Pertanyaan itu membuat Viona yang sedang berada di balkon kamar utama tersentak kaget. Dia memutar tubuhnya menghadap Alfie yang sedang duduk di tempat tidur. "Maksud kamu?""Masih belum mengerti juga?" Alfie terkekeh. Dia bangkit, lalu berjalan menghampiri Viona yang menatapnya dengan dahi berkerut . "Ini rumah kamu."Kerutan dalam tercetak di dahi Viona setelah mendengar kata-kata Alfie beberapa detik yang lalu. "Kamu... bercanda, kan?""Aku serius. Aku membelinya untuk hadiah ulang tahun kamu. Dan kalau kamu mau, kita bisa pindah ke sini."Viona melongo. Mulutnya sedikit terbuka dengan kebingungan yang tercetak jelas di wajahnya.Seumur hidupnya, dia tidak pernah mendapatkan hadiah mewah untuk ulang tahun. Saat orang tuanya masih ada, ibunya akan membuat nasi kuning dengan berbagai lauk pelengkap, untuk mereka santap bersama saat dia dan Yuanita pulang sekolah.Setelah orang tuanya tiada, Yuanita tetap meneruskan tradisi itu.Jika tidak sempat membuat nasi kuning sendiri, Yuanita a
Mindi bergidik ngeri. Lelaki tampan bernasib mengenaskan di sebelahnya ini pasti mendadak sinting karena ditinggal Viona menikah. Mindi jadi menyesal sudah menyemangati Mandala."Bapak pasti sudah tidak waras,” desisnya kesal lalu bangkit dari samping Mandala dan pindah ke dekat Bik Sari, yang sejak tadi sibuk mengusap air mata yang membasahi pipinya.Seluruh ART dan pekerja di rumah Alfie memang ikut datang untuk menyaksikan akad nikah majikan mereka yang terjadi begitu tiba-tiba hingga mereka nyaris tidak percaya.Jika Mindi tidak datang ke rumah untuk mengambil berkas-berkas yang diperlukan, mereka pasti mengira pernikahan itu adalah hoax. Mana mungkin ada orang yang menikah tanpa persiapan?Meski itu hanyalah akad nikah ulang karena mereka pernah menikah sebelumnya, tetap saja harus ada persiapan dari jauh-jauh hari, bukan? Tetapi nyatanya, ketika uang bicara semuanya jadi mungkin.Tak lama kemudian, akad nikah super kilat itu selesai. Semua orang yang jumlahnya tak lebih dari sep
Rasanya seperti pesta kembang api yang diselingi dengan tabuhan drum dalam benak Viona saat dia masuk ke presidential suite yang disewa Alfie. Sementara lelaki itu tampak biasa-biasa saja.Meski merasa berlebihan karena mereka hanya akan tinggal untuk satu malam, tetapi tak urung Viona terperangah hebat ketika berdiri di ruang tamu kamar ini.Bukan hanya taburan kelopak mawar di lantai yang menguarkan suasana romantis, tetapi kamar ini sendiri memiliki daya tarik yang membuat Viona terpukau untuk beberapa saat.Ini memang bukan pertama kalinya Viona masuk ke presidential suite. Karena saat di Bandung dulu, Alfie juga memesan tipe kamar yang sama, dan memintanya datang untuk melakukan satu pekerjaan.Namun yang ada di hadapannya sekarang jauh melebihi presidential suite yang pernah Viona masuki. Dia harus mengapresiasi usaha Alfie yang benar-benar ingin menjadikan malam ini spesial untuk mereka berdua.Berukuran lebih luas, kamar ini didominasi warna emas dan dilengkapi dengan furnitur
"Nggak, jangan!" Viona menggeleng kuat-kuat. Dia butuh momen sendiri malam ini."Fine! Kamu bisa mandi dulu," jawab Alfie di tengah sisa tawanya. Dia bangkit lalu menuju lemari untuk mengambil sebuah tas kecil."Mindi sudah menyiapkan semua kebutuhan kamu di sini."Viona menghela napas lega. Dia tadi khawatir sempat karena tidak mengemas baju berhubung Alfie tidak memberitahu mereka akan menginap di hotel.Dia bangkit lalu menuju kamar mandi, sementara Alfie mengikutinya dari belakang untuk menaruh tas itu di atas wastafel."Kamu bilang tidak akan ikut mandi?" Viona menatap Alfie dari balik cermin begitu menyadari lelaki itu tidak kunjung keluar dari kamar mandi.Musnah sudah keinginannya untuk mengagumi interior kamar mandi yang tak kalah mewahnya dengan ruangan lain di kamar ini."Aku hanya ingin membantumu melepas gaun. Kamu pasti tidak bisa melakukannya sendiri, kan?" Alfie terkekeh geli. Viona terlihat gugup sekaligus khawatir seolah dia akan meminta haknya di kamar mandi."Ah, i
Viona meringis lalu menggeleng. Dia sebenarnya bertanya untuk meredam rasa gugup yang masih bertahan dalam dirinya.Alfie menunduk lalu memagut bibirnya ringan sebelum berbisik, "Aku tahu kamu gugup dan aku punya cara jitu untuk menghilangkan kegugupan kamu."Mata Viona membulat saat Alfie melepaskan pelukannya, lalu berjalan menuju tempat tidur untuk mengambil sebotol wine yang ada di sana.Dengan terampil dia membuka tutup botol wine, lalu menuangnya ke dalam dua gelas red wine. Setelah itu dia membawanya pada Viona yang masih berdiri dengan canggung di dekat jendela."Minumlah!" Alfie menyodorkan satu gelas red wine di tangannya pada Viona. "Ini kandungan alkoholnya rendah. Rasanya juga light dan manis. Trust me," tambahnya begitu melihat keraguan di wajah sang istri.Viona menerima gelas itu dan ikut berkata "cheers" ketika Alfie membenturkan gelas mereka hingga menimbulkan suara denting halus.Seperti kata Alfie, red wine yang baru saja melewati tenggorokannya terasa seperti rasp
"Capek?"Viona mencoba mengeluarkan suara untuk menjawab pertanyaan Alfie. Tetapi yang keluar dari mulutnya justru desahan pelan. Sementara lelaki itu terus menggodanya dengan kecupan kecil yang menjalar sampai punggung.Mereka sudah tidak lagi ada di kamar, melainkan lantai ruang tamu yang sudah dialasi dengan bedcover yang disambar dari kamar tidur kedua. Jangan tanya kenapa, karena ini adalah ide Alfie.Dengan beralasan sayang jika tidak mengeksplorasi seluruh sudut kamar seharga ratusan juta ini, mereka berkeliling dari satu ruangan ke ruangan lain dan bercinta dengan berbagai gaya.Mulai dari kamar mandi, kamar tidur kedua, ruang makan—mudahan-mudahan saja petugas kebersihan tidak menemukan noda aneh di atas meja makan, ruang kerja, lalu berakhir di ruang tamu.Lalu sekarang lelaki itu bertanya apakah dia capek? Unbelievable!Seluruh tubuh Viona bahkan remuk redam sekarang. Belum lagi nyeri dan ngilu di pangkal paha meski ini bukan yang pertama kalinya dia melakukan itu dengan Al
Alfie menaruh piring yang sudah kosong ke atas troli, lalu menuang wine ke dalam gelas, yang salah satunya dia berikan pada Viona.Dia menyesapnya perlahan sebelum menjawab pertanyaan sang istri. "Iya, itu Khadafı. Anak buahku berhasil menangkapnya saat dia berada di Batam, bersiap menyeberang ke Singapura. Sekarang dia dalam perjalanan ke Jakarta.""Lalu kamu akan menemuinya besok?"Alfie mengusap pelan kepala Viona begitu mendengar kekhawatiran yang kental dalam suara Viona. "Ada urusan antara aku, Padma dan Khadafi yang harus diselesaikan. Jadi, ya, aku akan menemuinya besok.""Lalu siapa yang meninggal?" cecar Viona lagi.Alfie menghela napas panjang. Dia meneguk habis sisa wine dalam gelas lalu meletakkannya ke atas troli.Setelah itu baru dia menjawab pertanyaan Viona. "Fira. Dia mendadak sakit keras dalam tahanan lalu meninggal dunia tadi sore. Besok aku akan menemui keluarganya juga untuk berbela sungkawa.”Raut Viona berubah muram.Terlepas dari betapa jahat dan liciknya Fira
"Aku tidak lupa. Tapi kamu tidak akan mendapatkan apa-apa, Mariska. Lion Capital tetap menginginkan hal yang sama.""Aku tahu, tapi kami punya penawaran terakhir. Dan aku harap kamu mau mempertimbangkannya, Al."Alfie berhenti di depan kamarnya, begitu juga dengan Mariska.Sejak dulu Mariska memang tidak berubah. Tangguh dan tidak mudah menyerah. Bahkan saat menawarkan hubungan yang lebih pun, Mariska mengatakan berbagai alasan agar dia bisa berubah pikiran.Sayangnya, itu tidak pernah berpengaruh pada Alfie. Sekali dia memutuskan, itu yang akan dia lakukan. Entah itu pada hubungan personal atau pun pekerjaan.Hanya sekali dia pernah berubah pikiran tentang seseorang dan itu tidak ada akan terjadi lagi. Viona."Dengar, Mariska. Daripada membuang waktu untuk bernegosiasi, lebih baik urusi saja klienmu untuk menghadapi kami di pengadilan. Aku tidak akan pernah berubah pikiran. Kamu pasti tahu itu."Alfie berbalik lalu mengeluarkan keycard dari saku celananya untuk membuka pintu. Tetapi
Semoga saja otaknya menemukan alasan yang cemerlang agar Alfie tidak menelannya hidup-hidup."Good." Mandala mengangguk puas lalu mengajak Mindi keluar dari restoran untuk menyusul Alfie sebelum lelaki itu marah lagi.Mereka langsung meluncur menuju kantor Guzman yang ada di sebuah bangunan bersejarah yang bertebaran di Paris. Lelaki itu mengucapkan selamat datang dan langsung mengajak mereka ke ruang rapatSelagi Mindi asyik mengamati detail arsitektur di dalam gedung itu, Alfie dan Mandala memulai pembicaraan serius tentang rencana Guzman yang ingin membuka The Union di kota ini.Mindi sendiri tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena seluruh pembicaraan itu dilakukan dengan menggunakan bahasa Prancis yang tidak die pahami.Mindi justru lebih tertarik mengamati Darla-asisten pribadi Guzman-yang tak kalah cantiknya dengan Savannah, keponakan Mandala. Darla bukan hanya cantik, tetapi juga sangat fashionable.Diam-diam Mindi melihat dirinya yang terbalut dalam setelan blazer abu-
Mindi mengusap tengkuknya seraya meringis canggung. "Iya. Saya baru tahu Pak Mandala punya keponakan bule."Terkadang dia merasa ngeri pada Alfie. Bosnya itu sering kali bisa membaca pikirannya dengan tepat. Apa dia punya kemampuan seperti cenayang?Dengan menggunakan mobil milik Savannah, mereka meluncur menuju Ritz Carlton yang akan menjadi tempat menginap Mandala, Alfie dan Mindi selama mereka ada di ParisSepanjang perjalanan, Savannah yang mengemudikan mobil sibuk menjelaskan café atau restoran yang hype di Paris, event pagelaran fashion pria dan haute couture yang akan digelar, dan hal-hal menarik lainnya.Savannah baru berhenti bicara saat Mandala berdeham keras, "Savie, kepala Om pusing mendengar kamu mengoceh tanpa henti."Savannah mengerucutkan bibir lalu menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Dasar orang tua!"Setibanya di hotel, mereka berpisah di depan kamar masing-masing dan akan bertemu lagi saat makan malam di restoran. Sementara Savannah ikut masuk ke kamar Man
Viona juga bingung. Kalau Paris yang dituju Mandala adalah Pantai Parangtritis Yogyakarta yang sering disingkat 'Paris', dia tentu tidak akan bingung sebab bisa langsung berangkat untuk mengantar titipan Utami.Sayangnya, Paris yang dituju Mandala adalah ibukota negara Prancis yang berjarak belasan ribu kilometer dari Jakarta, dan hanya bisa ditempuh dengan perjalanan udara."Bagaimana kalau kamu antar saja ke Paris, Dit? Tante yang akan membiayai akomodasinya. Kan sekalian bisa antar berkas untuk Mandala juga. Daripada nanti dia bingung?"Viona melongo. Dia kira Utami bercanda. Tetapi perempuan paruh baya itu langsung mengakhiri panggilan setelah memintanya datang ke rumah untuk mengambil apa saja yang harus diantar pada Mandala."Mbak, kita sudah sampai,” tegur sopir begitu melihat Viona justru termangu di kursi belakang."Eh, itu... tolong antar saya ke rumah orang tuanya Pak Mandala, Pak Aris." Viona menyebut alamat kediaman Utami. Beruntung dia masih ingat dengan jelas segala det
Untuk pertama kalinya sejak satu minggu terakhir, Bik Sari melihat wajah Viona yang berseri-seri. Dan tak urung rasa ‘keponya' mencuat karena pagi ini Padma justru berangkat ke Paris."Mbak Viona nggak sedih ditinggal ke Paris selama satu minggu?" celetuk Bik Sari dengan nada sambil lalu agar tidak terkesan 'kepo'.Padahal dia memang 'kepo' akut.Biasanya kan pengantin baru akan terlihat sedih jika ditinggal pasangannya bekerja ke luar kota atau luar negeri. Tetapi Viona terlihat santai meski tidak ikut mengantar ke bandara karena Padma melarangnya."Nggak, Bik. Kan Mas Padma juga kerja di sana," jawab Viona sambil menyuapi Sabda.Sejak dia mulai bekerja lagi, bayi itu bangun lebih awal hingga dia bisa mengajaknya bermain dulu dan menyuapinya sebelum berangkat."Kirain Bibik, Mbak Viona ikut ke Paris juga. Sekalian hanimun gitu, Mbak. Siapa tahu pulang dari sana Sabda punya adik."Viona hanya tertawa lepas. Tawa yang akhirnya bisa keluar setelah seminggu terkungkung dalam perasaan mur
"Kamu melamun lagi."Viona tersentak saat merasakan sebuah kecupan mendarat di pipinya. Dia memaksakan seulas senyum pada Padma yang duduk di sampingnya. "Nggak kok."Viona kembali mengalihkan pandangannya pada Sabda yang sedang asyik membanting remote TV. Entah apa yang menarik dari benda panjang itu sampai Sabda selalu tertarik memainkannya.Mereka memang sedang menonton televisi di ruang keluarga yang ada di lantai dua, sementara Padma baru saja pulang dari kantor satu jam yang lalu."Jangan dibanting, Sayang. Nanti rusak,” cegah Viona sambil mengambil remote dari tangan Sabda dan menggantinya dengan teether bentuk jerapahNamun bayi itu langsung membuangnya dan menangis kencang pertanda tidak senang jika remote-nya digantikan dengan teether.Viona menghela napas panjang. Biasanya dia akan mengalihkan perhatian Sabda dengan mengajaknya bermain atau menyanyi. Tetapi kali ini tenaganya seolah terkuras habis."Kamu baik-baik saja?" Padma mengambil alih Sabda ke dalam pangkuannya untuk
Mindi buru-buru menggeleng mendengar nada tidak suka dalam suara Alfie. "Bukan begitu. Tapi bagaimana kalau Viona salah paharm dan marah?""Ini bukan urusan pribadi, Mindi. Kalau Viona memang profesional, dia tidak akan marah."Mindi meneguk ludah. Beberapa hari ini Alfie benar-benar terlihat mengerikan. Selain dingin dan tidak sabaran, lelaki itu juga sama sekali tidak menerima masukan."Baiklah, Pak." Mindi tahu dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Maka dia pamit lalu melakukan apa yang Alfie perintahkan di memo itu.Sepeninggal Mindi, Alfie menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Berusaha memenuhi paru-parunya dengan udara agar tidak merasa sesak.Mengabaikan rasa sesak yang masih menghujam dadanya, Alfie melanjutkan pencarian terapis yang sangat dia butuhkan dengan dahi mengerut.Entah sudah berapa lama dia berselancar di dunia maya, akhirnya Alfie menemukan apa yang dia cari, di sebuah situs tanya jawab yang letaknya ada di halaman paling belakang Google.Dengan cepat A
"Berhenti melihatku seperti itu, Mandala!"Mandala tertawa mendengar geraman Alfie. sejak tadi dia memang tidak berhenti melirik Alfie sambil menyetir. Bagaimana tidak, raut Alfie benar-benar muram seperti orang yang patah hati.Dan itu membuatnya penasaran setengah mati."Pertengkaran kalian yang kemarin belum selesai juga?"Meski bertekad tidak mau tahu dengan apa yang terjadi pada dua orang itu, tetapi rasa penasaran Mandala akhirnya mencuat ke permukaan setelah melihat pertengkaran Alfie dan Viona di rumah sakit tadi.Walau tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka debatkan, tetapi Mandala bisa menyaksikan Alfie meninggalkan Viona, lalu perempuan itu terlihat menangis setelahnya.Sepertinya masalah yang mereka hadapi cukup complicated. Apalagi jika melihar raut Alfie semuram ini."Aku baru tahu kamu punya minat yang sangat besar dengan urusan rumah tangga orang lain, cibir Alfie. "Kamu ingin alih profesi jadi tukang gosip?""Masalahnya ini rumah tangga perempuan yang perna
Air mata langsung bergulir di wajah Rosma. "Maaf, Mbak. Rasanya aku nggak mau hidup lagi setelah membuat Mbak Viona kecewa," ujarnya parau."Ya Tuhan!" seru Viona tertahan. "Bukankah kita sudah sepakat untuk menganggap semuanya selesai? Apa kamu tidak memikirkan perasaan ibu dan adik-adikmu?"Viona benar-benar tidak mengerti mengapa Rosma senekat ini. Padahal setelah keluar dari rumah, dia masih berkomunikasi secara rutin dengan Rosma.Viona kira Rosma baik-baik saja dan mulai melanjutkan hidup karena gadis itu selalu terdengar ceria jika dia menelepon.Isak tangis Rosma masih terdengar. Viona menghela napas keras lalu beranjak mendekat dan mengusap kepala gadis itu."Bagi sebagian orang yang depresi dan punya masalah yang begitu berat, bunuh diri jadi jalan keluar agar terbebas dari penderitaan yang mereka tanggung."Tapi kamu masih punya saya untuk diajak bicara. Kamu anggap saya apa? Tolong, Ros, jangan lakukan hal-hal seperti ini lagi. Keluargamu di Medan sangat membutuhkan kamu.
Viona baru sadar kalau Alfie dan Padma seperti dua orang yang terjebak dalam satu tubuh. Keduanya memiliki kepribadian yang benar-benar bertolak belakang.Bahkan sejak Alfie masih menaruh dendam di awal pernikahan mereka yang pertema, lelaki itu sudah menunjukkan sikap posesifnya dengan mengatakan, "Aku tidak suka berbagi istri".Wajar jika sekarang dia juga melakukan hal yang sama, apakagi lelaki itu terang-terangan sudah menyatakan cintanya.[Cemburunya pada Padma sama seperti dia cemburu pada lelaki lain yang mendekati kamu. Dan itu mungkin terjadi karena dia menempatkan Padma sebagai orang lain yang bisa 'merebut' kamu dari dia.[Atau kemungkinan lain, dia bisa saja merasa tidak cukup layak untuk kamu jika dibanding Padma yang lebih 'manusiawi'. Sebenarnya ini bisa kamu ketahui kalau kalian mau deep talk. Saya sendiri sudah bicara pada Alfie, tetapi belum berhasil.]Pesan terakhir dari sang terapis-lah membuat Viona dilanda kegamangan selama berhari-hari, bahkan hingga detik ini.