Neta nyaris tersedak ludahnya sendiri. Matany melebar dan perlahan rona merah bersemu di pipinya yang terlalu tirus untuk ukuran perempuan normal."M-Maksudmu, kita akan tidur bersama malam ini?" tanya Neta penuh harap. Memang ini yang dia harapkan.Alfie harus tahu dia sangat menyenangkan di atas tempat tidur. Dia bahkan sudah membawa beberapa koleksi gaun tidur dengan warna dan desain yang provokatif.Dibanding perempuan udik yang terlihat seperti anak SMP itu, Neta lebih tahu cara menyenangkan seorang lelaki di atas tempat tidur.Neta memberanikan diri memegang dada bidang Alfie yang tertutup kaos polo hitam, tetapi dengan cepat Alfie menangkapnya."Kita akan lihat nanti, desis Alfie tajam. "Ikut ke kamarku sekarang!"Alfie menyentak lepas tangan Neta lalu keluar dari ruangan itu lebih dulu. Jantung Neta berdegup kencang saat dia mengikuti langkah Alfie menuju kamarnya di lantai dua.Suasana di ruang tengah sudah remang-remang dan lengang. Sepertinya seluruh penghuni rumah ini term
Neta nyaris limbung.Dia jadi berpikir apakah mantan istri Padma atau Alfie yang terdahulu termasuk Viona-juga mengalami hal ini? Dia ingin bertanya pada Alfie, tetapi suaranya menghilang entah ke mana.Yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah ketakutan yang begitu mencekik hingga dia ingin kabur dari kamar ini sekarang juga.Neta masih normal. Dia menyukai pasangan yang normal dengan gaya bercinta layaknya orang biasa. Bukan dengan lelaki tampan nan seksi tetapi suka menyiksa pasangannya.Itu sama sekali tidak normal!Neta tidak mau terjebak dengan orang seperti itu dan menjadi objek seksual selama seumur hidupnya. Dia tidak tahan dengan rasa sakit. Dia bahkan bisa histeris saat semut menggigitnya.Lantas membayangkan dirinya akan ditampar, dipecut atau dicekik selama berhubungan intim, membuatnya mual sekaligus berkeringat dingin.Neta lebih baik menjomlo selama seumur hidup daripada menikah dengan lelaki sinting seperti Padma. Dia menoleh pada Alfie yang berdiri di sampingnya d
"Mas Padma sudah berangkat, Ros?" tanya Viona pada Rosma yang membantunya mandi pagi itu.Saat terbangun, Alfie memang sudah tidak ada di sampingnya. Jadi dia berpikir lelaki itu kembali berangkat lebih pagi untuk mengurusi banyak masalah yang sedang menimpa Lion Capital."Sudah, Mbak. Sekitar jam enam pagi,” balas Rosma sambil menyisir rambut Viona yang kini sudah panjang dan tergerai sampai ke pinggang.Viona kini sedang duduk di kursi yang ada di depan meja rias. Kondisi tubuhnya makin membaik meskipun arm sling yang dia pakai belum boleh dilepas sampai tiga hari ke depan."Kalau Neta?"Gerakan Rosma yang tengah menyisir rambut Viona seketika terhenti. Matanya menatap Viona dari balik cermin. "Mbak Viona belum tahu?”Viona balas menatap Rosma dengan dahi mengernyit. "Tahu apa?""Nona Neta sudah pergi dari rumah ini semalam. Saya sendiri yang mengantar sampai gerbang. Perginya buru-buru sekali dan wajahnya juga pucat seperti habis dikejar setan."Viona termangu. "Dia nggak bilang ke
"Saya tidak ingin menjual resep itu," tukas Padma datar. "Butuh waktu satu tahun bagi saya untuk mendapatkan resep yang pas untuk patty dan sausnya. Dan saya juga tidak ingin berdamai dengan pihak Four Guys.”Mariska, pengacara yang disewa oleh Four Guys untuk mengurus gugatan yang diajukan oleh Lion Capital, menghela napas panjang.Dia tahu perundingan ini akan berjalan dengan alot mengingat Lion Capital adalah startup kuliner yang sedang ada di puncak kejayaan dalam beberapa tahun terakhir. Meski begitu, Mariska dan timnya tetap mengupayakan yang terbaik untuk klien mereka."Tapi menurut kami, gugatan yang diajukan Lion Capital sendiri tidak masuk akal,” balas Mariska tanpa kehilangan ketenangannya."Tidak masuk akal bagaimana?" Mandala menyambar. "Klien Anda sudah mencuri resep dan blueprint dari restoran burger yang akan dibuka oleh Lion Capital."Kedai burger klien Anda kemudian menjadi hype di mana-mana, dan dalam hitungan bulan sudah membuka lebih dari seratus cabang Di saat ya
Padma sedang dalam perjalanan ke kantor ketika dia baru membaca pesan singkat yang dikirim oleh Rosma.Mengetahui ibunya datang ke rumah lalu menampar dan menyebut Viona dengan sebutan 'perempuan jalang', membuat emosinya tersulut. Apalagi yang diinginkan Ghina?"Biar aku yang menyelesaikan ini," raung Alfie tidak terima. Padma tidak sempat mencegah ketika alter egonya sudah mendominasi dan mengambil alih raganya.Persetan dengan bicara baik-baik! Karena Ghina bukan tipikal orang yang bisa diajak bicara dengan kepala dingin. Batu pun kalah kerasnya dengan kepala perempuan 52 tahun itu.Alfie ingat dia menyimpan salah satu 'mainannya' di bagasi. Tampaknya bagus untuk memberi pelajaran pada Ghina."Kita ke rumah Ghina sekarang," ujarnya pada sopir yang mengemudi di depan."Baik, Tuan."Alfie menyempatkan diri untuk mengetik pesan singkat yang ditujukan pada Mindi. Dia meminta jadwal pertemuan selanjutnya digeser karena ada urusan penting yang harus dia selesaikan siang ini.Hampir 20 me
Alfie menegakkan tubuh dan melihat Ghina kembali membelalakkan matanya. Dia menoleh pada Neta dengan pandangan bertanya-tanya."Kenapa kamu tidak bisa menyenangkan Padma? Bukankah Tante sudah memberitahumu apa yang harus kamu lakukan?" desis Ghina pelan, tetapi Alfie masih bisa mendengarnya dengan jelas."Tapi dia abnormal, Tante," sergah Neta dengan nada naik satu oktaf. "Apa Tante pikir aku harus melayani orang yang punya penyimpangan seksual? Dia menyukai sadism dan masochism. Aku tidak akan sanggup, Tante."Ghina menganga. Jelas syok mendengar pengakuan Neta yang tidak dia katakan semalam."Tapi semua itu bisa hilang kalau diterapi, Neta," ujar Ghina terburu-buru sambil meraih kedua tangan Neta. Untuk sejenak dia melupakan keberadaan Alfie yang hanya menikmati perdebatan itu."Tante yakin hanya kamu yang bisa mengubah Padma menjadi lebih baik lagi. Hanya kamu yang pantas dibandingkan perempuan kampungan itu.""Enough!"Baik Ghina maupun Neta langsung menoleh ke arah Alfie yang men
Malam sudah kian menua ketika Padma sampai di rumah. Nyaris jam sebelas malam. Hari ini memang banyak hal yang harus dia selesaikan dibanding hari biasanya.Belum lagi akibat Alfie yang mengamuk di rumah Ghina, dia harus menghadapi teror dari Arya. Malas meladani ocehan ayahnya itu, Padma mengirim sejumlah cek untuk biaya renovasi ruang tengah yang dilululuhlantakkan oleh Alfie.Mau bagaimana lagi, alter egonya itu memang sangat senang bermain dengan senjata api. Alfie bahkan ikut kelas menembak secara privat dengan seorang mantan atlet menembak demi mengasah kemampuan menembaknya.Sekarang lelaki itu punya lebih dari sepuluh jenis senjata api yang semuanya memiliki izin. Selain untuk pertahanan diri, salah satunya digunakan untuk 'bersenang-senang' seperti tadi. Padahal jika ketahuan, bisa saja izinnya dicabut dan Alfie ditangkap pihak yang berwajib.Namun itulah Alfie. Takut tidak ada dalam kamusnya. Kecuali saat melihat Viona bersimbah darah setelah tertembak dan mobilnya menabrak
"Siapa yang ulang tahun?" tanya Viona setelah berhasil menjauhkan wajah Alfie. Ini masih jam lima pagi tetapi lelaki di sampingnya ini sudah wangi dan rapi. Apa dia tidak tidur semalam?"Kamu. Siapa lagi?" Alfie menarik ujung hidung Viona. "Kamu lupa hari ini ulang tahunmu?"Viona termangu.Dia benar-benar lupa hari ini adalah ulang tahunnya. Kemarin dia sibuk mengompres pipinya yang bengkak karena tamparan Ghina. Setelah itu dia kontrol ke rumah sakit sekaligus mengantar Sabda vaksin."Aku benar-benar lupa. Dari dulu aku juga selalu lupa kalau bukan Kak Nita yang mengingatkanku." Viona hampir saja menyebut nama Tirta.Beruntung kecepatan lidahnya masih kalah cepat dengan otaknya. Jika sampai nama Tirta tercetus dari bibirnya, entah apa yang akan terjadi Alfie."Sebenarnya semalam aku ingin membangunkanmu, tapi kamu sangat pulas."Setelah mandi semalam, Alfie memang langsung turun ke kamar Viona. Tetapi perempuan itu tampak begitu lelap hingga dia mengurungkan niat untuk memberinya ke
Hari itu Alfie sengaja mengambil cuti untuk merayakan ulang tahun Viona.Setelah mengajak seluruh ART dan pekerja di rumahnya untuk jalan-jalan dan belanja sesuka hati di sebuah pusat perbelanjaan, Alfie membawa mereka ke The Union untuk makan siang.Mereka tentu saja senang bisa makan di restoran mewah sang majikan, yang selama ini hanya mereka lihat di TV dan majalah. Apalagi Alfie menempatkan mereka di ruang VIP dengan privasi terjamin."Kira-kira di sini ada sambel terasi nggak, ya?" bisik Bik Sari pada Bu Retno yang duduk di sampingnya.Maklum, perempuan paruh baya itu belum pernah ke The Union meski pemiliknya adalah majikannya sendiri."Ini restoran dengan menu internasional, Bik Sari. Nggak ada sambal terasi di sini." Bu Retno balas berbisik. Beruntung Sabda sedang tidur di dalam stroller-nya hingga dia bisa lebih santai untuk makan siang."Kayak yang biasa dimasak Tuan kalau di rumah?""lya. Tapi ini versi lebih mewahnya lagi," ujar Bu Retno yang sejak tadi sibuk membolak-bal
"Siapa yang ulang tahun?" tanya Viona setelah berhasil menjauhkan wajah Alfie. Ini masih jam lima pagi tetapi lelaki di sampingnya ini sudah wangi dan rapi. Apa dia tidak tidur semalam?"Kamu. Siapa lagi?" Alfie menarik ujung hidung Viona. "Kamu lupa hari ini ulang tahunmu?"Viona termangu.Dia benar-benar lupa hari ini adalah ulang tahunnya. Kemarin dia sibuk mengompres pipinya yang bengkak karena tamparan Ghina. Setelah itu dia kontrol ke rumah sakit sekaligus mengantar Sabda vaksin."Aku benar-benar lupa. Dari dulu aku juga selalu lupa kalau bukan Kak Nita yang mengingatkanku." Viona hampir saja menyebut nama Tirta.Beruntung kecepatan lidahnya masih kalah cepat dengan otaknya. Jika sampai nama Tirta tercetus dari bibirnya, entah apa yang akan terjadi Alfie."Sebenarnya semalam aku ingin membangunkanmu, tapi kamu sangat pulas."Setelah mandi semalam, Alfie memang langsung turun ke kamar Viona. Tetapi perempuan itu tampak begitu lelap hingga dia mengurungkan niat untuk memberinya ke
Malam sudah kian menua ketika Padma sampai di rumah. Nyaris jam sebelas malam. Hari ini memang banyak hal yang harus dia selesaikan dibanding hari biasanya.Belum lagi akibat Alfie yang mengamuk di rumah Ghina, dia harus menghadapi teror dari Arya. Malas meladani ocehan ayahnya itu, Padma mengirim sejumlah cek untuk biaya renovasi ruang tengah yang dilululuhlantakkan oleh Alfie.Mau bagaimana lagi, alter egonya itu memang sangat senang bermain dengan senjata api. Alfie bahkan ikut kelas menembak secara privat dengan seorang mantan atlet menembak demi mengasah kemampuan menembaknya.Sekarang lelaki itu punya lebih dari sepuluh jenis senjata api yang semuanya memiliki izin. Selain untuk pertahanan diri, salah satunya digunakan untuk 'bersenang-senang' seperti tadi. Padahal jika ketahuan, bisa saja izinnya dicabut dan Alfie ditangkap pihak yang berwajib.Namun itulah Alfie. Takut tidak ada dalam kamusnya. Kecuali saat melihat Viona bersimbah darah setelah tertembak dan mobilnya menabrak
Alfie menegakkan tubuh dan melihat Ghina kembali membelalakkan matanya. Dia menoleh pada Neta dengan pandangan bertanya-tanya."Kenapa kamu tidak bisa menyenangkan Padma? Bukankah Tante sudah memberitahumu apa yang harus kamu lakukan?" desis Ghina pelan, tetapi Alfie masih bisa mendengarnya dengan jelas."Tapi dia abnormal, Tante," sergah Neta dengan nada naik satu oktaf. "Apa Tante pikir aku harus melayani orang yang punya penyimpangan seksual? Dia menyukai sadism dan masochism. Aku tidak akan sanggup, Tante."Ghina menganga. Jelas syok mendengar pengakuan Neta yang tidak dia katakan semalam."Tapi semua itu bisa hilang kalau diterapi, Neta," ujar Ghina terburu-buru sambil meraih kedua tangan Neta. Untuk sejenak dia melupakan keberadaan Alfie yang hanya menikmati perdebatan itu."Tante yakin hanya kamu yang bisa mengubah Padma menjadi lebih baik lagi. Hanya kamu yang pantas dibandingkan perempuan kampungan itu.""Enough!"Baik Ghina maupun Neta langsung menoleh ke arah Alfie yang men
Padma sedang dalam perjalanan ke kantor ketika dia baru membaca pesan singkat yang dikirim oleh Rosma.Mengetahui ibunya datang ke rumah lalu menampar dan menyebut Viona dengan sebutan 'perempuan jalang', membuat emosinya tersulut. Apalagi yang diinginkan Ghina?"Biar aku yang menyelesaikan ini," raung Alfie tidak terima. Padma tidak sempat mencegah ketika alter egonya sudah mendominasi dan mengambil alih raganya.Persetan dengan bicara baik-baik! Karena Ghina bukan tipikal orang yang bisa diajak bicara dengan kepala dingin. Batu pun kalah kerasnya dengan kepala perempuan 52 tahun itu.Alfie ingat dia menyimpan salah satu 'mainannya' di bagasi. Tampaknya bagus untuk memberi pelajaran pada Ghina."Kita ke rumah Ghina sekarang," ujarnya pada sopir yang mengemudi di depan."Baik, Tuan."Alfie menyempatkan diri untuk mengetik pesan singkat yang ditujukan pada Mindi. Dia meminta jadwal pertemuan selanjutnya digeser karena ada urusan penting yang harus dia selesaikan siang ini.Hampir 20 me
"Saya tidak ingin menjual resep itu," tukas Padma datar. "Butuh waktu satu tahun bagi saya untuk mendapatkan resep yang pas untuk patty dan sausnya. Dan saya juga tidak ingin berdamai dengan pihak Four Guys.”Mariska, pengacara yang disewa oleh Four Guys untuk mengurus gugatan yang diajukan oleh Lion Capital, menghela napas panjang.Dia tahu perundingan ini akan berjalan dengan alot mengingat Lion Capital adalah startup kuliner yang sedang ada di puncak kejayaan dalam beberapa tahun terakhir. Meski begitu, Mariska dan timnya tetap mengupayakan yang terbaik untuk klien mereka."Tapi menurut kami, gugatan yang diajukan Lion Capital sendiri tidak masuk akal,” balas Mariska tanpa kehilangan ketenangannya."Tidak masuk akal bagaimana?" Mandala menyambar. "Klien Anda sudah mencuri resep dan blueprint dari restoran burger yang akan dibuka oleh Lion Capital."Kedai burger klien Anda kemudian menjadi hype di mana-mana, dan dalam hitungan bulan sudah membuka lebih dari seratus cabang Di saat ya
"Mas Padma sudah berangkat, Ros?" tanya Viona pada Rosma yang membantunya mandi pagi itu.Saat terbangun, Alfie memang sudah tidak ada di sampingnya. Jadi dia berpikir lelaki itu kembali berangkat lebih pagi untuk mengurusi banyak masalah yang sedang menimpa Lion Capital."Sudah, Mbak. Sekitar jam enam pagi,” balas Rosma sambil menyisir rambut Viona yang kini sudah panjang dan tergerai sampai ke pinggang.Viona kini sedang duduk di kursi yang ada di depan meja rias. Kondisi tubuhnya makin membaik meskipun arm sling yang dia pakai belum boleh dilepas sampai tiga hari ke depan."Kalau Neta?"Gerakan Rosma yang tengah menyisir rambut Viona seketika terhenti. Matanya menatap Viona dari balik cermin. "Mbak Viona belum tahu?”Viona balas menatap Rosma dengan dahi mengernyit. "Tahu apa?""Nona Neta sudah pergi dari rumah ini semalam. Saya sendiri yang mengantar sampai gerbang. Perginya buru-buru sekali dan wajahnya juga pucat seperti habis dikejar setan."Viona termangu. "Dia nggak bilang ke
Neta nyaris limbung.Dia jadi berpikir apakah mantan istri Padma atau Alfie yang terdahulu termasuk Viona-juga mengalami hal ini? Dia ingin bertanya pada Alfie, tetapi suaranya menghilang entah ke mana.Yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah ketakutan yang begitu mencekik hingga dia ingin kabur dari kamar ini sekarang juga.Neta masih normal. Dia menyukai pasangan yang normal dengan gaya bercinta layaknya orang biasa. Bukan dengan lelaki tampan nan seksi tetapi suka menyiksa pasangannya.Itu sama sekali tidak normal!Neta tidak mau terjebak dengan orang seperti itu dan menjadi objek seksual selama seumur hidupnya. Dia tidak tahan dengan rasa sakit. Dia bahkan bisa histeris saat semut menggigitnya.Lantas membayangkan dirinya akan ditampar, dipecut atau dicekik selama berhubungan intim, membuatnya mual sekaligus berkeringat dingin.Neta lebih baik menjomlo selama seumur hidup daripada menikah dengan lelaki sinting seperti Padma. Dia menoleh pada Alfie yang berdiri di sampingnya d
Neta nyaris tersedak ludahnya sendiri. Matany melebar dan perlahan rona merah bersemu di pipinya yang terlalu tirus untuk ukuran perempuan normal."M-Maksudmu, kita akan tidur bersama malam ini?" tanya Neta penuh harap. Memang ini yang dia harapkan.Alfie harus tahu dia sangat menyenangkan di atas tempat tidur. Dia bahkan sudah membawa beberapa koleksi gaun tidur dengan warna dan desain yang provokatif.Dibanding perempuan udik yang terlihat seperti anak SMP itu, Neta lebih tahu cara menyenangkan seorang lelaki di atas tempat tidur.Neta memberanikan diri memegang dada bidang Alfie yang tertutup kaos polo hitam, tetapi dengan cepat Alfie menangkapnya."Kita akan lihat nanti, desis Alfie tajam. "Ikut ke kamarku sekarang!"Alfie menyentak lepas tangan Neta lalu keluar dari ruangan itu lebih dulu. Jantung Neta berdegup kencang saat dia mengikuti langkah Alfie menuju kamarnya di lantai dua.Suasana di ruang tengah sudah remang-remang dan lengang. Sepertinya seluruh penghuni rumah ini term