Share

Bab 6: Dosen Kulkas dan Bocil Tarzan

Langit sudah menampakkan warna jingga, Belinda bersama teman-temannya berjalan menuju lobby kampus. Apalagi terlihat Daniel sangat bahagia berjalan bersebelahan dengan Belinda sudah seperti kekasih sungguhan yang berhasil membuat Yena menjadi obat nyamuk, meskipun ia tahu Daniel tidak akan bisa menikahi Belinda. 

“Bel, lu mau makan bareng gue ga?” tanya Daniel dengan antusias. 

Belinda menampakkan senyuman anggun. “Aku–”

Ting… 

Tiba-tiba muncul sebuah notifikasi pesan singkat di layar ponsel. Belinda menghentikan langkahnya sejenak kemudian membaca pesan singkat itu dari sang tunangan killer. 

“Habis pulang, ingat harus temui saya!”

Belinda tertawa kesal sambil menggerakkan bibirnya kanan kiri. “Emangnya dia bosku? Seenak jidat ngatur orang!”

Daniel bingung melihat sikap sahabatnya berubah drastis tiba-tiba hingga matanya menyipit. “Lu kenapa, Bel?”

Harus bagaimana Belinda merespons Daniel? Mustahil ia berkata sejujurnya, cemas akan melukai perasaan Daniel. Namun, ia sendiri juga sangat enggan bertemu dosen kejam itu. Serba salah di posisinya sekarang sejak bertunangan dengan pria menyebalkan seumur hidupnya. 

Belinda kembali tersenyum, meskipun senyuman yang diberikannya adalah paksaan. “Sorry, Niel. Bu Yenny mau makan bareng gue. Tadi barusan beliau ajak gue.”

Daniel menepuk jidat. “Oiya gue lupa lu mesti jaga Bu Yenny.”

“Sorry amat ya. Ga mungkin gue nolak ajakannya.” Sejenak Belinda menatap Yena. “Lu makan bareng Yena saja.”

Mendengar dirinya ditawarkan makan berdua bersama sahabatnya yang tampan, Yena menampakkan senyuman manis dan dengan sengaja mendekatkan tubuhnya menempel pada lengan Daniel. 

“Gapapa nih berdua saja, Niel?” tanya Yena. 

Daniel menghela napas lemas. “Gapapa deh. Lagi pula, kita harus prioritaskan orang tua dulu. Meskipun bukan orang tua kandung.”

*****

Setelah Daniel dan Yena tidak menampakkan batang hidung di lobby kampus, Belinda kembali mengerang kesal sambil membalas pesan singkat untuk dosen menyebalkan dengan kekuatan mengetik maksimal. Wajahnya penuh murka hingga memerah padam. 

“Iyaa tauuu. Memangnya saya ini pikun? Kalo mau ketemuan, cepetan!”

Pada saat bersamaan, sebuah mobil SUV hitam berhenti tepat di depan lobby kampus. Sang dosen killer membuka kaca jendela mobil menampakkan raut wajah dingin. 

“Cepetan naik!”

Belinda membalasnya dengan tatapan elang juga sambil menduduki kursi di sebelah kursi pengemudi. 

Brandon kembali menancapkan gas melajukan mobilnya keluar area kampus. Suasana dalam mobil cukup menegangkan, apabila suasana hati sang dosen tampan dan tunangannya sedikit panas hanya karena permasalahan kecil. Terutama Brandon mengemudikan mobilnya sedikit kebut membuat Belinda agak terkejut sambil memegang gagang pintu. 

“Bisa ga sih bapak setir mobil lebih slow?!” protes Belinda. 

“Siapa yang mulai dulu bikin saya jadi kebut begini?” bentak Brandon sambil menatap kaca spion. 

Belinda melipat kedua tangan di dada. “Sebenarnya saya masih belum paham dengan bapak. Katanya saya ini akan jadi istri bapak. Tapi masalah gini saja ga diomongin secara jelas!”

Brandon berdecak kesal. “Tadi yang suruh cepetan siapa? Dasar ga ngaca!”

Mengingat pesan singkatnya dikirimkannya tadi, Belinda tertawa remeh. “Gara-gara saya kirim pesan gitu saja bapak sudah tersinggung? Ternyata bapak ini suka baperan ya!”

“Haruskah saya bawakan cermin untuk kamu dulu? Coba deh kamu lihat mahasiswi lain! Mana ada kirim pesan ke dosennya suruh cepetan! Memangnya kamu anggap saya ini sopir pribadimu?”

“Dasar dosen kulkas dua pintu!” Belinda membuang pandangannya menghadap kaca jendela di sebelahnya. 

“Kamu bilang apa?”

Brandon memberhentikan mobilnya di saat lampu merah menyala. Kemudian, tatapannya kembali menajam menatap tunangannya seperti tidak menunjukkan rasa berdosa sama sekali. 

“Memang bapak ini sangat kaku!” bentak Belinda kembali menatap lawan bicaranya. 

“Kenapa sih kamu marah amat sama saya tiba-tiba? Saya tidak mau ya istri saya darah tinggi padahal masih muda!”

“Karena bapak jemput saya tiba-tiba begini. Kan saya sudah bilang, saya tidak mau hubungan kita ketahuan di kampus! Kalo sampai tadi ada yang lihat gimana? Bapak mau tanggung jawab?!”

Brandon mengatupkan bibirnya, kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan normal di saat lampu hijau menyala. Belinda kembali duduk dengan tenang sambil menatap kaca jendela. 

“Hari ini saya mau ajak kamu ke rumah saya.”

Belinda membulatkan mata. “Bapak mau memperkenalkan saya sama keluarga bapak?”

Brandon tertawa sinis. “Pede amat pikiranmu. Padahal saya mau ajak kamu ke rumah pribadi saya.”

“Oh, saya kira mau langsung dikenalin.” Belinda mengelus dada. 

“Tapi sebelum itu, saya mau mampir ke restoran dulu buat beli makan malam.”

“Kenapa kita ga makan mi instan saja?” Belinda mengedipkan mata manja bermaksud merayu tunangannya agar menurutinya. 

“Makan mi instan tidak baik untuk kesehatan walaupun di rumah saya ada stok.”

Belinda kembali memanyunkan bibir. “Sebenarnya tunangan gue ini dosen atau dokter sih!”

*****

Setibanya di rumah Brandon yang ukurannya cukup luas untuk ditinggal sendiri karena dua lantai, Belinda membulatkan mata sambil berlarian mengelilingi ruang tamu yang terlihat rapi dan dipenuhi perabot mahal. Melihat tunangannya seperti baru memasuki istana, Brandon hanya bisa menggeleng-geleng sambil berjalan menuju ruang makan membawa beberapa paper bag berisi makanan yang dibeli restoran. 

“Untung saja saya ajak kamu ke sini pas sebelum menikah. Kamu seperti tarzan yang baru punya rumah saja!”

Belinda menghentikan aksi kekanak-kanakan kemudian menghampiri lawan bicaranya dengan kesal. “Sedangkan bapak sendiri setiap saat seperti kulkas!”

Brandon memasang tatapan elang. “Kalo kamu kurang ajar lagi, saya tidak mau kasih makanan untuk kamu!”

Di saat menikmati makan malam, mereka tidak berbincang sama sekali membuat Belinda merasa tidak nyaman sebenarnya. Apakah Brandon sudah terbiasa hidup sendirian, sehingga pada saat makan saja tidak bicara sama sekali? Atau memang Brandon selalu menjaga etikanya walaupun sedang makan dengan santai? Yang pasti Belinda menjadi sedikit tidak selera makan, walaupun makanan yang dibeli Brandon adalah spaghetti merupakan makanan favoritnya. 

“Kamu suka spaghettinya?” ujar Brandon sambil menghabiskan spaghetti dengan lahap. 

Belinda hampir tersedak, untungnya terkejut di saat spaghetti sudah ditelan. “Bagaimana bapak bisa tau saya suka makan spaghetti?”

Brandon menunduk malu sambil menggulung spaghetti dengan sendok. “Saya tidak tau. Kebetulan saja saya suka spaghetti juga.”

Netra Belinda berbinar-binar memandang sekeliling ruang makan yang tidak kalah indah dengan milik rumah keluarga tirinya. “Omong-omong, bapak beneran tinggal sendirian di rumah gede begini?”

“Iya, soalnya saya males tinggal sama keluarga saya.”

“Ish enak amat bapak punya banyak duit jadinya bisa beli rumah segede istana!”

Brandon melipat kedua tangan di dada. “Sebenarnya tujuan saya ajak kamu ke sini bukan buat pamer rumah. Tapi saya mau diskusikan sesuatu denganmu setelah makan.”

Usai makan malam, Belinda dan Brandon duduk bersebelahan di sofa ruang tamu. Suasana kembali menegangkan, tetapi justru penampilan Brandon yang sedikit kusut membuat Belinda salah fokus. Lengan kemeja disisingkan karena cuci piring ditambah kancing kemeja dilepas satu, hanya karena itu saja sudah membuatnya jinak. 

“Mengenai persiapan pernikahan, biar saya saja yang atur semuanya,” ucap Brandon dengan nada tegas. 

Belinda menaikkan alis kanan. “Kenapa sih bapak suka atur saya? Memang sih usia saya dan bapak lumayan jauh. Tapi bukan berarti bapak bertindak seperti bos saya.”

Brandon memasang tatapan menyeringai sambil menggeserkan tubuhnya mendekati tunangannya. “Kamu yakin bisa bantu saya? Hal kecil begini saja kita sudah berantem.”

“Padahal bapak sendiri yang mulai dulu sejak jemput saya tadi. Sebenarnya bapak ini kenapa sih?”

Brandon melingkarkan lengannya pada pinggang ramping tunangannya sambil memajukan kepalanya mendekati bibir merah di hadapannya. Belinda memasang tatapan melotot sambil berusaha melepas tangan sang dosen tampan. Namun, ia berasa tubuhnya seperti diikat, apalagi ditambah dosen ini mulai menunjukkan sisi brutal. 

“Belinda, kamu sudah punya pacar?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status