Beberapa menit kemudian Adam sampai di kamarnya untuk membawakan istrinya sarapan pagi, Adam mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. Ia tak menemukan Hawa tidur di atas ranjang mereka. Hatinya mulai gelisah dan khawatir kalau Hawa sampai meninggalkannya, apa mungkin ini hanya pikiran bodohnya yang terlalu takut kehilangan wanita itu.
Tangannya cekatan menaruh Sandwich dan susu yang dia bawa tadi di atas nakas lalu berinisiatif mencari Hawa di kamar mandi. Adam menarik nafas panjang saat berada di balik pintu, ia baru saja ingin mengetuknya tapi Hawa sudah lebih dulu membuka pintu.
Hawa yang hanya berbalut kimuno di atas lutut dan handuk yang di gelung di atas kepalanya menandakan dia baru saja membersihkan dirinya di dalam sana. Ia cukup kaget melihat suaminya yang mematung di hadapannya, ia tahu betul ekspresi suaminya yang tampak cemas memikirkan sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Ternyata kau mandi ya, sayang. Aku pikir kau tadi pergi meninggalkanku sendiri di sini," pekik Adam menghambur ke pelukan istrinya yang tersenyum. Hawa tidak habis pikir apa ia harus sekhawatir ini jika tidak ada di kamar padahal mana mungkin dia berani pergi tanpa seizin suaminya.
"Astaga, Adam! Kenapa kau khawatir padahal aku tidak pergi kemanapun. Lihatlah aku baru saja mandi!" tawa Hawa terdengar renyah di telinga Adam. Wanita itu menutup mulutnya menahan tawa, Adam sangat menggemaskan jika tampak khawatir.
"Sayang, kau jangan menertawaiku! Aku hanya takut saja kau pergi tanpa izinku," keluh Adam melepaskan pelukannya lalu mencubit pipi istrinya yang tampak pucat baru saja terkena guyuran air.
"Itu tidak mungkin Adam. Aku mana berani keluar rumah tanpa izinmu. Pergi tanpa pamit sama saja aku mengundang kutukan Allah." Tatapan mata istrinya mulai sayu, ia tahu betul aturan agama bagaimana ia harus menghargai suaminya. Adam tersenyum mendengar jawaban itu, hasratnya yang membara tidak menyurutkan semangatnya untuk mencium puncak kepala istrinya.
Adam menuntun Hawa untuk duduk di tepi ranjang, ia menyodorkan Sandwich lalu memaksa Hawa membuka mulutnya, wanita itu menurut saja memakannya kemudian mengunyah perlahan.
"Seharusnya menyiapkan sarapan pagi adalah tugasku Adam. Aku merasa bersalah tadi pagi aku sempat tertidur dan merepotkanmu membuat sarapan ini. Aku merasa istri yang tidak berguna untukmu," kata Hawa lirih. Ia menghembuskan nafas berat, tidak terima di hari pertama kebersamaan mereka Hawa malah ketiduran. Jujur saja, badannya terasa sakit dan pegal-pegal setelah pergelutannya yang panjang. Ia benar-benar kehabisan tenaga meladeni Adam yang terus saja memangsanya.
Setidaknya Hawa bersyukur ada sosok pria yang mau menerima gadis yatim piatu dan rela menikahinya walaupun tanpa persetujuan ibunya. Pengorbanan yang Hawa lakukan tidak seberapa di banding Adam. Ia mendapat amukan Helsi dan terus saja memintanya untuk menceraikannya. Kisah cinta mereka cukup sulit dan susah menemukan titik terang. Ia tahu betul bagaimana Helsi membencinya, kehadiran dirinya sama saja mengorek luka lama ibu mertuanya itu.
"Ssssstt! Kau jangan bicara seperti itu Hawa. Istri bukan budak yang harus mengerjakan segalanya. Tapi dia pendamping hidup seorang pria yang berhak mendapat perlindungan dan kebahagian. Aku tidak ingin selalu merepotkanmu, makanan secuil ini aku juga bisa memasaknya." Adam menjelaskan secara rinci tidak mau istrinya terlalu banyak memikirkan hal yang tidak penting.
Mata Hawa berkaca-kaca ia ingin terus bahagia seperti sekarang berada di samping Adam. Semoga saja harapannya itu bisa terkabulkan. "Terima kasih, Adam. Kau selalu membuatku menjadi wanita paling bahagia di dunia ini." Ia beranjak dari tempat duduknya, bergegas memakai pakaian. Beberapa menit kemudian ponsel Adam berbunyi nyaring di saku celananya. Dia merogoh benda mungil itu lalu memastikan siapa nama penelpon yang tertulis di layar ponselnya.
"Halo, Pa." Adam berbicara lembut mendengarkan suara pria paruh baya itu.
"Mamamu memintamu ke rumah sakit, Nak. Ia mau kau datang sendiri kemari tanpa membawa Hawa. Mamamu juga ingin kau menuruti permintaannya tadi malam. Papa lihat Mamamu masih shock setelah kejadian kemarin." Suaranya terdengar di seberang, menjelaskan pada Adam keinginan Helsi yang cukup merepotkan baginya. Ibunya hanya ingin satu permintaan dari Adam. Menceraikan Hawa.
"Baiklah, Adam akan segera datang kesana." Adam menutup telepon. Ia terdiam sesaat berpikir keras atas permintaan ibunya. Dan Adam sudah mengambil keputusan terberat.
****
Adam sudah sampai di rumah sakit, ia bergegas naik ke atas menggunakan lift masuk ke kamar inap ibunya. Perlahan ia mendorong pintu dan melihat Helsi terbaring di atas ranjang, sedangkan papanya setia duduk di sampingnya. Pasangan yang terlihat romantis itu sudah bertahun-tahun bersama dan tak ada yang tahu kapan mereka terpisah.
"Ma, Adam sudah datang," ujar Adam duduk di kursi di samping ranjang ibunya. Ia meremas jari yang kulitnya sudah mulai berkeriput. Perlahan mata Helsi yang terpejam akhirnya terbuka lebar, dia tersenyum mengayunkan kedua tangannya memeluk anak semata wayangnya. Adam membungkukkan badan memeluk wanita paruh baya itu.
Helsi kegirangan karena tak melihat Hawa di manapun, itu berarti Adam lebih memilihnya dan berniat meninggalkan Hawa yang sudah menghancurkan kebahagian mereka. "Aku tahu Adam kau pasti lebih memilih Mama di banding wanita pembawa sial itu. Kau mau, kan menceraikannya demi Mama? Kabulkanlah perintah Ibu yang melahirkanmu ini." Mata Helsi berkaca-kaca ia cukup takut kehilangan anaknya karena menikahi wanita pembawa sial. Mereka melepaskan pelukan yang menyesakkan dada.
"Adam anak Mama sampai kapanpun. Tidak seorangpun bisa menggantikan posisi Mama dan Adam akan selalu menuruti perintah Mama kecuali menceraikan Hawa. Aku sudah menikahinya, aku sudah berikrar atas nama Allah untuk selalu melindunginya. Kami baru saja menikah, mana mungkin aku menceraikannya. Kak Radit melepas saudara satu-satunya demi aku, Ma dan aku yang memintanya untuk menikahkan kami. Aku sangat mencintai Hawa dan Mama tahu benar itu. Aku hanya mau menikah satu kali dalam hidupku." Andai saja Adam pria yang lemah mungkin tangisnya sudah pecah sekarang karena sulit memilih antara istri dan ibunya.
"Kau lebih memilihnya? Adam, dengarkan Mama! Dia wanita pembawa sial. Orang tuanya meninggal dan saudara satu-satu Mama tewas dalam kecelakaan itu. Kau tahu kan betapa takutnya Mama kehilanganmu juga. Mama punya banyak stok wanita untukmu yang 10x lebih baik dari wanita itu. Percaya sama Mama, dia akan selalu merepotkanmu," cerocos Helsi tidak berhenti meyakinkan anaknya agar merubah haluan meninggalkan Hawa.
"Semua sudah takdir Ma. Itu bukan salah Hawa, ia tidak tahu apa-apa. Adam tidak percaya Mama masih saja mempercayai takhayul seperti itu." Adam merasa geram, seandainya bukan ibunya yang di hadapannya ini, mungkin saja ia akan menghajarnya habis-habisan karena menghina istrinya.
"Adam! Entah apa yang ada di pikiranmu saat ini sampai-sampai kau membantah Mama. Hawa akan menyusahkanmu saja," seru Helsi membuang muka. Ia sangat kecewa atas keputusan Adam.
"Apapun yang terjadi Adam tidak akan meninggalkannya. Dia gadis yang baik dan butuh perlindunganku. Hawa masuklah ke sini dan minta restu pada Mama," teriak Adam meminta Hawa masuk ke dalam. Helsi terkejut tidak menyangka Adam akan senekat ini meminta wanita yang di bencinya untuk menemuinya.
Hawa bisa mendengar perdebatan mereka di dalam kamar, ia tahu seharusnya tidak datang ke sini. Helsi pasti akan sangat marah padanya saat melihatnya masuk di ruangan itu. Hawa terpaksa mengikuti intruksi suaminya untuk masuk ke dalam. Keringat dingin tanpa di undang seolah menusuk tulangnya, Adam membawanya ke dalam kandang singa yang lapar.Perlahan kakinya melangkah dan mendorong pintu ruangan, semua orang tengah melihatnya sekarang. Hawa benar-benar tidak tahu pikirannya sekarang, sesampai di dalam nyawanya seakan mengembang kemana-mana. Adam menghampirinya lalu menarik tangan Hawa mendekati Helsi yang sudah memasang wajah sangar. Tamatlah hidupnya hari ini Hawa percaya pasti tidak akan baik-baik saja di tempat ini."Adam mau Mama menerimanya sebagai menantu. Tidak akan ada hal buruk terjadi, Mama jangan khawatir. Adam juga mau mengadakan resepsi pernikahan untuk para kolega perusahaan dalam waktu dekat. Adam capek menyembunyikan pernikah
Sepulang dari rumah sakit Adam mengantar Hawa ke toko bunganya. Wanita itu tetap bersikukuh ingin bekerja sekalipun ia sudah menikah. Toko bunganya sangat berarti bagi Hawa, di tempat ini dia akan merasa bahagia saat melihat bunga bermekaran dengan menebarkan wangi semerbak."Aku masuk dulu yah, hati-hati kalau mengemudi jangan ugal-ugalan." Hawa memperingatinya sambil mencium tangan suaminya."Iya, sayang. Aku berangkat kerja dulu." Adam juga pamit pergi. Hawa mengangguk bersiap keluar dari mobilnya, saat akan menutup pintu mobil Adam berteriak lalu berkata, "Kau melupakan sesuatu.""Apa itu?" tanya Hawa memasang wajah bingung."Aku belum menciummu sayang,""Ada-ada saja kau Adam. Baiklah, yang mana ingin kau cium?" Hawa melongokkan kepalanya ke mulut mobil menanti Adam menciumnya."Aku cuma mau cium yang ini," jelas Adam mengecup singkat bibir istrinya. Hawa tersenyum lalu menutup pintu mobil, saat akan melangkah, Adam berteriak lagi sambil memb
Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai la
Leon mengemudi pelan saat baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya benar-benar lelah akibat mengambil pekerjaan yang terlalu banyak padahal dia pemilik rumah sakit. Dia bisa saja angkat-angkat kaki di rumah sambil menunggu uang transferan rumah sakitnya tapi Leon tidak mau seperti itu. Leon memilih profesi dokter karena itu cita-citanya, sejak kecil dia memiliki mimpi untuk membantu orang yang sakit agar sembuh.Entah kenapa pikiran Leon terlintas pada kejadian tadi di rumah sakit. Saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Hawa dan mertuanya di kamar itu, pria itu merasa prihatin atas hidup Hawa. Ya, siapapun merasa sakit hati jika di benci mertua sendiri. Ia muak ingin marah dan memaki Adam yang tidak bisa membela istrinya, walau bagaimanapun Hawa punya hati yang harus di jaga.Jika Adam tidak mendapatkan restu seharusnya ia berusaha tegas pada ibunya bahwa ia benar-benar mencintai Hawa. Bahkan jika ia berada di posisi itu, Leon akan mengancam minggat dari rumah d
Leon menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 subuh, pria itu masih berada di apartment Hawa yang sedang sakit. Ia begitu jengkel dengan Adam yang tak kunjung pulang, istrinya demam dan Adam susah untuk di hubungi. Pria itu berulang kali mengutuk tidak percaya kenapa Hawa memilih suami seperti Adam yang tidak bertanggung jawab. Apa ia tidak ingat Hawa menunggunya di toko bunga sampai kehujanan? Matanya tak merasa mengantuk sedikitpun, ia hanya mau menunggu Adam dan memberinya pelajaran.Jika Adam tidak mampu menjaga Hawa dengan baik, Leon siap dengan sepenuh hatinya menerima Hawa. Ia tak peduli bagaimana status Hawa menjadi seorang single parent, hatinya akan selalu menjadi milik wanita itu. Leon yang tiduran di sofa ruang tamu melipat kedua tangannya ke dada, ia memejamkan mata erat-erat, berpikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baju basah yang Leon kenakan sudah kering di badan, tampilannya sudah sangat berantakan.Pagi-pagi buta Adam pulang ke
Selepas Leon pergi Adam menatap istrinya yang terlihat lemas. Hawa memang sakit dan Adam yang di penuhi rasa cemburu hanya mementingkan dirinya sendiri mencurigai istrinya, otaknya harusnya bisa mempercayai Hawa apalagi wanita itu sudah bersamanya bertahun-tahun. Jika memang Hawa ingin selingkuh pasti sudah di lakukannya dari dulu.Adam tidak mempedulikan rasa sakit di wajahnya, ia langsung menggendong Hawa membawa wanita itu ke kamarnya. Hawa tidak berkata apapun hanya membuang mukanya tak ingin melihat suaminya.Lagi-lagi Hawa harus menyembunyikan rasa sakitnya, jika ingin bertahan dalam pernikahannya dia harus mengalah. Hawa tidak pernah meragukan sedikitpun cinta Adam padanya, tapi untuk kali ini ia sangat ketakutan melihat sikapnya yang posesif. Saat tiba di kamar Adam meletakkan Hawa di atas ranjang kemudian menyelimuti istrinya sampai ke dada, ia berlutut di lantai mensejajarkan posisinya dengan ranjang. Tangan Adam perlahan menyentuh kepala istrinya memasang wa
Di kantor Adam terus saja memasang wajah murung saat menjalani meeting pun dia tak bersemangat. Pikirannya selalu tertuju pada Hawa yang masih marah padanya, di ruang kantornya Adam tidak fokus sama sekali, kepalanya di taruh di atas meja kerjanya sambil berpikir bagaimana cara membujuk istrinya.Ketukan pintu dari luar tidak Adam gubris, tapi orang itu nyosor saja masuk tanpa menunggu persetujuan dari Adam. Setiba di dalam orang itu nyaris berteriak melihat bos besarnya tampak berantakan padahal selama ini Adam selalu menomor satukan penampilannya."Mungkin ada orang gila yang salah masuk di ruangan ini menyamar sebagai bosku," teriak Dale yang sedang menatapnya sesaat lalu Adam mengacuhkan Dale yang tersenyum mengejek.Sahabatnya itu memangmirip orang gila, bagaimana tidak dasi yang ia lepas tergeletak di lantai, jas kebesaran perusahaan di jadikan bantalan di atas meja, baju kemeja di gelung setinggi lengan dan tiga kancing atas di lepas hingga menampil
"Ma ... Pernikahanku dan Hawa tidak terasa sudah sebulan. Besok aku mengadakan resepsi pernikahanku di hotel bintang 5 di pusat kota dengan para kolega perusahaanku. Aku harus melakukan ini demi nama baik perusahaan. Aku tidak mau orang lain berpikir bahwa aku memiliki wanita simpanan. Mama dan Papa harus datang jika masih menyayangiku. Dukungan kalian sangat penting untukku," pria itu memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahu resepsi pernikahan mereka yang tertutup hanya para kolega perusahaan di undang membersihkan nama baik mereka.Helsi mendengar penuturan itu memaki dalam hati untuk keputusan Adam yang terburu-buru. Perih di hatinya belum sembuh setelah pernikahan Adam dan sekarang mereka mengadakan resepsi menunjukkan pada dunia bahwa mereka sudah menikah. Kali ini Adam membuat keputusan secara sepihak melebarkan luka yang sudah teriris dengan pernikahannya dulu dan sekarang menimbulkan luka baru lagi.Wanita paruh baya itu begitu muak deng
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu."Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan."Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sud
"Ma ... Pernikahanku dan Hawa tidak terasa sudah sebulan. Besok aku mengadakan resepsi pernikahanku di hotel bintang 5 di pusat kota dengan para kolega perusahaanku. Aku harus melakukan ini demi nama baik perusahaan. Aku tidak mau orang lain berpikir bahwa aku memiliki wanita simpanan. Mama dan Papa harus datang jika masih menyayangiku. Dukungan kalian sangat penting untukku," pria itu memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahu resepsi pernikahan mereka yang tertutup hanya para kolega perusahaan di undang membersihkan nama baik mereka.Helsi mendengar penuturan itu memaki dalam hati untuk keputusan Adam yang terburu-buru. Perih di hatinya belum sembuh setelah pernikahan Adam dan sekarang mereka mengadakan resepsi menunjukkan pada dunia bahwa mereka sudah menikah. Kali ini Adam membuat keputusan secara sepihak melebarkan luka yang sudah teriris dengan pernikahannya dulu dan sekarang menimbulkan luka baru lagi.Wanita paruh baya itu begitu muak deng
Di kantor Adam terus saja memasang wajah murung saat menjalani meeting pun dia tak bersemangat. Pikirannya selalu tertuju pada Hawa yang masih marah padanya, di ruang kantornya Adam tidak fokus sama sekali, kepalanya di taruh di atas meja kerjanya sambil berpikir bagaimana cara membujuk istrinya.Ketukan pintu dari luar tidak Adam gubris, tapi orang itu nyosor saja masuk tanpa menunggu persetujuan dari Adam. Setiba di dalam orang itu nyaris berteriak melihat bos besarnya tampak berantakan padahal selama ini Adam selalu menomor satukan penampilannya."Mungkin ada orang gila yang salah masuk di ruangan ini menyamar sebagai bosku," teriak Dale yang sedang menatapnya sesaat lalu Adam mengacuhkan Dale yang tersenyum mengejek.Sahabatnya itu memangmirip orang gila, bagaimana tidak dasi yang ia lepas tergeletak di lantai, jas kebesaran perusahaan di jadikan bantalan di atas meja, baju kemeja di gelung setinggi lengan dan tiga kancing atas di lepas hingga menampil
Selepas Leon pergi Adam menatap istrinya yang terlihat lemas. Hawa memang sakit dan Adam yang di penuhi rasa cemburu hanya mementingkan dirinya sendiri mencurigai istrinya, otaknya harusnya bisa mempercayai Hawa apalagi wanita itu sudah bersamanya bertahun-tahun. Jika memang Hawa ingin selingkuh pasti sudah di lakukannya dari dulu.Adam tidak mempedulikan rasa sakit di wajahnya, ia langsung menggendong Hawa membawa wanita itu ke kamarnya. Hawa tidak berkata apapun hanya membuang mukanya tak ingin melihat suaminya.Lagi-lagi Hawa harus menyembunyikan rasa sakitnya, jika ingin bertahan dalam pernikahannya dia harus mengalah. Hawa tidak pernah meragukan sedikitpun cinta Adam padanya, tapi untuk kali ini ia sangat ketakutan melihat sikapnya yang posesif. Saat tiba di kamar Adam meletakkan Hawa di atas ranjang kemudian menyelimuti istrinya sampai ke dada, ia berlutut di lantai mensejajarkan posisinya dengan ranjang. Tangan Adam perlahan menyentuh kepala istrinya memasang wa
Leon menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 subuh, pria itu masih berada di apartment Hawa yang sedang sakit. Ia begitu jengkel dengan Adam yang tak kunjung pulang, istrinya demam dan Adam susah untuk di hubungi. Pria itu berulang kali mengutuk tidak percaya kenapa Hawa memilih suami seperti Adam yang tidak bertanggung jawab. Apa ia tidak ingat Hawa menunggunya di toko bunga sampai kehujanan? Matanya tak merasa mengantuk sedikitpun, ia hanya mau menunggu Adam dan memberinya pelajaran.Jika Adam tidak mampu menjaga Hawa dengan baik, Leon siap dengan sepenuh hatinya menerima Hawa. Ia tak peduli bagaimana status Hawa menjadi seorang single parent, hatinya akan selalu menjadi milik wanita itu. Leon yang tiduran di sofa ruang tamu melipat kedua tangannya ke dada, ia memejamkan mata erat-erat, berpikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baju basah yang Leon kenakan sudah kering di badan, tampilannya sudah sangat berantakan.Pagi-pagi buta Adam pulang ke
Leon mengemudi pelan saat baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya benar-benar lelah akibat mengambil pekerjaan yang terlalu banyak padahal dia pemilik rumah sakit. Dia bisa saja angkat-angkat kaki di rumah sambil menunggu uang transferan rumah sakitnya tapi Leon tidak mau seperti itu. Leon memilih profesi dokter karena itu cita-citanya, sejak kecil dia memiliki mimpi untuk membantu orang yang sakit agar sembuh.Entah kenapa pikiran Leon terlintas pada kejadian tadi di rumah sakit. Saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Hawa dan mertuanya di kamar itu, pria itu merasa prihatin atas hidup Hawa. Ya, siapapun merasa sakit hati jika di benci mertua sendiri. Ia muak ingin marah dan memaki Adam yang tidak bisa membela istrinya, walau bagaimanapun Hawa punya hati yang harus di jaga.Jika Adam tidak mendapatkan restu seharusnya ia berusaha tegas pada ibunya bahwa ia benar-benar mencintai Hawa. Bahkan jika ia berada di posisi itu, Leon akan mengancam minggat dari rumah d
Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai la
Sepulang dari rumah sakit Adam mengantar Hawa ke toko bunganya. Wanita itu tetap bersikukuh ingin bekerja sekalipun ia sudah menikah. Toko bunganya sangat berarti bagi Hawa, di tempat ini dia akan merasa bahagia saat melihat bunga bermekaran dengan menebarkan wangi semerbak."Aku masuk dulu yah, hati-hati kalau mengemudi jangan ugal-ugalan." Hawa memperingatinya sambil mencium tangan suaminya."Iya, sayang. Aku berangkat kerja dulu." Adam juga pamit pergi. Hawa mengangguk bersiap keluar dari mobilnya, saat akan menutup pintu mobil Adam berteriak lalu berkata, "Kau melupakan sesuatu.""Apa itu?" tanya Hawa memasang wajah bingung."Aku belum menciummu sayang,""Ada-ada saja kau Adam. Baiklah, yang mana ingin kau cium?" Hawa melongokkan kepalanya ke mulut mobil menanti Adam menciumnya."Aku cuma mau cium yang ini," jelas Adam mengecup singkat bibir istrinya. Hawa tersenyum lalu menutup pintu mobil, saat akan melangkah, Adam berteriak lagi sambil memb
Hawa bisa mendengar perdebatan mereka di dalam kamar, ia tahu seharusnya tidak datang ke sini. Helsi pasti akan sangat marah padanya saat melihatnya masuk di ruangan itu. Hawa terpaksa mengikuti intruksi suaminya untuk masuk ke dalam. Keringat dingin tanpa di undang seolah menusuk tulangnya, Adam membawanya ke dalam kandang singa yang lapar.Perlahan kakinya melangkah dan mendorong pintu ruangan, semua orang tengah melihatnya sekarang. Hawa benar-benar tidak tahu pikirannya sekarang, sesampai di dalam nyawanya seakan mengembang kemana-mana. Adam menghampirinya lalu menarik tangan Hawa mendekati Helsi yang sudah memasang wajah sangar. Tamatlah hidupnya hari ini Hawa percaya pasti tidak akan baik-baik saja di tempat ini."Adam mau Mama menerimanya sebagai menantu. Tidak akan ada hal buruk terjadi, Mama jangan khawatir. Adam juga mau mengadakan resepsi pernikahan untuk para kolega perusahaan dalam waktu dekat. Adam capek menyembunyikan pernikah