Pertanyaan macam apa ini? Bisa-bisanya seorang dosen menanyakan mahasiswinya terkait urusan asmara. Tentunya Belinda terkejut mendengarnya sekaligus ingin protes.
“Kenapa bapak tiba-tiba nanya?” tanya Belinda mengangkat kepala angkuh. “Saya harus tau dulu dong sebenarnya kamu sudah punya pacar atau belum!” balas Brandon dengan nada judes. Mendengar nada bicara sang dosen tampan seperti terbakar api cemburu, Belinda memiliki ide usil. Jari jemarinya mengelus pipi lembut di hadapannya dan menampakkan senyuman manja. “Emangnya kenapa kalo saya sudah punya pacar?” Brandon memasang tatapan melotot. “Jadi kamu beneran sudah pacaran?!” Belinda mengerang kesal sambil mendorong tubuh tunangannya sekuat tenaga. “Bapak ini kenapa sih? Bapak dengar gosip dari mana kalo saya punya pacar!” Sebenarnya Brandon ingin berkata sejujurnya apa yang dilihatnya saat di kampus. Jelas-jelas ia mengintip di pintu kelas menyaksikan adegan tunangannya bermesraan dengan mahasiswa tampan. Ditambah gosip teman sekelas yang sangat heboh di luar kelas, entah kenapa Brandon tidak suka mendengar gosip itu. Seolah-olah hatinya tidak mengizinkan dirinya bertindak sebagai perebut laki orang atau tidak ingin tunangannya direbut pria lain. Namun, jika berkata sejujurnya, apakah harga dirinya akan jatuh? Lagi pula, hatinya belum bisa menaruh perasaan istimewa terhadap mahasiswinya ini semakin menyebalkan di matanya. “Ya coba kamu bayangkan saja! Kalo seandainya kamu beneran sudah punya pacar, berarti saya ini pebinor dong! Saya tidak mau jadi pebinor ya, nanti saya dipecat!” Mendengar alasan dosen killer ini di luar nalar, Belinda tertawa puas sambil memegang perut hingga wajahnya memerah. Melihat gaya tawa tunangannya seperti sedang mengejeknya membuat tensi darah dosen tampan ini meluap. “Kenapa ketawa? Memangnya ada yang lucu?!” “Ga nyangka dosen kulkas dua pintu bisa cemburu.” Belinda semakin melampiaskan tawa sambil berguling-guling di sofa. Rona merah menyala pada pipi Brandon. “Enak saja saya cemburu!” Belinda memposisikan tubuhnya duduk dengan anggun sambil merapikan rambut indahnya sedikit kusut. “Saya belum punya pacar, Pak. Kalo saya sudah pacaran, mustahil saya mau menikahi Pak Brandon.” Mendengar jawaban itu membuat Brandon sedikit lega. Namun, di sisi lain, ia masih penasaran apakah tunangannya sungguh berkata jujur atau tidak. Lalu, siapakah mahasiswa yang dilihatnya tadi siang? Jika hanya sebatas teman, kenapa kelihatannya hubungan mereka sangat dekat seolah-olah melebihi sahabat? Melihat raut wajah dosen killer tidak biasanya gelisah, Belinda ingin mencoba menghiburnya, meskipun tidak mengetahui apa yang menjadi faktor utama tiba-tiba sang dosen bisa menampakkan sisi kegelisahan. Ia menampilkan senyuman manis sambil mengulurkan tangan kanannya yang disematkan cincin lamaran. “Bapak tidak usah cemburu. Tenang, saya tidak bohong kok. Justru saya menantikan pernikahan kita.” Awalnya ingin membentak lagi, hatinya sedikit luluh menatap senyuman manis ditampilkan tunangannya. Brandon merasakan pipinya sedikit hangat sambil mengendalikan detak jantungnya berpacu cepat. Namun, tetap saja sikapnya seperti kulkas masih membara. Ia menampakkan senyuman sinis sambil menggenggam tangan sang tunangan. “Karena kamu sudah percaya diri dan tidak sabar menantikan pernikahan kita, gimana kalo kita bikin kesepakatan?” Belinda menampakkan wajah cemberut sambil melipat kedua tangan di dada. “Bukankah tadi pagi bapak sendiri bilang ga mau nikah pakai kontrak segala? Maunya bapak apa sih?” “Bikin kesepakatan itu kan ga mesti tertulis kali! Kan bisa secara verbal sudah cukup!” “Galak amat sih!” Belinda membuang pandangannya dengan kesal. “Apa kesepakatannya?” “Kamu tidak boleh sembarangan berduaan bersama pria lain!” Belinda memutar bola sambil menahan tawa. “Lagi-lagi bapak cemburu.” “Saya tidak cemburu ya! Ini demi kebaikan saya dan kamu. Kalo sampai kamu selingkuh dan hubungan kita ketahuan di kampus, kamu mau digosipkan selingkuh dari dosen? Apalagi dosen yang ngajar kamu itu keponakan dekan.” Belinda membuang pandangannya lagi. “Tenang, saya tidak akan berduaan bersama pria lain.” “Baiklah, lalu kesepakatan berikutnya adalah kamu harus merawat ibuku dengan ketat. Jangan sampai ada yang tau identitas ibuku. Hanya kamu dan aku yang tau.” Berbicara soal alasan Brandon ingin menikah demi bisa menjaga ibunya dari ancaman, Belinda menjadi kembali penasaran latar belakang keluarga Brandon sesungguhnya. Kenapa Bu Yenny yang memiliki sikap penyayang ingin dibunuh seseorang? Lalu kenapa Brandon mati-matian menyembunyikan ibu kandungnya di rumah sakit terpencil? Apa yang terjadi sebenarnya? Apakah nyawanya sendiri juga akan terancam suatu hari nanti demi menjadi malaikat pelindung Bu Yenny? “Saya bisa jaga rahasia, percaya pada saya saja.” Belinda memperagakkan bibirnya diseleting dengan rapat. Brandon tertawa kecil. “Oke, saya percaya kamu, Belinda. Lalu, sekarang giliranmu. Kamu mau apa dari saya?” Belinda tersenyum licik sambil memeluk bantal kecil dengan erat. “Saya mau kita tidur terpisah setelah menikah.” “Siapa bilang kita tidur sekamar? Jangan harap! Saya akan siapkan kamar tidur spesial untuk kamu.” “Jangan lupa ranjang empuk, meja belajar, meja rias, bantalnya yang empuk juga, oh sama rak buku dan semuanya sudah disediakan pokoknya.” Mendengar permintaan tunangannya cukup banyak ternyata membuat Brandon ingin melampiaskan kekesalannya. Mata tajamnya sudah mencerminkan dirinya kesal dengan tunangannya yang banyak meminta darinya. “Ini mah sama saja seolah-olah saya mengadopsi bocil banyak maunya!” “Bapak kan mau nikah sama saya. Sudah pasti harusnya bapak sudah mempertimbangkan hal itu dong!” Brandon memutar bola mata. “Iya deh, saya akan siapin semuanya, Princess.” Tiba-tiba Brandon memiliki ide cemerlang terlintas dalam pikirannya. Ia menjentikkan jari menampakkan senyuman cerdas. “Belinda, sebenarnya–” “Sudah malam, Pak! Besok saja baru bahas lagi!” potong Belinda sambil menatap jam dinding menunjukkan jam sembilan malam. Apa boleh buat, Brandon juga tidak ingin membiarkan tunangannya pulang larut malam. Dengan inisiatif Brandon mengantarkan tunangannya pulang ke rumah, meskipun ia kecewa harus menunda satu hal penting belum sempat dibahas. ***** Belinda melangkahkan kakinya dengan berat memasuki rumah mewah keluarga tirinya, setelah berpamitan singkat dengan tunangannya. Baru menginjak kaki di ruang tamu, sudah disambut kakak tirinya sedang minum sebotol wine. “Lo sudah pulang akhirnya,” sambut sang kakak tiri dengan nada mulai tidak karuan, membuat Belinda tersentak. “Gimana sidang cerai hari ini, Kak Natasha?” balas Belinda dengan datar, sebenarnya ia tidak ingin berbincang dengan kakak tirinya. Natasha menuangkan segelas wine dengan senyuman tidak waras. “Akhirnya gue bisa terbebas dari si berengsek itu.” Sejenak tatapannya terfokus pada adik tirinya. “Omong-omong ga biasanya lo pulang malam amat belakangan ini. Lo ngapain saja sih?” Belinda membuang pandangan. “Soal itu kakak ga perlu tau. Gue mau istirahat.” Netra Natasha terfokus pada sebuah cincin berlian yang bersinar di jari manis adik tirinya. Ia langsung menaruh botol wine, kemudian berlari dan menarik tangan kanan adik tirinya dengan kasar. “Apa yang kakak lakukan?!” “Sejak kapan lo pakai cincin mahal ini? Lo nyuri?” Belinda memasang tatapan melotot. “Enak saja gue nyuri! Ini sesuai keinginan keluarga kakak, gue dilamar!” Natasha membulatkan mata sambil menutup mulutnya yang bau wine dengan anggun. “Beneran nih? Akhirnya lo nurut juga! Gimana keluarga itu? Lo nikah sama keluarga kaya?” Sejenak menjentikkan jari. “Tunggu sebentar! Dilihat karakter lo yang kutu buku, mustahil orang kaya mau nikah sama gadis kaku kayak lo.” Belinda menampakkan senyuman percaya diri. Justru ia ingin menertawakan Natasha karena sudah meremehkannya terlebih dahulu. Kalau sampai Natasha tahu fakta sesungguhnya, mungkin akan jatuh pingsan, itulah gambaran dalam benak Belinda. “Kakak jangan meremehkan gue dulu. Justru gue nikah sama pria kaya dan matang.” Natasha mengangkat kepala dengan angkuh. “Coba sebutin namanya. Siapa tau gue kenal. Gue kan kenal hampir semua pria kaya.” “Brandon.” Mendengar nama itu tidak asing dan merasa baru bertemu beberapa saat lalu, Natasha menyipitkan mata. “Tunggu! Brandon siapa namanya?” “Kalo gua sebutin nama panjangnya, emangnya kakak kenal?” “Sebutin saja nama lengkapnya!!” “Brandon Jonathan.” “Arrghh!!” Mendengar suara jeritan Natasha menggelegar seisi rumah, sang ayah dan ibunya keluar dari kamar mereka langsung menghampiri putri kandung mereka. Mereka masih belum tahu hal apa yang membuat putrinya menggila di malam hari. “Kamu kenapa sih, Natasha?” tanya sang ibu dengan tatapan cemas. Natasha memasang tatapan tajam sambil mengulurkan jari telunjuk menunjuk adik tirinya. “Dia rebut Brandon dariku, Bu.” Sang ibu mengerutkan dahi. “Kamu ngomong apa sih? Ngomong yang jelas!” “Belinda mau nikah sama Brandon, Bu! Pria yang sempat ayah atur kencan butanya beberapa hari lalu!” Tatapan sang ayah langsung memelototi Belinda yang mulai ketakutan sampai keringat dingin. “Ayah minta kamu menikah. Tapi bukan berarti merebut pria itu dari kakakmu sendiri!” Belinda berusaha menahan tangisannya hingga matanya memerah. “Sumpah aku tidak tau kalo Brandon itu pria yang mau dijodohkan dengan kakak.” “Dasar anak tidak tau diri! Kami sudah memberimu banyak hal selama ini, tapi kamu sangat egois merebut milik kakakmu!” “Tapi–” Tanpa basa-basi, Natasha menarik tangan kanan adik tirinya menaiki tangga menuju lantai. Menyeret adiknya dengan kasar memasuki kamar sambil melempar tas ransel. “Lo ga boleh keluar dari kamar sampai lo ngaku kesalahan lo!”Butiran air mata membendung di bawah kelopak mata. Sebenarnya sudah sering Belinda disiksa keluarga tirinya seperti ini, tetapi kali ini disiksa lebih parah dari biasanya. Isi kamar tidurnya yang terlihat sederhana padahal keluarga tirinya merupakan keluarga kalangan atas. Sudah pasti keluarga tirinya tidak menyayanginya selama ini dan menganggapnya sebagai anak buangan saja. Hatinya terasa perih ketika disuruh renungkan apa yang dilakukannya. Padahal ia sudah melakukan hal yang benar, apa lagi yang salah sekarang? “Renungkan perbuatanmu! Ayah akan minta mbak Tina memberimu makan seperti biasa, tapi kamu tidak boleh keluar rumah sampai kamu sadar!”“Tapi aku–”Natasha tertawa jahat sambil melipat kedua tangan di dada. “Rasakan akibat lo menikahi orang yang salah! Memang kami minta lo cepetan nikah, tapi bukan berarti nikah sama Brandon!”“Tapi gue memang mau nikah sama Brandon, Kak! Lalu, Brandon setuju nikah sama gue.” Belinda merengek-rengek sambil menarik lengan kemeja Natasha.
Untungnya hari ini tidak ada kelas karena dosen bersangkutan berhalangan hadir, sehingga Belinda tidak perlu khawatir harus bolos kelas atau mencari alasan masuk kelas hari ini absen karena apa. Namun, di satu sisi sangat bosan dari semalam sampai sekarang tidak melakukan apa-apa selain membaca buku catatan kuliah. Apalagi ia merindukan Bu Yenny yang selalu menjadi pendengar yang baik. Hari ini suasana di dalam rumah terasa suram, diselimuti keheningan yang membuat Belinda ingin cepat terbebas dari rumah ini. Namun, jika ia menikahi Brandon apakah bisa berakhir bahagia? Apalagi mendengar cerita dari sisi Natasha, seolah-olah dirinya berperan sebagai simpanan Brandon sekarang. Di tengah suasana yang hening, tiba-tiba terdengar suara teriakan seorang pria yang tidak asing baginya. Sejenak ia menghapus air mata dengan lengan bajunya. “Bukankah itu suara Pak Brandon?”Di sisi lain Brandon memasuki rumah mewah ini mengikuti asisten rumah tangga itu. Di ruang tamu, terlihat Natasha sedang
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah barunya, Belinda terus menunduk malu akibat tangan kirinya digenggam tangan sang tunangan tampan. Meskipun mereka tidak mengucapkan sepatah kata sejak meninggalkan rumah bagaikan penjara itu, hanya karena perlakuan sederhana ini sudah berhasil membuat hatinya mulai luluh. Apalagi ia sangat menyukai aksi penyelamatan sang tunangan dari neraka, meskipun ia tidak meminta pertolongan. “Terima kasih, Pak.”Tatapan Brandon masih terfokus pada kaca depan. “Kenapa kamu ga nanya dulu?”“Nanya apa?”“Saya tau kamu dikurung di kamar dari mana.”Belinda menghela napas dengan lemas. “Pasti tau dari Yena, kemudian Yena merengek minta bapak tolong saya.”Brandon tertawa kecil. “Kamu dapat nilai 50.”Bola mata Belinda membulat mendengar tunangannya lagi-lagi mulai mempermainkannya. “Kenapa saya dapat 50? Kan memang benar saya sempat teleponan sama Yena.”“Iya, kamu dapat 50 karena saya tau informasi kamu dikurung di kamar dari Yena. Tapi Yena tidak minta bantuan
Usai makan malam dan membersihkan diri, Belinda kembali duduk sendirian di sofa ruang tamu sambil menghabiskan cokelat yang masih tersisa. Ia masih merasa ini seperti di dunia mimpi. Tinggal di sebuah rumah mewah tanpa disiksa siapa pun, sedangkan tinggal di sini diperlakukan seperti princess. Masih tidak menyangka juga dosen kulkas itu seharian memperlakukannya sangat manis. Apakah dosen itu memperlakukannya seperti itu karena merasa kasihan saja melihat fakta secara langsung? drrt…drrt… Melihat sosok sahabatnya menghubunginya tiba-tiba, ia menampakkan senyuman lebar sambil menggeser layar ponsel. “Lu sudah boleh pegang hp emangnya?”“Justru gue sekarang sudah ga tinggal di sana.”“Lho terus lu tinggal di mana sekarang? Orang tua lu kali ini beneran usir lu?”Belinda tertawa kikuk. “Gue tinggal di rumah Pak Brandon sekarang.”“What?!”Spontan Belinda langsung menjauhkan ponselnya dari daun telinga. “Ga perlu pake teriak kali!”“Lu seriusan tinggal bareng dosen killer itu?”“Sebena
Biasanya saat berpapasan dengan Daniel secara tidak sengaja, Belinda bersikap santai, sedangkan sekarang ia bingung harus bersikap apa. Apalagi Daniel tidak boleh tahu rahasia hubungan Belinda dengan Brandon. Mungkin Daniel akan sakit hati mengetahui wanita yang disukainya sejak lama menikahi pria lain. Brandon sebenarnya tahu alasan sikap tunangannya berubah drastis karena bertemu sahabat pria secara tidak sengaja di pusat perbelanjaan. Ia jadi teringat sewaktu di kampus mendengar gosip mengenai hubungan tunangannya dengan pria lain membuatnya ingin marah. Kali ini melihat secara langsung pria itu terlihat manis, rasanya ingin menyingkirkan pria itu dari hadapannya. “Niel, lu sendirian?” sapa Belinda menghampiri sahabatnya sambil membawa beberapa paper bag. “Ya, hari ini kan aturannya gue mau nongki bareng teman gue, tapi mereka tiba-tiba ga bisa.” Sorot mata Daniel tertuju pada sosok pria yang berdiri di belakang sahabatnya. “Yang di belakang lu itu siapa?”Belinda menampakkan se
Belinda sudah menduga tunangannya akan sembarangan menuduh lagi tanpa melihat fakta. Terutama dilihat raut wajah dosen tampan ini seperti ingin menerkamnya, membuatnya mulai canggung sambil menggenggam paper bag. “Aku tidak kencan sama Daniel. Kenapa kamu main sembarangan nuduh sih?”“Lalu, kenapa kamu menyita waktu hampir satu jam hanya karena ngobrol bareng sahabatmu saja?” tukas Brandon semakin meninggikan nada bicaranya. “Itu karena–”Brandon mengambil paper bag tunangannya sedikit kasar sambil membuang muka. “Aku tidak suka calon istriku bersama pria lain terlalu lama.”Mendengar perkataan dosen killer ini, Belinda tertawa kikuk sambil sengaja menyenggol lengan kekar. “Kamu cemburu ya?”Brandon membulatkan mata. “Cemburu apanya? Aku masih benci sama kamu, mana mungkin aku cemburu hanya karena masalah sepele.”“Ya walaupun kamu tidak ngaku, tapi aku tau kamu cemburu.”“Berisik!”*****Agenda hari libur ini tidak hanya belanja di pusat perbelanjaan, mereka juga pergi berkunjung k
Hari Senin adalah hari yang paling dibenci Belinda. Namun, suasana hari Senin kali ini berbeda dari biasanya. Sebelum berangkat ke kampus sudah dibuatkan sarapan oleh sang dosen killer yang akan mengajar juga di kelas pertama. Belinda tertawa kikuk sambil menikmati nasi omelet. “Kenapa kamu tertawa? Rasanya tidak enak?” tanya Brandon dengan nada galak. “Ish pagi-pagi sudah judes amat sih! Masa aku ketawa ga boleh?!”“Habisnya kamu ketawa ga jelas!”“Tenang, rasa nasi omeletnya enak kok. Malahan aku pengen bawa bekal ke kampus.”Brandon menepuk jidat. “Astaga aku lupa masak untuk bekal kita.”“Gapapa. Kalo aku bawa bekal takutnya nanti dicurigai orang. Aku kan ga pernah bawa bekal ke kampus.”Alis sang dosen killer menurun. “Keluargamu memang tega amat ga pernah memperlakukanmu dengan baik.”“Bahkan sebenarnya aku tidak pernah dikasih sarapan seperti ini sebelum berangkat ke kampus. Terima kasih ya sudah buatkan sarapan untukku,” ujar Belinda dengan senyuman manis. Pipi Brandon mera
Persiapan pernikahan hanya membutuhkan waktu selama satu bulan saja. Belinda dan Brandon memutuskan mengadakan pesta pernikahan hanya dihadiri keluarga inti, saudara terdekat, serta kerabat terdekat. Hubungan antara Belinda dan Brandon juga semakin akrab, tetapi di sisi lain masih saling membenci hanya perkara cemburu saja. Brandon masih membenci tunangannya jika sang tunangan sibuk berjalan bersama seorang sahabat pria, sedangkan dirinya sendirian seperti tidak memiliki kekasih. Apakah Brandon sungguh tidak pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita apa pun? Bagaimana dengan sosok wanita cantik ini baru saja tiba di bandara sambil menatap layar ponsel menampilkan foto Brandon? Wanita ini jika dilihat paras wajahnya, usianya mungkin lebih tua dari Belinda, namun tidak beda jauh dengan Natasha. Bisa dikatakan hubungannya cukup akrab dengan Natasha jika dilihat Natasha melambaikan tangan ke arah wanita itu dari kejauhan. “Isabella, sini!” pekik Natasha menampakkan gigi put
Lebih condong Isabella mengajak double date dengan pasangan Daniel dan Yena dulu. Karena satu-satunya yang dekat dengan sosok rekan kerja Isabella yang mencurigakan adalah sepasang teman ini. Isabella ingin mengumpulkan bukti dulu walaupun secara tidak langsung, agar bisa memberanikan diri memberitahukan yang sebenarnya kepada Brandon dan Belinda. Sepasang teman ini diajak berdiskusi di cafe library. Kebetulan Daniel dan Yena juga ingin berjalan-jalan ke lokasi ini. Sebenarnya mereka juga penasaran alasan Isabella memanggil mereka berdua di hari libur karena apa. “Maaf ya aku mengganggu kalian berdua di hari libur,” ucap Isabella menunduk sopan. “Tidak apa-apa, Kak.” Sejenak Daniel menyesap kopi. “Kak Isabella panggil kami ada apa ya? Apa ada tugas kantor tambahan?”Isabella tertawa kecil sambil menggeleng cepat. “Tidak kok. Tenang saja, Pak Brandon tidak akan kasih kalian tugas di hari libur walaupun dia itu atasan galak.”“Kalo bukan masalah pekerjaan, lalu ada apa?” lanjut Yena
Hanya dengan menatap wajah tampan pujaan hatinya sudah berhasil membuatnya tidak takut pada petir sekarang. Seiring berjalannya waktu, rasa takut itu perlahan menghilang berkat teknik pelukan istimewa yang diberikan suaminya setiap hujan petir. Brandon lega melihat istrinya bisa tenang walaupun masih terdengar suara petir. Tangan kanannya mengelus pipi perlahan. “Seandainya sekarang aku masih belum pulang, kamu pasti akan menangis.”“Selain menangis, aku akan kesal padamu karena kamu lebih mementingkan pekerjaan daripada istri sendiri!” “Benarkah? Kalo begitu, apa perlu mulai hari Senin nanti aku harus pulang lebih awal?”Belinda memutar bola mata melihat suaminya bersikap sangat polos. “Kamu terlalu polos. Kalo sampai kamu diomelin, aku kabur dulu ya.”“Aku rela diomelin demi kamu. Aku ga mau kamu tidur sendirian lagi seperti kemarin, sarapan sendirian, berangkat kerja bersama orang lain. Aku ga mau kamu melakukan semua hal seolah-olah kamu belum menikah.”Kepalanya menunduk dan p
Hari ini adalah pertama kalinya Belinda mempresentasikan hasil karyanya di kantor. Belinda sangat berharap Brandon juga menyaksikan presentasi ini sebagai atasannya. Namun, sampai detik ini Brandon masih belum menampakkan batang hidung, ia berusaha tetap tegar dan bersikap profesional di hadapan Isabella, Celine, dan dua sahabatnya. Belinda tidak presentasi sendiri, ia didampingi David juga merupakan rekan timnya. Lima menit lagi presentasi akan dimulai. Semua orang masih menunggu kehadiran Brandon. Isabella hanya bisa pasrah karena dirinya juga tidak bisa berbuat apa-apa. “Sepertinya kita mulai dulu saja tanpa Pak Brandon,” ujar Isabella. Belinda menunduk sambil membuka file materi yang sudah dibuatnya bersama David. Tok…tok… Saat bersamaan, Brandon memasuki ruang rapat ini tergesa-gesa. Belinda membulatkan mata, tidak menyangka Brandon menghadiri rapat sederhana ini padahal sudah sempat diberitahukan Isabella sebelumnya tadi pagi bahwa sepanjang hari Brandon akan menghadiri rap
Belinda menyadari suaminya sedang menyaksikan adegan tidak terduga ini. Langsung menggeleng pelan memberikan isyarat tidak melakukan apa pun bersama David. Brandon tetap bersikap profesional selama di kantor, kali ini tidak ingin mudah terbawa suasana. Di saat salah satu pegawai keluar dari lift bermaksud mengalah, Brandon langsung mengangkat tangan dengan angkuh. “Tidak perlu keluar dari lift, saya naik lift eksekutif saja,” ucapnya dengan nada dingin sambil berbalik badan. Di saat pintu lift tertutup, Belinda kembali bersikap gugup di hadapan David, terus membuang pandangan karena dalam hati merasa sangat berdosa membuat suaminya kecewa kali ini. Selama berbelanja di kafe, Belinda hanya bisa melamun merenungkan apa yang diperbuatnya selama di lift. Sebenarnya bisa dikatakan tanpa dirinya, David bisa membawa semua gelas kopi itu sendirian. Apakah David bersikap seperti ini lagi karena masih belum menyerah walaupun sudah ditolak?Saat melangkah keluar dari lift bersama David, tanpa
Belinda masih bingung situasi yang dihadapinya saat ini diperebutkan tiga pria. Makan malam tim yang harusnya diselimuti suasana hangat, kini merasakan hawa ketegangan di antara tiga pria ini. Apalagi Belinda sangat gugup duduk di antara Daniel dan David, ingin bertukar tempat duduk dengan Isabella yang duduk bersebelahan dengan Brandon. Yena juga sebenarnya tidak nyaman suasana makan malam tim saat ini. Awalnya ingin makan banyak, sekarang tidak bisa menikmatinya dan berusaha mencari segala ide untuk terbebas dari suasana tegang ini. “Omong-omong Pak Brandon, terima kasih atas traktirannya,” ucapnya dengan tawa kikuk. Brandon tersenyum tipis sambil menatap Yena dengan akrab. “Makan sepuasnya ya, Yena.”David mengambilkan beberapa daging tempura untuk Belinda secara spontan, membuat tubuh Brandon langsung kepanasan melihatnya. Di sisi Belinda sangat cemas suaminya akan cemburu lagi akibat melihat adegan tidak terduga ini. Langsung berinisiatif mengembalikan beberapa daging tempura
Ujian tengah semester berakhir dan akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Sebelumnya bisa bertemu suami hanya di kelas, kini bisa bekerja sama dengan suami di perusahaan. Walaupun Brandon adalah dosen killer di kampus dan direktur perfeksionis di perusahaan, tetapi urusan waktu kerja peserta magang tidak mempermasalahkannya meskipun peserta magang tidak bisa bekerja selama delapan jam setiap hari. Apalagi semua peserta magang berasal dari para mahasiswa satu kampus dengan Belinda. Saat menginjak kaki di gedung perusahaan elit, Belinda membelalakan mata menatap seisi gedung dengan pandangan berbinar-binar, membayangkan suaminya selama ini bekerja sebagai direktur seolah-olah seperti karakter utama pria dalam webtoon. Namun, karena keinginannya menyembunyikan rahasia pernikahannya di mana pun, terpaksa memutuskan berperan sebagai peserta magang selama bekerja di kantor ini. Tidak hanya dirinya saja, Daniel dan Yena ikut menjadi peserta magang berkat undangan dari Isabella. Se
Sebagai gantinya sudah belajar mati-matian selama seminggu ujian, Brandon mengajak istrinya bersenang-senang di taman bermain, meskipun kencan bersama Daniel terakhir kali sedikit membawakan kenangan buruk. Brandon juga ingin menghabiskan waktu bersama istrinya lebih lama lagi setelah seminggu ini sibuk bekerja dan rapat bersama para partner bisnis. Baru memasuki area taman bermain saja, Belinda terus menampakkan senyuman sumringah sambil mengayunkan tangan kanan suaminya dengan girang. Melihat tingkah imut istrinya membuat senyumannya semakin melebar. “Imut sekali kamu. Karena sudah lama ga ke sini sama aku?”“Lebih condong sejak aku tinggal bersama keluarga angkatku, aku tidak pernah diajak ke tempat seperti ini.”Brandon menurunkan alis membayangkan selama sepuluh tahun terakhir istrinya disiksa mati-matian seperti cerita cinderella di dunia dongeng. Masih belum memahami kenapa keluarga Natasha ingin mengadopsi Belinda padahal tidak pernah menyukai Belinda. Apakah ada maksud ters
Di sisi lain, Bu Yenny terlihat lesu menatap kaca jendela kamarnya. Walaupun selama ini terlihat baik-baik saja di hadapan putra dan menantunya, tetapi hatinya sebenarnya tidak baik-baik saja. Bertahun-tahun menyembunyikan fakta sebenarnya demi tidak ingin membuka luka masa lalu putranya. Apalagi memiliki prinsip tidak ingin mengganggu kebahagiaan putranya lagi. Langit sudah menampakkan warna jingga, sudah saatnya menantunya mengunjunginya lagi. Sebenarnya segan karena tidak ingin mengganggu waktu belajar saat ujian tengah semester sedang berlangsung. Namun, siapa sangka kali ini menantunya datang bersama putranya. Bu Yenny tersenyum sumringah menyambut kedatangan dua tamu istimewanya. “Ibu kira cuma Belinda yang datang. Bukannya kamu sibuk, Putraku?”Brandon memanyunkan bibir sambil menaruh paper bag berisi bekal dibuatnya di atas meja. “Aku kan kangen ibu. Masa aku ga boleh datang?”Bu Yenny tertawa kecil. “Ibu bercanda doang kok. Kamu marah-marah terus nanti darah tinggi beneran.
Brandon murka mengamati salah satu mahasiswa yang duduk di belakang Belinda berusaha ingin menyontek. Sengaja tidak menampakkan kemurkaannya selama ujian berlangsung, karena tidak ingin mengganggu konsentrasi istrinya sedang serius mengerjakan soal ujian. Saat jam ujian berakhir, semua mahasiswa mengumpulkan lembar jawaban dan soal di meja dosen. Brandon sengaja menahan istrinya dan mahasiswa itu, sedangkan sisanya diizinkan keluar dari kelas. Belinda masih bingung permasalahan apa yang diperbuatnya sampai dipanggil tiba-tiba begini. Apalagi tidak biasanya suaminya menahannya bersama satu mahasiswa yang bukan teman baiknya. “Ada apa, Pak?” tanyanya dengan gugup. Brandon menaikkan alis kanan dan melipat kedua tangan di dada. “Kenapa kamu kelihatan gugup padahal saya tidak berniat mengomeli kamu, Belinda?”“Lalu, kenapa Pak Brandon menahan saya di kelas?”Sorot mata Brandon menajam pada mahasiswa yang berdiri di sebelah Belinda masih tidak menunjukkan rasa berdosa. “Saya mau kasih t