Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.
Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.
Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai layu. Naina begitu bersemangat menggunting bunga yang layu karena ia tidak mau melihat bunga yang seharusnya di buang.
Telepon Hawa berdering dan ia kegirangan mengira Adam yang menelponnya. Hawa mengangkatnya tanpa memperhatikan siapa nama di balik penelpon itu.
"Halo, Adam! Aku sudah selesai, kau bisa menjemputku sekarang," seru Hawa kegirangan.
"Aku bukan Adam. Aku Helsi." wanita paruh baya itu bicara ketus di seberang.
"Maafkan aku, Ma, aku kira Adam yang menelponku." Detak jantung Hawa berpacu lebih cepat mendengar suara ibu mertuanya itu. Ia sungguh takut mendengar makian Helsi lagi. Hawa mulai bertanya-tanya ada apa Helsi menelponnya.
"Dasar bodoh! Apa kau kekurangan oksigen sehingga tidak melihat nama di balik nomor ponselmu? Dengarkan aku baik-baik karena kau sudah terlalu jauh masuk ke dalam hidup Adam, aku akan membuatmu menderita. Lihat saja nanti! Kamu pikir Adam akan memihakmu? Berkali-kali aku memperingatimu, seharusnya kau mendengarkan nasehatku untuk meninggalkan Adam tapi apa yang kalian lakukan malah menikah tanpa persetujuanku. Aku berjanji padamu kau pasti akan meninggalkan Adam, wanita sepertimu tidak cocok hidup bersama anakku," jawab Helsi berapi-api. Amarahnya benar-benar di puncak kepalanya, ia mematikan sambungan telpon tanpa menunggu jawaban Hawa seolah peringatan itu perintah untuk Hawa bersiaga.
Helsi adalah wanita keras kepala dan penuh ambisi yang hidupnya harus terarah. Ia memiliki kepribadian tegas, kenapa suami dan anaknya bisa sesukses ini. Itu karena dorongan semangat Helsi yang tidak ingin keluarganya cepat menyerah. Ia memulai usahanya dari nol dan dia bertekad harus mempertahankan apa yang sudah menjadi miliknya. Seandainya saja kejadian buruk itu menimpanya mungkin saja Helsi akan sangat menyayangi menantunya karena Adam dan Hawa sudah di jodohkan di dalam kandungan.
Peringatan Helsi melalui telepon mengguncang hati Hawa dan membutnya terluka. Dia berlari memasuki kamar tempat istirahatnya di toko lalu menutup pintu menimbulkan suara keras. Hawa menangis sejadi-jadinya di balik pintu, kakinya terasa lumpuh. Dia perlahan duduk sambil menekuk lututnya, memasukkan wajah di antaranya. Isak tangisnya terdengar pilu meluapkam segala kesedihan. Entah kenapa Hawa menjadi wanita selemah ini yang hanya bisa terus menangis meratapi nasibnya.
Jika ia boleh meminta kembali ke masa lalu dia ingin mati saja dalam kecelakaan itu daripada harus menanggung kebencian dari saudara ibunya yang tidak lain mertuanya sendiri. Apa begitu sakit hati kehilangan saudaranya dan melampiaskan kebencian pada dirinya sendiri? Hawa terluka dengan kebencian itu.
Setelah lama menangis di balik pintu Hawa kemudian merebahkan dirinya di atas sofa. Tubuhnya benar-benar lelah mendapatkan tekanan bathin yang bertubi-tubi. Matanya mulai mengantuk, ia ingin tidur sesaat menghilangkan beban pikiran yang menumpuk di otaknya. Rasa kantuk itu mulai menguasainya dan membuatnya tidur di penuhi mimpi yang indah.
***
Naina sudah merapikan seluruh bunga-bunga itu, ia melihat arloji tangannya bahwa sebentar lagi malam akan tiba. Ia bergegas membersihkan dirinya dari kotoran yang menempel karena bergelut dengan taman. Setelah semuanya selesai Naina ingin pergi tapi ia menghentikan langkahnya saat melihat tas Hawa masih bertengger di meja kasir. Itu tandanya wanita itu masih ada di sini, Naina menegcek ke kamar memastikan apa sahabatnya itu ada di dalam.
Dan benar saja Naina melihat Hawa tertidur nyenyak di sofa. Ia seringkali melihat Hawa tertidur di sana, dia pikir Hawa sudah pulang sejak tadi tapi malah tidur di sini. Naina tahu Adam terlambat menjemputnya hari ini. Ia ingin membangunkan Hawa meminta ijin pulang lebih dulu namun ia mengurungkan niatnya karena Hawa terlelap dalam tidurnya.
Naina hanya menulis di kertas kalau dia sudah pulang lalu menempelkan di pintu agar Hawa mudah membacanya. Setelah menempelkan di pintu, Naina langsung pergi. Entah kenapa di dalam hatinya merasa bersalah meninggalkan wanita itu sendirian tapi mau bagaimana lagi Naina juga punya urusan yang harus ia selesaikan. Salahkan saja Adam yang tidak tepat waktu menjemput istrinya.
Beberapa jam kemudian, Hawa akhirnya terbangun dari tidurnya, ia mengerjapkan matanya karena ia masih tertidur di toko bunga miliknya. Hawa bertanya-tanya dalam hati pukul berapa sekarang? Ia menengok jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Hawa tidak percaya Adam masih belum menjemputnya padahal ini sudah mulai larut malam. Ia mencari ponsel miliknya dan men-calling Adam, ponsel pria itu berdering Hawa menunggu dia mengangkatnya.
Satu panggilan tidak di jawab oleh Adam, ia menghubunginya berkali-kali hingga 20 panggilan tapi tetap saja pria itu tidak mengangkat telponnya. Dan ia juga sudah mengirimkan pesan singkat dan belum di balas oleh pria itu. Hawa kesal pada suaminya, dia menggerutu dan melempar ponsel itu di lantai menimbulkan suara nyaring. Di luar toko juga terdengar hujan lebat mengguyur di sertai petir menyambar. Hawa benar-benar takut sekarang.
Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Hawa ingin pulang mana mungkin dia bermalam di sini sendirian, ia ingin sekali menghubungi Radit tapi Hawa malu tidak ingin membuat kakaknya kerepotan dan ia pasti harus menjawab setiap pertanyaan Radit yang menganggap Adam melalaikan istrinya.
Air mata Hawa tumpah seiring dengan hujan deras yang mengguyur tubuhnya. Pikirannya kalut, ia hanya ingin pulang sekarang walaupun hujan deras mengguyur tiada henti. Hawa termenung ia bergegas mengambil tasnya lalu mengunci pintu tokonya, dia terluka hari ini hatinya sangat sakit karena Adam.
Perlahan Hawa berjalan keluar merasakan hujan yang mulai membasahinya, ia akan menunggu Adam di sini sampai pria itu menjemputnya. Dia tidak peduli akan sakit karena hatinya sudah terlanjur terluka atas kekecewaannya pada Adam. Hawa berdiam diri menatap kosong jalanan yang sepi satu jam berdiri menunggu membuat kakinya keram dan penglihatannya mulai buram. Hawa memang wanita bodoh tidak tahu apa yang benar dan salah.
Di jalanan seorang pria tidak sengaja lewat dan melihat wanita kehujanan di depan tokonya.
"Hawa apa yang kau lakukan?" teriak pria itu tidak di dengarkan olehnya. Lima detik kemudian wanita itu jatuh pingsan.
Leon mengemudi pelan saat baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya benar-benar lelah akibat mengambil pekerjaan yang terlalu banyak padahal dia pemilik rumah sakit. Dia bisa saja angkat-angkat kaki di rumah sambil menunggu uang transferan rumah sakitnya tapi Leon tidak mau seperti itu. Leon memilih profesi dokter karena itu cita-citanya, sejak kecil dia memiliki mimpi untuk membantu orang yang sakit agar sembuh.Entah kenapa pikiran Leon terlintas pada kejadian tadi di rumah sakit. Saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Hawa dan mertuanya di kamar itu, pria itu merasa prihatin atas hidup Hawa. Ya, siapapun merasa sakit hati jika di benci mertua sendiri. Ia muak ingin marah dan memaki Adam yang tidak bisa membela istrinya, walau bagaimanapun Hawa punya hati yang harus di jaga.Jika Adam tidak mendapatkan restu seharusnya ia berusaha tegas pada ibunya bahwa ia benar-benar mencintai Hawa. Bahkan jika ia berada di posisi itu, Leon akan mengancam minggat dari rumah d
Leon menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 subuh, pria itu masih berada di apartment Hawa yang sedang sakit. Ia begitu jengkel dengan Adam yang tak kunjung pulang, istrinya demam dan Adam susah untuk di hubungi. Pria itu berulang kali mengutuk tidak percaya kenapa Hawa memilih suami seperti Adam yang tidak bertanggung jawab. Apa ia tidak ingat Hawa menunggunya di toko bunga sampai kehujanan? Matanya tak merasa mengantuk sedikitpun, ia hanya mau menunggu Adam dan memberinya pelajaran.Jika Adam tidak mampu menjaga Hawa dengan baik, Leon siap dengan sepenuh hatinya menerima Hawa. Ia tak peduli bagaimana status Hawa menjadi seorang single parent, hatinya akan selalu menjadi milik wanita itu. Leon yang tiduran di sofa ruang tamu melipat kedua tangannya ke dada, ia memejamkan mata erat-erat, berpikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baju basah yang Leon kenakan sudah kering di badan, tampilannya sudah sangat berantakan.Pagi-pagi buta Adam pulang ke
Selepas Leon pergi Adam menatap istrinya yang terlihat lemas. Hawa memang sakit dan Adam yang di penuhi rasa cemburu hanya mementingkan dirinya sendiri mencurigai istrinya, otaknya harusnya bisa mempercayai Hawa apalagi wanita itu sudah bersamanya bertahun-tahun. Jika memang Hawa ingin selingkuh pasti sudah di lakukannya dari dulu.Adam tidak mempedulikan rasa sakit di wajahnya, ia langsung menggendong Hawa membawa wanita itu ke kamarnya. Hawa tidak berkata apapun hanya membuang mukanya tak ingin melihat suaminya.Lagi-lagi Hawa harus menyembunyikan rasa sakitnya, jika ingin bertahan dalam pernikahannya dia harus mengalah. Hawa tidak pernah meragukan sedikitpun cinta Adam padanya, tapi untuk kali ini ia sangat ketakutan melihat sikapnya yang posesif. Saat tiba di kamar Adam meletakkan Hawa di atas ranjang kemudian menyelimuti istrinya sampai ke dada, ia berlutut di lantai mensejajarkan posisinya dengan ranjang. Tangan Adam perlahan menyentuh kepala istrinya memasang wa
Di kantor Adam terus saja memasang wajah murung saat menjalani meeting pun dia tak bersemangat. Pikirannya selalu tertuju pada Hawa yang masih marah padanya, di ruang kantornya Adam tidak fokus sama sekali, kepalanya di taruh di atas meja kerjanya sambil berpikir bagaimana cara membujuk istrinya.Ketukan pintu dari luar tidak Adam gubris, tapi orang itu nyosor saja masuk tanpa menunggu persetujuan dari Adam. Setiba di dalam orang itu nyaris berteriak melihat bos besarnya tampak berantakan padahal selama ini Adam selalu menomor satukan penampilannya."Mungkin ada orang gila yang salah masuk di ruangan ini menyamar sebagai bosku," teriak Dale yang sedang menatapnya sesaat lalu Adam mengacuhkan Dale yang tersenyum mengejek.Sahabatnya itu memangmirip orang gila, bagaimana tidak dasi yang ia lepas tergeletak di lantai, jas kebesaran perusahaan di jadikan bantalan di atas meja, baju kemeja di gelung setinggi lengan dan tiga kancing atas di lepas hingga menampil
"Ma ... Pernikahanku dan Hawa tidak terasa sudah sebulan. Besok aku mengadakan resepsi pernikahanku di hotel bintang 5 di pusat kota dengan para kolega perusahaanku. Aku harus melakukan ini demi nama baik perusahaan. Aku tidak mau orang lain berpikir bahwa aku memiliki wanita simpanan. Mama dan Papa harus datang jika masih menyayangiku. Dukungan kalian sangat penting untukku," pria itu memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahu resepsi pernikahan mereka yang tertutup hanya para kolega perusahaan di undang membersihkan nama baik mereka.Helsi mendengar penuturan itu memaki dalam hati untuk keputusan Adam yang terburu-buru. Perih di hatinya belum sembuh setelah pernikahan Adam dan sekarang mereka mengadakan resepsi menunjukkan pada dunia bahwa mereka sudah menikah. Kali ini Adam membuat keputusan secara sepihak melebarkan luka yang sudah teriris dengan pernikahannya dulu dan sekarang menimbulkan luka baru lagi.Wanita paruh baya itu begitu muak deng
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu."Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan."Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sud
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu. "Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan. "Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya. Raditya juga sangat menyayangi Helsi kare
Rasa frustasi mungkin bisa saja melanda semua orang apalagi melihat Ibu yang melahirkan kita terbaring di atas ranjang rumah sakit. Adam sungguh dilema dengan kejadian yang menimpanya hari ini. Dia bingung harus memihak siapa antara Hawa atau ibunya. Adam tidak menyangka dengan memilih menikahi Hawa akan membuat ibunya sangat kecewa padahal ia tidak bermaksud menyakiti siapapun.Adam duduk di kursi ruang tunggu sambil memijit pelipisnya agar nyeri yang menyerang kepalanya segera hilang. Hawa sungguh merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Ibu mertuanya."Adam apa kepalamu sakit?" Hawa bertanya sedemikian polosnya. Adam menoleh menatap istrinya yang masih mengenakan gaun pengantinnya. Ia tersenyum dan mengangguk pada wanita itu."Aku akan memijit kepalamu," ujar Hawa lagi ingin menyentuh pelipis suaminya. Sebelum tangan mungil itu mendarat di sana, Adam sudah lebih dulu menahan tangan Hawa lalu menggenggamnya erat dan mengecupnya
Acara resepsi sudah selesai sang mempelai sudah lebih dulu pergi meninggalkan acara menuju kamar hotel termahal di tempat resepsinya. Helsi sejak tadi tak bisa menahan kekesalannya karena harus di tinggalkan dengan segudang pekerjaan yang belum selesai. Wedding organizer yang di sewanya lambat membereskan semuanya dan Helsi yang bertanggung jawab untuk itu."Sial! Di sini aku harus jadi pembantu sementara wanita itu enak-enak tiduran di kasur." Helsi tidak berhenti menggerutu menatap suaminya yang tengah berbicara dengan Raditya membahas bisnis yang tengah mereka jalankan."Nak, Radit bisa bantu Tante angkat ini ke sana?" panggil Helsi lembut pada pria itu. Raditya yang mendengar perintah itu buru-buru ke sana memindahkan kardus yang tidak terpakai, sesuai ke inginan wanita paruh baya itu. Kebencian Helsi memang tidak menurun pada Raditya karena ia pikir anak itu tidak ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuanya.Raditya juga sangat menyayangi Helsi karena sud
"Ma ... Pernikahanku dan Hawa tidak terasa sudah sebulan. Besok aku mengadakan resepsi pernikahanku di hotel bintang 5 di pusat kota dengan para kolega perusahaanku. Aku harus melakukan ini demi nama baik perusahaan. Aku tidak mau orang lain berpikir bahwa aku memiliki wanita simpanan. Mama dan Papa harus datang jika masih menyayangiku. Dukungan kalian sangat penting untukku," pria itu memberanikan diri datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahu resepsi pernikahan mereka yang tertutup hanya para kolega perusahaan di undang membersihkan nama baik mereka.Helsi mendengar penuturan itu memaki dalam hati untuk keputusan Adam yang terburu-buru. Perih di hatinya belum sembuh setelah pernikahan Adam dan sekarang mereka mengadakan resepsi menunjukkan pada dunia bahwa mereka sudah menikah. Kali ini Adam membuat keputusan secara sepihak melebarkan luka yang sudah teriris dengan pernikahannya dulu dan sekarang menimbulkan luka baru lagi.Wanita paruh baya itu begitu muak deng
Di kantor Adam terus saja memasang wajah murung saat menjalani meeting pun dia tak bersemangat. Pikirannya selalu tertuju pada Hawa yang masih marah padanya, di ruang kantornya Adam tidak fokus sama sekali, kepalanya di taruh di atas meja kerjanya sambil berpikir bagaimana cara membujuk istrinya.Ketukan pintu dari luar tidak Adam gubris, tapi orang itu nyosor saja masuk tanpa menunggu persetujuan dari Adam. Setiba di dalam orang itu nyaris berteriak melihat bos besarnya tampak berantakan padahal selama ini Adam selalu menomor satukan penampilannya."Mungkin ada orang gila yang salah masuk di ruangan ini menyamar sebagai bosku," teriak Dale yang sedang menatapnya sesaat lalu Adam mengacuhkan Dale yang tersenyum mengejek.Sahabatnya itu memangmirip orang gila, bagaimana tidak dasi yang ia lepas tergeletak di lantai, jas kebesaran perusahaan di jadikan bantalan di atas meja, baju kemeja di gelung setinggi lengan dan tiga kancing atas di lepas hingga menampil
Selepas Leon pergi Adam menatap istrinya yang terlihat lemas. Hawa memang sakit dan Adam yang di penuhi rasa cemburu hanya mementingkan dirinya sendiri mencurigai istrinya, otaknya harusnya bisa mempercayai Hawa apalagi wanita itu sudah bersamanya bertahun-tahun. Jika memang Hawa ingin selingkuh pasti sudah di lakukannya dari dulu.Adam tidak mempedulikan rasa sakit di wajahnya, ia langsung menggendong Hawa membawa wanita itu ke kamarnya. Hawa tidak berkata apapun hanya membuang mukanya tak ingin melihat suaminya.Lagi-lagi Hawa harus menyembunyikan rasa sakitnya, jika ingin bertahan dalam pernikahannya dia harus mengalah. Hawa tidak pernah meragukan sedikitpun cinta Adam padanya, tapi untuk kali ini ia sangat ketakutan melihat sikapnya yang posesif. Saat tiba di kamar Adam meletakkan Hawa di atas ranjang kemudian menyelimuti istrinya sampai ke dada, ia berlutut di lantai mensejajarkan posisinya dengan ranjang. Tangan Adam perlahan menyentuh kepala istrinya memasang wa
Leon menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 3 subuh, pria itu masih berada di apartment Hawa yang sedang sakit. Ia begitu jengkel dengan Adam yang tak kunjung pulang, istrinya demam dan Adam susah untuk di hubungi. Pria itu berulang kali mengutuk tidak percaya kenapa Hawa memilih suami seperti Adam yang tidak bertanggung jawab. Apa ia tidak ingat Hawa menunggunya di toko bunga sampai kehujanan? Matanya tak merasa mengantuk sedikitpun, ia hanya mau menunggu Adam dan memberinya pelajaran.Jika Adam tidak mampu menjaga Hawa dengan baik, Leon siap dengan sepenuh hatinya menerima Hawa. Ia tak peduli bagaimana status Hawa menjadi seorang single parent, hatinya akan selalu menjadi milik wanita itu. Leon yang tiduran di sofa ruang tamu melipat kedua tangannya ke dada, ia memejamkan mata erat-erat, berpikir keras apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Baju basah yang Leon kenakan sudah kering di badan, tampilannya sudah sangat berantakan.Pagi-pagi buta Adam pulang ke
Leon mengemudi pelan saat baru saja pulang dari rumah sakit. Tubuhnya benar-benar lelah akibat mengambil pekerjaan yang terlalu banyak padahal dia pemilik rumah sakit. Dia bisa saja angkat-angkat kaki di rumah sambil menunggu uang transferan rumah sakitnya tapi Leon tidak mau seperti itu. Leon memilih profesi dokter karena itu cita-citanya, sejak kecil dia memiliki mimpi untuk membantu orang yang sakit agar sembuh.Entah kenapa pikiran Leon terlintas pada kejadian tadi di rumah sakit. Saat ia tidak sengaja mendengar percakapan Hawa dan mertuanya di kamar itu, pria itu merasa prihatin atas hidup Hawa. Ya, siapapun merasa sakit hati jika di benci mertua sendiri. Ia muak ingin marah dan memaki Adam yang tidak bisa membela istrinya, walau bagaimanapun Hawa punya hati yang harus di jaga.Jika Adam tidak mendapatkan restu seharusnya ia berusaha tegas pada ibunya bahwa ia benar-benar mencintai Hawa. Bahkan jika ia berada di posisi itu, Leon akan mengancam minggat dari rumah d
Seharian Hawa tidak begitu bersemangat bahkan makanpun hanya sepotong roti yang bisa di masukkan ke mulutnya. Kata-kata Naina terus menggema di pikirannya, ia terlalu takut untuk melihat bagaimana pernikahan mereka hancur jika tak segera di perbaiki. Sahabatnya benar, ia tidak boleh menganggap semuanya masalah kecil. Pernikahan tanpa restu ibunya bisa saja kandas jika tak segera di kokohkan.Hawa hanya bisa menatap murung bunga-bunga yang sudah ia rangkai dalam buket. Biasanya hatinya akan membaik menatap keindahan bunga lily putih kesukaannya tapi tidak hari ini. Ia patah semangat, Hawa menengok jam dinding yang sudah menunjukkan sedikit lagi pukul 5 sore. Adam pasti akan menjemputnya sebentar lagi, Hawa merapikan rambutnya yang sudah berantakan di tiup angin.Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya karena tidak ingin Adam menunggunya terlalu lama sedangkan Naina entah di mana keberadaan gadis itu, mungkin saja ia sedang sibuk di taman merapikan bunga-bunga yang mulai la
Sepulang dari rumah sakit Adam mengantar Hawa ke toko bunganya. Wanita itu tetap bersikukuh ingin bekerja sekalipun ia sudah menikah. Toko bunganya sangat berarti bagi Hawa, di tempat ini dia akan merasa bahagia saat melihat bunga bermekaran dengan menebarkan wangi semerbak."Aku masuk dulu yah, hati-hati kalau mengemudi jangan ugal-ugalan." Hawa memperingatinya sambil mencium tangan suaminya."Iya, sayang. Aku berangkat kerja dulu." Adam juga pamit pergi. Hawa mengangguk bersiap keluar dari mobilnya, saat akan menutup pintu mobil Adam berteriak lalu berkata, "Kau melupakan sesuatu.""Apa itu?" tanya Hawa memasang wajah bingung."Aku belum menciummu sayang,""Ada-ada saja kau Adam. Baiklah, yang mana ingin kau cium?" Hawa melongokkan kepalanya ke mulut mobil menanti Adam menciumnya."Aku cuma mau cium yang ini," jelas Adam mengecup singkat bibir istrinya. Hawa tersenyum lalu menutup pintu mobil, saat akan melangkah, Adam berteriak lagi sambil memb
Hawa bisa mendengar perdebatan mereka di dalam kamar, ia tahu seharusnya tidak datang ke sini. Helsi pasti akan sangat marah padanya saat melihatnya masuk di ruangan itu. Hawa terpaksa mengikuti intruksi suaminya untuk masuk ke dalam. Keringat dingin tanpa di undang seolah menusuk tulangnya, Adam membawanya ke dalam kandang singa yang lapar.Perlahan kakinya melangkah dan mendorong pintu ruangan, semua orang tengah melihatnya sekarang. Hawa benar-benar tidak tahu pikirannya sekarang, sesampai di dalam nyawanya seakan mengembang kemana-mana. Adam menghampirinya lalu menarik tangan Hawa mendekati Helsi yang sudah memasang wajah sangar. Tamatlah hidupnya hari ini Hawa percaya pasti tidak akan baik-baik saja di tempat ini."Adam mau Mama menerimanya sebagai menantu. Tidak akan ada hal buruk terjadi, Mama jangan khawatir. Adam juga mau mengadakan resepsi pernikahan untuk para kolega perusahaan dalam waktu dekat. Adam capek menyembunyikan pernikah