Share

Bab 4: Deadline Tugas Pertama

Benar-benar ingin gila rasanya. Bahkan Belinda tidak memiliki tenaga ingin berbuat onar lagi. Insiden kemarin mereka bertengkar hanya karena permasalahan kecil, sedangkan sekarang diajak menikah tiba-tiba. Sebenarnya dosen killer ini waras atau tidak sih. Belinda masih belum mengetahui apa yang terjadi sebenarnya hingga membuat Brandon berubah pikiran, yang pasti pertanyaan itu sudah membuat darahnya mendidih. 

“Bapak bercanda? Bapak mau menikahi saya tiba-tiba? Kenapa?”

Tentunya Brandon tidak bisa menjawab alasan kenapa ia ingin menikahi mahasiswinya tiba-tiba. Apalagi mustahil ia berkata bahwa dirinya ingin menikah demi bisa menghindari wanita gila itu. Tangan kanannya terus menggenggam setiran dengan erat sambil menunduk. 

Belinda memutar bola mata sambil tertawa remeh. “Bapak menyukai saya sebenarnya sampai mau menikahi saya?”

“Belinda, soal itu–”

“Saya tidak menyangka bapak juga tipe dosen yang suka mempermainkan mahasiswinya. Apa perlu saya lapor ke dekan?” Belinda menepuk jidat. “Saya lupa kalo bapak kerja jadi dosen di kampus lewat jalur orang dalam.”

Brandon menghela napas pasrah, dengan tatapan percaya diri ia menyentuh pundak lengan mahasiswinya. “Saya ingin menikahimu karena saya membutuhkanmu, Belinda!”

“Membutuhkanku karena apa? Bapak harus jawab pertanyaan saya dulu baru saya bisa kasih jawaban!”

“Karena saya butuh kamu merawat ibu saya!”

Mendengar alasan Brandon tidak masuk akal, Belinda tertawa puas. “Hanya karena itu? Saya kan bisa rawat beliau setiap hari. Memangnya kenapa sampai harus menikah segala?”

Mata Brandon sedikit memerah. Dengan lemas tangan kanannya meraih pipi lembut di hadapannya. “Sebenarnya nyawa ibu saya sedang terancam sejak dulu. Kalo tidak ada yang menjaganya, saya bisa kehilangannya. Tapi, mengetahui kamu adalah sosok penyelamat ibu saya, saya memercayaimu, Belinda. Selamatkan ibu saya.”

Belinda tidak bisa berbuat apa pun selain terus menunduk. Mendengar alasan Brandon kali ini, ia justru penasaran. Kenapa nyawa Bu Yenny terancam sedangkan selama ini terlihat baik-baik saja? Sebenarnya apa latar belakang keluarga Brandon? Nada bicara dosen killer ini yang lirih membuat hatinya terasa perih, entah kenapa jika ingin menolak langsung, ia merasa tidak bisa melakukannya. 

“Beri saya waktu berpikir selama dua hari. Lusa pagi, saya akan kasih jawaban ke bapak.”

Brandon mengangguk pelan sambil menekan tombol kunci pintu mobil. “Baiklah, pikirkan yang matang, Belinda. Ini tugas pertama dari saya untukmu. Meskipun tugas pertama, tapi jawaban yang kamu berikan memengaruhi masa depanmu.”

*****

Belinda tidak bisa berpikir jernih saat memasuki rumah mewah milik keluarga angkatnya. Dengan lemas berjalan menuju ruang tamu yang dipenuhi anggota keluarga angkat sedang sibuk dengan diri masing-masing. 

Sang ibu tiri menyambut kedatangan Belinda dengan tatapan dingin. “Kamu habis dari mana?”

“Aku habis ke perpus bareng Yena,” jawab Belinda dengan lemas. 

Ayah tiri langsung beranjak dari sofa tanpa menyambut kedatangan Belinda. “Setiap hari hanya bisa main saja. Tidak memikirkan masa depan!”

Belinda mengepalkan tangan dengan erat. “Aku justru hampir setiap hari belajar dengan giat sampai menjadi mahasiswi teladan di kelas. Ayah selalu menganggapku tidak berguna hanya karena sampai sekarang aku tidak pernah pacaran. Sebenarnya mau ayah apa sih?!”

Sang ayah berbalik badan memasang tatapan murka. “Kamu itu hanya anak angkat, buat apa belajar yang rajin? Kamu mau kerja di perusahaan ayah? Jadi bos? Kebanyakan mimpi!”

Air mata mulai membendung di kelopak mata. “Tega amat ayah berkata seperti itu di hadapanku! Padahal perusahaan itu didirikan ayah kandungku juga!” teriak Belinda dengan suara mulai serak. 

“Pokoknya tugasmu selama tinggal di keluarga ini, kamu cukup menikah saja dan tinggal sama suamimu saja! Sebenarnya kami lelah mengurusmu selama bertahun-tahun sejak kecelakaan itu!”

Cukup lelah berdebat bersama keluarga angkat yang selalu membuat dadanya terasa sesak. Belinda berlari menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Kemudian, memasuki kamar dan mengunci pintu dengan rapat. 

Dalam posisi terbaring di ranjang, Belinda melampiaskan tangisannya sambil memeluk sebuah bingkai foto kecil berisi foto keluarga sewaktu dulu. “Ibu… ayah… aku kangen kalian. Aku cape hidup bersama keluarga paman.”

Rasanya kepala ingin pecah memikirkan dua masalah besar yang dihadapinya hari ini. Pertama, dilamar oleh dosen paling dibencinya tiba-tiba. Kedua, orang tua angkatnya terus mendesaknya menikah agar bisa melepaskannya. Apakah tawaran diberikan Brandon sebelumnya, ia ingin memanfaatkannya saja agar bisa terbebas dari neraka? 

Sejenak ia memposisikan tubuhnya duduk bersandar di sandaran ranjang, sambil membuka daftar kontak mencari nama dosen menyebalkan itu. Saat menemukan nama kontak “Dosen Killer”, rasanya jempol ingin menekan tombol memulai panggilan telepon. Namun, apakah mungkin bisa langsung menjawab tawaran itu? Suara hati saja sebenarnya masih bimbang, karena ia masih membenci Brandon walaupun merupakan putranya Bu Yenny. 

*****

Keesokan harinya… 

Belinda pergi ke kampus dengan penampilan kusut akibat sepanjang malam terus menangis dan tidak bisa tidur nyenyak. Hari ini kebetulan tidak ada kelas strategi manajemen, sehingga waktu yang pas untuk mematangkan keputusannya tanpa harus campur aduk dengan suasana belajar di kelas. 

Sepanjang hari Belinda terus menampakkan wajah cemberut, membuat Yena juga turut lesu karena ia selalu peka setiap sahabatnya mengalami masalah. Sebenarnya tidak kali ini saja Belinda terlihat lesu, sering kali ia melihat pemandangan seperti ini, hanya saja sebagai sahabatnya juga ia tidak ingin ikut campur urusan keluarga juga. Hanya bisa menghibur dengan cara apa pun agar bisa membuat Belinda kembali bersinar. 

“Bel, mau baca manga di toko buku ga?”

Belinda menggeleng. “Gue lagi ga mood baca manga.”

“Tumben. Biasanya kalo lagi ada jam kosong, lu selalu ajak ke toko buku buat baca manga.”

“Gue lagi bosen saja.”

Yena memutar bola mata, kemudian merentangkan kedua tangannya tepat di hadapan sahabatnya. “Pasti lu kena masalah lagi kan sama keluarga lu. Mau gue peluk ga?”

Melihat tingkah Yena sudah cukup membuat Belinda sedikit tersenyum sambil berpelukan dengan erat. “Thank you sudah selalu kasih pelukan untukku.”

“Seandainya Daniel sudah masuk kuliah, dia pasti bakal kasih masukan ke lu juga. Dia sih pakai acara berlibur sampai sekarang.”

“Tidak apa-apa. Biarkan dia berlibur saja, dia kan selama ini capek kerja di toko florist ibunya. Jadikan ini sebagai hadiah untuk dia.”

Sejenak Belinda melepas pelukan, kembali berjalan dengan semangat menuju gerbang kampus. “Aku jadi pengen baca manga.”

Yena tertawa kecil sambil merangkul tangan. “Tuh kan memang aku tau kamu memang mau baca manga.”

Baru menginjak kaki di gerbang kampus, langkah kaki Belinda terhenti saat melihat sosok kakak tirinya sudah menunggunya. Yena sendiri juga takut melihat rupa wajah kakak tiri Belinda yang membuatnya semakin ingin mempererat genggaman tangan sahabatnya. Karena ia juga sangat tahu hubungan antara Belinda dan kakaknya tidak akur. 

“Ada apa kak Natasha kemari?”

Natasha membuka kacamata hitam sambil menghampiri saudara tirinya. “Ya, kebetulan gue sedang lewat kampus lo jadinya sekalian mampir.”

Belinda melipat kedua tangan di dada. “Kakak mau ngapain sebenarnya?”

Natasha melihat kamera CCTV gerbang kampus sejenak, kemudian mendekatkan bibirnya menuju daun telinga di hadapannya. “Gue dengar percakapan lo dengan ayah kemarin. Pokoknya kalo sampai lo berani macam-macam dengan ayah gue, gue tidak akan mengampuni lo!”

“Kakak sebaiknya ngaca deh! Bukankah kakak juga pembuat onar? Kakak kan mau ajuin perceraian sama kakak ipar.”

“Lebih baik gue jadi janda daripada lo anak tidak tau diri. Lo membuat keluarga gue repot mengurus lo, sedangkan lo adalah penyebab keluarga lo tewas.”

Belinda memelototi kakaknya sambil mengepalkan tangan dengan erat. “Buktinya apa sampai kakak berani menuduhku?”

“Mari kita lihat saja. Keluarga gue sudah tidak tahan menerima lo dari dulu sebenarnya. Kita lihat, kalo lo belum menikah tahun ini, apa lo akan diusir atau ga.”

Mendengar ancaman dari kakak tirinya, Belinda semakin mematangkan pikirannya dan ingin memberikan jawaban untuk Brandon mengenai tawaran sebelumnya. Disiksa selama bertahun-tahun dan difitnah, rasanya ingin terbebas dari neraka yang mencekiknya setiap saat. 

*****

Tidak terasa hari ini adalah deadline memberikan jawaban tugas pertama dari Brandon. Belinda meminta Brandon bertemu di area taman kampus yang cukup sepi apalagi mereka datang lebih awal, sama seperti pada saat hari pertama masuk kuliah. 

Dengan tatapan penuh percaya diri, Belinda berdiri berhadapan dengan dosen killer tampan ini. 

“Kamu sudah siap kasih jawabannya untukku?” tanya Brandon. 

“Selamatkan saya dari neraka, Pak. Jadilah pangeran saya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status