Brandon cukup terkejut mendengar jawaban diberikan Belinda di luar dugaannya. Terutama jelas-jelas ia mengingat adegan terakhir mereka lakukan saat di mobil adalah mereka bertengkar dahsyat karena lamaran dadakan itu. Namun, melihat ekspresi wajah Belinda sangat percaya diri, ia mulai penasaran hal apa yang berhasil mengubah pikiran Belinda tiba-tiba.
Dosen killer ini menampakkan lengkungan bibir manis sambil melipat kedua tangan di dada. “Bukankah sekarang ini kamu juga berhadapan dengan neraka?” Belinda memalingkan mata. “Neraka juga sih, tapi saya yakin bapak bisa menjaga saya.” “Memangnya kenapa saya harus jadi pangeranmu? Brandon tertawa kecil. “Pola pikirmu masih seperti anak kecil.” Sudah tidak bisa menahan kesabarannya, Belinda menendang kaki lawan bicaranya dengan tatapan melotot. “Memang bapak tidak bisa dipercaya. Masih baik saya menerima lamaran bapak. Apa perlu saya berubah pikiran dan menolak lamaran bapak?!” Awalnya Brandon ingin bersikap manis, kini ia kembali memasang tatapan dingin seperti kulkas dua pintu. “Ho! Mentang-mentang mau jadi istri saya, kamu semakin bersikap kurang ajar ya!” “Makanya itu, sebenarnya saya mau menguji bapak juga. Bapak beneran bisa mengatasi mahasiswi yang etikanya tidak elit setiap hari atau tidak.” Belinda tertawa ledek sambil memegang perut. “Kamu benar-benar!” Brandon mengerang kesal sendiri sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dari celananya, kemudian mengambil sebuah cincin berlian dari dalam kotak. “Karena saya melamarmu, maka saya harus memberimu cincin lamaran.” Brandon menyematkan cincin ini di jari manis Belinda. Dengan cepat Belinda langsung melepaskan tangannya. “Bapak jangan senang dulu.” Brandon menaikkan alis kanan. “Senang dari mana? Saya tidak tertarik sama kamu sebenarnya, mau gimana senang?!” “Saya juga tidak senang menikahi bapak sebenarnya. Makanya itu, saya tidak mau semua orang di kampus tau hubungan kita, Pak.” Brandon melipat kedua tangan di dada. “Termasuk Yena yang duduk di sampingmu terus?” “Kecuali Yena mungkin dia harus tau karena dia satu-satunya sahabatku bisa diandalkan.” “Oke, saya tidak masalah kalo di kampus kita tidak memiliki hubungan spesial. Tapi, saya harap di luar kampus, kamu harus terlihat seperti istri saya!” Belinda menautkan alis. “Memangnya kenapa?” “Nanti saya akan cerita. Pulang kuliah, kamu harus ketemu saya.” ***** Setelah melamar Belinda, Brandon menghubungi keluarganya untuk meminta bertemu di sebuah restoran hotel bintang lima. Wajahnya tampak murka saat duduk berhadapan dengan ayahnya sambil melipat kedua tangan di dada. “Putraku–” “Sebaiknya ayah menyerah saja, tidak perlu mengatur kencan buta lagi untukku!” “Memangnya kenapa? Bukankah kamu sudah kepala tiga? Seharusnya kamu sudah nikah di usia sekarang,” jawab sang ayah sambil menuangkan segelas teh. Brandon berdecak kesal. “Masalahnya semua wanita yang ayah mau jodohkan tidak ada yang beres. Apalagi wanita terakhir itu, kemarin dia bersikap sangat menjijikan di hadapanku.” “Bukankah lebih condong kamu yang cerewet memilih wanita? Pantesan saja sampai umur 30 masih jomlo.” Brandon menampakkan senyuman sinis sambil meneguk segelas teh. “Nanti aku akan kenalkan ke ayah, seorang wanita yang sangat manis. Pasti ayah sangat suka.” “Memangnya kamu sudah pacaran?” ***** Saat jam istirahat, Belinda mengajak makan siang bersama Yena di restoran dekat kampus agar perbincangan mereka lebih leluasa. Ia menceritakan semua apa yang dialaminya sampai Yena sendiri juga terkejut hingga mulutnya terbuka lebar terus, sambil menatap sebuah cincin berlian bersinar di jari manis sahabatnya. “Jadi, lu seriusan mau nikah sama Pak Brandon?” Belinda mengangguk lemas sambil mengelus cincinnya lambat laun. “Satu-satunya cara agar aku terbebas dari keluarga itu ya harus nikah sama Pak Brandon. Lagi pula, Pak Brandon juga butuh aku.” “Tapi lu yakin bisa akur sama Pak Brandon? Lu sendiri saja setiap hari ada saja berantem sama dia.” “Daripada gue disiksa kayak Cinderella. Gue sih lebih pilih disiksa sama dosen killer itu.” Yena memanyunkan bibir sambil mengaduk strawberry milk shake miliknya dengan sedotan. “Gue sih setuju saja lu nikah sama Pak Brandon. Tapi, gimana dengan Daniel?” “Memangnya kenapa si Daniel?” Yena memutar bola mata, memukul kepala sahabatnya dengan sendok. “Inilah dari dulu gue pengen sadarin lu. Daniel tuh jelas-jelas suka sama lu.” Belinda tertawa kecil. “Masa sih?” “Kalo dia ga demen sama lu, ngapain dia bantu lu terus selama ini dan selalu support lu setiap lu kerja jadi sukarelawan rumah sakit Charity.” “Tapi, tetap saja gue ga merasa ada sesuatu yang berbeda dari dia.” Belinda tersenyum sambil menyantap mie ayam. “Yang pasti lu harus rahasiakan hal ini dari Daniel.” ***** Jam istirahat telah usai. Di saat Belinda dan Yena ingin memasuki kelas berikutnya, langkah kaki mereka terhenti sejenak seketika berpapasan dengan seorang mahasiswa berpenampilan casual dan berwajah tidak kalah tampan dari Brandon. “Daniel,” sapa Belinda melambaikan tangan. Sebenarnya cukup canggung bertemu teman terdekatnya lagi setelah sekian lama tidak bertemu. Daniel melambaikan tangan sambil berlari menghampiri sahabatnya dengan senyuman sumringah. “Sudah lama kita ga ketemu. Walaupun hanya dua minggu saja kita ga ketemuan.” Belinda tersenyum malu. “Gimana liburannya?” “Lumayan menyenangkan juga. Wah, sudah lama gue ga merasakan liburan. Biasanya gue sibuk jaga di toko terus.” Sejenak ketiga serangkai ini berjalan memasuki kelas. Posisi Belinda duduk di antara Daniel dan Yena. Melihat wajah tampan Daniel cukup menawan membuat Belinda teringat perkataan Yena. Apakah sosok sahabatnya yang tampan ini menaruh perasaan istimewa padanya? Jika ya, harus berkata apa untuk mengabarkan pernikahannya dengan Brandon? Sementara Daniel belum mengetahui apa yang terjadi sebenarnya selama dirinya berlibur, ia masih bersikap polos. Satu per satu dikeluarkan buah tangan yang dibelinya saat pergi liburan, kemudian ia memberikan semuanya untuk dua sahabatnya. Netra Yena berbinar-binar memandang semua snack dan gantungan kunci, tidak menyangka mendapatkan banyak hadiah dari Daniel, padahal selama ini Belinda yang selalu mendapatkan banyak hadiah istimewa. “Tumben lu kasih gue hadiah banyak amat.” “Ya kan ga mungkin gue kasih lu hadiah cuma sebiji. Nanti adanya lu nangis.” Tatapan Daniel sekilas tertuju pada Belinda. “Benar kan, Bel?” Belinda tersentak mendengar Daniel tiba-tiba bertanya, akibat isi pikirannya dipenuhi bagaimana cara memberitahukan kabar ini kepada seorang pria yang kemungkinan menyukainya, karena mendengar pendapat Yena. “Iya memang bener sih lu harus kasih Yena hadiah banyakan. Nanti dia beneran nangis, gue ga mau tanggung jawab!” Daniel memajukan kepalanya mendekati wajah sahabatnya. “Omong-omong, ga biasanya lu melamun terus? Memangnya apa yang terjadi selama gue bepergian?” Banyak mahasiswi bergosip tentang hubungan Belinda dan Daniel semakin dekat, karena melihat Daniel yang cukup agresif terus menempel Belinda setiap ada kesempatan. Gosip itu sampai tersebar luas di luar kelas karena kebetulan kelas belum dimulai. Di sisi lain, Brandon kebetulan berjalan melewati koridor mendengar gosip-gosip tentang hubungan Belinda dengan seorang pria tidak dikenalnya. Langkah kakinya terhenti, kemudian berbalik badan berjalan mendekati sebuah pintu kelas, tempat sang tunangan ingin mengikuti kelas lain. Melihat tunangannya dengan seorang pria sangat dekat, entah kenapa raut wajahnya berubah menjadi murka sambil menggenggam tas laptop dengan erat. “Siap-siap aja, Belinda. Saya tidak akan mengampunimu.”Langit sudah menampakkan warna jingga, Belinda bersama teman-temannya berjalan menuju lobby kampus. Apalagi terlihat Daniel sangat bahagia berjalan bersebelahan dengan Belinda sudah seperti kekasih sungguhan yang berhasil membuat Yena menjadi obat nyamuk, meskipun ia tahu Daniel tidak akan bisa menikahi Belinda. “Bel, lu mau makan bareng gue ga?” tanya Daniel dengan antusias. Belinda menampakkan senyuman anggun. “Aku–”Ting… Tiba-tiba muncul sebuah notifikasi pesan singkat di layar ponsel. Belinda menghentikan langkahnya sejenak kemudian membaca pesan singkat itu dari sang tunangan killer. “Habis pulang, ingat harus temui saya!”Belinda tertawa kesal sambil menggerakkan bibirnya kanan kiri. “Emangnya dia bosku? Seenak jidat ngatur orang!”Daniel bingung melihat sikap sahabatnya berubah drastis tiba-tiba hingga matanya menyipit. “Lu kenapa, Bel?”Harus bagaimana Belinda merespons Daniel? Mustahil ia berkata sejujurnya, cemas akan melukai perasaan Daniel. Namun, ia sendiri juga sang
Pertanyaan macam apa ini? Bisa-bisanya seorang dosen menanyakan mahasiswinya terkait urusan asmara. Tentunya Belinda terkejut mendengarnya sekaligus ingin protes. “Kenapa bapak tiba-tiba nanya?” tanya Belinda mengangkat kepala angkuh. “Saya harus tau dulu dong sebenarnya kamu sudah punya pacar atau belum!” balas Brandon dengan nada judes. Mendengar nada bicara sang dosen tampan seperti terbakar api cemburu, Belinda memiliki ide usil. Jari jemarinya mengelus pipi lembut di hadapannya dan menampakkan senyuman manja. “Emangnya kenapa kalo saya sudah punya pacar?”Brandon memasang tatapan melotot. “Jadi kamu beneran sudah pacaran?!”Belinda mengerang kesal sambil mendorong tubuh tunangannya sekuat tenaga. “Bapak ini kenapa sih? Bapak dengar gosip dari mana kalo saya punya pacar!”Sebenarnya Brandon ingin berkata sejujurnya apa yang dilihatnya saat di kampus. Jelas-jelas ia mengintip di pintu kelas menyaksikan adegan tunangannya bermesraan dengan mahasiswa tampan. Ditambah gosip teman s
Butiran air mata membendung di bawah kelopak mata. Sebenarnya sudah sering Belinda disiksa keluarga tirinya seperti ini, tetapi kali ini disiksa lebih parah dari biasanya. Isi kamar tidurnya yang terlihat sederhana padahal keluarga tirinya merupakan keluarga kalangan atas. Sudah pasti keluarga tirinya tidak menyayanginya selama ini dan menganggapnya sebagai anak buangan saja. Hatinya terasa perih ketika disuruh renungkan apa yang dilakukannya. Padahal ia sudah melakukan hal yang benar, apa lagi yang salah sekarang? “Renungkan perbuatanmu! Ayah akan minta mbak Tina memberimu makan seperti biasa, tapi kamu tidak boleh keluar rumah sampai kamu sadar!”“Tapi aku–”Natasha tertawa jahat sambil melipat kedua tangan di dada. “Rasakan akibat lo menikahi orang yang salah! Memang kami minta lo cepetan nikah, tapi bukan berarti nikah sama Brandon!”“Tapi gue memang mau nikah sama Brandon, Kak! Lalu, Brandon setuju nikah sama gue.” Belinda merengek-rengek sambil menarik lengan kemeja Natasha.
Untungnya hari ini tidak ada kelas karena dosen bersangkutan berhalangan hadir, sehingga Belinda tidak perlu khawatir harus bolos kelas atau mencari alasan masuk kelas hari ini absen karena apa. Namun, di satu sisi sangat bosan dari semalam sampai sekarang tidak melakukan apa-apa selain membaca buku catatan kuliah. Apalagi ia merindukan Bu Yenny yang selalu menjadi pendengar yang baik. Hari ini suasana di dalam rumah terasa suram, diselimuti keheningan yang membuat Belinda ingin cepat terbebas dari rumah ini. Namun, jika ia menikahi Brandon apakah bisa berakhir bahagia? Apalagi mendengar cerita dari sisi Natasha, seolah-olah dirinya berperan sebagai simpanan Brandon sekarang. Di tengah suasana yang hening, tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang pria yang tidak asing baginya. Sejenak ia menghapus air mata dengan lengan bajunya. “Bukankah itu suara Pak Brandon?”Di sisi lain Brandon memasuki rumah mewah ini mengikuti asisten rumah tangga itu. Di ruang tamu, terlihat Natasha sedang
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah barunya, Belinda terus menunduk malu akibat tangan kirinya digenggam tangan sang tunangan tampan. Meskipun mereka tidak mengucapkan sepatah kata sejak meninggalkan rumah bagaikan penjara itu, hanya karena perlakuan sederhana ini sudah berhasil membuat hatinya mulai luluh. Apalagi ia sangat menyukai aksi penyelamatan sang tunangan dari neraka, meskipun ia tidak meminta pertolongan. “Terima kasih, Pak.”Tatapan Brandon masih terfokus pada kaca depan. “Kenapa kamu ga nanya dulu?”“Nanya apa?”“Saya tau kamu dikurung di kamar dari mana.”Belinda menghela napas dengan lemas. “Pasti tau dari Yena, kemudian Yena merengek minta bapak tolong saya.”Brandon tertawa kecil. “Kamu dapat nilai 50.”Bola mata Belinda membulat mendengar tunangannya lagi-lagi mulai mempermainkannya. “Kenapa saya dapat 50? Kan memang benar saya sempat teleponan sama Yena.”“Iya, kamu dapat 50 karena saya tau informasi kamu dikurung di kamar dari Yena. Tapi Yena tidak minta bantuan
Usai makan malam dan membersihkan diri, Belinda kembali duduk sendirian di sofa ruang tamu sambil menghabiskan cokelat yang masih tersisa. Ia masih merasa ini seperti di dunia mimpi. Tinggal di sebuah rumah mewah tanpa disiksa siapa pun, sedangkan tinggal di sini diperlakukan seperti princess. Masih tidak menyangka juga dosen kulkas itu seharian memperlakukannya sangat manis. Apakah dosen itu memperlakukannya seperti itu karena merasa kasihan saja melihat fakta secara langsung? drrt…drrt… Melihat sosok sahabatnya menghubunginya tiba-tiba, ia menampakkan senyuman lebar sambil menggeser layar ponsel. “Lu sudah boleh pegang hp emangnya?”“Justru gue sekarang sudah ga tinggal di sana.”“Lho terus lu tinggal di mana sekarang? Orang tua lu kali ini beneran usir lu?”Belinda tertawa kikuk. “Gue tinggal di rumah Pak Brandon sekarang.”“What?!”Spontan Belinda langsung menjauhkan ponselnya dari daun telinga. “Ga perlu pake teriak kali!”“Lu seriusan tinggal bareng dosen killer itu?”“Sebena
Biasanya saat berpapasan dengan Daniel secara tidak sengaja, Belinda bersikap santai, sedangkan sekarang ia bingung harus bersikap apa. Apalagi Daniel tidak boleh tahu rahasia hubungan Belinda dengan Brandon. Mungkin Daniel akan sakit hati mengetahui wanita yang disukainya sejak lama menikahi pria lain. Brandon sebenarnya tahu alasan sikap tunangannya berubah drastis karena bertemu sahabat pria secara tidak sengaja di pusat perbelanjaan. Ia jadi teringat sewaktu di kampus mendengar gosip mengenai hubungan tunangannya dengan pria lain membuatnya ingin marah. Kali ini melihat secara langsung pria itu terlihat manis, rasanya ingin menyingkirkan pria itu dari hadapannya. “Niel, lu sendirian?” sapa Belinda menghampiri sahabatnya sambil membawa beberapa paper bag. “Ya, hari ini kan aturannya gue mau nongki bareng teman gue, tapi mereka tiba-tiba ga bisa.” Sorot mata Daniel tertuju pada sosok pria yang berdiri di belakang sahabatnya. “Yang di belakang lu itu siapa?”Belinda menampakkan se
Belinda sudah menduga tunangannya akan sembarangan menuduh lagi tanpa melihat fakta. Terutama dilihat raut wajah dosen tampan ini seperti ingin menerkamnya, membuatnya mulai canggung sambil menggenggam paper bag. “Aku tidak kencan sama Daniel. Kenapa kamu main sembarangan nuduh sih?”“Lalu, kenapa kamu menyita waktu hampir satu jam hanya karena ngobrol bareng sahabatmu saja?” tukas Brandon semakin meninggikan nada bicaranya. “Itu karena–”Brandon mengambil paper bag tunangannya sedikit kasar sambil membuang muka. “Aku tidak suka calon istriku bersama pria lain terlalu lama.”Mendengar perkataan dosen killer ini, Belinda tertawa kikuk sambil sengaja menyenggol lengan kekar. “Kamu cemburu ya?”Brandon membulatkan mata. “Cemburu apanya? Aku masih benci sama kamu, mana mungkin aku cemburu hanya karena masalah sepele.”“Ya walaupun kamu tidak ngaku, tapi aku tau kamu cemburu.”“Berisik!”*****Agenda hari libur ini tidak hanya belanja di pusat perbelanjaan, mereka juga pergi berkunjung k