Neta nyaris limbung.Dia jadi berpikir apakah mantan istri Padma atau Alfie yang terdahulu termasuk Viona-juga mengalami hal ini? Dia ingin bertanya pada Alfie, tetapi suaranya menghilang entah ke mana.Yang ada di dalam pikirannya saat ini adalah ketakutan yang begitu mencekik hingga dia ingin kabur dari kamar ini sekarang juga.Neta masih normal. Dia menyukai pasangan yang normal dengan gaya bercinta layaknya orang biasa. Bukan dengan lelaki tampan nan seksi tetapi suka menyiksa pasangannya.Itu sama sekali tidak normal!Neta tidak mau terjebak dengan orang seperti itu dan menjadi objek seksual selama seumur hidupnya. Dia tidak tahan dengan rasa sakit. Dia bahkan bisa histeris saat semut menggigitnya.Lantas membayangkan dirinya akan ditampar, dipecut atau dicekik selama berhubungan intim, membuatnya mual sekaligus berkeringat dingin.Neta lebih baik menjomlo selama seumur hidup daripada menikah dengan lelaki sinting seperti Padma. Dia menoleh pada Alfie yang berdiri di sampingnya d
"Mas Padma sudah berangkat, Ros?" tanya Viona pada Rosma yang membantunya mandi pagi itu.Saat terbangun, Alfie memang sudah tidak ada di sampingnya. Jadi dia berpikir lelaki itu kembali berangkat lebih pagi untuk mengurusi banyak masalah yang sedang menimpa Lion Capital."Sudah, Mbak. Sekitar jam enam pagi,” balas Rosma sambil menyisir rambut Viona yang kini sudah panjang dan tergerai sampai ke pinggang.Viona kini sedang duduk di kursi yang ada di depan meja rias. Kondisi tubuhnya makin membaik meskipun arm sling yang dia pakai belum boleh dilepas sampai tiga hari ke depan."Kalau Neta?"Gerakan Rosma yang tengah menyisir rambut Viona seketika terhenti. Matanya menatap Viona dari balik cermin. "Mbak Viona belum tahu?”Viona balas menatap Rosma dengan dahi mengernyit. "Tahu apa?""Nona Neta sudah pergi dari rumah ini semalam. Saya sendiri yang mengantar sampai gerbang. Perginya buru-buru sekali dan wajahnya juga pucat seperti habis dikejar setan."Viona termangu. "Dia nggak bilang ke
"Saya tidak ingin menjual resep itu," tukas Padma datar. "Butuh waktu satu tahun bagi saya untuk mendapatkan resep yang pas untuk patty dan sausnya. Dan saya juga tidak ingin berdamai dengan pihak Four Guys.”Mariska, pengacara yang disewa oleh Four Guys untuk mengurus gugatan yang diajukan oleh Lion Capital, menghela napas panjang.Dia tahu perundingan ini akan berjalan dengan alot mengingat Lion Capital adalah startup kuliner yang sedang ada di puncak kejayaan dalam beberapa tahun terakhir. Meski begitu, Mariska dan timnya tetap mengupayakan yang terbaik untuk klien mereka."Tapi menurut kami, gugatan yang diajukan Lion Capital sendiri tidak masuk akal,” balas Mariska tanpa kehilangan ketenangannya."Tidak masuk akal bagaimana?" Mandala menyambar. "Klien Anda sudah mencuri resep dan blueprint dari restoran burger yang akan dibuka oleh Lion Capital."Kedai burger klien Anda kemudian menjadi hype di mana-mana, dan dalam hitungan bulan sudah membuka lebih dari seratus cabang Di saat ya
Padma sedang dalam perjalanan ke kantor ketika dia baru membaca pesan singkat yang dikirim oleh Rosma.Mengetahui ibunya datang ke rumah lalu menampar dan menyebut Viona dengan sebutan 'perempuan jalang', membuat emosinya tersulut. Apalagi yang diinginkan Ghina?"Biar aku yang menyelesaikan ini," raung Alfie tidak terima. Padma tidak sempat mencegah ketika alter egonya sudah mendominasi dan mengambil alih raganya.Persetan dengan bicara baik-baik! Karena Ghina bukan tipikal orang yang bisa diajak bicara dengan kepala dingin. Batu pun kalah kerasnya dengan kepala perempuan 52 tahun itu.Alfie ingat dia menyimpan salah satu 'mainannya' di bagasi. Tampaknya bagus untuk memberi pelajaran pada Ghina."Kita ke rumah Ghina sekarang," ujarnya pada sopir yang mengemudi di depan."Baik, Tuan."Alfie menyempatkan diri untuk mengetik pesan singkat yang ditujukan pada Mindi. Dia meminta jadwal pertemuan selanjutnya digeser karena ada urusan penting yang harus dia selesaikan siang ini.Hampir 20 me
Alfie menegakkan tubuh dan melihat Ghina kembali membelalakkan matanya. Dia menoleh pada Neta dengan pandangan bertanya-tanya."Kenapa kamu tidak bisa menyenangkan Padma? Bukankah Tante sudah memberitahumu apa yang harus kamu lakukan?" desis Ghina pelan, tetapi Alfie masih bisa mendengarnya dengan jelas."Tapi dia abnormal, Tante," sergah Neta dengan nada naik satu oktaf. "Apa Tante pikir aku harus melayani orang yang punya penyimpangan seksual? Dia menyukai sadism dan masochism. Aku tidak akan sanggup, Tante."Ghina menganga. Jelas syok mendengar pengakuan Neta yang tidak dia katakan semalam."Tapi semua itu bisa hilang kalau diterapi, Neta," ujar Ghina terburu-buru sambil meraih kedua tangan Neta. Untuk sejenak dia melupakan keberadaan Alfie yang hanya menikmati perdebatan itu."Tante yakin hanya kamu yang bisa mengubah Padma menjadi lebih baik lagi. Hanya kamu yang pantas dibandingkan perempuan kampungan itu.""Enough!"Baik Ghina maupun Neta langsung menoleh ke arah Alfie yang men
Malam sudah kian menua ketika Padma sampai di rumah. Nyaris jam sebelas malam. Hari ini memang banyak hal yang harus dia selesaikan dibanding hari biasanya.Belum lagi akibat Alfie yang mengamuk di rumah Ghina, dia harus menghadapi teror dari Arya. Malas meladani ocehan ayahnya itu, Padma mengirim sejumlah cek untuk biaya renovasi ruang tengah yang dilululuhlantakkan oleh Alfie.Mau bagaimana lagi, alter egonya itu memang sangat senang bermain dengan senjata api. Alfie bahkan ikut kelas menembak secara privat dengan seorang mantan atlet menembak demi mengasah kemampuan menembaknya.Sekarang lelaki itu punya lebih dari sepuluh jenis senjata api yang semuanya memiliki izin. Selain untuk pertahanan diri, salah satunya digunakan untuk 'bersenang-senang' seperti tadi. Padahal jika ketahuan, bisa saja izinnya dicabut dan Alfie ditangkap pihak yang berwajib.Namun itulah Alfie. Takut tidak ada dalam kamusnya. Kecuali saat melihat Viona bersimbah darah setelah tertembak dan mobilnya menabrak
"Siapa yang ulang tahun?" tanya Viona setelah berhasil menjauhkan wajah Alfie. Ini masih jam lima pagi tetapi lelaki di sampingnya ini sudah wangi dan rapi. Apa dia tidak tidur semalam?"Kamu. Siapa lagi?" Alfie menarik ujung hidung Viona. "Kamu lupa hari ini ulang tahunmu?"Viona termangu.Dia benar-benar lupa hari ini adalah ulang tahunnya. Kemarin dia sibuk mengompres pipinya yang bengkak karena tamparan Ghina. Setelah itu dia kontrol ke rumah sakit sekaligus mengantar Sabda vaksin."Aku benar-benar lupa. Dari dulu aku juga selalu lupa kalau bukan Kak Nita yang mengingatkanku." Viona hampir saja menyebut nama Tirta.Beruntung kecepatan lidahnya masih kalah cepat dengan otaknya. Jika sampai nama Tirta tercetus dari bibirnya, entah apa yang akan terjadi Alfie."Sebenarnya semalam aku ingin membangunkanmu, tapi kamu sangat pulas."Setelah mandi semalam, Alfie memang langsung turun ke kamar Viona. Tetapi perempuan itu tampak begitu lelap hingga dia mengurungkan niat untuk memberinya ke
Hari itu Alfie sengaja mengambil cuti untuk merayakan ulang tahun Viona.Setelah mengajak seluruh ART dan pekerja di rumahnya untuk jalan-jalan dan belanja sesuka hati di sebuah pusat perbelanjaan, Alfie membawa mereka ke The Union untuk makan siang.Mereka tentu saja senang bisa makan di restoran mewah sang majikan, yang selama ini hanya mereka lihat di TV dan majalah. Apalagi Alfie menempatkan mereka di ruang VIP dengan privasi terjamin."Kira-kira di sini ada sambel terasi nggak, ya?" bisik Bik Sari pada Bu Retno yang duduk di sampingnya.Maklum, perempuan paruh baya itu belum pernah ke The Union meski pemiliknya adalah majikannya sendiri."Ini restoran dengan menu internasional, Bik Sari. Nggak ada sambal terasi di sini." Bu Retno balas berbisik. Beruntung Sabda sedang tidur di dalam stroller-nya hingga dia bisa lebih santai untuk makan siang."Kayak yang biasa dimasak Tuan kalau di rumah?""lya. Tapi ini versi lebih mewahnya lagi," ujar Bu Retno yang sejak tadi sibuk membolak-bal
"Bahkan selama seminggu terakhir aku tidak pernah hal-hal lain selain kamu, Viona. Dengan Darla pun, hubunganku benar-benar profesional. Meski dia mengirim sinyal, aku anggap itu sebagai rasa penasaran karena dulu aku batal menidurinya."Viona masih tidak habis pikir bagaimana bisa Alfie mengalami disfungsi ereksi, padahal beberapa menit yang lalu dia menjerit-jerit karena ulah lelaki itu?Entahlah. Tidak perlu dipikirkan juga. Malah bagus, kan? Kini hanya dia yang bisa merasakan performa Alfie yang luar biasa dan membuatnya nyaris pingsan.Mantap jaya!"Dulu teman tidurku memang selalu berganti. Tetapi setelah bertemu kamu, semuanya berubah total. Tidak ada lagi yang menarik selain kamu, karena kamu adalah candu untukku, ma cherie.""Maaf," Viona menggumam dengan kepala tertunduk. "Aku sudah mengamuk tanpa bertanya lebih dulu.""Tidak masalah," balas Alfie lalu terkekeh pelan. "Lagipula tinjumu sama sekali tidak terasa. Aku bahkan merasa seperti digelitiki."Untuk pertama kalinya set
Alfie tertawa sebentar sebelum bergerak pelan. Tetapi itu tidak bertahan lama.Alfie mulai kehilangan kendali saat merasakan milik Viona mencengkeramnya dengan kuat. Dia mengentak dengan keras dan kasar. Memuaskan rasa laparnya pada Viona yang seakan tak pernah berakhir.Meja yang menjadi tempat duduk Viona bahkan sampai berderit karena goncangan yang begitu cepat dan kasar di atasnya. Viona sendiri hanya bisa mengalungkan tangannya di leher Alfie dan susah payah bernapas untuk menerima dorongan keras dari Alfie.Alfie berkali-kali mengumpat. Rasanya terlalu hebat untuk bisa dia jabarkan hingga dia tidak bisa mengendalikan diri lagi. Sisi liarnya mengemuka ke permukaan, seolah Viona-lah yang menekan tombol on dalam dirinya.Alfie mendorong dengan keras dan sejauh-jauhnya hingga tubuh Viona berguncang hebat dalam pelukannya. Perempuan itu berteriak kecil dengan napas terengah, yang terdengar seperti melodi yang merdu di telinga Alfie.Tangan Viona mencakar punggung Alfie yang dipenuhi
Masih dengan bara kemarahan yang menguasai dirinya, Viona menatap Alfie nyalang. "Darlal Kamu main gila dengan dia, kan? Tadi aku bertemu Darla di lobi hotel dan dia bilang baru kembali dari kamarmu, Kalian juga makan malam—"Mendadak telinga Alfie terasa tuli. Aroma vanilla yang sedari tadi menyerang penciuman membuatnya tak bisa menahan diri lagi.Dengan satu tangannya yang bebas, dia meraih dagu Viona dan menyambar bibirnya sebelum perempuan itu memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya.Alfie menggeram kasar begitu bibirnya kembali merasakan kelembutan bibir Viona yang manis dan hangat setelah seminggu lebih dia hanya bisa membayangkannya dalam angan-angan.Alfie masih bisa merasakan Viona yang berusaha melepaskan diri dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari dari pagutannya.Namun akhirnya Viona tidak berkutik saat satu tangan Alfie bergeser ke belakang tengkuk dan menahannya dengan keras.Digigitnya bibir tipis itu, diisapnya dengan keras seb
Mandala susah payah menahan tawa karena rasanya tidak etis menertawakan orang yang sedang menahan tangis karena terlalu marah.Viona sama saja seperti Savannah, yang terlalu cepat menyimpulkan bahkan sebelum mencari tahu kebenarannya.Padahal apa susahnya bertanya? Toh bertanya itu tidak dilarang."Masalah nggak akan selesai kalau kamu terus mengedepankan asumsi dibanding fakta. Pastikan dulu kebenarannya pada Alfie, atau kamu akan menyesal karena mengambil kesimpulan yang salah"Aku nggak mau ketemu dia." Viona menggeleng sambil mengusap bulir bening yang membasahi pipinya."Jangan buat perjalanan jauh kamu ke sini jadi sia-sia, Viona. Kita tidak tahu mengapa Darla ada di sini. Kita juga tidak tahu apa dia benar-benar makan malam berdua dengan Alfie di sini, sedangkan Mindi juga menginap di hotel ini."Kita bahkan tidak tahu apakah dia benar-benar ke kamar Alfie berdua saja, atau itu hanya karangan Darla. Ada banyak hal yang belum kita ketahui dengan pasti sekarang," ujar Mandala sab
Viona meremas tangannya dengan gugup.Dalam beberapa menit lagi dia akan bertemu dengan Alfie, tetapi jantungnya sudah bertalu-talu kencang sejak pesawat yang dia tumpangi mendarat di bandara.Kira-kira bagaimana reaksi Alfie saat melihatnya? Apa Alfie akan marah karena dia tiba-tiba ada di sini tanpa pemberitahuan? Apa Alfie akan menyuruhnya pergi seperti kemarin-kemarin?"Rileks, Vi." Mandala seolah mengerti kegelisahan Viona karena sejak tadi perempuan itu terlihat gugup. "Bertemu dengan Alfie tidak semengerikan itu."Aku khawatir Alfie marah, Sikap dia, kan, nggak bisa diprediksi "Viona berterus terang. Dia menggigit bibir bawahnya untuk meredakan kepanikan yang kian bergejolak dalam dirinya.Saat tiba di bandara tadi, dia sempat merias wajahnya sebentar di kamar mandi agar terlihat lebih cantik-harapannya, sih, begitu- ketika bertemu Alfie.Dia bahkan merasa sangat bersemangat karena sebentar lagi akan bertemu Alfie setelah seminggu lebih menjalani perang dingin yang membuat dada
Semoga saja otaknya menemukan alasan yang cemerlang agar Alfie tidak menelannya hidup-hidup."Good." Mandala mengangguk puas lalu mengajak Mindi keluar dari restoran untuk menyusul Alfie sebelum lelaki itu marah lagi.Mereka langsung meluncur menuju kantor Guzman yang ada di sebuah bangunan bersejarah yang bertebaran di Paris. Lelaki itu mengucapkan selamat datang dan langsung mengajak mereka ke ruang rapatSelagi Mindi asyik mengamati detail arsitektur di dalam gedung itu, Alfie dan Mandala memulai pembicaraan serius tentang rencana Guzman yang ingin membuka The Union di kota ini.Mindi sendiri tidak mengerti apa yang mereka bicarakan karena seluruh pembicaraan itu dilakukan dengan menggunakan bahasa Prancis yang tidak die pahami.Mindi justru lebih tertarik mengamati Darla-asisten pribadi Guzman-yang tak kalah cantiknya dengan Savannah, keponakan Mandala. Darla bukan hanya cantik, tetapi juga sangat fashionable.Diam-diam Mindi melihat dirinya yang terbalut dalam setelan blazer abu-
Mindi mengusap tengkuknya seraya meringis canggung. "Iya. Saya baru tahu Pak Mandala punya keponakan bule."Terkadang dia merasa ngeri pada Alfie. Bosnya itu sering kali bisa membaca pikirannya dengan tepat. Apa dia punya kemampuan seperti cenayang?Dengan menggunakan mobil milik Savannah, mereka meluncur menuju Ritz Carlton yang akan menjadi tempat menginap Mandala, Alfie dan Mindi selama mereka ada di ParisSepanjang perjalanan, Savannah yang mengemudikan mobil sibuk menjelaskan café atau restoran yang hype di Paris, event pagelaran fashion pria dan haute couture yang akan digelar, dan hal-hal menarik lainnya.Savannah baru berhenti bicara saat Mandala berdeham keras, "Savie, kepala Om pusing mendengar kamu mengoceh tanpa henti."Savannah mengerucutkan bibir lalu menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti, "Dasar orang tua!"Setibanya di hotel, mereka berpisah di depan kamar masing-masing dan akan bertemu lagi saat makan malam di restoran. Sementara Savannah ikut masuk ke kamar Man
Viona juga bingung. Kalau Paris yang dituju Mandala adalah Pantai Parangtritis Yogyakarta yang sering disingkat 'Paris', dia tentu tidak akan bingung sebab bisa langsung berangkat untuk mengantar titipan Utami.Sayangnya, Paris yang dituju Mandala adalah ibukota negara Prancis yang berjarak belasan ribu kilometer dari Jakarta, dan hanya bisa ditempuh dengan perjalanan udara."Bagaimana kalau kamu antar saja ke Paris, Dit? Tante yang akan membiayai akomodasinya. Kan sekalian bisa antar berkas untuk Mandala juga. Daripada nanti dia bingung?"Viona melongo. Dia kira Utami bercanda. Tetapi perempuan paruh baya itu langsung mengakhiri panggilan setelah memintanya datang ke rumah untuk mengambil apa saja yang harus diantar pada Mandala."Mbak, kita sudah sampai,” tegur sopir begitu melihat Viona justru termangu di kursi belakang."Eh, itu... tolong antar saya ke rumah orang tuanya Pak Mandala, Pak Aris." Viona menyebut alamat kediaman Utami. Beruntung dia masih ingat dengan jelas segala det
Untuk pertama kalinya sejak satu minggu terakhir, Bik Sari melihat wajah Viona yang berseri-seri. Dan tak urung rasa ‘keponya' mencuat karena pagi ini Padma justru berangkat ke Paris."Mbak Viona nggak sedih ditinggal ke Paris selama satu minggu?" celetuk Bik Sari dengan nada sambil lalu agar tidak terkesan 'kepo'.Padahal dia memang 'kepo' akut.Biasanya kan pengantin baru akan terlihat sedih jika ditinggal pasangannya bekerja ke luar kota atau luar negeri. Tetapi Viona terlihat santai meski tidak ikut mengantar ke bandara karena Padma melarangnya."Nggak, Bik. Kan Mas Padma juga kerja di sana," jawab Viona sambil menyuapi Sabda.Sejak dia mulai bekerja lagi, bayi itu bangun lebih awal hingga dia bisa mengajaknya bermain dulu dan menyuapinya sebelum berangkat."Kirain Bibik, Mbak Viona ikut ke Paris juga. Sekalian hanimun gitu, Mbak. Siapa tahu pulang dari sana Sabda punya adik."Viona hanya tertawa lepas. Tawa yang akhirnya bisa keluar setelah seminggu terkungkung dalam perasaan mur