenyum.

“Kamu lagi sariawan, ya?” ketus Gempita menatap Mentari yang menatapnya lugu.

“Tari, kamu satu jurusan sama Gempita, kan? Kok bisa milih jurusan itu?” Argan berusaha mengajak Mentari bicara yang diberi anggukan senang oleh Gempita.

“Iya. Suka aja.” Jawaban singkat Mentari membuat Gempita kembali jengkel.

Sebelum Gempita sempat mengajukan protes, Argan kembali bertanya, “Kapan kamu lulus?”

Mentari terkejut dengan pertanyaan itu. Mengapa seorang pria yang baru dikenalnya beberapa menit menanyakan pertanyaan seperti itu? Seperti sok kenal saja. Dia kesal, tapi tidak menunjukkannya, hanya membalas dengan, “Kenapa?”

“Kalau kamu sekarang semester 6, tahun depan sudah bisa lulus dong.”

Mentari memandang Argan dengan penuh pertanyaan. Lalu kenapa kalau aku lulus tahun depan? Itu bukan urusanmu.

“Ga kenapa-kenapa, hanya ingin tahu saja.”

Mentari ingin bertanya perihal itu, tapi pelayan sudah datang membawakan minuman mereka dan diikuti makanan mereka. Mentari merasa sudah melewati waktu yang tepat untuk bertanya.

Makan siang itu berlalu dengan lambat bagi Mentari. Dia hanya ingin pulang dan rebahan di kamarnya. Atau mungkin bermain dengan anak-anak tetangga. Membuat pikirannya lebih tenang dan teralih dari bayangan-bayangan Bira.

“Ada rencana setelah ini?” tanya Argan ketika mereka sudah keluar dari restoran dan berdiri di jalan masuk.

“Ga ada. Kamu mau ke mana?” Gempita seperti memberikan kode pada Argan.

“Gue juga ga ada rencana lain. Usul dong.” jawab Argan dengan gaya anak metropolitan.

“Biasa aja dong, ga usah pake gue-gue segala.” Gempita tertawa renyah mendengar logat Argan.

“Belum terbiasa.” tawa Argan, “Di Jakarta biasanya gue-loe, di sini pake aku-kamu.”

“Lama-lama juga biasa. Makanya sering-sering jalan sama kita.” usul Gempita masih memberikan kode.

“Oke. Aku mau aja. Sekarang kita ke mana?”

“Gimana kalau nonton? Aku sama Mentari udah lama ga ke bioskop. Akhir-akhir ini banyak tugas di kampus. Nonton asyik juga kali, ya.”

“Aduh, aku udah nonton semua film di bioskop. Maklumlah anak Jakarta mainnya ke mall. Kalau gak shopping, nongkrong di kafe atau nonton. Gitu aja tiap hari sampe security mall hafal.” Dengan bangganya Argan menceritakan semua kegiatannya.

“Iya juga ya.” sahut Gempita agak kecewa. “Kita ke mana dong? Tari, ada usul?”

“Ga apa-apa, sih, yuk nonton aja. Aku penasaran mall  di sini kayak apa. Aku belum sempat main ke mall sejak tiba di sini. Sibuk, ngurusin pindah kampus.” Dipencetnya kunci mobil lalu masuk ke kursi sopir.

Gempita tersenyum lebar. Dengan semangat, ditariknya lengan Mentari, “Ayo! Kamu duduk di depan, ya.”

Di bioskop, Mentari duduk di antara Gempita dan Argan. Argan tidak memperhatikan film yang sedang tayang di layar besar di depannya, dia terus-menerus melirik  Mentari di sampingnya. Bahkan tidak berhenti menatapnya ketika Mentari bereaksi terkejut menonton film horor di depan mereka.

Hari yang membahagiakan bagi Argan. Dengan mudah dia merasa jatuh cinta kepada Mentari. Jatuh cinta dengan senyumnya, jatuh cinta dengan cara Mentari berjalan yang kadang berjingkat-jingkat lucu, jatuh cinta dengan cara dia makan pasta seperti makan mie, bahkan jatuh cinta dengan selera tas Mentari yang berumbai-rumbai.

Bagi Mentari hari itu biasa saja. Dia merasa seperti keluar jalan bersama teman-temannya yang biasa. Tapi, dia mengakui kalau dia tidak memikirkan Bira sepanjang bersama Gempita dan Argan.

***

“Tari, Argan ngajakin kita ke pasar malam besok. Tapi, sebelumnya kita makan dulu biar bisa puas main di sana. Jam 5 Argan jemput, ya.” bisik Gempita di sela-sela kuliah.

Mentari yang duduk di depan Gempita tidak bereaksi. Gempita menyodokkan pulpennya ke punggung Mentari yang membuatnya berteriak, “Aduh!”

Dosen wanita berkacamata bulat berhenti berceramah dan menatap ke arah mereka. Mereka berdua membeku di kursi. Bukan dosen yang bisa diajak bercanda, mereka tidak ingin mendapat nilai D di mata kuliah ini.

“Dandan yang cantik nanti sore, oke?” pamit Gempita melompat naik angkot pulang setelah semua mata kuliah mereka berakhir.

Jam 5 kurang Gempita sudah berdiri di ruang tamu rumah Mentari.

“Kepagian!” seru Mentari yang berjalan memasuki ruang tamu

Gempita memandanginya dari ujung kepala hingga kaki. “Hmmm...” ia menimbang-nimbang, “Okelah, oke.” Dia mengangkat jari telunjuknya menilai setiap senti penampilan Mentari yang menurutnya tidak sesuai seperti harapannya. Ia berharap Mentari akan mengenakan baju yang lebih modis dari penampilannya yang hanya mengenakan kaos ketat dipadu celana kulot dan kets. Di bahunya pun hanya terselempang tote bag cokelat yang biasa dipakainya ke kampus. Rambutnya pun hanya dikuncir satu seperti penampilan sehari-harinya.

“Ada yang salah?” tanya Mentari melihat ekspresi di wajah temannya.

“Ga, ga ada yang salah. Sempurna. Aku hanya berharap kamu akan memakai dress putih kamu dengan sedikit aksesoris di kepala, telinga dan tangan.” ujarnya menunjuk setiap bagian tubuh Mentari yang diucapkannya.

“Kita ke pasar malam atau ke pesta?” pertanyaan Mentari membuat Gempita tertawa, Mentari pun tersenyum.

Selama berkeliling pasar malam, Argan terus menempel di samping Mentari. Dia bahkan menabrak seorang Bapak yang sibuk menjejeri anaknya yang terus berlarian, tidak mau terlepas dari Mentari. Dia juga hampir menabrak meja dagangan mainan karena terus berusaha mengimbangi langkah Mentari.

Bagi Argan, Mentari adalah dunianya saat ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 3: Pertemuan yang Melegakan

    “Gimana semalam?” Kartu mahasiswa di tangan Mentari terjatuh ke ubin putih dekat sepasang sepatu kets hitam saat ia mendengar suara Gempita berbisik tepat di telinganya. “Dasar kamu, nih. Untung aja bukan gelas yang kupegang.” ucapnyamelangkah hendak mengambil kartu mahasiswa yang terjatuh di lantai. Terdengar suara Gempita berujar, “Kalau gelas yang jatuh, kamu bakal menjadi OB(Office Boy) dadakan.” Mentari mengulurkan tangannya hendak memungut kartu mahasiswanya, tapi didahului oleh pemilik sepatu kets hitam. Diulurkannya kartu mahasiswa itu pada Mentari tanpa berkata-kata. “Terima kasih.” Ucap Mentari tulus sambil tersenyum dan kembali ke tempat Gempita berdiri. “Siapa ‘tuh? Imut juga.” Mata Gempita membesar memperhatikan pria bersepatu kets hitam yang sekarang tengah berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di tangannya. “Mau aku kenalin?” canda Mentari. “Kamu juga ga kenal gimana mau kenalin?” ia kembali menatap Mentari. “Ke mana kalian semalam?” kali ini matanya dipicingk

    Last Updated : 2024-04-05
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 4: Pacaran

    Mentari dan Argan menikmati waktu bersama mereka di pantai. Cuaca cerah, matahari bersinar terik, saat yang tepat untuk menikmati indahnya pantai, hanya mereka berdua. Tidak banyak pengunjung di pantai berpasir putih berjarak dua jam perjalanan dari rumah Mentari. Lokasinya berada di dekat perkampungan kecil, namun tidak banyak yang datang berkunjung ke pantai ini, karena pantai ini belum dikomersilkan.Argan mendapat rekomendasi dari Gempita. ‘Pantainya cantik, bersih juga. Terlebih lagi sepi. Jarang yang tahu pantai itu. Kalian bisa menikmati waktu romantis berdua. Jangan lupa bawa bekal, di sana tidak ada yang jualan. Beli aja nasi kuning, Mentari suka itu. Ga perlu yang mahal-mahal, Mentari ga pemilih kok.’Argan mengikuti setiap saran yang dianjurkan Gempita. Kantong plastik yang dibawanya berisi dua nasi kuning yang terbungkus kertas makan, beberapa cemilan dan beberapa minuman kemasan yang dibelinya di minimarket dalam perjalanan ke rumah Mentari tadi. ‘Persiapan yang matang, s

    Last Updated : 2024-04-06
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 5: Pernikahan

    Kebingungan dan ketakutan memenuhi Mentari dua hari ini. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya mengurung dirinya di dalam kamar dan tidak makan sepulangnya dari kampus. Kakak-kakak dan ibunya berpikir bahwa dia sakit. Mereka mengetok kamarnya, namun tidak dibukakan.Sorenya Gempita datang mencarinya ke rumah.“Pita, kamu baik-baik aja, kan? Kok kamu gak kuliah tadi?” seru Gempita keras dari depan pintu setelah berkali-kali memanggil nama Mentari namun tidak ada jawaban.Kakak perempuan Gempita muncul dengan spatula di tangan, “Apa maksudmu Mentari tidak kuliah tadi?” tampang galak terpampang di wajahnya yang berkeringat.“Iya, Ka, hari ini Mentari ga kelihatan di kampus. Aku berkali-kali nelpon tapi tidak diangkat, pesan-pesanku juga tidak dibalas. Makanya aku kemari.” Penjelasan itu mengubah rona di wajah kakak Mentari.Ia maju dan mengetok pintu kamar Mentari dengan kepalan tangannya, “Buka, cepat buka, Mentari. Kalau tidak aku akan merusak pintu ini.”Kegaduhan itu mengundang

    Last Updated : 2024-04-06
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 6: Awal Pernikahan

    Suara tangisan bayi menggema mengalahkan suara musik yang dimainkan dengan volume kencang lewat ponsel yang terletak di meja ruang tamu. Dengan lembut, Mentari menggendong bayi mungil berbalut piyama bayi berwarna putih kuning. Perlahan suara tangis mereda.“Argan, tolong kecilkan volume musiknya. Feliz ga bisa tidur.” Suara Mentari yang setengah berteriak membuat Feliz kembali menangis. “Cup, cup.”Mentari keluar dari kamar, mengambil ponsel di atas meja dan mematikan lagu yang berdendang dari Spotify dan meletakkan ponsel itu kembali di atas meja.Argan masuk ke ruang tamu memprotes, “Kenapa dimatiin?” Diambilnya ponsel miliknya di atas meja dan mencari aplikasi pemutar lagu tadi.“Argan, Feliz ga bisa tidur kalau berisik," jelas Mentari sambil berbisik.Lagu pop kembali terdengar dari ponsel Argan. “Ga apa-apa dari kecil udah dikasih dengar lagu-lagu, biar gedenya nanti punya selera musik yang bagus.” Argan keluar menuju teras depan, kembali memandikan mobil kesayangannya.Mentari

    Last Updated : 2024-05-02
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 7: Rutinitas Ibu Muda

    "Tari, kamu lihat celana jeans hitamku?" teriak Argan dari dalam kamar. Mentari yang berada di dapur buru-buru masuk ke kamarnya dan Argan. Ia langsung menuju Feliz yang berada di ayunan dan memeriksanya. Feliz bergerak-gerak, namun segera tidur kembali. Mentari mengayunkan Feliz perlahan. "Kamu dengar, ga?" tanya Argan lagi menatap Mentari dengan alis berkerut. "Yang kamu pakai ke kampus 3 hari lalu?" tanya Mentari. "Ga tahu berapa hari yang lalu. Seingatku dipakai pas hujan." "Iya, benar 3 hari yang lalu pas hujan deras," terang Mentari masih mengayunkan Feliz. "Iya, iya, itu. Mana celananya?" "Bukannya kamu bawa ke laundry karena kotor terkena cipratan lumpur?" Mentari berusaha memelankan suaranya, namun Argan tidak bisa mengontrol intonasinya. "Kok di laundry sih?" sergah Argan. Mentari melirik Feliz dalam gendongan, masih tertidur. "Kamu belum ambil?" Mentari kembali bertanya dengan suara pelan, berharap Argan juga akan memelankan suaranya. Tapi, tidak. "Kenapa kamu ga

    Last Updated : 2024-05-02
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 8: Kembali Kuliah

    Hari yang dinanti Mentari tiba juga. Dia begitu bersemangat untuk kembali kuliah, bersemangat kembali berkumpul dengan teman-temannya.Sudah lama dia tidak bertemu Gempita, rasa kangen membanjirinya.Saking gembiranya dapat kembali ke kampus, Mentari tiba terlalu pagi hari ini, jam 7 lewat. Hanya tukang bersih-bersih yang terlihat mondar-mandir.Dalam hitungan menit, para mahasiswa mulai berdatangan. Begitu pula para staf tata usaha. Ini awal semester ganjil, banyak yang harus dikerjakan para staf tata usaha. Demikian juga para mahasiswa baru.Beberapa mahasiswa baru berkeliaran di sekitar Mentari. Dia bisa menangkap percakapan mereka yang membahas tentang pengurusan berkas yang belum selesai, mata kuliah pertama maupun mencari ruangan kelas mereka.Mentari teringat hari pertamanya kuliah. Dia hampir saja terlambat mengikuti mata kuliah pertamanya, karena tidak bisa menemukan ruang kelasnya. Bersama Gempita, temannya sejak SMA, ia berlari-larian keluar masuk lorong gedung bertingkat t

    Last Updated : 2024-05-03
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 9: Cekcok Kecil

    "Tari!" panggil Gempita menghampiri Mentari dengan langkah panjang. Kedua tangannya memegang sejumlah buku dan makalah. "Kamu sudah mau ke kelas?" tanya Gempita sesampainya di depan Mentari. "Iya." Mentari melirik buku-buku di tangannya, "Kamu sibuk sekali." "Mauku tidak begini, tapi kalau aku tidak mengumpulkan data untuk skripsi, aku tidak bisa lulus." Gempita memperlihatkan beberapa buku di tangannya. "Kamu tahu aku, kan? Sejak kapan aku senang belajar?" Mentari tersenyum nakal, "Ooh, benarkah ini Gempita?" Gempita tersipu, "Apa, sih." Dia berusaha memukul Mentari seperti yang sering dilakukannya ketika mereka bercanda, tapi hanya menyebabkan beberapa buku jatuh ke lantai. Keduanya terbahak dan hampir bersamaan menunduk memunguti buku-buku yang jatuh. "Aku kangen banget sama kamu. Kangen kita bercanda seperti ini." Gempita menatapi Mentari lembut, tersirat kerinduan yang di sana. Mentari merupakan teman terdekatnya selama di kampus, sejak ia cuti kuliah setahun yang lalu, ia

    Last Updated : 2024-05-03
  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 10: Sakit

    Hujan deras mengguyur membasahi Mentari dari ujung rambutnya. Dia tidak membawa payung ataupun jaket untuk menutupi kepalanya. Setengah berlari hati-hati dia menyeberangi jalan menuju angkot yang parkir di seberang jalan."Neng, tidak mandi tadi pagi ya?" gurau Abang pengemudi angkot memperhatikan air menetes dari kaos Mentari."Iya, Bang. Mumpung ada air gratis, bisa mandi sekarang," balas Mentari berkelakar.Abang angkot tertawa namun menasehati, "Sampai di rumah langsung minum jahe hangat, biar tidak sakit.""Ga ada jahe, Bang. Habis dipakai ibu masak," canda Mentari berlanjut."Ya Eneng. Tolak angin aja diminum.""Angin udah terlanjur masuk nih, Bang." Mentari tertawa. Dia memang merasakan angin telah bersarang di dalam tubuhnya, karena dia mulai menggigil kedinginan.Abang angkot menemani perjalanan pulang Mentari dengan gurauan dan nasehat berbumbu curahan hati seorang suami yang sering dimarahi istri. Dalam kedinginannya, Mentari menimpali ucapan-ucapan abang hingga dia turun d

    Last Updated : 2024-05-03

Latest chapter

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 119: Curiga

    Wajah Mentari sepucat kertas putih. Tangkapan matanya seolah tidak dapat diproses otaknya. Matanya mencari-cari ke arah pekarangan rumah. Diapun berjalan maju dengan cepat, berharap motornya ada di pekarangan depan.Kosong.Dia berbalik memandangi kakaknya yang sedang mendekatinya dengan ekspresi bingung."Bu?""Motormu dipinjam Argan, Tari. Ada hal penting yang harus dikerjakannya."Pernyataan ibu menyambar Mentari seperti sebuah petir. Tidak yakin, dia kembali memastikan, "Apa, Bu?""Argan harus menghadiri rapat untuk membahas pelaksanaan proyek jalan tol yang diceritakannya pada kita. Rapat itu mulai jam delapan pagi. Dia hendak meminta izin padamu tadi pagi untuk memakai motormu, tapi kamu masih terlelap, jadi Ibu memberikan kunci motornya."Di telinga Mentari, penjelasan ibu terdengar tidak masuk akal. Setelah yang dilakukan Argan padanya dan motornya seminggu yang lalu, bagaimana mungkin ibu masih meminjamkan motor itu pada Argan?Mulut Mentari menganga, hendak melontarkan keber

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 118: Hilang

    "Dia memang harus ke dokter. Dokter jiwa," seloroh Cahya saat dia mencuci piring. "Kepalanya terbentur, pasti pikirannya terganggu, semakin parah dari sebelumnya."Sindiran Cahya mengundang tatapan tajam ibu. Namun tatapan itu segera teralihkan oleh bayangan Mentari yang muncul dari balik pintu."Ayo, duduk. Ibu ambilkan nasi."Dengan patuh, Mentari duduk sambil berusaha menekan perutnya yang mulai menimbulkan bunyi."Ini rumahmu, Tari. Jangan bodoh dengan membiarkan dirimu kelaparan di rumahmu sendiri."Sigap, Cahya mengeluarkan kembali lauk yang telah dimasukkannya ke lemari. Bahkan dia menuangkan segelas air dan meletakkannya di meja depan Mentari. Dari samping kiri, ibu meletakkan sepiring nasi beserta sendok.Mata Mentari menerawangi makanan di depannya. Rasa laparnya membuncah, namun otakknya tidak mengarahkan tangannya untuk meraih sendok.Kembali, Cahya dengan sigap mengambil tangan kanan Mentari lalu menggenggamkannya pada sendok di hadapannya.Seolah tersadar dari lamunan, M

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 117: Kecelakaan

    Teriakan Mentari membahana hingga ke kamar ibu dan Cahya yang segera keluar, diiringi Feliz dan Winar sambil menenteng mobil-mobilan yang sedang mereka mainkan."Tari, ada apa?" suara panik ibu menyita perhatian Mentari."Di mana Argan?""Ada apa, Tari?" Ada dugaan pada intonasi suara Cahya saat mendengar pertanyaan Mentari.Seperti seorang anak kecil yang ditarik ibunya, Cahya terseret mengikuti tarikan tangan adiknya."Ka, lihat ini," tunjuk Mentari ke arah motornya.Mata Cahya menangkap beberapa garis di badan motor Mentari. Garis-garis itu tidak beraturan seolah memberikan motif baru pada motor Mentari. Cahya berkeliling dan mendapat garis-garis yang sama di bagian motor lainnya.Tak sanggup berkata-kata, Cahya mendongakkan kepalanya memandang Mentari yang dadanya naik-turun.Ibu yang kini juga memandangi motor Mentari pun terdiam."Apa yang dilakukan Argan dengan motorku?"Tanpa menunggu balasan dari ibu dan

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 116: Motor

    Hasil dari pemeriksaan dokter pada kaki Argan adalah dia sudah sembuh total. Begitulah penuturan ibu berdasarkan ucapan dokter. Itulah inti yang ingin didengar Mentari, bukan kronologi pemeriksaan Argan yang disertai bumbu-bumbu pemanis yang berkesan sombong. Argan hanya keseleo, itulah yang tersimpan di benak Mentari sejak mendengar berita Argan kecelakaan.Tak ada lagi bangun tengah malam untuk mengantarkan Argan ke toilet dan tidak ada lagi peran asisten rumah tangga yang harus selalu siap melayani tuan besarnya.Begitulah sangka Mentari."Tari, besok aku ke rumah temanku, ada bisnis yang harus kami diskusikan. Kamu tahu 'kan Dani?"Setengah hati Mentari mendengarkan. Dia baru saja selesai mengoleskan pelembab di wajahnya dan hendak bersiap untuk makan malam.Ketika Mentari dengan acuhnya melangkah ke arah pintu, Argan menghentikannya dengan sebuah berkata, "Kamu harus mengantarkanku."Mentari melirik Argan."Kamu tahu sendiri mobilku tidak di sini, jadi kamu yang harus mengantarka

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 115: Kekesalan

    "Maaf mendadak, Pak. Iya, benar. Iya, Pak. Iya." Mentari meletakkan ponselnya di meja dapur setelah dengan patuh menerima ceramah penuh konsekuensi dari kepala toko akan ketidakhadirannya hari ini. Kepala Cahya menyembul dari balik pintu dapur. Tangannya ditarik Winar hendak menuju kamar "Kamu dimarahi?" Hanya anggukan sebagai jawaban dari Mentari. "Apa kata kepala toko?" Sebenarnya Mentari tidak ingin membahasnya, tapi dia mengerti benar kalau pertanyaan kakaknya menuntut jawaban. "Gajiku dipotong," kata-kata itu berat mengalir dari mulut Mentari. "Berapa?" Dahi Cahya mengernyit. "Ibu, ayo cepat, nanti kita terlambat." Kali ini tarikan keras dari Winar melenyapkan wajah Cahya dari balik pintu. Ada kelegaan hinggap di wajah Mentari. Namun, dalam hati dia meringis. Dua ratus ribu. Tatapan jengkel Mentari melepas kepergian Argan bersama ibu. Tak henti-hentinya dia menyalahkan Argan akan keputusan sembrono kepala toko. 'Keputusan apa itu? Bagaimana mungkin gajinya dipotong du

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 114: Konflik

    "Antarkan aku ke dokter besok." Bukan permintaan, tapi sebuah perintah yang keluar dari mulut Argan membuat darah mengalir deras ke kepala Mentari. Mentari hendak beranjak keluar kamar untuk berangkat kerja, namun langkah kakinya terhenti ketika telinganya menangkap kata-kata Argan. Setelah menghela napas, Mentari berbalik menghadap Argan yang sedang duduk di tepi ranjang berusaha mengeluarkan bungkusan rokok dari dalam kantong celananya. "Aku tidak bisa." Jawaban singkat Mentari disambut amarah oleh Argan. "Pikirmu aku bisa sendirian ke dokter?" Suara bungkus rokok menyentuh kasur terdengar cukup keras. "Aku harus kerja." Mentari menambahkan. "Pekerjaan terus yang kamu urusi, suamimu tidak kamu urusi." Argan kini berdiri menghadap Mentari. Seolah telah menunggu saat Argan mengucapkan kalimat ini, Mentari menyahut menyeringai, "Kalau aku tidak bekerja, siapa yang akan membiayai kebutuhan Feliz?" Sebelum menyambung, Mentari melirik rokok yang tergeletak di atas ranjang, "Dan itu,

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 113: Lembur

    Ponsel Mentari berdering nyaring, namun karena terburu-buru tiba di toko, ia tidak mengindahkannya. Dan setelah berada di loker, tanpa memeriksa notifikasi, dia mengganti ke mode getar dan menonaktifkan data.Saat makan siang tiba, ia disambut pesan yang tidak diharapkannya ketika kembali mengaktifkan data.Helaan nafas Mentari mengundang tanggapan Feri yang juga sedang istirahat siang.“Ada apa?” tanya Feri prihatin.Tanpa berpikir, Mentari menyahut karena jengkel, “Biasa, perusak hari.”“Perusak hari?” ulang Feri tidak mengerti. Setelah berpikir sejenak karena tidak mendapatkan respon dari Mentari, dia berkata, “Kabar buruk?”Menyadari kalau dia tidak seharusnya mengungkapkan permasalahan pribadinya di tempat kerja, dia menjawab, “Kabar angin.”“Kalau kabar angin, tidak usah diambil pusing.”Ucapan Feri mengalir seperti sungai kecil. Tak satu pun yang didengarkan Mentari, dia terpaku pada pesan di ponselnya.‘Mentari, Mama dan Papa belum bisa kembali minggu ini. Urusannya belum sele

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 112: Pemeriksaan Dokter

    “Argan benar-benar tidak tahu diri, Tari!” berang Cahya saat Mentari baru saja tiba di rumah sore harinya. Cahya menghampirinya yang sedang mencuci tangannya.“Ada apa, Kak?” Tangan Mentari tergantung basah. Airnya menetes di atas lantai. Kemarahan di raut Cahya membuat Mentari kuatir.Sepanjang hari ini pikirannya tidak bisa difokuskan pada pekerjaannya. Dia berkali-kali menelepon ibu untuk mengetahui posisinya dan keadaannya yang sedang mengantarkan Argan untuk melakukan pemeriksaan. Ternyata, ibu melupakan ponselnya di rumah. Ponsel itu tergeletak di atas meja kamarnya. Cahya-lah yang mengangkat teleponnya.“Kamu tahu siapa yang membayar biaya taksi online?” Tanpa menunggu jawaban Mentari, Cahya meneruskan, “Ibu!”Kaget, Mentari tidak mampu berkata-kata.“Biaya pulang pergi mereka ibu yang membayari, begitu juga dengan makanan dan minuman yang mereka konsumsi selama berada di rumah sakit,&rdq

  • Pernikahan Tak Seindah Status di Media Sosial   Bab 111: Lelah

    Waktu berlalu begitu cepat. Hal itu disyukuri Mentari. Begitu inginnya dia agar waktu melompat ke minggu depan pada hari kembalinya orang tua Argan. Namun, sebelumnya ada hari senin yang terlebih dahulu harus dilewatinya.Di hari minggu ini, Cahya mengajak seluruh anggota keluarga untuk mengunjungi sebuah arena rekreasi yang letaknya tidak begitu jauh. Suaminya telah melarangnya karena ini akhir bulan, keuangan mereka telah menipis.“Tempat itu tidak mahal. Kita tidak perlu membeli makanan di sana, kita bisa membawa bekal. Hanya perlu membayar ongkos masuk saja,” bantah Cahya saat ditolak Feri. “Aku memiliki uang, kamu tidak perlu mengeluarkan uangmu.”Bisnis penjualan makanan Cahya memang masih berjalan, walaupun keuntungannya semakin berkurang akhir-akhir ini. Dari hari ke hari, pelanggannya semakin sedikit.“Bukankah itu uang tabunganmu untuk keadaan darurat? Kenapa kamu mau menggunakannya sekarang?”Seperti k

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status