Share

Bab 3: Pertemuan yang Melegakan

“Gimana semalam?”

Kartu mahasiswa di tangan Mentari terjatuh ke ubin putih dekat sepasang sepatu kets hitam saat ia mendengar suara Gempita berbisik tepat di telinganya.

“Dasar kamu, nih. Untung aja bukan gelas yang kupegang.” ucapnyamelangkah hendak mengambil kartu mahasiswa yang terjatuh di lantai. Terdengar suara Gempita berujar, “Kalau gelas yang jatuh, kamu bakal menjadi OB(Office Boy) dadakan.”

Mentari mengulurkan tangannya hendak memungut kartu mahasiswanya, tapi didahului oleh pemilik sepatu kets hitam. Diulurkannya kartu mahasiswa itu pada Mentari tanpa berkata-kata.

“Terima kasih.” Ucap Mentari tulus sambil tersenyum dan kembali ke tempat Gempita berdiri.

“Siapa ‘tuh? Imut juga.” Mata Gempita membesar memperhatikan pria bersepatu kets hitam yang sekarang tengah berkutat dengan lembaran-lembaran kertas di tangannya.

“Mau aku kenalin?” canda Mentari.

“Kamu juga ga kenal gimana mau kenalin?” ia kembali menatap Mentari. “Ke mana kalian semalam?” kali ini matanya dipicingkan, penasaran sekaligus usil.

“Makan terus pulang.”

“Gitu aja?” Gempita tidak percaya.

“Emangnya kamu pikir kita mau ke mana?”

“Yaaa, ke mana kek, ke tempat yang romantis gitu.”

“Mau romantisan di empang?”

“Kalau kecebur dan basah-basahan bisa jadi romantis lho.”

Mentari hanya tertawa mendengarnya.

“Aku senang kamu udah kembali ke Mentari yang dulu.” Ada kelegaan dan bahagia di wajah Gempita.

Mentari menatap Gempita dengan wajah tak berdosa, “Emang sebelumnya aku gimana?” tanyanya sembari melangkah meninggalkan loket antrian yang telah kosong.

“Kayak orang bego, terus sedih, terus diam, ga mau ngapa-ngapain kalau diajakin. Ga asyik diajak kulineran, makannya dikiiit.” Gempita menekan kata terakhir dan memperagakannya dengan jari telunjuk dan jempol.

“Sekarang?”

“Sekarang kamu udah ketawa lagi, udah bercanda lagi. Aku senang kamu yang gitu.” Dipeluknya Mentari.

Berbagai ocehan keluar dari mulut Gempita tentang betapa tidak menyenangkan sikap Mentari beberapa bulan terakhir setelah putus dari Bari.

“Semalam aku ketemu Bari.”

Berita itu membuat Gempita kaget. “Apa?” hanya itu yang terucap dari mulutnya. “Maksudku....”

“Kami bertemu di restoran saat hendak pulang.”

Cerita Mentari terus berlanjut tentang bagaimana ia terdiam tak sanggup bereaksi apapun ketika pertemuan yang tak terduga dengan Bari terjadi semalam. Mentari dan Argan sedang menuju ke mobil Argan ketika ia melihat Bari bersama seorang wanita baru keluar dari sebuah mobil. Mentari terdiam membeku di tempatnya memandangi sepasang pengantin baru itu. Bari yang awalnya tidak melihat Mentari, sedang bercakap-cakap dengan wanita itu, hingga akhirnya ia melihat Mentari dan ikut terdiam. Namun Bari lebih bisa mengontrol emosinya setelah terdiam sejenak, ia menyapa Mentari, “Hai, Mentari.”

Mentari tidak sanggup berkata-kata, ia berusaha tapi tidak ada suara apapun yang keluar dari mulutnya yang setengah terbuka. Setelah Bari dan wanita itu lebih dekat, Bari memperkenalkan wanita di sampingnya yang adalah istrinya.

Mentari tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Argan tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Mentari dan bertanya, “Temanmu?”

“He-eh.” Itu yang sanggup diucapkan Mentari.

“Kenalin, aku Argan, teman Mentari, teman dekat.” Nada tegas dan percaya diri di dalam suaranya membuat Bari terperangah. Ia tidak menduga Mentari sudah memiliki seseorang yang dekat dengannya setelah Bari.

Kecanggungan dalam suasana itu membuat perkenalan itu hanya berlangsung sebentar saja.

Pikiran Mentari tidak karuan, apalagi perasaannya. Tak ada satupun ucapan Argan yang didengarkannya lagi dalam perjalanan pulang. Argan mengerti. Gempita telah menceritakan kisah cinta Mentari dan Bari padanya sebelumnya.

”Untung aja ada Argan, kalau ga, kamu udah mati kutu di situ.” kata Gempita setelah Mentari selesai bercerita.

“Iya.” Senyumnya berat. “Semalam aku tidak bisa tidur memikirkan semua itu, tapi sekarang aku merasa lebih baik.”

Gempita menatap temannya iba dan sayang. Ia tahu bagaimana sakitnya Mentari melewati itu semua, Gempita adalah saksinya.

“Aku merasa seperti bebanku terangkat setelah melihat Bari dan ...” ada keheningan, “istrinya.” Mentari membasahi bibirnya dan melanjutkan, “Kalau mungkin aku hadir saat pernikahannya, sakit itu tidak akan terasa perih hingga selama ini, 6 bulan.” Ia tersenyum pahit.

“Mungkin waktu itu kamu belum siap, mungkin kamu memang butuh enam bulan untuk siap.”

Mentari memandang Gempita.

“Aku tahu, aku tahu.” Gempita mengibas-ngibaskan tangannya, “Aku memang bijak, kan?”

Suara tawa Mentari memenuhi ruang kelas yang masih kosong. Mereka telah tiba di ruang kelas besar untuk ikut mata kuliah umum.

“Entah di mana kamu mengutip kata-kata itu. Itu benar-benar bukan Gempita.” Tawanya masih berlanjut.

Dalam beberapa menit, ruang kelas mulai terisi, mereka pun berhenti berbicara dan bersiap mengikuti kuliah. Berharap bisa mendapatkan nilai bagus dengan duduk diam dan memperhatikan dosen di depan kelas sambil sesekali menahan kantuk.

Saat keluar dari ruangan, ponsel Mentari berbunyi pendek, ada pesan masuk, dari Argan.

Ayo jalan nanti malam. Aku jemput jam 6.

Gempita yang berjalan di belakang Mentari, mengintip dari balik bahu.

“Ooh... ada yang mau kencan nih. Cieee....”

Mentari terus diberondong ledekan-ledekan usil Gempita sepanjang jalan menuju kantin yang hanya dibalas dengan candaan oleh Mentari.

Ada perasaan hangat di dada Mentari memikirkan akan keluar dengan Argan malam ini. Malam ini akan menjadi kedua kalinya mereka keluar hanya berdua saja setelah beberapa kali sebelumnya mereka selalu keluar jalan bertiga bersama Gempita. Semalam mereka hanya keluar makan sebentar, karena Argan harus mengurus beberapa hal terkait keluarganya, jadi tidak banyak yang mereka bicarakan. Malam ini bisa menjadi malam mereka semakin mengenal. Mentari memiliki banyak pertanyaan di kepalanya untuk Argan. Dia telah menanyakannya pada Gempita, tapi temannya itu berdalih dengan, “Tanyakan langsung sama orangnya.” disertai senyum jahil di wajahnya.

Sesuai janjinya, Argan menjemput Mentari tepat jam 6. Sebenarnya, ia telah tiba sejak 15 menit sebelumnya, tapi dia pikir lebih baik menunggu dulu di mobil.

Mereka mengunjungi taman kota yang ramai dengan bermacam-macam orang yang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang sibuk berjualan, ada juga yang sedang berfoto dengan berbagai pose di segala titik yang dianggap estetik, ada juga yang sedang tidur di bangku panjang, bahkan ada bermain kejar-kejaran di antara pohon dan bunga-bunga yang menyebabkan tangkai bunga patah di beberapa bagian.

Semua itu tidak mengalihkan fokus Argan dan Mentari. Keduanya asyik berbincang soal kampus maupun film. Malam terasa pendek bagi keduanya. Jam di ponsel Mentari sudah menunjukkan hampir jam sepuluh ketika ada telepon masuk, dari kakaknya.

“Kamu di mana?” suara di ponsel Mentari menggema hingga ke telinga Argan.

“Aku lagi keluar.” Mentari menjawab sekenanya.

“Tahu kamu lagi keluar, tapi di mana? Sudah mau jam sepuluh, kenapa belum pulang?” suara kakak Mentari semakin membahana.

“Memangnya ada apa?” pelan Mentari bertanya agar kakaknya lebih tenang.

“Kamu ga kenapa-napa ‘kan? Kamu udah lama ga keluar sampai selarut ini.”

Tersenyum Mentari menjawab kakaknya yang terdengar kuatir, “Aku baik-baik aja, ini masih sama teman, yang tadi jemput di rumah. Bentar lagi pulang.”

Selama beberapa saat tidak terdengar apapun di seberang, kemudian, “Ya, sudah, jangan terlalu larut pulangnya.” Kakaknya sudah lebih tenang, “Dan hati-hati.” Tambahnya lalu menutup telepon.

“Wah, kakakmu pasti galak. Aku bisa dengar suaranya sampai sini. Untung aja tadi tidak ketemu.” Canda Argan bergidik lucu. “Ayo, pulang. Aku takut nanti dimarahi kakakmu kalau kita pulang lebih larut.”

Jam 10.20 Mentari telah berdiri di depan pintu rumahnya diantarkan Argan yang celingak-celinguk melirik ke bagian dalam rumah Mentari.

“Kenapa?” Mentari bingung.

“Mana kakakmu yang itu?”

“Yang galak tadi?”

“Iya.”

“Mau aku panggilin? Mau kenalan?”

“Eeh, ga deh, lain kali aja. Aku pamit ya.”

Senyum lebar tersungging di bibir Mentari mengiringi kepergian Argan, kali ini tanpa paksaan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status