Sepulang dari rumah sakit Adam mengantar Hawa ke toko bunganya. Wanita itu tetap bersikukuh ingin bekerja sekalipun ia sudah menikah. Toko bunganya sangat berarti bagi Hawa, di tempat ini dia akan merasa bahagia saat melihat bunga bermekaran dengan menebarkan wangi semerbak.
"Aku masuk dulu yah, hati-hati kalau mengemudi jangan ugal-ugalan." Hawa memperingatinya sambil mencium tangan suaminya.
"Iya, sayang. Aku berangkat kerja dulu." Adam juga pamit pergi. Hawa mengangguk bersiap keluar dari mobilnya, saat akan menutup pintu mobil Adam berteriak lalu berkata, "Kau melupakan sesuatu."
"Apa itu?" tanya Hawa memasang wajah bingung.
"Aku belum menciummu sayang,"
"Ada-ada saja kau Adam. Baiklah, yang mana ingin kau cium?" Hawa melongokkan kepalanya ke mulut mobil menanti Adam menciumnya.
"Aku cuma mau cium yang ini," jelas Adam mengecup singkat bibir istrinya. Hawa tersenyum lalu menutup pintu mobil, saat akan melangkah, Adam berteriak lagi sambil membuka pintu kaca mobilnya.
Hawa memutar bola matanya jengah, ia sedikit jengkel karena Adam memanggilnya lagi. "Kau sudah menciumku Adam! Kali ini kau ingin mencium yang mana lagi?" Ia menatap suaminya yang terkekeh ria.
"Tidak, sayang. Aku memanggilmu bukan untuk menciummu. Kau terlalu percaya diri. Aku hanya ingin bertanya, jam berapa aku bisa menjemputmu?" Adam tidak habis pikir dengan sikap istrinya yang menuduhnya sembarangan sedangkan Hawa mendengar jawaban itu merasa malu, bagaimana mungkin dia menjadi wanita yang tega menuduhnya seperti ini.
"Jam 5 jemput aku di toko," jawab Hawa malu ia bergegas meningalkan suaminya, sebelum Adam melihat pipinya seperti kepiting rebus menahan malu. Tidak salah lagi Adam pasti akan menggodanya jika berdiam lebih lama lagi di sana.
Hawa yang tiba di toko bunganya melihat seorang wanita yang sibuk bekerja di sana, tidak lain sahabatnya sendiri. Naina. Dia adalah wanita yang sederhana penuh energik. Memiliki tubuh yang langsing membuat wanita itu sedikit imut dengan rambut sebahu. Jangan tanya kekuatan daya wanita itu bekerja, Naina tipe orang yang semangat dan mencintai pekerjaannya. Bayangkan saja taman bunga yang seluas 3 hektar Naina bisa mengelolanya sendiri, merawat tanaman itu agar tetap tumbuh. Kadang-kadang Hawa juga tidak masuk kerja jika ia tidak masuk Naina lah yang mengerjakan segalanya.
"Hawa akhirnya kau datang juga. Kemana saja kau beberapa hari ini? Ngomong-ngomong aku tadi melihatmu dan Adam jadi lebih romantis seolah dia suamimu. Aku tidak percaya kalian akan berciuman di atas mobil." Naina sangat cerewet mengintrogasi Hawa. Naina tidak sengaja melihatnya dari dalam toko di balik kaca. Mulanya tadi ia tidak percaya bahwa temannya itu di cium seperti pasangan suami istri yang bahagia. Padahal Hawa adalah orang yang selalu menjaga image nya.
Toko bunganya ini sangat unik karena di design seluruh bangunannya terbuat dari kaca. Sehingga transparan melihat apapun yang ada di dalamnya. Seluruh bunga yang Hawa jual kebanyakan impor dan banyak pelanggan yang datang memesan bunganya di sini, karena tidak ada di toko lain seperti bunga Lily, bunga Anyelir, bunga Anggrek, bunga Mawar, bunga Matahari, bunga Daisy, bunga Dahlia, bunga foxglove, bunga lavender, bunga morning glory, dan masih banyak lagi.
"Banyak hal yang ingin aku katakan padamu Naina. Sebenarnya, aku sudah menikah dengan Adam," ucap Hawa menaruh tasnya di meja kasir sambil melihat Naina yang meneguk secangkir teh di atas meja kasir.
Mendengar hal itu Naina menyemburkan teh yang harusnya ia minum. Pernyataan Hawa membuat wanita itu melotot, bagaimana mungkin mereka bisa menikah, Naina tahu bagaimana rumitnya hubungan mereka tidak pernah mendapat restu dari Helsi.
"Bagaimana mungkin kalian menikah tanpa mengundangku? Aku sahabatmu Hawa, kita sudah berteman selama 10 tahun dan aku berkali-kali bilang padamu bahwa aku ingin menjadi bridesmaid mu suatu hari jika kau menikah. Kau mengecewakanku kali ini Hawa," rajuk Naina menatap Hawa yang diam.
"Aku minta maaf Naina semuanya terjadi begitu saja. Kami menikah tanpa perencanaan apapun, tanpa resepsi dan kedua orang tua Adam. Kau tahu bagaimana perasaanku, pernikahan yang indah dan kuimpikan sejak kecil hanya berakhir di tempat akad nikah. Aku frustasi Naina, Ibu Adam sampai hari ini tidak mau menerima pernikahan kami." Air mata yang sudah di tahannya, tidak dapat Hawa bendung lagi. Naina pasti mengerti bagaimana kesedihannya sekarang. Berada di posisi wanita itu.
Naina yang mulanya merajuk karena tidak di undang di pernikahan mereka, akhirnya hatinya mulai melunak. Ia kasihan pada sahabatnya, pernikahan yang di impikan tidak sesuai kenyataannya. Naina memeluk Hawa, menenangkan wanita itu. Ia semakin terisak setelah mendapatkan dukungan sahabatnya, mau bagaimana lagi nasi sudah jadi bubur. Mencintai Adam berarti ia harus menerima resiko menjadi wanita tersakiti, Hawa juga sudah tidak tahan lagi pacaran lebih lama. Ia hanya ingin kepastian bukan janji manis belaka untuk menikahinya.
"Nenek sihir itu masih saja terus membencimu padahal kau tidak pernah bersalah. Apa perlu aku membalasnya dengan memakinya juga?" tanya Naina di penuhi kemarahan mengingat bagaimana Helsi terang-terangan tidak menyukai Hawa yang sangat baik.
"Tidak usah Naina! Aku bisa menyelesaikan masalah rumah tanggaku sendiri. Yang penting Adam selalu memihakku itu sudah cukup bagiku. Lagipula aku juga tidak terlalu ambil pusing karena Mama Helsi tidak tinggal bersamaku."
Ia merasa harus kuat demi menjalani hidupnya, Hawa yakin suatu saat Helsi akan berubah dan mau menerimanya menjadi menantu. Seberapa kuatkah Hawa akan bertahan? Pertanyaan itu berulang kali terulang di memori otaknya. Ia tidak siap menjalani hidup yang sulit ini.
"Hawa dengarkan aku! Jangan anggap ini masalah enteng, kenapa? banyak perceraian terjadi salah satu faktornya karena ketidakcocokan mertua dan menantu. Kamu pikir hidup berumah tangga itu singkat untuk menjalani lika liku kehidupan. Apa kau pikir Tante Helsi akan diam saja melihat kalian menikah? Aku yakin 1000 persen dia akan berusaha memisahkan kalian," Seru Naina mengguncang pundak sahabatnya. Berusaha meyakinkan sahabatnya bahwa rumah tangga mereka sedang tidak baik-baik saja.
Mendengar penjelasannya Hawa terdiam. Perkataan Naina ada benarnya, pernikahan mereka tidak baik-baik saja. Ia tidak boleh lengah atau pernikahan mereka akan jadi taruhannya. Hawa harus tetap waspada pada mertuanya.
"Kau benar Naina! Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup dan hanya Adam saja cinta sejatiku. Aku tidak mau jadi janda yang di penuhi tuduhan miring oleh tetangga julid." Tangis Hawa semakin menjadi saat mengingat bagaimana nasibnya nanti. Tak ada yang tahu masa depan, jika Adam sampai mengkhianatinya Hawa pasti akan meninggalkan suaminya.
"Hanya ada satu jalan Hawa. Kau tidak boleh lemah dalam pernikahanmu. Jangan biarkan Tante Helsi menginjak-injak dirimu! Kau berhak mempertahankan pernikahanmu dan tidak membiarkan siapapun merusaknya." Naina memeluk sahabatnya yang terisak. Tujuh tahun menjalin hubungan dengan Adam semakin memperumit masalah mereka. Dan Hawa tidak akan mungkin berhenti karena ia sudah memilih melangkah sejauh ini.
Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai la
Leon mengemudi pelan saat baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya benar-benar lelah akibat mengambil pekerjaan yang terlalu banyak padahal dia pemilik rumah sakit. Dia bisa saja angkat-angkat kaki di rumah sambil menunggu uang transferan rumah sakitnya tapi Leon tidak mau seperti itu. Leon memilih profesi dokter karena itu cita-citanya, sejak kecil dia memiliki mimpi untuk membantu orang yang sakit agar sembuh.Entah kenapa pikiran Leon terlintas pada kejadian tadi di rumah sakit. Saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Hawa dan mertuanya di kamar itu, pria itu merasa prihatin atas hidup Hawa. Ya, siapapun merasa sakit hati jika di benci mertua sendiri. Ia muak ingin marah dan memaki Adam yang tidak bisa membela istrinya, walau bagaimanapun Hawa punya hati yang harus di jaga.Jika Adam tidak mendapatkan restu seharusnya ia berusaha tegas pada ibunya bahwa ia benar-benar mencintai Hawa. Bahkan jika ia berada di posisi itu, Leon akan mengancam minggat dari rumah d
Leon menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 subuh, pria itu masih berada di apartment Hawa yang sedang sakit. Ia begitu jengkel dengan Adam yang tak kunjung pulang, istrinya demam dan Adam susah untuk di hubungi. Pria itu berulang kali mengutuk tidak percaya kenapa Hawa memilih suami seperti Adam yang tidak bertanggung jawab. Apa ia tidak ingat Hawa menunggunya di toko bunga sampai kehujanan? Matanya tak merasa mengantuk sedikitpun, ia hanya mau menunggu Adam dan memberinya pelajaran.Jika Adam tidak mampu menjaga Hawa dengan baik, Leon siap dengan sepenuh hatinya menerima Hawa. Ia tak peduli bagaimana status Hawa menjadi seorang single parent, hatinya akan selalu menjadi milik wanita itu. Leon yang tiduran di sofa ruang tamu melipat kedua tangannya ke dada, ia memejamkan mata erat-erat, berpikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baju basah yang Leon kenakan sudah kering di badan, tampilannya sudah sangat berantakan.Pagi-pagi buta Adam pulang ke
Selepas Leon pergi Adam menatap istrinya yang terlihat lemas. Hawa memang sakit dan Adam yang di penuhi rasa cemburu hanya mementingkan dirinya sendiri mencurigai istrinya, otaknya harusnya bisa mempercayai Hawa apalagi wanita itu sudah bersamanya bertahun-tahun. Jika memang Hawa ingin selingkuh pasti sudah di lakukannya dari dulu.Adam tidak mempedulikan rasa sakit di wajahnya, ia langsung menggendong Hawa membawa wanita itu ke kamarnya. Hawa tidak berkata apapun hanya membuang mukanya tak ingin melihat suaminya.Lagi-lagi Hawa harus menyembunyikan rasa sakitnya, jika ingin bertahan dalam pernikahannya dia harus mengalah. Hawa tidak pernah meragukan sedikitpun cinta Adam padanya, tapi untuk kali ini ia sangat ketakutan melihat sikapnya yang posesif. Saat tiba di kamar Adam meletakkan Hawa di atas ranjang kemudian menyelimuti istrinya sampai ke dada, ia berlutut di lantai mensejajarkan posisinya dengan ranjang. Tangan Adam perlahan menyentuh kepala istrinya memasang wa
Di kantor Adam terus saja memasang wajah murung saat menjalani meeting pun dia tak bersemangat. Pikirannya selalu tertuju pada Hawa yang masih marah padanya, di ruang kantornya Adam tidak fokus sama sekali, kepalanya di taruh di atas meja kerjanya sambil berpikir bagaimana cara membujuk istrinya.Ketukan pintu dari luar tidak Adam gubris, tapi orang itu nyosor saja masuk tanpa menunggu persetujuan dari Adam. Setiba di dalam orang itu nyaris berteriak melihat bos besarnya tampak berantakan padahal selama ini Adam selalu menomor satukan penampilannya."Mungkin ada orang gila yang salah masuk di ruangan ini menyamar sebagai bosku," teriak Dale yang sedang menatapnya sesaat lalu Adam mengacuhkan Dale yang tersenyum mengejek.Sahabatnya itu memangmirip orang gila, bagaimana tidak dasi yang ia lepas tergeletak di lantai, jas kebesaran perusahaan di jadikan bantalan di atas meja, baju kemeja di gelung setinggi lengan dan tiga kancing atas di lepas hingga menampil
"Ma ... Pernikahanku dan Hawa tidak terasa sudah sebulan. Besok aku mengadakan resepsi pernikahanku di hotel bintang 5 di pusat kota dengan para kolega perusahaanku. Aku harus melakukan ini demi nama baik perusahaan. Aku tidak mau orang lain berpikir bahwa aku memiliki wanita simpanan. Mama dan Papa harus datang jika masih menyayangiku. Dukungan kalian sangat penting untukku," pria itu memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahu resepsi pernikahan mereka yang tertutup hanya para kolega perusahaan di undang membersihkan nama baik mereka.Helsi mendengar penuturan itu memaki dalam hati untuk keputusan Adam yang terburu-buru. Perih di hatinya belum sembuh setelah pernikahan Adam dan sekarang mereka mengadakan resepsi menunjukkan pada dunia bahwa mereka sudah menikah. Kali ini Adam membuat keputusan secara sepihak melebarkan luka yang sudah teriris dengan pernikahannya dulu dan sekarang menimbulkan luka baru lagi.Wanita paruh baya itu begitu muak deng
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu."Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan."Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sud
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu. "Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan. "Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya. Raditya juga sangat menyayangi Helsi kare
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu."Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan."Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sud
"Ma ... Pernikahanku dan Hawa tidak terasa sudah sebulan. Besok aku mengadakan resepsi pernikahanku di hotel bintang 5 di pusat kota dengan para kolega perusahaanku. Aku harus melakukan ini demi nama baik perusahaan. Aku tidak mau orang lain berpikir bahwa aku memiliki wanita simpanan. Mama dan Papa harus datang jika masih menyayangiku. Dukungan kalian sangat penting untukku," pria itu memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahu resepsi pernikahan mereka yang tertutup hanya para kolega perusahaan di undang membersihkan nama baik mereka.Helsi mendengar penuturan itu memaki dalam hati untuk keputusan Adam yang terburu-buru. Perih di hatinya belum sembuh setelah pernikahan Adam dan sekarang mereka mengadakan resepsi menunjukkan pada dunia bahwa mereka sudah menikah. Kali ini Adam membuat keputusan secara sepihak melebarkan luka yang sudah teriris dengan pernikahannya dulu dan sekarang menimbulkan luka baru lagi.Wanita paruh baya itu begitu muak deng
Di kantor Adam terus saja memasang wajah murung saat menjalani meeting pun dia tak bersemangat. Pikirannya selalu tertuju pada Hawa yang masih marah padanya, di ruang kantornya Adam tidak fokus sama sekali, kepalanya di taruh di atas meja kerjanya sambil berpikir bagaimana cara membujuk istrinya.Ketukan pintu dari luar tidak Adam gubris, tapi orang itu nyosor saja masuk tanpa menunggu persetujuan dari Adam. Setiba di dalam orang itu nyaris berteriak melihat bos besarnya tampak berantakan padahal selama ini Adam selalu menomor satukan penampilannya."Mungkin ada orang gila yang salah masuk di ruangan ini menyamar sebagai bosku," teriak Dale yang sedang menatapnya sesaat lalu Adam mengacuhkan Dale yang tersenyum mengejek.Sahabatnya itu memangmirip orang gila, bagaimana tidak dasi yang ia lepas tergeletak di lantai, jas kebesaran perusahaan di jadikan bantalan di atas meja, baju kemeja di gelung setinggi lengan dan tiga kancing atas di lepas hingga menampil
Selepas Leon pergi Adam menatap istrinya yang terlihat lemas. Hawa memang sakit dan Adam yang di penuhi rasa cemburu hanya mementingkan dirinya sendiri mencurigai istrinya, otaknya harusnya bisa mempercayai Hawa apalagi wanita itu sudah bersamanya bertahun-tahun. Jika memang Hawa ingin selingkuh pasti sudah di lakukannya dari dulu.Adam tidak mempedulikan rasa sakit di wajahnya, ia langsung menggendong Hawa membawa wanita itu ke kamarnya. Hawa tidak berkata apapun hanya membuang mukanya tak ingin melihat suaminya.Lagi-lagi Hawa harus menyembunyikan rasa sakitnya, jika ingin bertahan dalam pernikahannya dia harus mengalah. Hawa tidak pernah meragukan sedikitpun cinta Adam padanya, tapi untuk kali ini ia sangat ketakutan melihat sikapnya yang posesif. Saat tiba di kamar Adam meletakkan Hawa di atas ranjang kemudian menyelimuti istrinya sampai ke dada, ia berlutut di lantai mensejajarkan posisinya dengan ranjang. Tangan Adam perlahan menyentuh kepala istrinya memasang wa
Leon menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 subuh, pria itu masih berada di apartment Hawa yang sedang sakit. Ia begitu jengkel dengan Adam yang tak kunjung pulang, istrinya demam dan Adam susah untuk di hubungi. Pria itu berulang kali mengutuk tidak percaya kenapa Hawa memilih suami seperti Adam yang tidak bertanggung jawab. Apa ia tidak ingat Hawa menunggunya di toko bunga sampai kehujanan? Matanya tak merasa mengantuk sedikitpun, ia hanya mau menunggu Adam dan memberinya pelajaran.Jika Adam tidak mampu menjaga Hawa dengan baik, Leon siap dengan sepenuh hatinya menerima Hawa. Ia tak peduli bagaimana status Hawa menjadi seorang single parent, hatinya akan selalu menjadi milik wanita itu. Leon yang tiduran di sofa ruang tamu melipat kedua tangannya ke dada, ia memejamkan mata erat-erat, berpikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baju basah yang Leon kenakan sudah kering di badan, tampilannya sudah sangat berantakan.Pagi-pagi buta Adam pulang ke
Leon mengemudi pelan saat baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya benar-benar lelah akibat mengambil pekerjaan yang terlalu banyak padahal dia pemilik rumah sakit. Dia bisa saja angkat-angkat kaki di rumah sambil menunggu uang transferan rumah sakitnya tapi Leon tidak mau seperti itu. Leon memilih profesi dokter karena itu cita-citanya, sejak kecil dia memiliki mimpi untuk membantu orang yang sakit agar sembuh.Entah kenapa pikiran Leon terlintas pada kejadian tadi di rumah sakit. Saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Hawa dan mertuanya di kamar itu, pria itu merasa prihatin atas hidup Hawa. Ya, siapapun merasa sakit hati jika di benci mertua sendiri. Ia muak ingin marah dan memaki Adam yang tidak bisa membela istrinya, walau bagaimanapun Hawa punya hati yang harus di jaga.Jika Adam tidak mendapatkan restu seharusnya ia berusaha tegas pada ibunya bahwa ia benar-benar mencintai Hawa. Bahkan jika ia berada di posisi itu, Leon akan mengancam minggat dari rumah d
Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai la
Sepulang dari rumah sakit Adam mengantar Hawa ke toko bunganya. Wanita itu tetap bersikukuh ingin bekerja sekalipun ia sudah menikah. Toko bunganya sangat berarti bagi Hawa, di tempat ini dia akan merasa bahagia saat melihat bunga bermekaran dengan menebarkan wangi semerbak."Aku masuk dulu yah, hati-hati kalau mengemudi jangan ugal-ugalan." Hawa memperingatinya sambil mencium tangan suaminya."Iya, sayang. Aku berangkat kerja dulu." Adam juga pamit pergi. Hawa mengangguk bersiap keluar dari mobilnya, saat akan menutup pintu mobil Adam berteriak lalu berkata, "Kau melupakan sesuatu.""Apa itu?" tanya Hawa memasang wajah bingung."Aku belum menciummu sayang,""Ada-ada saja kau Adam. Baiklah, yang mana ingin kau cium?" Hawa melongokkan kepalanya ke mulut mobil menanti Adam menciumnya."Aku cuma mau cium yang ini," jelas Adam mengecup singkat bibir istrinya. Hawa tersenyum lalu menutup pintu mobil, saat akan melangkah, Adam berteriak lagi sambil memb
Hawa bisa mendengar perdebatan mereka di dalam kamar, ia tahu seharusnya tidak datang ke sini. Helsi pasti akan sangat marah padanya saat melihatnya masuk di ruangan itu. Hawa terpaksa mengikuti intruksi suaminya untuk masuk ke dalam. Keringat dingin tanpa di undang seolah menusuk tulangnya, Adam membawanya ke dalam kandang singa yang lapar.Perlahan kakinya melangkah dan mendorong pintu ruangan, semua orang tengah melihatnya sekarang. Hawa benar-benar tidak tahu pikirannya sekarang, sesampai di dalam nyawanya seakan mengembang kemana-mana. Adam menghampirinya lalu menarik tangan Hawa mendekati Helsi yang sudah memasang wajah sangar. Tamatlah hidupnya hari ini Hawa percaya pasti tidak akan baik-baik saja di tempat ini."Adam mau Mama menerimanya sebagai menantu. Tidak akan ada hal buruk terjadi, Mama jangan khawatir. Adam juga mau mengadakan resepsi pernikahan untuk para kolega perusahaan dalam waktu dekat. Adam capek menyembunyikan pernikah