Padma sedang dalam perjalanan ke kantor ketika dia baru membaca pesan singkat yang dikirim oleh Rosma.Mengetahui ibunya datang ke rumah lalu menampar dan menyebut Viona dengan sebutan 'perempuan jalang', membuat emosinya tersulut. Apalagi yang diinginkan Ghina?"Biar aku yang menyelesaikan ini," raung Alfie tidak terima. Padma tidak sempat mencegah ketika alter egonya sudah mendominasi dan mengambil alih raganya.Persetan dengan bicara baik-baik! Karena Ghina bukan tipikal orang yang bisa diajak bicara dengan kepala dingin. Batu pun kalah kerasnya dengan kepala perempuan 52 tahun itu.Alfie ingat dia menyimpan salah satu 'mainannya' di bagasi. Tampaknya bagus untuk memberi pelajaran pada Ghina."Kita ke rumah Ghina sekarang," ujarnya pada sopir yang mengemudi di depan."Baik, Tuan."Alfie menyempatkan diri untuk mengetik pesan singkat yang ditujukan pada Mindi. Dia meminta jadwal pertemuan selanjutnya digeser karena ada urusan penting yang harus dia selesaikan siang ini.Hampir 20 me
Alfie menegakkan tubuh dan melihat Ghina kembali membelalakkan matanya. Dia menoleh pada Neta dengan pandangan bertanya-tanya."Kenapa kamu tidak bisa menyenangkan Padma? Bukankah Tante sudah memberitahumu apa yang harus kamu lakukan?" desis Ghina pelan, tetapi Alfie masih bisa mendengarnya dengan jelas."Tapi dia abnormal, Tante," sergah Neta dengan nada naik satu oktaf. "Apa Tante pikir aku harus melayani orang yang punya penyimpangan seksual? Dia menyukai sadism dan masochism. Aku tidak akan sanggup, Tante."Ghina menganga. Jelas syok mendengar pengakuan Neta yang tidak dia katakan semalam."Tapi semua itu bisa hilang kalau diterapi, Neta," ujar Ghina terburu-buru sambil meraih kedua tangan Neta. Untuk sejenak dia melupakan keberadaan Alfie yang hanya menikmati perdebatan itu."Tante yakin hanya kamu yang bisa mengubah Padma menjadi lebih baik lagi. Hanya kamu yang pantas dibandingkan perempuan kampungan itu.""Enough!"Baik Ghina maupun Neta langsung menoleh ke arah Alfie yang men
Malam sudah kian menua ketika Padma sampai di rumah. Nyaris jam sebelas malam. Hari ini memang banyak hal yang harus dia selesaikan dibanding hari biasanya.Belum lagi akibat Alfie yang mengamuk di rumah Ghina, dia harus menghadapi teror dari Arya. Malas meladani ocehan ayahnya itu, Padma mengirim sejumlah cek untuk biaya renovasi ruang tengah yang dilululuhlantakkan oleh Alfie.Mau bagaimana lagi, alter egonya itu memang sangat senang bermain dengan senjata api. Alfie bahkan ikut kelas menembak secara privat dengan seorang mantan atlet menembak demi mengasah kemampuan menembaknya.Sekarang lelaki itu punya lebih dari sepuluh jenis senjata api yang semuanya memiliki izin. Selain untuk pertahanan diri, salah satunya digunakan untuk 'bersenang-senang' seperti tadi. Padahal jika ketahuan, bisa saja izinnya dicabut dan Alfie ditangkap pihak yang berwajib.Namun itulah Alfie. Takut tidak ada dalam kamusnya. Kecuali saat melihat Viona bersimbah darah setelah tertembak dan mobilnya menabrak
"Siapa yang ulang tahun?" tanya Viona setelah berhasil menjauhkan wajah Alfie. Ini masih jam lima pagi tetapi lelaki di sampingnya ini sudah wangi dan rapi. Apa dia tidak tidur semalam?"Kamu. Siapa lagi?" Alfie menarik ujung hidung Viona. "Kamu lupa hari ini ulang tahunmu?"Viona termangu.Dia benar-benar lupa hari ini adalah ulang tahunnya. Kemarin dia sibuk mengompres pipinya yang bengkak karena tamparan Ghina. Setelah itu dia kontrol ke rumah sakit sekaligus mengantar Sabda vaksin."Aku benar-benar lupa. Dari dulu aku juga selalu lupa kalau bukan Kak Nita yang mengingatkanku." Viona hampir saja menyebut nama Tirta.Beruntung kecepatan lidahnya masih kalah cepat dengan otaknya. Jika sampai nama Tirta tercetus dari bibirnya, entah apa yang akan terjadi Alfie."Sebenarnya semalam aku ingin membangunkanmu, tapi kamu sangat pulas."Setelah mandi semalam, Alfie memang langsung turun ke kamar Viona. Tetapi perempuan itu tampak begitu lelap hingga dia mengurungkan niat untuk memberinya ke
Hari itu Alfie sengaja mengambil cuti untuk merayakan ulang tahun Viona.Setelah mengajak seluruh ART dan pekerja di rumahnya untuk jalan-jalan dan belanja sesuka hati di sebuah pusat perbelanjaan, Alfie membawa mereka ke The Union untuk makan siang.Mereka tentu saja senang bisa makan di restoran mewah sang majikan, yang selama ini hanya mereka lihat di TV dan majalah. Apalagi Alfie menempatkan mereka di ruang VIP dengan privasi terjamin."Kira-kira di sini ada sambel terasi nggak, ya?" bisik Bik Sari pada Bu Retno yang duduk di sampingnya.Maklum, perempuan paruh baya itu belum pernah ke The Union meski pemiliknya adalah majikannya sendiri."Ini restoran dengan menu internasional, Bik Sari. Nggak ada sambal terasi di sini." Bu Retno balas berbisik. Beruntung Sabda sedang tidur di dalam stroller-nya hingga dia bisa lebih santai untuk makan siang."Kayak yang biasa dimasak Tuan kalau di rumah?""lya. Tapi ini versi lebih mewahnya lagi," ujar Bu Retno yang sejak tadi sibuk membolak-bal
"Kamu ingin jawaban jujur?" Mata Alfie berkilat geli. Viona tentu saja mengangguk sebagai jawabannya. "Aku pergi meninggalkan Darla sebelum kami sempat melakukan sesuatu.""Aku tidak percaya!" Viona mencebik. "Darla sangat sexy dan cantik. Tidak mungkin kalian tidak melakukan apa-apa di dalam kamar.""Hei, kan sudah kubilang aku mengalami disfungsi ereksi ketika bersama perempuan lain. Daripada Darla tahu milikku tidak bisa tegak, lebih baik aku kabur."Alfie tidak sepenuhnya berbohong, meski sebetulnya waktu itu dia kembali ke Jakarta lebih cepat karena khawatir dengan keselamatan Viona. Tetapi cerita miliknya yang terkulai lemah dan tak berdaya itu benar adanya.Viona terdiam.Sialnya, tatapannya justru tertuju pada pangkal paha Alfie sebelum dia buru-buru membuang pandangannya ke arah lain. Kenapa dia jadi melihat ke arah sana?Viona merutuki pikirannya yang sepertinya terkontaminasi virus cabul Alfie."Tenang saja, tubuhku hanya bereaksi padamu,” bisik Alfie sambil menggerai rambu
Bibir Viona mulai bergetar dan pandangannya mulai mengabur karena genangan air mata."Dan tato namamu melengkapi perjalanan hidupku, Viona. Kelak, aku akan menato nama Sabda dan anak-anak kita juga."Tangis Viona kembali pecah saat Alfie menariknya ke dalam pelukan. Berbagai emosi menyesaki dadanya hingga dia tidak bisa berkata apa-apa selain menangis lirih.Kado yang Alfie berikan benar-benar di luar ekspektasi karena dia tahu tato yang ada di punggung dan dada Alfie memiliki arti penting yang hanya dimengerti oleh lelaki itu.Kini, menyadari dia adalah bagian penting dalam hidup Alfie hingga diwujudkan dalam bentuk tato, membuat Viona yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat untuk menerima lelaki itu kembali.Dadanya menghangat dan meluap oleh perasaan cinta."Aku benar-benar mencintaimu, Ma chérie. Joyeux anniversaire."**Viona kira mereka akan langsung pulang setelah makan siang di The Union. Tetapi ternyata Alfie mengajaknya ke satu tempat lagi, sementara yang lain pulang
Pertanyaan itu membuat Viona yang sedang berada di balkon kamar utama tersentak kaget. Dia memutar tubuhnya menghadap Alfie yang sedang duduk di tempat tidur. "Maksud kamu?""Masih belum mengerti juga?" Alfie terkekeh. Dia bangkit, lalu berjalan menghampiri Viona yang menatapnya dengan dahi berkerut . "Ini rumah kamu."Kerutan dalam tercetak di dahi Viona setelah mendengar kata-kata Alfie beberapa detik yang lalu. "Kamu... bercanda, kan?""Aku serius. Aku membelinya untuk hadiah ulang tahun kamu. Dan kalau kamu mau, kita bisa pindah ke sini."Viona melongo. Mulutnya sedikit terbuka dengan kebingungan yang tercetak jelas di wajahnya.Seumur hidupnya, dia tidak pernah mendapatkan hadiah mewah untuk ulang tahun. Saat orang tuanya masih ada, ibunya akan membuat nasi kuning dengan berbagai lauk pelengkap, untuk mereka santap bersama saat dia dan Yuanita pulang sekolah.Setelah orang tuanya tiada, Yuanita tetap meneruskan tradisi itu.Jika tidak sempat membuat nasi kuning sendiri, Yuanita a
Air mata langsung bergulir di wajah Rosma. "Maaf, Mbak. Rasanya aku nggak mau hidup lagi setelah membuat Mbak Viona kecewa," ujarnya parau."Ya Tuhan!" seru Viona tertahan. "Bukankah kita sudah sepakat untuk menganggap semuanya selesai? Apa kamu tidak memikirkan perasaan ibu dan adik-adikmu?"Viona benar-benar tidak mengerti mengapa Rosma senekat ini. Padahal setelah keluar dari rumah, dia masih berkomunikasi secara rutin dengan Rosma.Viona kira Rosma baik-baik saja dan mulai melanjutkan hidup karena gadis itu selalu terdengar ceria jika dia menelepon.Isak tangis Rosma masih terdengar. Viona menghela napas keras lalu beranjak mendekat dan mengusap kepala gadis itu."Bagi sebagian orang yang depresi dan punya masalah yang begitu berat, bunuh diri jadi jalan keluar agar terbebas dari penderitaan yang mereka tanggung."Tapi kamu masih punya saya untuk diajak bicara. Kamu anggap saya apa? Tolong, Ros, jangan lakukan hal-hal seperti ini lagi. Keluargamu di Medan sangat membutuhkan kamu.
Viona baru sadar kalau Alfie dan Padma seperti dua orang yang terjebak dalam satu tubuh. Keduanya memiliki kepribadian yang benar-benar bertolak belakang.Bahkan sejak Alfie masih menaruh dendam di awal pernikahan mereka yang pertema, lelaki itu sudah menunjukkan sikap posesifnya dengan mengatakan, "Aku tidak suka berbagi istri".Wajar jika sekarang dia juga melakukan hal yang sama, apakagi lelaki itu terang-terangan sudah menyatakan cintanya.[Cemburunya pada Padma sama seperti dia cemburu pada lelaki lain yang mendekati kamu. Dan itu mungkin terjadi karena dia menempatkan Padma sebagai orang lain yang bisa 'merebut' kamu dari dia.[Atau kemungkinan lain, dia bisa saja merasa tidak cukup layak untuk kamu jika dibanding Padma yang lebih 'manusiawi'. Sebenarnya ini bisa kamu ketahui kalau kalian mau deep talk. Saya sendiri sudah bicara pada Alfie, tetapi belum berhasil.]Pesan terakhir dari sang terapis-lah membuat Viona dilanda kegamangan selama berhari-hari, bahkan hingga detik ini.
"Kamu baik-baik saja?"Viona tersentak ketika merasakan tepukan di bahunya. Dia menoleh dan mendapati Mandala sedang menatapnya tajam. Rupanya dia melamun di tengah-tengah rapat yang sangat penting."Maaf, Pak," balas Viona cepat dengan raut sesal di wajahnya.Mandala menggeleng tanda tak suka lalu memberi isyarat agar mencatat Viona mencatat poin-poin penting yang sedang disampaikan Alfie. Viona mengangguk lalu buru-buru meraih notes-nya.Bukan hal yang mudah untuk memfokuskan pikirannya pada Alfie yang sedang bicara di depan, tanpa teringat pada betapa rumitnya hubungan mereka dalam lima hari terakhir.Alfie benar-benar merealisasikan ucapannya.Sejak pagi itu, dia tidak pernah pulang ke rumah. Lelaki itu hanya akan muncul di kantor pada momen tertentu, dan membiarkan Padma mengambil alih sisanya.Di rumah, jangan harap Alfie akan muncul. Hanya ada Padma di samping Viona dan Sabda. Bukannya Viona tidak senang akan kehadiran Padma, tetapi dia merasa ada yang hilang dalam dirinya seja
Saat membuka mata, rasa sakit menghantam kepala Viona hingga dia mengerang pelan. Tak hanya itu, perutnya juga bergolak hebat.Dengan tergesa Viona menyibak selimut, lalu berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya di toilet. Ini pasti karena bergelas-gelas wine yang dia minum semalam. Seharusnya dia memang tidak menyentuh minuman itu.Setelah merasa perutnya tak lagi terasa mual, Viona menekan tombol flush lalu berdiri dengan tubuh sedikit limbung.Dia membasuh wajahnya di wastafel dan terkejut saat menyadari dirinya sudah memakai sehelai kaus putih kebesaran yang bisa dipastikan bukan miliknya. Kaus kebesaran itu menjulur sampai menutupi setengah pahanya.Wajah Viona memanas.Pasti Padma yang memakaikan kaus ini setelah pergulatan mereka semalam. Dia mengigit bibir dan merasakan desiran di dadanya saat mengingat apa yang terjadi antara dirinya dan Padma.Sambil mengulum senyum, Viona keluar dari kamar mandi. Dia kembali terkejut saat melihat sesosok lelaki tampan yang suda
Viona kembali menuang wine ke dalam gelas dan menghabiskannya dalam beberapa tegukan karena cegukannya tidak kunjung berhenti.Dia lantas memicingkan mata pada Padma karena pandangannya mulai mengabur. "Kamu pasti mau mengerjaiku lagi, kan, Al? Aku tahu kamu sedang menyamar menjadi Mas Padma seperti dulu. Kali ini aku tidak akan tertipu, Al. Hik!"Ah, sial! Kenapa cegukan ini tidak mau berhenti? Dan kenapa tubuhnya terasa gerah juga? Padahal mereka sedang di rooftop dan udara malam ini cukup dingin."Aku bukan Alfie, Viona. Ini benar-benar aku." Padma meraih kedua bahu Viona agar perempuan itu percaya padanya.Viona terkekeh dengan wajah makin memerah dan tatapan yang sayu. "Kamu bohong... kamu bohong," racaunya. "Kamu pasti hanya ingin mengerjaiku, kan? Kali ini aku tidak akan tertipu, Al."Padma berdecak halus. Dia tahu Alfie memang pernah menyamar menjadi dirinya, lalu mengatakan hal yang sama persis seperti yang dia katakan tadi.Alfie bahkan mengarang cerita bahwa dia menyukai Vi
"Kita merayakan rumah baru ini. Ayo kita buat banyak kenangan baru yang indah bersama-sama." Padma mengangkat gelas dan membenturkannya ke gelas Viona pelan. "Cheers!""Cheers." Viona menyesap perlahan wine di gelasnya. Rasanya sama persis seperti yang pernah diberikan oleh Alfie malam itu."Dance with me?"Viona tersentak begitu menaruh gelasnya yang sudah kosong ke atas meja. Dia menatap bingung pada tangan Padma yang terulur padanya.Belum sempat dia bertanya, suara musik klasik sudah mengalun lembut dari ponsel Padma yang diletakkan di atas meja. Padma mengedip. "Ayolah, kamu belum pernah dansa denganku, kan?"Viona meraih uluran tangan Padma, lalu bangkit dan mengikuti lelaki itu menuju area kosong di samping meja makan. Dadanya berdebar penuh antisipasi saat Padma merengkuh pinggangnya dengan lembut.Sebenarnya apa yang Padma inginkan? Kenapa sikapnya sangat tidak biasa?Orang bilang cinta pertama tak akan pernah pudar.Viona pikir itu omong kosong karena buktinya dia bisa menci
Suara itu berbeda. Bukan Alfie, tetapi Padma Bahu Viona sedikit terkulai meski senyum masih bertahan di wajahnya."Hai, Mas. Maaf, aku ketiduran." Viona merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena tanpa sadar dia tertidur di sofa ruang tamu saat menunggu Alfie pulang."It's okay. Kamu pasti capek. Maaf ya, aku nggak bantu kamu." Padma mengusap kepala Viona lembut lalu duduk di sampingnya.Viona mengerjap lalu tersenyum kikuk. "Mas Padma kan kerja. Lagipula, petugas jasa pindahannya juga cekatan. Jadi aku nggak merasa capek sama sekali."Rasanya sangat aneh berhadapan dengan Padma yang hangat, setelah sekian lama dia menghadapi Alfie, yang sikapnya jauh berbeda."Mas Padma udah pulang dari tadi?" Viona mengalihkan rasa gugup yang tiba-tiba merasukinya. Entah kenapa dia merasa sorot mata Padma sedikit berbeda dari biasanya."Lumayan.""Kenapa nggak membangunkan aku?"Padma kembali tersenyum. Alih-alih menjawab pertanyaan Viona, dia justru mengamati perempuan itu dengan lekat hing
Mengingat Padma adalah lelaki yang sangat supel dan punya banyak teman. Berbeda jauh dengan Alfie yang eksklusif dan nyaris tidak punya teman selain Mandala."Bibik kurang tahu, Mbak. Mbak Viola juga nggak pernah ke rumah ini lagi. Mbak Viona pernah ketemu lagi?"Viona menggeleng. Terakhir kali dia bertemu Viola adalah di pesta itu. Padma juga tidak pernah mengatakan apa-apa, selain minta maaf atas kelakuan sepupu jauhnya itu.Pantas saja Viola tampak begitu marah saat bertemu dengannya hingga menyiramnya dengan air got dan menuduhnya yang tidak-tidak.Lalu apa yang akan terjadi jika keluarga Padma tahu tentang pernikahan ini? Viona tidak berani membayangkannya meski cepat atau lambat mereka semua pasti akan tahu.Semoga saja Viola sudah melupakan apa yang terjadi di masa lalu hingga tidak perlu ada drama lagi saat mereka bertemu nanti. Siapa yang bisa menyangka keluarga Padma ternyata sangat rumit?"Sejak kapan Bik Sari tahu Rosma suka Mas Padma?" Viona kembali bertanya berhubung dia
Pagi ini Viona terbangun tanpa Alfie di sampingnya.Setelah semalam membuatnya merana, Alfie menghilang lagi entah ke mana. Dia baru kembali satu jam kemudian, lalu tidur di sampingnya dan memeluknya seolah tidak terjadi apa-apa.Dan pagi ini sepertinya lelaki itu berangkat ke Bandung lebih awal tanpa membangunkannya lebih dahulu. Meninggalkan perasaan yang sangat tidak nyaman saat Viona terbangun pagi ini.Dengan hati masygul dan kepala berat karena hasratnya yang tidak tuntas, Viona bangkit dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi. Hari ini ada banyak hal yang harus dikerjakan karena mereka pindahan.20 menit kemudian, dia turun ke lantai satu dan langsung menuju kamar Sabda. Ternyata bayi itu masih tidur pulas sambil memeluk guling ulatnya.Viona memutuskan ke dapur dan menyiapkan makanan untuk Sabda agar bayi itu bisa langsung makan setelah bangun tidur nanti.Bik Sari yang sedang mengemas beberapa barang di dapur berkali-kali mencuri pandang pada Viona yang tampak murung. Jiwa '