Sesampainya dirumah sakit, Rain menuju UGD. Disana nampak ibunya sedang kebingungan
"Ayah mana bu?" Tanya Rain
"Masih dirawat nak, untung kau cepat datang nak"
"Ayah kenapa?"
"Gula darahnya naik, tadi dia tak sadarkan diri"
"Ya Allah, ayah"
"Ibu sedang bingung bayar rumah sakit, jika tidak bayar nanti ayahmu tak boleh pulang"
Mendengar percakapan ibu dan anak itu Abe pun menghampiri.
"Ibu" Sapa Abe
"Dia siapa nak?" Tanya Ibu pada Rain
"Dia temanku" Rain memperkenalkan Abe
"Oh teman Rain"
"Iya bu, Say Abe"
Ibu kemudian menarik tangan Rain, dengan wajah tak percaya ibupun kembali bertanya.
"Kau nemu pria seperti ini dimana?"
"Dia temanku ibu"
"Kalian hanya teman kan?" Ibu nampak khawatir
"Ibu, tentu saja"
"Kau belum aneh-aneh dengan dia kan?" Tanyanya lagi
"Ibu jangan begitu, nanti dia dengar"
"Kau tinggal dimana?" Tanya ibu pada Abe
"Saya tinggal di Surabaya bu"
Ibu tak berhenti menatap Abe, dia merasa mustahil putrinya yang lugu bisa bertemu Abe yang nampak begitu gagah.
"Keluarga Bapak Eko" Terdengar perawat memanggil nama Ayah Rain.
"Iya" Jawab Rain seraya menuju meja resepsionis.
Melihat Rain berlalu, Abe pun menyusul dibelakang.
"Biaya perawatannya tujuh ratus lima puluh ribu sudah termasuk obat ya kak" Ujar perawat yang ada didepan Rain.
Rain terdiam, dia kemudian membuka dompetnya yang lusuh, dia menarik nafas.
"Pakai debet bisa?" Tanya Abe pada perawat tadi
"Bisa kak" Ujar perawat tadi sambil menerima ATM Abe.
"Ini bukti pembayarannya ya" Sambung perawat tadi.
"Abe sudah, jangan. Aku sudah banyak merepotkanmu"
"Hei tak apa. Uangmu buat kuliahmu saja"
Abe dan Rain pun kembali berjalan mendekati ibu yang masih nampak kebingungan.
"Sudah?" Tanya Ibu cemas
"Sudah bu"
"Habis berapa? uangmu cukup kan?"
"Iya bu, sudah beres. Ayo kita pulang"
"Alhamdulillah, ibu sudah bingung bayar rumah sakit dari mana tadi"
Rain menarik nafas panjang kemudian bersama ibu berjalan menuju ruang dimana ayahnya dirawat.
"Abe, terima kasih ya. Hari ini aku benar-benar berterima kasih padamu. Kau tau, sebenarnya uang kiriman ibuku sudah habis aku pakai untuk biaya hidupku selama sebulan ini. aku tak tega mengatakannya pada ibuku"
Mendengar cerita Rain hati Abe jadi terenyuh. Dia tau betul untuk Rain, dapat berkuliah dikota adalah hal yang mahal. Belum lagi biaya hidup selama berkuliah bukan hal yang murah baginya.
"Iya kau yang sabar ya" Ujar Abe sambil mengelus lembut rambut Rain
"Jangan bilang ibu ku juga kalau biaya rumah sakit ini kau yang bayar ya, nanti dia jadi merasa sungkan"
"Aman nona" Bisik Abe lagi.
Setelah ayah Rain baikan, Abe pun mengantarkan mereka pulang. Rumah Rain terletak disebuah kampung yang cukup ramai dengan jalan masuk yang hanya cukup untuk satu mobil.
Sesekali Abe harus berjalan pelan untuk menghindari motor yang berpapasan dengan mobilnya.
Tiba lah mereka disebuah rumah sederhana dengan halaman yang cukup luas.
"Ayo masuk" Ibu membersilahkan Abe masuk sambil membuka pintu rumah yang nampak sudah sangat reot.
Abe melihat disekeliling rumah, tembok bata yang belum diaci serta atap rumah tanpa plafon menjadi memandangan yang sangat kontras dengan rumahnya. Sambil tembopong ayah Rain, Abe pun masuk menuju ruang tengah.
"Ini rumahku, sederhana dan sangat berbeda dengan rumahmu"
"Yang penting kau bahagia didalamnya"
"Aku masih jauh lebih beruntung dari banyak orang diluar sana, disini aku punya keluarga yang sederhana namun tetap saling menjaga"
"Eh ini sudah sore, aku pamit pulang ya" potong Abe
"Memangnya kau tau jalan pulang?"
"Enggak, memangnya kau tak ikut pulang ke Malang?"
"Iya juga ya, besok aku harus kuliah pagi"
"Ya sudah biar aku antar, sekalian kita pulang"
Rain pun menuju dapur tempat ibunya sedang membuatkan Abe teh
"Ibu aku harus pulang ke kosan, besok aku ada kuliah pagi"
"Biar temanmu minum dulu, sebentar saja"
"Baiklah" Jawab Rain singkat
"Minum dulu ya. Udah terlanjur dibuatkan teh ini" Ibu mempersilahkan
"Iya bu, terima kasih"
Abe pun segera minum dan berpamitan kepada ibu dan ayah Rain.
"Lain kali saya main lagi ya bu, maaf ini saya buru-buru"
"Rain mau bareng ke Malangnya?" Tanya ayah dari kamar
"Iya ayah, nanti sabtu atau minggu Rain pulang lagi ya"
Setelah berpamitan, mereka pun kembali ke kota Malang.
Selama perjalanan Rain sangat bersyukur bisa bertemu Abe yang sangat luar biasa baginya. Tak terasa merekapun tiba di gang tempat Rain kos.
"Terima kasih ya, semoga kau tak bosan membantuku"
"Baiklah nona, aku harus pulang. Sabtu kita ketemu lagi ya. Jangan lupa"
Rain pun turun dari mobil dan melambaikan tangan kearah Abe kemudian berlalu.
Sedang Abe masih terpaku menatap Rain yang berjalan begitu riang menuju kosan.
=======
Setiba dikos, Rain pun membuka barang belanjaan yang tadi sudah dibelinya.
"Waaah kau beli barang apa saja ini" Tiba-tiba Una masuk kamarnya dan membuat Rain terkaget
"Ini tadi.... ah aku kan sudah cerita"
"Ini pasti barang mahal"
"Iya, duh aku jadi bingung harus bagaimana"
"kenapa bingung?"
"Iya itu, Abe. dia....." Belum selesai Rain menjelaskan pada Una dia kembali terkaget saat membuka cluch yang dibelikan Abe
Didalam cluch itu terdapat uang lembaran seratus ribuan yang sangat banyak. Matanya terbelalak kaget sampai mau copot.
"Kamu kenapa?" Tanya Una penasaran
"Ya Allah, Abe"
"Kenapa?" Una makin penasaran
Rain terduduk lemas diatas kasurnya, dia kemudian menghitung lembaran uang yang dimasukkan Abe.
"Dua juta.."
"Waw, dia tau betul kalau kau tak punya uang" Ujar Una menggoda
"Hari ini semua dia belikan padaku, entah berapa total semua barang ini aku sampai tak bisa berkata-kata lagi. Belum selesai semua ini tadi dia juga membayarkan biaya rumah sakit ayahku"
"Hah... ayahmu sakit?"
"Iya, tadi ibu meneleponku saat aku masih di mall, ibu bilang ayah masuk rumah sakit, kami ke Kepanjen dan Abe yang membayar semuanya"
"Dia pria yang sangat baik Rain"
"Tapi aku jadi sungkan"
"Sudahlah, tapi kan dia tak terpaksa"
"Tapi aku yang ngak enak sama dia Una"
"Jangan gitu, jarang-jarang kan kita bisa punya 'sugar daddy' seperti Abe"
"Apa itu sugar, sugar apa?"
"Sugar daddy itu pria yang kaya raya yang mau memberi kita barang-barang mahal"
"Kita?"
"He'eh. Maksud ku kamu"
"Tapi apa tidak apa-apa?" Tanya Rain polos
"Asal dia tak memaksamu tidur denganya, berarti aman"
"Hey, Abe bukan pria seprti itu"
Una hanya tertawa saat melihat Rain kebingunggan.
Kriing... Ponsel Rain berbunyi
"Siapa?" Tanya Una kepo
"Halo" Jawab Rain lirih
"Malam cantik" Terdengar suara Abe dari sebrang telepon
"Hai, eh terima kasih. kenapa kau masukkan uang sebanyak ini di tas pestanya"
"Sudahlah, aku hanya tak ingin kau kekurangan selama kuliah"
"Terima kasih, harus berapa kali aku mengucapkan kata ini padamu hari ini"
Abe hanya membalasnya dengan tertawa.
Melihat Rain sedang begitu mesra menerima telepon dari Abe, Una memilih untuk meninggalkan sahabatnya itu.
====
Bagaimana kelanjutan cerita cinta Rain, ikuti terus ya kelanjutannya
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Rain pun tiba, hari dimana dia akan menemani Abe menghadiri acara pernikahan sepupunya. Semau kemungkinan ada didalam pikirannya, dia sangat cemas jika diacara itu dia akan bertemu keluarga dan teman-teman Abe.Baju yang dibelikan Abe sudah siap dipakainya, sepatu dan tas yang semua berharga mahal itu pun segera dikenakannya."Kau cantik sekali hari ini" Sapa Una saat melihat sahabatnya itu selesai bersiap"Iya aku tak menyangka Abe begitu baik""Baik, kaya, tampan, mmmmm... kau sangat beruntung bisa mengenalnya Rain""Seperti mimpi bisa bertemu dengannya"Una nampak sangat bahagia melihat sahabatnya itu hari ini, mereka kemudian berbincang panjang hingga akhirnya Abe mengirimkan pesan singkat yang memberitahukan kalau dia sudah tiba didepan gang."Ah itu Abe, aku pergi dulu ya, daaa" Pamit Rain pada Una sambil mengunci pintu kamar kosnya."Hati-hati Rain""Iya... kau baik-baik di kosan
Rain kembali kekamar kosnya dengan hati yang sangat kacau, Una yang melihatnya begitu sedih menghapiri"Kenapa Rain""Una, ternyata Abe itu laki-laki bajingan" Rain kemudian menagis sesegukan"Kau ini bicara apa?""Dia tadi mengajakku menikah kontrak dengannya""Apaaa....mungkin dia bercanda""Mana mungkin dia bercanda, dia bilang dia hanya akan menikahiku beberapa tahun saja" Tangis Rain semakin menjadi-jadi"Ah kenapa kau tak tanyakan maksudnya dulu, jangan langsung marah begini""Sudah... sudah jelas dia bajingan. Kalau dia laki-laki baik mana mungkin dia mengajakku nikah kontrak begini""Ya sudah, tinggalkan saja dia""Aku tak menyangka dia seperti itu""Rain, tenang lah. Sudah jangan kau ingat lagi"Rain kemudian menangis sejadi-jadinya dan Una hanya bisa terdiam melihatnya.Una kemudian meninggalkan Rain yang mulai mengantuk. Dia tak berani banyak bicara akan apa yang terjadi pada sahaba
Seminggu setelah meninggalnya ayah Rain, Merekapun kembali kerumah Abe di Malang. Rumah yang ini berada dibelakang mall dimana pertama kali bertemu. Rumah berlantai dua yang sangat mewah dengan cat putih dengan pilar yang membuat rumah ini terlihat sangat megah. Setibanya dirumah Abe mempersilahkan Rain masuk."Masuklah, kau tinggal disini sekarng, nanti ku bantu mengambil barang-barang dikosanmu""Bukannya dulu kau bilang ini rumah temanmu?""Saat itu aku hanya pura-pura saja""Pura-pura?" Ujar Rain dengan wajah datar"Ayo masuk"Rain nampak begitu takjub dengan dekorasi rumah itu, sangat berkelas tak seperti rumahnya yang dindingnya saja tak di aci."Kau tidur dikamar utama di lantai dua ya, aku sudah meminta asisten rumah tangga untuk membereskannya"Hati Rain masih tak menentu, entah dia harus senang atau sedih menjalani pernikahan pura-pura ini, dia kemudian menuju kamarnya dengan
Rain kemudian menuju dapur dan menenangkan diri disana, Yani yang tau betul suasana hatinya mencoba menuangkan air putih dalam gelas mewah yang ada dirak piring."Ini nyonya, minumlah""Terima kasih ibu""Tuan memang seperti itu semenjak mendiang istri tuan meninggal""Dia kenapa?""Dulu tuan tidak begitu, tapi sepertinya tuan jadi sangat cemburu jika ada yang dekat dengan anak-anaknya""Tapi dulu dia tidak begitu ibu, yang ku kenal Abe sangat manis""Entahlah, dia sangat takut ada perempuan lain yang bisa dekat dengan anak-anaknya, seakan tuan tak ingin posisi ibu kandung anak-anaknya terganti oleh siapapun""Ow begitu, bisa jadi sih. Tadi dia sangat marah saat aku berusaha dekat dengan Gia""Ya begitulah tuan" Yani kemudian menarik nafas panjang"Tak apa ibu, semua akan segera berakhir, aku akan membuatnya bersedia menerimaku sebagai ibu anak-anaknya kini""Apa nyonya yakin?""Kita lihat saja" Jawa
Sore itu Isa juga bercerita sedikit tentang Lidya, mendiang Istri Abe. Baginya Wanita itu adalah cinta pertama bagi kakaknya, tak ada yang dapat membuat Abe buta akan cinta selain Lidya. Namun sayang, selama pernikahan mereka Istri Abe ini terbilang sangat ringkih, mudah sakit.Pernah suatu ketika hanya karena kehujanan Lidya bisa sampai mimisan dan yang paling parah karena selimut lupa dicuci, tubuhnya bentol-bentol berhari-hari."Tapi ya begitulah, hidup ini adil Rain. Saat Lidya sangat lemah Abe lah yang menutupi semua kekurangan istrinya itu" Cerita Isa pada Rain."Aku rasa Abe memang pria yang baik, hanya saja dia masih enggan untuk melupakan mendiang istrinya itu""Karenanya kau harus sabar ya""Semoga, aku tak tau apa yang akan terjadi besok" Tutup Rain dengan wajah sedih.Isa yang melihat wajah sedih Rain tau betul bahwa gadis muda itu tak benar-benar berani menghadapi Abe yang tampaknya galak namun sebenarnya sangat pengertian. Saat
Setelah makan malam Gia nampak tak enak badan, dia kemudian meminta pengasuhnya mengantarkannya kekamar tidur."Ibu Yuyun aku pusing" Ujar Gia saat berjalan menuju kamar"Ibu pijat ya nak" Kata Yuyun sambil membaringkan Gia ketempat tidur dan mulai memijat punggung gadis kecil itu"uoooooookkk" Gia muntah banyak sekali"Gia...." Teriak Yuyun yang membuat Abe menghampiri"Gia kenapa?" Abe menghampiri putrinya"Pusing papi...pusing""Papi panggil Dokter ya"Gia mulai menangis, Lia pun menghampiri adiknya dengan wajah sangat cemas."Halo dokter, putriku sakit. Tolong segera kemari" Telepon Abe pada dokter pribadinyaTak lama kemudian dokter datang dan memeriksa Gia."Putriku kenapa dokter?" Abe penasaran"Ini masalah psikologi pak, sebaiknya jangan bertengkar didepan putri bapak""Ah iya, tadi sore ada pertengkaran memang""Anak seusian Gia memang sangat sensitif, bapak harus benar-benar m
Setelah kejadian kemarin yang cukup menegangkan, hari ini terasa lebih menyenangkan. Abe bangun tidur dengan senyum yang mengembang begitu pun anak-anak. Setelah menyelesaikan sarapan bersama dengan roti bakar dan susu murni mereka telah siap memulai hari ini dengan setumpuk aktifitas masing-masing.Tak lama setelah siap, anak-anakpun naik mobil dan diantar supir menuju sekolah. Sedangkan Abe memilih berangkat kekantor dengan menyetir sendiri mobilnya."Aku berangkat ya" Pamit Abe pada Rain."Iya, hati-hati dijalan ya""Jangan lupa makan siang, aku pulang agak telat"Merasa jenuh terus berada didalam rumah, Rain mulai berjalan-jalan diteras belakang rumah. Nampak banyak sekali tanaman yang kurang terawat, dia kemudian mulai membersihkan beberapa tanaman. Tak berapa lama kemudian ponselnya berbunyi, Rain bergegas menjawab panggilan telepon itu."Halo...""Rain, ini Abe""Ada apa?""Kertas kerjaku ketinggalan dimeja kerjak
Hari menjelang siang, Abe pun pamit kepada rekan-rekan kerjanya. Dia kemudian mengajak Rain menuju salah satu mall yang tak jauh dari kantornya sembari makan siang. Rain nampak sangat bersemangat berjalan disamping Suaminya itu."Mumpung Abe ngak galak" PikirnyaSetelah menuruni lift, Abe mulai melajukan mobilnya. Rain duduk disampingnya sambil mengingat-ingat jalan yang mereka lalui.Setiba di mall, Abe kemudian memarkirkan mobil tak jauh dari pintu masuk mall."Ayo turun""Asiiik""Seneng banget kayaknya""Iya lah, ah besok aku mau kekantormu lagi biar pulangnya ke mall lagi""Ih ya ngak tiap hari juga lah" Jawab Abe sambil melotot.Mereka pun memasuki mall, Rain melihat-lihat snack yang dipajang begitu menggiurkan sepanjang jalan masuk. Abe hanya mengikuti langkahnya dari belakang."Kamu mau makan apa?" Tanya Abe"Apa ya? aku belum pernah kesini""Nasi atau pizza" Abe memberikan pilihan"Na
Setelah kejadian penuduhan terhadap Una, kini Rain semakin tau siapa Ibu Kara. Dia jadi lebih hati-hati pada asisten rumah tangganya itu. Tak banyak bicara dia kini pada Ibu Kara. Setiap wanita paruh baya itu mengajaknya berbicara dia kini memilih untuk banyak diam."Kenapa kau jadi seperti itu Rain?" Tanya ibunya"Kenapa bu?""Kau jadi tampak berbeda sekang.""Tidak ada yang terjadi, aku hanya berhati-hati pada asisten rumah tanggaku saja"====Hari ini Rain memberanikan diri untuk pergi kekampus, sudah banyak sekali ketertinggalannya distudinya ini. Setelah bersiap diapun kemudian berpamitan dengan Abe."Aku pegi kuliah dulu ya." Pamit Rain"Baiklah, hati-hati." Jawab Abe dingin.Rain membuka pintu dan pergi sambil melambaikan tangannya tanpa balasan dari suaminya.Saat sampai dikampur Rain sedikit heran, mengapa kampus tampak sepi berbeda dari hari-hari biasanya."Rain..." Seru seseorang dari belakang
Pagi ini udara di Malang sangat sejuk, embut turun dengan begitu indah membuat suasana menjadi sangat lembut. Rain bersiap untuk pergi kuliah karena minggu lalu tak datang satu haripun karena mengurusi suaminya dirumah sakit.Tak mau menghabiskan waktu, diapun segera turun untuk sarapan pagi. Ibu Kara nampak sudah menyiapkan sepotong roti dengan selai anggur kesukaannya beserta segelas susu yang selalu harus diminum anggota keluarga Abe setiap hari.Setelah Rain menyelesaikan sarapannya Unapun menghampiri."Hari ini kau akan berangkat kuliah juga?" Tanya Una"Iya aku sudah ketinggalan jauh sekali" Ujar Rain sambil menghela nafas panjang.Una kemudian membuka tas yang dibawanya, dia kemudian terkaget ketika melihat didalam tasnya itu ada sebuah benda yang tak dikenalnya."Hei itukan..." Teriak Rain kaget melihat sapu tangan Abe ada didalam tas sahabatnya itu."Rain aku tidak tau bagaimana benda ini ada disini" Ujar Una terkaget
Hari ini Keluarga Abe memilih pulang ke Malang untuk masa penyembuhan Abe, Mereka merasa jika tinggal di Surabaya, Abe ngak akan bisa istirahat secara total karena dia akan selalu menginggat akan pekerjaannya yang tak pernah berkurang.Mobil pun disiapkan untuk keberangkatan mereka semua ke Malang, tak lupa mereka membawa sedikit perbekalan untuk cemilan selama diperjalanan.Setelah semua siap merekapun berangkat. Perjalanan hari ini tanpa hambatan, cukup 2 jam saja mereka sudah tiba dirumah Malang."Selamat datang" Sambut Ibu Rain saat mereka membuka pintu"Ibu apa kabar?" Rain menyapa dengan penuh kerinduan"Alhamdulillah baik. Ibu dan Ibu Kara sudah memasak untuk kalian semua, ayo segera disantap. Kalian pasti kelaparan.""Terima kasih, yuk kita makan" dan merekapun bergegas menuju ruang makan.Obrolan ringanpun bersautan terdengar selama makan siang itu, ayam goreng buatan ibu laris disantap anak-anak sedang Abe lebih memilih maka
Sorepun menjelang, Gia yang terlelap akhirnya terbangun. Begitu bangun dia segera meminta duduk disamping papinya."Gia peluk papi ya, biar papi cepat sembuh" Gia kemudian memeluk Abe dengan manja"Gia kangen papi ya?" Abe nemerima pelukan putri kecilnya itu dengan sangat mesra"Iya papi jangan sakit, Gia sediiiiiiih kalau papi ngak peluk Gia""Papi ngak lama kok sakitnya, setelah sembuh papi janji ngak akan sakit lagi biar bisa peluk Gia terus ya""Iya papi, tapi papi ya kakak Gio sekarang ngak mau bobo bareng Gia lagi""Kenapa begitu?" Tanya Abe"Katanya Gia kalau nangis kenceng, bikin pusing"Melihat tingkah Gia, Rainpun tak kuasa menahan gemes."Gia, boleh mami cubit pipinya?" Pinta Rain sambil mencubit Gia"Mami gemes ya sama aku, ya kan aku anak papi yang paling gemesin"Saat Rain sedang berbincang dengan Gia tiba-tiba Isa masuk keruangan itu dengan wajah tak senang."Gia sedang apa disini? Ayo
Sakitnya Abe hingga dirawat dirumah sakit, membuat Rain tak dapat mengikuti praktikum yang sudah dia jadwalkan minggu lalu. Hal ini membuat pihak kampus menghubunginya via sambungan telepon.Kriiinggg... Ponsel Rain berbunyi kencang"Halo.." Rain menjawab singkat"Selamat pagi, benar ini Rain Purnamawati?" Tanya penelepon dengan sopan"Benar itu saya, maaf ini dengan siapa ya?""Ini dari kampus kak, kakak minggu ini ada jadwal praktikum tapi tidak kakak hadiri""Oh iya, maaf saya lupa. Suami saya sakit. Jadi bagaimana ya?""Masih bisa dijadwalkan ulang kak, tapi baru semester depan""Mmmm... ya sudah tak apa biar semester depan saya ulang, saya tidak bisa meninggalkan suami saya saat ini.""Tak apa kak, saya hanya menyampaikan saja""Terima kasih infonya ya"Rain kemudian menutup sambungan telepon tadi dengan wajah sedih."Kamu kenapa?" Tanya Abe yang masih terbaring lemah ditempat tidur"Tadi
"Raiiin..." Bisik Abe sambil meraih tangang istrinyaRain terbangun dan segera menghilangkan kantuknya"Ada apa?""Pasangkan pispot... aku mau buang air kecil""Pasang? Pispot itu yang mana?" Rain kebingungan"Biasanya ada dibawah tempat tidur"Rain membungkuk dan melihat sebuah benda berbahan stainless, setelah meraihnya Rain nampak kebingungan"Bagaimana memasangnya?""Aku mau pipis, buruan sedikit kenapa sih?" Abe mulai kesalRain yang kebingungan kemudian mencoba memasangkan pispot untuk Abe."Aku harus memegang....""Cepat kau mau aku mengotori kasur ku""Iya sabar"Rain hanya menutup matanya sambil menunggu suaminya itu selesai buang air kecil. Dia tak menyangka merawat orang sakit benar-benar butuh keberanian yang besar. Setelah Abe selesai, Rain kemudian nampak bingung melepas pispot tersebut."Apa yang kau lihat..." Abe nampak tak nyaman"Ah tidak.. baik... sebenta
Tiba didalam kamarnya perut Abe terasa sangat sakit, seperti ditendang dengan sangat kencang. Abe yang tak kuasa dengan rasa sakit itu kemudian berteriak dengan sangat keras."Aaaaah...." Abe tersungkur sambil memegangi perutnyaRain yang mendengar teriakan suaminya itu dari balik kamar segera menghampiri dengan sangat cemas."Abe.. ada apa?" Rain mencoba menbaringkan suaminya yang masih sangat kesakitan"Papi.... papi kenapa?" Lia menghampiri papinya sambil berusaha menghubungi dokter lewat ponselnya"Halo dokter, papiku sakit tolong kemari... cepatttt" Pekik Lia sambil terus memeluk papinya"Ada apa ini?" Mama menghampiri sambil terkaget"Sakit ma, perutku sakit sekali" Jawab Abe sambil terus memegangin perutnya."Beri Abe ruang, ayo bawakan air hangat untuk meredam sakitnya" Perintah mama pada Lia dan Rain."Baik ma, aku saja yang ambilkan" Ujar Rain sambil bergegas menuju dapur.Tak berapa lama kemudian Rain m
Tak terasa malampun tiba dan Rain kembali kekamarnya, sebelum sampai ditangga rumah ponselnya berdering. Buru-buru Rain menjawab panggilan telepon itu."Halo..." Rain menjawab dengan nada lirih"Hai Rain, besok ada kurir yang akan antarkan teko untuk menggantikan teko nenek yang kau pecahkan" Terdengar Abe berbicara sedikit terburu-buru""Baiklah, oh iya aku mau minta ijin. Temanku Una mau tinggal disini dengan ku, Apa boleh?""Terserah kau saja, aku sedang sibuk" Jawab Abe singkat."Oooh, baiklah salam ke......" Belum selesai Rain mengucapkan salam Abe sudah lebih dulu menutup teleponnya.Mendengar ijin Abe, Rain tersenyum lebar. Dia kemudian berjalan dengan setengah berlari menuju kamar tidurnya."Ibu, tadi Abe sudah mengijinkan Una tinggal disini" Rain sangat riang"Kau ini, apa kau tak pertimbangkan apa yang ibu bilang tadi""Ibu jangan begitu, Una sangat membutuhkan bantuan ku. Mengertilah""Baik, tapi jika s
Setelah kejadian pecahnya teko antik milik Nenek, Rain merasa sangat bersalah. Dia berusaha menenangkan diri namun dia benar-benar tak sanggup menutupi ketakutannya itu."Sudah Rain, nanti juga Abe pasti mau mengerti" Ujar Una berusaha untuk menenangkan Rain"Kau tak tau siapa Abe, dia pasti sangat marah akan apa yang ku perbuat ini""Tapi kan memang sudah pecah mau bagaimana lagi?"Tak lama kemudian ponsel Rain kembali berdering"Abe..." Rain terkaget, dia berusaha menenangkan diri kemudian mengangkat ponselnya"Iya Abe" Jawab Rain sambil mengangkat telepon"Sudah, jangan pakai apapun dirumah itu apa lagi jika barang itu punya keluargaku." Abe terdengar sangat marah"Iya, tadi aku tidak sengaja...""Nanti aku ganti pokoknya sampai aku datang pakai saja barang-barang yang sudah diluar tak perlu kau mencari-cari barang yang ada dilemari""Iya Abe... Maaf"Abe langsung mematikan sambungan teleponnya, Rain tau