Setelah makan malam Gia nampak tak enak badan, dia kemudian meminta pengasuhnya mengantarkannya kekamar tidur.
"Ibu Yuyun aku pusing" Ujar Gia saat berjalan menuju kamar
"Ibu pijat ya nak" Kata Yuyun sambil membaringkan Gia ketempat tidur dan mulai memijat punggung gadis kecil itu
"uoooooookkk" Gia muntah banyak sekali
"Gia...." Teriak Yuyun yang membuat Abe menghampiri
"Gia kenapa?" Abe menghampiri putrinya
"Pusing papi...pusing"
"Papi panggil Dokter ya"
Gia mulai menangis, Lia pun menghampiri adiknya dengan wajah sangat cemas.
"Halo dokter, putriku sakit. Tolong segera kemari" Telepon Abe pada dokter pribadinya
Tak lama kemudian dokter datang dan memeriksa Gia.
"Putriku kenapa dokter?" Abe penasaran
"Ini masalah psikologi pak, sebaiknya jangan bertengkar didepan putri bapak"
"Ah iya, tadi sore ada pertengkaran memang"
"Anak seusian Gia memang sangat sensitif, bapak harus benar-benar menjaga perasaannya"
"Lalu bagaimana ini dokter"
"Bapak tanyakan saja padanya, dia mau apa, kemudian turuti. Dengan begitu suasana hatinya akan berubah lebih baik dan dia akan sembuh dengan sendirinya. Tak perlu obat kok"
"Baik dokter kalau begitu biar saya tanya apa yang dia inginkan"
Mendengar hasil diaknosa dokter itu Abe merasa sangat bersalah, dia kemudian bertanya apa yang Gia mau dan berjanji pada dirinya akan memenuhi apapun yang Gia mau.
"Sayang" Abe memeluk lembut putrinya yang sedang terduduk lemas
"Papi... Gia pusing"
"Iya sayang, maafkan papi ya. Gia mau kan maafkan papi"
"Gia sayang papi, Gia maafkan papi kok"
"Gia mau apa, coba papi mau dengar"
Gia kemudian menatap mata papinya yang nampak sangat khawatir
"Gia mau dipeluk-peluk mami Rain, terus di pijat-pijat kaya kemarin"
"Mmmmm..." Abe nampak bingung dengan jawaban putrinya itu
"Papi, kalau Gia bobo sama mami Rain, bobo Gia nyenyak sekali terus cepet bobonya"
Abe makin pusing, dia kemudian menarik nafas panjang
"Boleh bobo sama mami Rain, tapi dikamar papi ya"
"Gia sayaaang banget sama papi, papi tuh baik banget sama Gia" Jawab Gia dengan wajah yang berubah sumringah.
"Iya, tapi Gia janji cepat sembuh terus jangan bikin papi khawatir lagi ya"
"Ok papi sayangku yang ganteng"
Abe kemudian menggendong putrinya menuju kamarnya. Sebelum naik kelantai dua tak lupa Abe berterima kasih pada dokter pribadinya dan mempersilahkannya pulang.
Rain yang melihat Gia digendong Abe masuk nampak senang sekaligus bingung.
"Gia hari ini boleh bobo sama mami, iya kan pi" Ujar Gia sambil memandang wajah papinya yang masih tak karuan
"Iya sayang, kita tidur ya. Hari ini papi pusing sekali, sebenarnya yang harus muntah itu papi lo bukan Gia" Goda Abe pada Rain
"Gia tadi muntah?"
"Iya mami, kata om dokter itu sakit siko apa pi"
Abe hanya tersenyum kecut
"Itu faktor psikologi sayang, Gia itu masih belum boleh liat pertengkaran"
"Iya, mangkanya papi sayang-sayang kakak-kakak saja, jangan teriak-teriak. Gia takut" Gia kemudian memeluk Rain dengan manja
"Apa iya begitu?" Tanya Rain memastikan
"Iya, dokter tadi bilang begitu" Ujar Abe
"Oh sayang, ya udah Gia jangan takut. Papi janji kok ngak akan marah-marah ke mami lagi. Ya kan papi?" Rain menggoda Abe
"Ahhhh... papi capek. Papi bobo aah"
Rain tersenyum melihat tingkah suaminya itu, setelah lampu kamar dimatikan merekapun tertidur pulas.
====
Keesokan harinya Gia terbangun dengan penuh senyum, dia bahagia sekali bisa tidur diantara mami dan papinya. Sesuatu yang telah lama dirindukannya.
"Mami...bangun sudah pagi" Gia membangunkan Rain sambil tak melepas pelukannya.
"Iya sayang, mami sudah bangun kok"
"Ayo main sama Gia"
Begitu mendengar perkataan Gia, Abe langsung terduduk
"Sementara mami diam dikamar dulu ya Gia, papi ngak mau kakak Lio marah lagi kayak kemarin"
"Kenapa kakak harus marah melihat mami?"
"Nanti papi ceritakan ya, sementara kita main dikamar saja dulu"
"Mami kan sayang-sayang Gia, berarti sayang-sayang kakak-kakak juga kan?"
Abe dan Rain saling berpandangan, mereka tau gadis kecil itu tak benar-benar mengerti kondisi yang terjadi dirumah itu. Abe kemudian menarik nafas dan mulai bercerita pada Gia berharap gadis itu mau mengerti
"Kakak Lio sayang sekali sama mami Lidya, kakak takut mami Rain itu akan menghapus semua kenangannya ke mami Lidya. Itulah kenapa dia marah kemarin sayang"
"Papi, kenapa kakak berfikir begitu?"
"Nah itu yang papi belum tau, bagaimana kalau kita tanyakan ke kakak"
"Jangan Abe, nanti dia marah lagi" Cegah Rain
Abe kemudian melempar senyum sambil mengangguk kearah Rain
"Ayo Gia kita tanya, tapi mami disini aja ya" Ajak Abe
Rain menarik nafas tak percaya, dia masih takut kejadian kemarin terulang. Abe beranjak menuju kamar Lio sambil menggendong Gia.
Lio nampak masih tertidur dengan selimut menutupi tubuhnya hingga bahu
"Lio papi boleh bicara"
"Iya kakak papi mau bicara"
"Mau bicara apa lagi?" Tanya Lio dengan nada masih kesal
"Gia sayang kakak Lio, jadi kakak jangan marah ke Gia ya"
Lio kemudian membalikkan tubuhnya dan mulai menyimak perkataan papinya
"Sayang, kau masih marah ke Rain kah?"
"Menurut papi bagaimana?"
"Lio, Rain hanya datang untuk menemani papi, dia tak mungkin pernah bisa menggantikan mamimu, percayalah. Kita akan tetap menjaga kenangan mami dihati kita"
Lio kemudian menatap mata Abe, dia masih marah sekali karena merasa Rain datang terlalu cepat dalam rumah itu.
"Apa papi tak bisa menjaga sumpah papi ke mami Lidya?"
"Lio, ada hal yang belum kau mengerti. Kadang papi juga butuh teman untuk ......"
"Untuk apa?"
"Kau belum mengerti tapi setiap manusia butuh teman untuk berbagi sayang"
"Itu alasan papi saja kan?"
"Begini saja, biar mama Isa yang jelaskan padamu ya"
Dengan bingung Abe kemudian menelepon adiknya Isa dan tak lama kemudian Isa datang dengan wajah bingung.
"Aku harus bicara apa ke anakmu?" Tanya Isa
"Jelaskan saja, kalau aku butuh teman, atau bilang saja Rain tak akan menggantikan Lidya. aaah aku bingung Isa"
"Begini saja, kita bilang agar dia harus pelan-pelan menerima Rain, bagaimana?"
"Terserah kau saja lah" Ujar Abe sambil menghela nafas.
Isapun mulai menjelaskan posisi Rain dirumah itu, awalnya Lio yang tak menerima keberadaan Rain lama-lama mau mengerti juga.
"Jadi seperti Lio yang butuh teman untuk bercerita kepada teman wanitamu, papimu pun begitu. Selain itu Lio kan tau, Gia sangat-sangat haus akan kasih sayang seorang ibu dan papi berharap Rain bisa mengisi kehausan itu."
"Iya mama, aku minta maaf. Tapi mungkin aku tetap butuh waktu untuk bisa menerimanya dirumah ini"
"Pasti sayang"
"Aku ngak mau panggil dia mami"
"Terserah Lio kalau itu, tapi ingat kau harus tetap berusaha, kita juga akan terus menyayangi mamimu sama seperti dulu."
"Kalian janji"
"Tentu saja sayang"
Abe yang melihat putranya itu melunak nampak lega.
Setelah kejadian kemarin yang cukup menegangkan, hari ini terasa lebih menyenangkan. Abe bangun tidur dengan senyum yang mengembang begitu pun anak-anak. Setelah menyelesaikan sarapan bersama dengan roti bakar dan susu murni mereka telah siap memulai hari ini dengan setumpuk aktifitas masing-masing.Tak lama setelah siap, anak-anakpun naik mobil dan diantar supir menuju sekolah. Sedangkan Abe memilih berangkat kekantor dengan menyetir sendiri mobilnya."Aku berangkat ya" Pamit Abe pada Rain."Iya, hati-hati dijalan ya""Jangan lupa makan siang, aku pulang agak telat"Merasa jenuh terus berada didalam rumah, Rain mulai berjalan-jalan diteras belakang rumah. Nampak banyak sekali tanaman yang kurang terawat, dia kemudian mulai membersihkan beberapa tanaman. Tak berapa lama kemudian ponselnya berbunyi, Rain bergegas menjawab panggilan telepon itu."Halo...""Rain, ini Abe""Ada apa?""Kertas kerjaku ketinggalan dimeja kerjak
Hari menjelang siang, Abe pun pamit kepada rekan-rekan kerjanya. Dia kemudian mengajak Rain menuju salah satu mall yang tak jauh dari kantornya sembari makan siang. Rain nampak sangat bersemangat berjalan disamping Suaminya itu."Mumpung Abe ngak galak" PikirnyaSetelah menuruni lift, Abe mulai melajukan mobilnya. Rain duduk disampingnya sambil mengingat-ingat jalan yang mereka lalui.Setiba di mall, Abe kemudian memarkirkan mobil tak jauh dari pintu masuk mall."Ayo turun""Asiiik""Seneng banget kayaknya""Iya lah, ah besok aku mau kekantormu lagi biar pulangnya ke mall lagi""Ih ya ngak tiap hari juga lah" Jawab Abe sambil melotot.Mereka pun memasuki mall, Rain melihat-lihat snack yang dipajang begitu menggiurkan sepanjang jalan masuk. Abe hanya mengikuti langkahnya dari belakang."Kamu mau makan apa?" Tanya Abe"Apa ya? aku belum pernah kesini""Nasi atau pizza" Abe memberikan pilihan"Na
Pagi ini semua bangun lebih pagi, Rain kemudian membantu asisten rumah tangga untk menyiapkan sarapan seluruh anggota keluarga.Roti bakar, selai coklat dan susu murni tertata rapi dimeja beberapa saat sebelum anak-anak turun untuk sarapan. Abe yang nampak sudah siap dengan pakaian kerjanya, mengecek kembali semua keperluan kerjanya hari ini dengan lebih santai.Setelah semua siap, sarapan pagipun segera dimulai"Hari ini mami Rain pulang ke Malang ya""Yaaa... Gia ditinggalin" Gia nampak kecewa"Nanti sabtu mami balik lagi kok sayang" Rain mencoba menjelaskan"Jangan lama-lama mami, Gia kangen mami" Jawab gadis kecil itu lagiRain hanya tersenyum dan melanjutkan sarapannya. Anak-anak yang lain tampak tak terpengaruh dengan pengumuman dari Abe dan hanya melanjutkan sarapan mereka.Setelah selesai sarapan mereka pun pergi dengan mobil masing-masing, Rain pun menuju mobil yang sudah disiapkan sopir."Aku berangkat ya" Pami
Setelah Una pulang, Rainpun mengirimkan pesan WA kepada Abe, dia berharap suaminya itu mau mengijinkan ibunya tingga bersamanya walau beberapa hari bagus lagi jika boleh berlama-lama dari pada rumah itu sepi."Abe, kau sibuk?" Pesan Rain pada Abe memulai pembicaraan.Membaca pesan Rain, Abe kemudian menelepon istrinya itu"Ada apa? aku malas ngetik""Abe aku sudah di Malang, Urusan kos sudah beres""Uang sewa kos bulan ini sudah kau bayarkan?""Iya sudah beres pokoknya""Ok terus ada apa?""Abe, bolehkan ibuku tinggal dirumah ini dengan ku?""Tentu saja, lakukan yang kau suka" Jawab Abe lagi"Boleh lama?""Tak apa, itu kan rumahmu sekarang. Lagi pula kan yang kau ajak ibumu. Jadi tak usah lah kau ijin dulu padaku""Aku takut kau marah""Hmmmmm.... semenakutkan itukah aku?""Iya... lupa kalau kau marah seremnya seperti apa?""Ahhh biasa aja, lagi pula kapan aku marah?""Ya
Kehadiran Ibu sungguh membuat hati Rain sangat senang, dia tau betul hanya ibunya tempatnya menceritaikan semua isi hatinya saat ini, Ibu pun mendengarkan cerita putrinya.Sambil berbaring dipangkuan ibunya, Rain terus bercerita,"Sebenarnya Abe punya putri yang sangat lucu bu, tapi ya karena masih sekolah di Surabaya jadinya aku ngak bisa bertemu dia setiap hari" Rain mulai bercerita"Tak apa nak, nanti kapan-kapan kita main kerumah Abe di Surabaya ya" Ibu menjawab sambil tersenyum"Oiya, ibu suka baju pemberian Abe?" Rain bangkit dari pembaringannya kemudian menatap wajah ibunya"Belum ibu coba, nanti lah" jawab ibu sambil membelai rambut putrinya itu"Abe beli dimall besar bu, aku ingin sekali ibu kesana, tempatnya sangat bagus" Rain bercerita begitu bersemangat"Iya, nanti ajak ibu liat-liat ya, pasti seru sekali" Ibu membalas sambil tersenyumRain bangkit lagi dari pangkuan ibunya, kemudian berjalan menuju da
Saat ibu mulai bercerita tentang sinetron kesukaannya itu, Abe menelpon "Halo..." Jawab Rain begitu menganggkat ponselnya "Rain, mama ngak apa-apa, cuma ada benturan dikepalanya. Kau tak usah cemas ya" "Alhamdulillah kalau mama baik-baik saja" "Iya aku dan anak-anak menginap di Jogja mungkin dua atau tiga hari ya" "Oooo... Iya tak apa, tunggu sampai mama cukup sehat saja" "Setelah itu sepertinya mama tinggal dengan aku saja dulu di Surabaya" "Iya tak apa, lebih baik begitu. Kasihan kalau mama tinggal terpisah dari Abe" "Terima kasih kau begitu pengertian" Jawaban Abe ini membuat jantung Rain berdegub sangat kencang. Wajah Rain kemudian memerah dan membuat ibu tersenyum simpul. "Baiklah kalau begitu, aku tutup telponnya ya" Ujar Rain salah tingkah "Oh iya, kau istirahat saja, ibu ada disitu kan?" "Iya ada, kenapa?" "Tidak, rumahku itu sepi sekali kalau malam, mangkanya mending kau tidur de
Rain menutup sambungan teleponnya dengan Abe dan beranjak menuju dapur, dia kemudian memasak nasi sambil menunggu Ibunya bagun.kreeeeeek ..... Terdengar seseorang membuka pintu belakang dengan sedikit memaksa.Rain yang kaget segera melemparkan badannya mengarah kesumber bunyi."Ibu....." Rain kaget sambil terbelalak"Kenapa kau seperti melihat hantu?""Aku pikir ibu masih tidur""Haah masih tidur? Kau ini, ibu sudah bangun dari tadi""Kok aku tidak mendengar ibu meninggalkan kamar?""Kau tertidur terlalu nyenyak sampai tak dengar ibu pergi""Oh, ibu dari mana?""Jalan-jalan pagi, ternyata perumahan ini luas juga""Ibu pergi sendiri?""Iya nona, aku pergi berkeliling sendiri. Kan kau masih tidur""Udaranya pasti segar, aku juga maulah jalan-jalan""Jangan...!" Cegah ibu"Kenapa?""Disini banyak anjing berkeliaran, ibu juga buru-buru pulang."Wah masa???"&nb
Setelah merasa cukup, Kara kembali kekamarnya untuk membersihkan diri. Setelah itu dia kemudian mulai kedapur untuk mengecek kondisi kebersihan dapur yang nampak sangat mewah itu.Nampak hanya beberapa kaleng sarden serta potongan sayuran terdapat didalam tempat sampah, dia juga kemudian mengecek ketersediaan beras yang ada dalam kotak taperware besar tak jauh dari rice cooker.Setelah mengawasi dapur, Kara kemudian menuju ketempat penyimpanan kebutuhan pokok, disana terdapat sabun mandi, sampo, ditergen dan masih banyak lagi barang yang semuanya masih tertata sangat rapi tanpa sedikitpun sudah pernah digunakan."Sabunnya masih lengkap bu?" Tanya Kara saat Rain menghampiri"Iya, kalau mencuci aku beli sabunnya sendiri""Kenapa tidak pakai yang ada dilemari ini?""Aku pikir semua ini untuk dijual lagi""Ah tentu bukan, ini semua bisa digunakan kok""Tapi apa Abe tidak marah?"Mendengar jawaban Rain, Kara nampak terkaget.
Setelah kejadian penuduhan terhadap Una, kini Rain semakin tau siapa Ibu Kara. Dia jadi lebih hati-hati pada asisten rumah tangganya itu. Tak banyak bicara dia kini pada Ibu Kara. Setiap wanita paruh baya itu mengajaknya berbicara dia kini memilih untuk banyak diam."Kenapa kau jadi seperti itu Rain?" Tanya ibunya"Kenapa bu?""Kau jadi tampak berbeda sekang.""Tidak ada yang terjadi, aku hanya berhati-hati pada asisten rumah tanggaku saja"====Hari ini Rain memberanikan diri untuk pergi kekampus, sudah banyak sekali ketertinggalannya distudinya ini. Setelah bersiap diapun kemudian berpamitan dengan Abe."Aku pegi kuliah dulu ya." Pamit Rain"Baiklah, hati-hati." Jawab Abe dingin.Rain membuka pintu dan pergi sambil melambaikan tangannya tanpa balasan dari suaminya.Saat sampai dikampur Rain sedikit heran, mengapa kampus tampak sepi berbeda dari hari-hari biasanya."Rain..." Seru seseorang dari belakang
Pagi ini udara di Malang sangat sejuk, embut turun dengan begitu indah membuat suasana menjadi sangat lembut. Rain bersiap untuk pergi kuliah karena minggu lalu tak datang satu haripun karena mengurusi suaminya dirumah sakit.Tak mau menghabiskan waktu, diapun segera turun untuk sarapan pagi. Ibu Kara nampak sudah menyiapkan sepotong roti dengan selai anggur kesukaannya beserta segelas susu yang selalu harus diminum anggota keluarga Abe setiap hari.Setelah Rain menyelesaikan sarapannya Unapun menghampiri."Hari ini kau akan berangkat kuliah juga?" Tanya Una"Iya aku sudah ketinggalan jauh sekali" Ujar Rain sambil menghela nafas panjang.Una kemudian membuka tas yang dibawanya, dia kemudian terkaget ketika melihat didalam tasnya itu ada sebuah benda yang tak dikenalnya."Hei itukan..." Teriak Rain kaget melihat sapu tangan Abe ada didalam tas sahabatnya itu."Rain aku tidak tau bagaimana benda ini ada disini" Ujar Una terkaget
Hari ini Keluarga Abe memilih pulang ke Malang untuk masa penyembuhan Abe, Mereka merasa jika tinggal di Surabaya, Abe ngak akan bisa istirahat secara total karena dia akan selalu menginggat akan pekerjaannya yang tak pernah berkurang.Mobil pun disiapkan untuk keberangkatan mereka semua ke Malang, tak lupa mereka membawa sedikit perbekalan untuk cemilan selama diperjalanan.Setelah semua siap merekapun berangkat. Perjalanan hari ini tanpa hambatan, cukup 2 jam saja mereka sudah tiba dirumah Malang."Selamat datang" Sambut Ibu Rain saat mereka membuka pintu"Ibu apa kabar?" Rain menyapa dengan penuh kerinduan"Alhamdulillah baik. Ibu dan Ibu Kara sudah memasak untuk kalian semua, ayo segera disantap. Kalian pasti kelaparan.""Terima kasih, yuk kita makan" dan merekapun bergegas menuju ruang makan.Obrolan ringanpun bersautan terdengar selama makan siang itu, ayam goreng buatan ibu laris disantap anak-anak sedang Abe lebih memilih maka
Sorepun menjelang, Gia yang terlelap akhirnya terbangun. Begitu bangun dia segera meminta duduk disamping papinya."Gia peluk papi ya, biar papi cepat sembuh" Gia kemudian memeluk Abe dengan manja"Gia kangen papi ya?" Abe nemerima pelukan putri kecilnya itu dengan sangat mesra"Iya papi jangan sakit, Gia sediiiiiiih kalau papi ngak peluk Gia""Papi ngak lama kok sakitnya, setelah sembuh papi janji ngak akan sakit lagi biar bisa peluk Gia terus ya""Iya papi, tapi papi ya kakak Gio sekarang ngak mau bobo bareng Gia lagi""Kenapa begitu?" Tanya Abe"Katanya Gia kalau nangis kenceng, bikin pusing"Melihat tingkah Gia, Rainpun tak kuasa menahan gemes."Gia, boleh mami cubit pipinya?" Pinta Rain sambil mencubit Gia"Mami gemes ya sama aku, ya kan aku anak papi yang paling gemesin"Saat Rain sedang berbincang dengan Gia tiba-tiba Isa masuk keruangan itu dengan wajah tak senang."Gia sedang apa disini? Ayo
Sakitnya Abe hingga dirawat dirumah sakit, membuat Rain tak dapat mengikuti praktikum yang sudah dia jadwalkan minggu lalu. Hal ini membuat pihak kampus menghubunginya via sambungan telepon.Kriiinggg... Ponsel Rain berbunyi kencang"Halo.." Rain menjawab singkat"Selamat pagi, benar ini Rain Purnamawati?" Tanya penelepon dengan sopan"Benar itu saya, maaf ini dengan siapa ya?""Ini dari kampus kak, kakak minggu ini ada jadwal praktikum tapi tidak kakak hadiri""Oh iya, maaf saya lupa. Suami saya sakit. Jadi bagaimana ya?""Masih bisa dijadwalkan ulang kak, tapi baru semester depan""Mmmm... ya sudah tak apa biar semester depan saya ulang, saya tidak bisa meninggalkan suami saya saat ini.""Tak apa kak, saya hanya menyampaikan saja""Terima kasih infonya ya"Rain kemudian menutup sambungan telepon tadi dengan wajah sedih."Kamu kenapa?" Tanya Abe yang masih terbaring lemah ditempat tidur"Tadi
"Raiiin..." Bisik Abe sambil meraih tangang istrinyaRain terbangun dan segera menghilangkan kantuknya"Ada apa?""Pasangkan pispot... aku mau buang air kecil""Pasang? Pispot itu yang mana?" Rain kebingungan"Biasanya ada dibawah tempat tidur"Rain membungkuk dan melihat sebuah benda berbahan stainless, setelah meraihnya Rain nampak kebingungan"Bagaimana memasangnya?""Aku mau pipis, buruan sedikit kenapa sih?" Abe mulai kesalRain yang kebingungan kemudian mencoba memasangkan pispot untuk Abe."Aku harus memegang....""Cepat kau mau aku mengotori kasur ku""Iya sabar"Rain hanya menutup matanya sambil menunggu suaminya itu selesai buang air kecil. Dia tak menyangka merawat orang sakit benar-benar butuh keberanian yang besar. Setelah Abe selesai, Rain kemudian nampak bingung melepas pispot tersebut."Apa yang kau lihat..." Abe nampak tak nyaman"Ah tidak.. baik... sebenta
Tiba didalam kamarnya perut Abe terasa sangat sakit, seperti ditendang dengan sangat kencang. Abe yang tak kuasa dengan rasa sakit itu kemudian berteriak dengan sangat keras."Aaaaah...." Abe tersungkur sambil memegangi perutnyaRain yang mendengar teriakan suaminya itu dari balik kamar segera menghampiri dengan sangat cemas."Abe.. ada apa?" Rain mencoba menbaringkan suaminya yang masih sangat kesakitan"Papi.... papi kenapa?" Lia menghampiri papinya sambil berusaha menghubungi dokter lewat ponselnya"Halo dokter, papiku sakit tolong kemari... cepatttt" Pekik Lia sambil terus memeluk papinya"Ada apa ini?" Mama menghampiri sambil terkaget"Sakit ma, perutku sakit sekali" Jawab Abe sambil terus memegangin perutnya."Beri Abe ruang, ayo bawakan air hangat untuk meredam sakitnya" Perintah mama pada Lia dan Rain."Baik ma, aku saja yang ambilkan" Ujar Rain sambil bergegas menuju dapur.Tak berapa lama kemudian Rain m
Tak terasa malampun tiba dan Rain kembali kekamarnya, sebelum sampai ditangga rumah ponselnya berdering. Buru-buru Rain menjawab panggilan telepon itu."Halo..." Rain menjawab dengan nada lirih"Hai Rain, besok ada kurir yang akan antarkan teko untuk menggantikan teko nenek yang kau pecahkan" Terdengar Abe berbicara sedikit terburu-buru""Baiklah, oh iya aku mau minta ijin. Temanku Una mau tinggal disini dengan ku, Apa boleh?""Terserah kau saja, aku sedang sibuk" Jawab Abe singkat."Oooh, baiklah salam ke......" Belum selesai Rain mengucapkan salam Abe sudah lebih dulu menutup teleponnya.Mendengar ijin Abe, Rain tersenyum lebar. Dia kemudian berjalan dengan setengah berlari menuju kamar tidurnya."Ibu, tadi Abe sudah mengijinkan Una tinggal disini" Rain sangat riang"Kau ini, apa kau tak pertimbangkan apa yang ibu bilang tadi""Ibu jangan begitu, Una sangat membutuhkan bantuan ku. Mengertilah""Baik, tapi jika s
Setelah kejadian pecahnya teko antik milik Nenek, Rain merasa sangat bersalah. Dia berusaha menenangkan diri namun dia benar-benar tak sanggup menutupi ketakutannya itu."Sudah Rain, nanti juga Abe pasti mau mengerti" Ujar Una berusaha untuk menenangkan Rain"Kau tak tau siapa Abe, dia pasti sangat marah akan apa yang ku perbuat ini""Tapi kan memang sudah pecah mau bagaimana lagi?"Tak lama kemudian ponsel Rain kembali berdering"Abe..." Rain terkaget, dia berusaha menenangkan diri kemudian mengangkat ponselnya"Iya Abe" Jawab Rain sambil mengangkat telepon"Sudah, jangan pakai apapun dirumah itu apa lagi jika barang itu punya keluargaku." Abe terdengar sangat marah"Iya, tadi aku tidak sengaja...""Nanti aku ganti pokoknya sampai aku datang pakai saja barang-barang yang sudah diluar tak perlu kau mencari-cari barang yang ada dilemari""Iya Abe... Maaf"Abe langsung mematikan sambungan teleponnya, Rain tau