Benar-benar ingin gila rasanya. Bahkan Belinda tidak memiliki tenaga ingin berbuat onar lagi. Insiden kemarin mereka bertengkar hanya karena permasalahan kecil, sedangkan sekarang diajak menikah tiba-tiba. Sebenarnya dosen killer ini waras atau tidak sih. Belinda masih belum mengetahui apa yang terjadi sebenarnya hingga membuat Brandon berubah pikiran, yang pasti pertanyaan itu sudah membuat darahnya mendidih.
“Bapak bercanda? Bapak mau menikahi saya tiba-tiba? Kenapa?” Tentunya Brandon tidak bisa menjawab alasan kenapa ingin menikahi mahasiswinya tiba-tiba. Apalagi mustahil berkata bahwa dirinya ingin menikah demi bisa menghindari wanita gila itu. Tangan kanannya terus menggenggam setiran dengan erat sambil menunduk. Belinda memutar bola mata sambil tertawa remeh. “Bapak menyukai saya sebenarnya sampai mau menikahi saya?” “Belinda, soal itu–” “Saya tidak menyangka bapak juga tipe dosen yang suka mempermainkan mahasiswinya. Apa perlu saya lapor ke dekan?” Belinda menepuk jidat. “Saya lupa kalo bapak kerja jadi dosen di kampus lewat jalur orang dalam.” Brandon menghela napas pasrah, dengan tatapan percaya diri menyentuh pundak lengan mahasiswinya. “Saya mau menikahimu karena saya membutuhkanmu, Belinda!” “Membutuhkanku karena apa? Bapak harus jawab pertanyaan saya dulu baru saya bisa kasih jawaban!” “Karena saya butuh kamu merawat ibu saya!” Mendengar alasan Brandon tidak masuk akal, Belinda tertawa puas. “Hanya karena itu? Saya kan bisa rawat beliau setiap hari. Memangnya kenapa sampai harus menikah segala?” Mata Brandon sedikit memerah. Dengan lemas tangan kanannya meraih pipi lembut di hadapannya. “Sebenarnya nyawa ibu saya sedang terancam sejak dulu. Kalo tidak ada yang menjaganya, saya bisa kehilangannya. Tapi, mengetahui kamu adalah sosok penyelamat ibu saya, saya memercayaimu, Belinda. Selamatkan ibu saya.” Belinda tidak bisa berbuat apa pun selain terus menunduk. Mendengar alasan Brandon kali ini justru penasaran. Kenapa nyawa Bu Yenny terancam sedangkan selama ini terlihat baik-baik saja? Sebenarnya apa latar belakang keluarga Brandon? Nada bicara dosen killer ini yang lirih membuat hatinya terasa perih, entah kenapa jika ingin menolak langsung, merasa tidak bisa melakukannya. “Beri saya waktu berpikir selama dua hari. Lusa pagi, saya akan kasih jawaban ke bapak.” Brandon mengangguk pelan sambil menekan tombol kunci pintu mobil. “Baiklah, pikirkan yang matang, Belinda. Ini tugas pertama dari saya untukmu. Meskipun tugas pertama, tapi jawaban yang kamu berikan memengaruhi masa depanmu.” ***** Belinda tidak bisa berpikir jernih saat memasuki rumah mewah milik keluarga angkatnya. Dengan lemas berjalan menuju ruang tamu yang dipenuhi anggota keluarga angkat sedang sibuk dengan diri masing-masing. Sang ibu tiri menyambut kedatangan Belinda dengan tatapan dingin. “Kamu habis dari mana?” “Aku habis ke perpus bareng Yena,” jawab Belinda dengan lemas. Ayah tiri langsung beranjak dari sofa tanpa menyambut kedatangan Belinda. “Setiap hari hanya bisa main saja. Tidak memikirkan masa depan!” Belinda mengepalkan tangan dengan erat. “Aku justru hampir setiap hari belajar dengan giat sampai menjadi mahasiswi teladan di kelas. Ayah selalu menganggapku tidak berguna hanya karena sampai sekarang aku tidak pernah pacaran. Sebenarnya mau ayah apa sih?!” Sang ayah berbalik badan memasang tatapan murka. “Kamu itu hanya anak angkat, buat apa belajar yang rajin? Kamu mau kerja di perusahaan ayah? Jadi bos? Kebanyakan mimpi!” Air mata mulai membendung di kelopak mata. “Tega amat ayah berkata seperti itu di hadapanku! Padahal aku kan bagian dari keluarga ayah juga!” teriak Belinda dengan suara mulai serak. “Pokoknya tugasmu selama tinggal di keluarga ini, kamu cukup menikah saja dan tinggal sama suamimu saja! Sebenarnya kami lelah mengurusmu selama bertahun-tahun sejak kecelakaan itu!” Cukup lelah berdebat bersama keluarga angkat yang selalu membuat dadanya terasa sesak. Belinda berlari menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua. Kemudian, memasuki kamar dan mengunci pintu dengan rapat. Dalam posisi terbaring di ranjang, Belinda melampiaskan tangisannya sambil memeluk sebuah bingkai foto kecil berisi foto keluarga sewaktu dulu. “Ibu … ayah … aku kangen kalian. Aku capek hidup bersama keluarga kejam ini.” Rasanya kepala ingin pecah memikirkan dua masalah besar yang dihadapinya hari ini. Pertama, dilamar oleh dosen paling dibencinya tiba-tiba. Kedua, orang tua angkatnya terus mendesaknya menikah agar bisa melepaskannya. Apakah tawaran diberikan Brandon sebelumnya harus dimanfaatkan agar bisa terbebas dari neraka? Sejenak memposisikan tubuhnya duduk bersandar di sandaran ranjang, sambil membuka daftar kontak mencari nama dosen menyebalkan itu. Saat menemukan nama kontak “Dosen Killer”, rasanya jempol ingin menekan tombol memulai panggilan telepon. Namun, apakah mungkin bisa langsung menjawab tawaran itu? Suara hati saja sebenarnya masih bimbang, karena masih membenci Brandon walaupun merupakan putranya Bu Yenny. ***** Belinda pergi ke kampus dengan penampilan kusut akibat sepanjang malam terus menangis dan tidak bisa tidur nyenyak. Hari ini kebetulan tidak ada kelas strategi manajemen, sehingga waktu yang pas untuk mematangkan keputusannya tanpa harus campur aduk dengan suasana belajar di kelas. Sepanjang hari Belinda terus menampakkan wajah cemberut, membuat Yena juga turut lesu karena selalu peka setiap sahabatnya mengalami masalah. Sebenarnya tidak kali ini saja Belinda terlihat lesu, sering kali melihat pemandangan seperti ini, hanya saja sebagai sahabatnya juga ia tidak ingin ikut campur urusan keluarga juga. Hanya bisa menghibur dengan cara apa pun agar bisa membuat Belinda kembali bersinar. “Bel, mau baca manga di toko buku ga?” Belinda menggeleng. “Gua lagi ga mood baca manga.” “Tumben. Biasanya kalo lagi ada jam kosong, lu selalu ajak ke toko buku buat baca manga.” “Gua lagi bosen saja.” Yena memutar bola mata, kemudian merentangkan kedua tangannya tepat di hadapan sahabatnya. “Pasti lu kena masalah lagi kan sama keluarga lu. Mau gua peluk ga?” Melihat tingkah Yena sudah cukup membuat Belinda sedikit tersenyum sambil berpelukan dengan erat. “Thank you sudah selalu kasih pelukan untuk gua.” “Seandainya Daniel sudah masuk kuliah, dia pasti bakal kasih masukan ke lu juga. Dia sih pakai acara berlibur sampai sekarang.” “Tidak apa-apa. Biarkan dia berlibur saja, dia kan selama ini capek kerja di toko florist ibunya. Jadikan ini sebagai self reward untuk dia.” Sejenak Belinda melepas pelukan, kembali berjalan dengan semangat menuju gerbang kampus. “Aku jadi pengen baca manga.” Yena tertawa kecil sambil merangkul tangan. “Tuh kan dugaan gua benar lu memang mau baca manga.” Baru menginjak kaki di gerbang kampus, langkah kaki Belinda terhenti saat melihat sosok kakak tirinya sudah menunggunya. Yena sendiri juga takut melihat rupa wajah kakak tiri Belinda yang membuatnya semakin ingin mempererat genggaman tangan sahabatnya. Sangat tahu hubungan antara Belinda dan kakaknya tidak akur. “Ada apa kak Natasha kemari?” Natasha membuka kacamata hitam sambil menghampiri saudara tirinya. “Ya, kebetulan gua sedang lewat kampus lu jadinya sekalian mampir.” Belinda melipat kedua tangan di dada. “Kakak mau ngapain sebenarnya?” Natasha melihat kamera CCTV gerbang kampus sejenak, kemudian mendekatkan bibirnya menuju daun telinga di hadapannya. “Gua dengar percakapan lu dengan ayah kemarin. Pokoknya kalo sampai lu berani macam-macam dengan ayah gua, gua tidak akan mengampuni lo!” “Kakak sebaiknya ngaca deh! Bukankah kakak juga pembuat onar? Kakak kan mau ajuin perceraian sama kakak ipar.” “Lebih baik gua jadi janda daripada lu anak tidak tau diri. Lu membuat keluarga gua repot mengurus lu, sedangkan lu adalah penyebab keluarga lo tewas.” Belinda memelototi kakaknya sambil mengepalkan tangan dengan erat. “Buktinya apa sampai kakak berani menuduhku?” “Mari kita lihat saja. Keluarga gua sudah tidak tahan menerima lu dari dulu sebenarnya. Kita lihat, kalo lu belum menikah tahun ini, apa lu akan diusir atau ga.” Mendengar ancaman dari kakak tirinya, Belinda semakin mematangkan pikirannya dan ingin memberikan jawaban untuk Brandon mengenai tawaran sebelumnya. Disiksa selama bertahun-tahun dan difitnah, rasanya ingin terbebas dari neraka yang mencekiknya setiap saat. ***** Tidak terasa hari ini adalah deadline memberikan jawaban tugas pertama dari Brandon. Belinda meminta Brandon bertemu di area taman kampus yang cukup sepi apalagi mereka datang lebih awal, sama seperti pada saat hari pertama masuk kuliah. Dengan tatapan penuh percaya diri, Belinda berdiri berhadapan dengan dosen killer tampan ini. “Kamu sudah siap kasih jawabannya untukku?” tanya Brandon. “Selamatkan saya dari neraka, Pak. Jadilah pangeran saya.”Brandon cukup terkejut mendengar jawaban diberikan Belinda di luar dugaannya. Terutama jelas-jelas mengingat adegan terakhir mereka lakukan saat di mobil adalah mereka bertengkar dahsyat karena lamaran dadakan itu. Namun, melihat ekspresi wajah Belinda sangat percaya diri, mulai penasaran hal apa yang berhasil mengubah pikiran Belinda tiba-tiba. Dosen killer ini menampakkan lengkungan bibir manis sambil melipat kedua tangan di dada. “Bukankah sekarang ini kamu juga berhadapan dengan neraka?” Belinda memalingkan mata. “Neraka juga sih, tapi saya yakin bapak bisa menjaga saya.” “Memangnya kenapa saya harus jadi pangeranmu? Brandon tertawa kecil. “Pola pikirmu masih seperti anak kecil.” Sudah tidak bisa menahan kesabarannya, Belinda menendang kaki lawan bicaranya dengan tatapan melotot. “Memang bapak tidak bisa dipercaya. Masih baik saya menerima lamaran bapak. Apa perlu saya berubah pikiran dan menolak lamaran bapak?!” Awalnya Brandon ingin bersikap manis, kini ia kembali memasang
Langit sudah menampakkan warna jingga, Belinda bersama teman-temannya berjalan menuju lobby kampus. Apalagi terlihat Daniel sangat bahagia berjalan bersebelahan dengan Belinda sudah seperti kekasih sungguhan yang berhasil membuat Yena menjadi obat nyamuk, meskipun sudah tahu Daniel tidak akan bisa menikahi Belinda. “Bel, lu mau makan bareng gua ga?” tanya Daniel dengan antusias. Mendengar ajakan Daniel hanya untuk Belinda, Yena memanyunkan bibir. “Kok lu ga ajak gua sih? Gua kecewa nih!” Belinda menampakkan senyuman anggun. “Gua–” Ting… Tiba-tiba muncul sebuah notifikasi pesan singkat di layar ponsel. Belinda menghentikan langkahnya sejenak kemudian membaca pesan singkat itu dari sang tunangan killer. “Habis pulang, ingat harus temui saya!” Belinda tertawa kesal sambil menggerakkan bibirnya kanan kiri. “Emangnya dia bosku? Seenak jidat ngatur orang!” Daniel bingung melihat sikap sahabatnya berubah drastis tiba-tiba hingga matanya menyipit. “Lu kenapa, Bel?” Harus bagaimana
Pertanyaan macam apa ini? Bisa-bisanya seorang dosen menanyakan mahasiswinya terkait urusan asmara. Tentunya Belinda terkejut mendengarnya sekaligus ingin protes. “Kenapa bapak tiba-tiba nanya?” tanya Belinda mengangkat kepala angkuh. “Saya harus tau dulu dong sebenarnya kamu sudah punya pacar atau belum!” balas Brandon dengan nada judes. Mendengar nada bicara sang dosen tampan seperti terbakar api cemburu, Belinda memiliki ide usil. Jari jemarinya mengelus pipi lembut di hadapannya dan menampakkan senyuman manja. “Emangnya kenapa kalo saya sudah punya pacar?” Brandon memasang tatapan melotot. “Jadi kamu beneran sudah pacaran?!” Belinda mengerang kesal sambil mendorong tubuh tunangannya sekuat tenaga. “Bapak ini kenapa sih? Bapak dengar gosip dari mana kalo saya punya pacar!” Sebenarnya Brandon ingin berkata sejujurnya apa yang dilihatnya saat di kampus. Jelas-jelas mengintip di pintu kelas menyaksikan adegan tunangannya bermesraan dengan mahasiswa tampan. Ditambah gosip teman
Butiran air mata membendung di bawah kelopak mata. Sebenarnya sudah sering Belinda disiksa keluarga tirinya seperti ini, tetapi kali ini disiksa lebih parah dari biasanya. Isi kamar tidurnya yang terlihat sederhana padahal keluarga tirinya merupakan keluarga kalangan atas. Sudah pasti keluarga tirinya tidak menyayanginya selama ini dan menganggapnya sebagai anak buangan saja. Hatinya terasa perih ketika disuruh renungkan apa yang dilakukannya. Padahal sudah melakukan hal yang benar, apa lagi yang salah sekarang? “Renungkan perbuatanmu! Ayah akan minta mba Lina memberimu makan seperti biasa, tapi kamu tidak boleh keluar rumah sampai kamu sadar!” “Tapi aku–” Natasha tertawa jahat sambil melipat kedua tangan di dada. “Rasakan akibat lu menikahi orang yang salah! Memang kami minta lu cepetan nikah, tapi bukan berarti nikah sama Brandon!” “Tapi gua memang mau nikah sama Brandon, Kak! Lalu, Brandon setuju nikah sama gua.” Belinda merengek-rengek sambil menarik lengan kemeja Natasha.
Untungnya hari ini tidak ada kelas karena dosen bersangkutan berhalangan hadir, sehingga Belinda tidak perlu khawatir harus bolos kelas atau mencari alasan masuk kelas hari ini absen karena apa. Namun, di satu sisi sangat bosan dari semalam sampai sekarang tidak melakukan apa-apa selain membaca buku catatan kuliah. Selain itu, merindukan Bu Yenny yang selalu menjadi pendengar yang baik. Hari ini suasana di dalam rumah terasa suram, diselimuti keheningan yang membuat Belinda ingin cepat terbebas dari rumah ini. Namun, jika menikahi Brandon apakah bisa berakhir bahagia? Apalagi mendengar cerita dari sisi Natasha, seolah-olah dirinya berperan sebagai simpanan Brandon sekarang. Di tengah suasana yang hening, tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang pria yang tidak asing baginya. Sejenak menghapus air mata dengan lengan bajunya. “Bukankah itu suara Pak Brandon?” Di sisi lain, Brandon memasuki rumah mewah ini mengikuti asisten rumah tangga itu. Di ruang tamu, terlihat Natasha sedang b
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah barunya, Belinda terus menunduk malu akibat tangan kirinya digenggam tangan sang tunangan tampan. Meskipun mereka tidak mengucapkan sepatah kata sejak meninggalkan rumah bagaikan penjara itu, hanya karena perlakuan sederhana ini sudah berhasil membuat hatinya mulai luluh. Apalagi ia sangat menyukai aksi penyelamatan sang tunangan dari neraka, meskipun ia tidak meminta pertolongan. “Terima kasih, Pak.” Tatapan Brandon masih terfokus pada kaca depan. “Kenapa kamu ga nanya dulu?” “Nanya apa?” “Saya tau kamu dikurung di kamar dari mana.” Belinda menghela napas dengan lemas. “Pasti tau dari Yena, kemudian Yena merengek minta bapak tolong saya.” Brandon tertawa kecil. “Kamu dapat nilai 50.” Bola mata Belinda membulat mendengar tunangannya lagi-lagi mulai mempermainkannya. “Kenapa saya dapat 50? Kan memang benar saya sempat teleponan sama Yena.” “Iya, kamu dapat 50 karena saya tau informasi kamu dikurung di kamar dari Yena. Tapi Yena tidak minta b
Usai makan malam dan membersihkan diri, Belinda kembali duduk sendirian di sofa ruang tamu sambil menghabiskan cokelat yang masih tersisa. Masih merasa seperti di dunia mimpi. Tinggal di sebuah rumah mewah tanpa disiksa siapa pun, sedangkan tinggal di sini diperlakukan seperti princess. Masih tidak menyangka juga dosen kulkas itu seharian memperlakukannya sangat manis. Apakah dosen itu memperlakukannya seperti itu karena merasa kasihan saja melihat fakta secara langsung? drrt…drrt… Melihat sosok sahabatnya menghubunginya tiba-tiba, menampakkan senyuman lebar sambil menggeser layar ponsel. “Lu sudah boleh pegang hp emangnya?” “Justru gua sekarang sudah ga tinggal di sana.” “Lho terus lu tinggal di mana sekarang? Orang tua lu kali ini beneran usir lu?” Belinda tertawa kikuk. “Gua tinggal di rumah Pak Brandon sekarang.” “What?!” Spontan Belinda langsung menjauhkan ponselnya dari daun telinga. “Ga perlu pake teriak kali!” “Lu seriusan tinggal bareng dosen killer itu?” “Sebenar
Biasanya saat berpapasan dengan Daniel secara tidak sengaja, Belinda bersikap santai, sedangkan sekarang bingung harus bersikap apa. Apalagi Daniel tidak boleh tahu rahasia hubungan Belinda dengan Brandon. Mungkin Daniel akan sakit hati mengetahui wanita yang disukainya sejak lama menikahi pria lain. Brandon sebenarnya tahu alasan sikap tunangannya berubah drastis karena bertemu sahabat pria secara tidak sengaja di pusat perbelanjaan. Teringat sewaktu di kampus mendengar gosip mengenai hubungan tunangannya dengan pria lain membuatnya ingin marah. Kali ini melihat secara langsung pria itu terlihat manis, rasanya ingin menyingkirkan pria itu dari hadapannya. “Niel, lu sendirian?” sapa Belinda menghampiri sahabatnya sambil membawa beberapa paper bag. “Ya, hari ini kan aturannya gua mau nongki bareng teman gua, tapi mereka tiba-tiba ga bisa.” Sorot mata Daniel tertuju pada sosok pria yang berdiri di belakang sahabatnya. “Yang di belakang lu itu siapa?” Belinda menampakkan senyuman k
Bicara soal perayaan tahun baru, sewaktu masih kecil Belinda merayakan tahun baru bersama keluarga Brandon. Meskipun saat itu mereka baru berteman baik, Brandon langsung memperkenalkan Belinda ke orang tuanya. Memperkenalkan bukan berarti dengan tujuan pernikahan, mengingat usia Belinda saat itu masih kurang dari sepuluh tahun.“Wah, ternyata kalau dilihat secara langsung, Belinda sangat manis ya!” puji Yenny dengan pandangan berbinar-binar mengelus pipi mungil Belinda.Brandon memutar bola mata. “Manis-manis tapi aslinya nakal!”Belinda mendengkus dan menendang kaki Brandon di bawah meja. “Padahal kakak juga nakal! Aku mau minta beli cokelat, tapi kakak ga kasih aku kemarin.”“Lama-lama kan gigimu bisa berlubang kalau keseringan makan cokelat!” “Dasar kakak ga ngaca!”Para orang tua hanya bisa menggeleng-geleng menatap tingkah anak mereka seperti tom and jerry. Terutama Yenny mengelus dada, tidak menyangka sikap putranya juga kekanak-kanakan padahal sudah remaja.“Maaf ya kalau putr
Tiga belas tahun lalu… Sejak bertemu Brandon pertama kali di perpustakaan, Belinda menjadi semakin rajin pergi ke perpustakaan setiap hari. Terutama sengaja menempati kursi yang ditempati Brandon supaya Brandon bisa menjadi guru les matematika setiap ada PR. Apalagi hari ini Belinda mendapatkan banyak PR lagi, sudah pasti ia mengincar pangeran tampan mendatanginya untuk membantu mengerjakan PR. Sudah bermenit-menit menunggu sambil mengayunkan kaki dengan gesit, tetapi tidak ada tanda-tanda dosen itu akan mendatanginya, sehingga membuat bibirnya memanyun. “Kok kak Brandon lama amat ya datangnya? Padahal aku mau dia yang kerjain PR.” Pada saat bersamaan, Brandon menampakkan batang hidung sambil membawa sebuah paper bag berukuran besar. Senyumannya terlihat sumringah, berbeda dari biasanya membuat Belinda penasaran apa yang ada di benak Brandon. “Benar tebakanku. Pasti hari ini kamu pergi ke perpustakaan lagi dan duduk di tempatku,” ucap Brandon sambil menaruh paper bag di meja
Tidak terasa sang buah hati akhirnya hadir dalam kehidupan rumah tangga Belinda dan Brandon. Mereka dikaruniai bayi perempuan diberi nama Gabriella. Brandon sangat bersyukur memiliki anak perempuan, karena ia masih trauma melihat putranya William selalu berbuat onar yang menyebabkan William dan Isabella berdebat karena masalah anak hampir setiap hari. Namun, mengurus anak tentunya bukan hal yang mudah bagi mereka juga. Walaupun sebelumnya sempat percaya diri ingin punya anak perempuan, yang namanya masih bayi pasti susah diurus juga, apalagi mereka tidak mau punya pengasuh. Sejak sudah punya anak, Belinda memutuskan mengundurkan diri dari perusahaan dan ingin fokus mengurus anak saja. Lagi pula, tidak mungkin terus bekerja di bawah suaminya sedangkan dirinya sendiri masih punya perusahaan perlu diurus. Perusahaan milik orang tuanya yang kini diserahkan pada semua saudara sepupunya. Selama menjadi ibu rumah tangga, Belinda bangun lebih awal demi mengurus
Saat memasuki usia kandungan tujuh bulan, Belinda tidak diperbolehkan bekerja oleh Brandon. Selain itu, untuk menemani istrinya di rumah, Brandon juga berinisiatif bekerja dari rumah kalau tidak ada agenda penting agar istri tidak cepat bosan dan tidak ada jadwal mengajar di kampus. Sejak mengajar mata kuliah akuntansi, Brandon semakin sibuk mereview tugas mahasiswa. Tidak seperti dulu hanya mengajar mata kuliah strategi manajemen yang tugasnya hanya menjawab pertanyaan di buku teks dan membuat materi presentasi. Akibat lagi banyak pekerjaan kantor belakangan ini, Brandon memiliki ide usil setiap mahasiswanya berbuat ulah di kelas. Sering mengadakan ujian tiba-tiba dengan memberikan soal ujian yang sulit, sehingga para mahasiswa di kampus semakin membencinya.Sekarang pekerjaannya semakin bertumpuk di rumah. Baru memeriksa sebagian tugas mahasiswa sudah membuat kepalanya sakit. Rambut terlihat tidak beraturan akibat keseringan mengacak-acak rambutnya.
Sejak Belinda memasuki masa mengandung anaknya, sikap Brandon sebagai suami dan bos semakin ketat. Ia tidak membiarkan istrinya pulang malam atau diberikan pekerjaan kantor yang berlebihan. Bahkan ia sudah memperingatkan semua pegawainya untuk tidak membuat Belinda merasa repot selama bekerja. Akibat sikap Brandon yang sangat berlebihan, selama bekerja di kantor Belinda cepat bosan. Tidak seperti saat sebelum hamil, ia diberikan pekerjaan cukup banyak, sedangkan sekarang pekerjaan banyak itu dilimpahkan ke Yena. Belinda merasa segan karena secara tidak langsung menghambat Yena yang ingin berkencan dengan Daniel setiap pulang kerja. Selain itu, setiap pulang kerja, Brandon berinisiatif mendatangi Belinda bermaksud untuk mengajak pulang bersama. Tidak peduli semua pegawainya iri melihat sikapnya yang romantis pada istri, nomor satu dalam pikirannya adalah memastikan istri selalu sehat di matanya. Gara-gara setiap hari dimanjakan suami, Belinda semakin ing
Urusan ingin memiliki sang buah hati, Belinda tidak ingin mengambil pusing lagi. Entah akan ditanyakan seperti apa, tidak peduli. Apalagi tidak melakukannya hanya sekali. Hanya bisa berharap keajaiban mendatangi kehidupan rumah tangga mereka walaupun sudah berbulan-bulan berlalu. Namun, entah kenapa Belinda merasakan tubuhnya sejak bangun tidur seperti ingin memuntahkan seisi perutnya. Meskipun begitu, tetap berusaha tegar di hadapan Brandon supaya diperbolehkan pergi bekerja hari ini. Seperti biasa, Brandon selalu memanjakannya. Tidak enak badan sedikit langsung dibilang tidak usah bekerja. Walaupun diberikan nasi omelet merupakan makanan favoritnya, Belinda ingin memuntahkan seisi perutnya. Terpaksa menghabiskan nasi omelet buatan suaminya, entah nanti berakhir di kamar mandi atau tidak, daripada menyinggung perasaan suami di pagi hari. Sebenarnya Brandon mulai curiga melihat sikap Belinda belakangan ini tidak seperti biasanya. Padahal biasanya sarapa
Pertanyaan soal keinginan memiliki keturunan masih menghantui pikiran Belinda, walaupun acara makan-makan sederhana telah berakhir. Pergi kencan bersama suami saja sampai tidak tenang. Suaminya mengajak menonton di bioskop, tetapi pikirannya sedang tidak fokus. Dalam hati terus mengatakan apakah sebenarnya Brandon berubah pikiran tidak ingin memiliki anak bersamanya. Sejak ditanyakan pertanyaan sulit itu, Brandon juga terus berdiam. Dalam hati justru menginginkan anak, tetapi cemas istrinya tidak mau punya anak karena usianya masih tergolong muda. Walaupun film yang ditonton mereka merupakan film romantis, mereka terlihat gugup saat menyaksikan sebuah adegan ciuman di depan mata. Terutama Belinda terlalu gugup sampai batuk tersedak saat memakan sepotong cookies. Spontan Brandon langsung mengelus punggung lentik sang pujaan hati lambat laun sambil memberikan botol air. “Makannya pelan-pelan.”Belinda mengangguk kaku sambil menyesap air. Betapa m
Enam bulan kemudian….Setelah berbulan-bulan berjuang mengerjakan skripsi hingga ujian komprehensif, akhirnya Belinda bisa melepaskan statusnya sebagai mahasiswa. Upacara wisuda dihadiri oleh Brandon, William, dan Isabella. Sambil menunggu giliran Belinda menaiki panggung, Brandon berbincang santai dengan dua sahabatnya terlebih dahulu. “Omong-omong, menurut kalian berdua, gua boleh ekspos hubungan gua sama istri gua ga sih hari ini?”Isabella mengernyitkan alis. “Lu kayaknya sudah ga sabaran amat. Emangnya istri lu sudah setuju?”“Istri gua sih selalu bilang gua mesti rahasiakan pernikahan kami sampai dia lulus. Hari ini kan dia sudah lulus, seharusnya gua sudah boleh memamerkan hubungan kamu terang-terangan.”William menyunggingkan senyuman usil merangkul pundak istrinya dengan mesra. “Makanya kalau cari istri itu jangan masih di bawah umur. Kan jadinya ga bisa pacaran terang-terangan kayak kami.”“Ish gua kan dari dulu cuma c
Tantangan utama yang harus dihadapi Belinda sekarang adalah harus terbiasa hidup sendirian tanpa kehadiran suaminya, meskipun suaminya bepergian hanya tiga hari. Tugas skripsi tetap berjalan, walaupun sebelumnya hasilnya memuaskan bagi Brandon. Selama tiga hari itu, siapa yang akan memberikan masukan untuknya? Sejak Brandon berangkat ke bandara pagi-pagi sekali, Belinda sudah mulai merasakan kesepian dan merindukan Brandon. Untuk menghilangkan rasa kesepian, mengundang dua sahabatnya mengerjakan skripsi bersama di rumahnya. Lagi pula, ide ini berasal dari Brandon yang sebelumnya menyarankan mengundang Daniel dan Yena jika merasa kesepian di rumah. Brandon juga membelikan banyak camilan untuk dua tamu istimewanya sebelum bepergian. Tujuannya agar Daniel dan Yena betah menemani Belinda sepanjang hari di rumah. Sebenarnya baru kali ini mengundang dua tamunya itu, demi istrinya tidak kesepian di saat dirinya sedang melakukan perjalanan bisnis. “Pak Brandon