Home / Pernikahan / Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan / BAB 3 Perasaan yang Menyiksa

Share

BAB 3 Perasaan yang Menyiksa

Author: Prisma
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ayrin pulang ke tempat kosnya dengan lelah. Ia berpikir untuk langsung mandi dan tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa kaku. Namun, baru sampai beberapa langkah setelah turun dari taksi onlinenya. Ayrin melihat mobil mewah milik ibu tirinya yang sudah berada di halaman indekosnya.

Ayrin memutar tubuhnya, bersiap untuk pergi. Namun, sebuah tangan sudah lebih dulu meraih lengannya yang mencengkeramnya dengan kuat.

“Mau lari kemana kamu?” tanya Diera dengan sengit lalu menghempaskan tubuh Ayrin hingga terhuyung ke belakang.

“Ayrin capek, Ma. Kalau Mama mau bicara lebih baik besok saja,” ujar Ayrin setelah berdiri tegap di hadapan Diera yang menatapnya dengan begitu tajam.

“Sudah berani kamu melawan saya? Sudah merasa paling hebat kamu setelah merebut pria yang akan dijodohkan dengan Daisha?” tuntut Diera dengan berapi-api. 

“Ayrin tidak pernah merebut siapa pun, Ma. Semuanya hanya salah paham,” balas Ayrin dengan tenang. Tatapannya meluncur ke arah Daisha yang baru saja turun dari mobil dan melangkah mendekati ibunya. 

“Dasar anak haram sialan! Kamu dan ibumu sama saja. Darah wanita penggoda sudah mengalir dalam tubuhmu.” 

Tangan Diera terangkat tinggi seiring dengan kata-katanya yang tajam. Namun, kali ini tangan itu hanya menggantung di udara tanpa pernah mendarat ke tempat yang seharusnya karena Ayrin menahannya.

“Sudah cukup, Ma! Jangan perlakukan Ayrin seperti ini lagi.”

Kilatan amarah semakin terlihat di sorot mata Diera. “Berani-beraninya kamu menyentuh saya. Lepaskan tangan kotormu ini!” 

“Lebih baik Mama pergi dari sini,” gumam Ayrin lalu melonggarkan cengkeramannya yang langsung dimanfaatkan Diera untuk menarik dirinya.

Ayrin hendak menggunakan kesempatan ini untuk lari ke dalam kamar kosnya. Namun, Daisha yang sedari tadi hanya berdiri dan menatapnya jijik, berhasil menjegal kakinya membuat Ayrin terjerembab di atas lantai yang keras. Ayrin hanya meringis merasakan rasa sakit yang menyusul dengan cepat ke seluruh tubuhnya.

Belum sempat Ayrin berdiri, Daisha sudah menarik rambutnya hingga ikatannya terlepas. Kepala Ayrin terpaksa mendongak dan air matanya mengalir karena kuatnya genggaman tangan Daisha di rambutnya. 

“Dengar, anak haram sialan! Jangan berani-beraninya kamu berpikir atau bermimpi merebut pria yang aku sukai. Karena aku akan menjamin dia tidak akan menerima anak haram yang hina seperti kamu,” desis Daisha lalu menghempaskan tubuh Ayrin hingga kembali jatuh.

“Saya tidak pernah bermimpi merebutnya,” elak Ayrin sambil menjaga nada suaranya agar tidak terdengar gemetar.

Daisha dengan gemas sambil mencengkeram dagu Ayrin hingga kuku-kunya yang tajam menghujam kulit adik tirinya itu. “Ya, kamu pasti menjebaknya. Karena anak yang lahir dari wanita penggoda seperti kamu pasti bisa melakukannya.”

“Apa yang kamu mau?” tanya Ayrin dengan lelah. 

Daisha menatap tajam tepat di hadapan Ayrin. “Jauhi Reygan. Pergi dari hidup kami dan jangan pernah kembali!” 

“Saya akan menjauhinya. Tapi, saya tidak bisa pergi dari sini.” 

Ayrin balas menatap Daisha dengan sungguh-sungguh. Ia memang tidak bisa pergi begitu saja karena mimpinya menjadi seorang dokter yang baru saja ia mulai di sini. Ayrin bersumpah jika dirinya tidak akan meninggalkan mimpinya hanya karena ancaman dari ibu dan kakak tirinya yang selalu memberikannya mimpi buruk. 

“Jangan pernah menatap saya dengan tatapan hinamu itu!” Daisha memekik, sementara telapak tangannya sudah mendarat di pipi Ayrin dengan begitu keras. 

Samar-samar Ayrin mendengar Daisha memanggil supir pribadi mama-nya, yang kini berdiri di belakang Ayrin sambil memegang tangannya ke belakang. Ayrin memejamkan matanya, ia sudah sangat tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada tubuhnya. 

Pria paruh baya itu mencengkeram tangan Ayrin dengan kuat, meski ada sedikit rasa bergetar karena tak tega. Setelahnya, Daihsa melayangkan beberapa tamparan dan cambukan di tubuh Ayrin dengan leluasa.

“Ini peringatan pertama,” suara Daisha terdengar sekejam tatapannya. “Jauhi Reygan dan jangan pernah bermimpi untuk mendekatinya.”

Setelahnya, Daisha langsung pergi, disusul sopir itu yang juga melepaskan cengkeramannya dari tangan Ayrin yang sudah babak belur tak berdaya.

Tak lama, ia merasakan beberapa penghuni kosnya yang mulai keluar setelah mendengar keributan. Mereka datang untuk membantunya, bahkan beberapa orang terdengar melemparkan batu ke arah mobil mewah milik Diera Rakatama yang mulai menjauh. 

Namun, Ayrin sudah tidak bisa membuka matanya lagi yang begitu berat. Hanya sakit yang terasa di sekujur tubuhnya ketika beberapa penghuni kos itu membawanya masuk ke dalam. 

***

“Ada apa dengan wajahmu? Siapa yang melakukannya?” tanya Reygan setelah Ayrin masuk ke dalam mobilnya. Ia mengamati wajah gadis itu yang penuh memar. Gadis itu semakin terlihat rapuh di matanya. 

Ia menyahut tanpa menatap ke arah Reygan. “Bukan urusanmu!” 

“Ini akan menjadi urusan saya, Ayrin. Sebentar lagi saya akan menjadi suami kamu.”

“Tapi, saya tidak mau menjadi istrimu dan saya juga tahu kamu tidak menginginkannya.”

“Kata-kata saya kemarin memang keterlaluan. Tapi, saya serius tentang kita yang akan segera menikah.” Reygan melembutkan suaranya dan berusaha menatap Ayrin dengan hangat. 

“Saya setuju untuk datang menemui keluargamu bukan karena saya mau menjadi istrimu.”

“Apa yang akan kamu katakan?” desak Reygan dengan tangannya yang menggenggam erat stir mobil hingga kuku jarinya memutih.

“Saya akan mengatakan kepada mereka yang sebenarnya. Kita tidak pernah memiliki hubungan apa pun dan kita tidak akan menikah. Saya akan mengakuinya kalau saya menjebakmu malam itu.”

“Kamu lebih suka dianggap sebagai wanita murahan?”

“Saya memang sudah tidak berharga.”

Rasa kesal merayap dalam diri Reygan ketika mendengar nada suara Ayrin yang begitu pasrah. Reygan merasakan ada sesuatu dalam diri Ayrin yang mengusiknya. Tetapi Reygan tidak tahu hal apa itu, ia hanya berpikir jika dirinya tidak suka dengan ucapan Ayrin yang begitu tenang saat menolak menjadi istrinya. 

Reygan kembali merasa jika Ayrin menyentak harga dirinya karena memang belum pernah ada wanita yang menolaknya. Tangan Reygan mengepal, ia mulai bertekad untuk mendapatkan gadis di sampingnya itu dan menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Tidak akan ia biarkan wanita yang tidak menarik seperti Ayrin menginjak harga dirinya.

“Kita akan tetap menikah. Kamu akan menjadi istri saya, Ayrin.” 

Tak terpengaruh pada kekeraskepalaa Reygan, Ayrin terus bersikukuh pada pendiriannya. “Sudahlah, jangan bohongi diri kamu sendiri! Tidak ada alasan kita untuk bersama. Tolong, biarkan saya hidup dengan tenang.”

“Memangnya apa yang akan saya lakukan? Apa kamu pikir hidupmu tidak akan tenang kalau menikah dengan saya?” 

Reygan mencengkeram tangan Ayrin. Tak terlalu keras, tetapi entah mengapa mampu membuat gadis itu meringis kesakitan. 

“Aww!” Ayrin meringis, membuat Reygan dengan cepat melepaskan tangannya dan menatapnya iba.

“Ada apa?” Gadis itu mengalihkan pandangannya. “Apa yang terjadi, Ayrin?” 

Tak sabar, Reygan kembali meraih lengan Ayrin dengan lebih kuat hingga gadis itu memekik kesakitan. “Sudah saya bilang, ini bukan urusanmu!” 

Alih-alih berhenti, pria itu justru semakin penasaran dengan apa yang terjadi pada Ayrin. Untuk itu ia bergegas mencari tahu dengan caranya sendiri. 

Reygan mengoyak kemeja Ayrin yang tampak kebesaran di tubuhnya itu dengan secepat kilat. 

“Apa yang kamu lakukan, huh?” teriak Ayrin sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Merasa malu dengan tatapan Reygan yang terasa menelanjanginya.

Reygan menggelengkan kepalanya dengan kuat, ia tak percaya melihat luka-luka di tubuh pucat Ayrin. 

“Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menyakitimu, Rin?” 

Hati Reygan terasa bergetar, tanpa sadar ia merengkuh tubuh gadis itu ke dalam pelukannya dengan sangat lembut karena takut tubuh gadis itu akan hancur jika saja ia mendekapnya lebih kuat lagi.    

Ayrin tidak memberontak, ia menerima pelukan hangat itu dengan perasaan campur aduk. Ayrin bisa merasakan detak jantung Reygan yang berdetak kencang. Pria itu pasti sangat terkejut saat ini, sama seperti beberapa teman atau gurunya dulu yang melihat luka di tubuh Ayrin untuk pertama kali. 

“Katakan, Rin. Siapa yang sudah membuatmu seperti ini?” bisik Reygan dengan nada suaranya yang melembut. 

“Ini yang akan terjadi kalau saya terus berada di dekatmu,” balas Ayrin dengan gemetar. 

"Apa maksudmu?"

Related chapters

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 4 Hamil

    “Aku rasa aku nggak bisa melanjutkan ini, Ra. Gadis itu terlalu rapuh dan dia nggak pantas untuk kita sakiti.” Usai melihat keadaan Ayrin yang begitu menyedihkan–babak belur, tetapi masih kukuh untuk tidak bersuara perihal pelakunya, naluri Reygan perlahan tersentuh. Ia yang tadinya begitu semangat menjalankan rencana apik yang telah disusunnya bersama sang kekasih gelap, kini mulai goyah. “Jangan gila, Rey! Kita sudah sering membicarakan ini. Sudah nggak ada jalan untuk kembali.” Reygan menghela napas panjang, tetapi masih tetap memeluk kekasih yang begitu ia cintai itu dalam dekapannya. “Ceraikan saja Rayden, Ra. Menikahlah denganku. Kita bisa membangun hidup bersama.” Mata itu menatap sungguh-sungguh pada Veranda yang juga tengah menatapnya. Sesaat, raut wajah Veranda berubah kesal. Namun, tak lama ia kembali menguasai diri. “Nggak semudah itu, Rey. Sudah berapa kali aku bilang kalau aku nggak bisa semudah itu untuk bercerai dengan Mas Rayden. Apalagi kami sudah memiliki

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 5 Menikahlah Denganku

    “Kenapa kamu bicara seperti itu? Apa kamu sudah gila?” Usai mengeluarkan kalimat menggemparkan, Reygan mengajak Ayrin pulang terburu-buru. Gadis itu menghempas tangan pria itu yang terus menggandengnya, bahkan nyaris menyeretnya paksa menuju mobil pria itu yang diparkir di garasi rumah. “Sudah saya bilang kita akan menikah. Kamu yang tidak mau mendengarkan saya sejak awal. Jadi, sekarang jangan salahkan saya!” Melihat Reygan yang santai, kening Ayrin mengerut dalam. Ia mencoba menerka, rencana apa yang sebenarnya tengah pria ini susun tanpa ia ketahui? “Apa salah saya, kenapa kamu harus melakukan ini?” tanya Ayrin, menuntut penjelasan dengan wajah marahnya. “Kamu tidak salah.” Reygan menatap gadis di hadapannya dengan lembut. “Saya hanya tidak mau menikah dengan kakakmu.” “Dasar bajingan!” Ayrin begitu marah, terlebih melihat pria itu sama sekali tidak merasa bersalah. Padahal, jika pria itu enggan menikahi Daisha, ia bisa langsung menolak perjodohan itu tanpa melibatkannya.

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 6 Pernikahan

    Pernikahan dadakan Ayrin dan Reygan berlangsung dengan gemerlap dan meriah. Sebagai ratu sehari, mereka berdiri di pelaminan dengan pakaian pengantin yang memukau. Ayrin terlihat anggun dalam gaunnya yang berkilauan, sementara Reygan gagah dengan setelan mewah yang membalut tubuhnya. Senyum tak pernah lepas dari bibir mereka, meskipun kelelahan mulai terasa sebab ribuan tamu tak kunjung usai menyalami mereka. Di tengah senyumannya, juga lantunan doa-doa tamu, di kejauhan, Ayrin merasakan ketegangan ketika pandangannya bertemu dengan Rayden, cinta masa lalunya yang kini menjadi kakak iparnya. Pria itu menatapnya dengan tatapan tajam, tanpa ekspresi yang jelas, sambil memegang minuman di tangannya. Ayrin merasa detak jantungnya meningkat, menciptakan getaran aneh di dalam dirinya.Ingatannya tiba-tiba kembali pada saat beberapa tahun lalu ketika Rayden tegak di hadapannya untuk mengakhiri hubungan mereka.“Kita tidak bisa melanjutkan semua ini, Rin. Saya akan menikah dengan Veranda. Se

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 7 Malam Pertama?

    "Masih belum tidur?" tanya Reygan yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan setengah telanjang. Hanya ada handuk yang melingkari pinggangnya, juga sebuah handuk kecil di leher. Tubuh pria atletis itu terlihat begitu segar.Ayrin menoleh, wajahnya memanas. Selama beberapa saat matanya masih tertuju pada otot-otot di tubuh suaminya."Ayrin," panggil Reygan yang membuyarkan lamunannya. "I..iya. Belum. Kamu baru mandi?" Ayrin menggigit bibir bawahnya dan langsung merutuki pertanyaan bodohnya. "Kamu nggak mandi?" Bukannya menjawab, Reygan malah balik bertanya. "Eh... iya. Aku mandi sekarang." Ayrin segera melangkah, melewati Reygan sambil menahan napasnya. Rasa canggungnya masih belum hilang. "Mau saya bantu?" Kata-kata yang Reygan ucapkan dengan tenangnya itu berhasil menghentikan Ayrin."Bantu... bantu apa?" tanya Ayrin dengan gugup."Kamu bisa buka gaun itu sendiri?" tanya Reygan dengan santai. "Bantu buka resleting belakangnya aja," sahut Ayrin setelah cukup lama diam.Reygan

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 8 Degup Jantung

    “Sebaiknya berhenti membandingkan diri kamu sama Ayrin.” Veranda tidak berhenti bertanya dan membandingkan dirinyadengan Ayrin. Ciuman dari siapakah yang lebih menggairahkan untuk Reygan? Apakahpria itu menyentuh istrinya sebelum menemui Veranda di sini—di Puncak?Pertanyaan-pertanyaan itu membuat Reygan seketika dikuasaiamarah. Ia telah mengorbankan waktunya dengan meninggalkan sang istri untukmenemui kekasihnya. Namun, yang ia dapatkan justru kecurigaan juga rasaketidaknyamanan dari Veranda. “Kenapa?” wanita itu bertanya dengan pandangan menuntut padaReygan.“Sudah jelas kamu yang menang. Kenapa harus terus cemburusama dia.” Reygan berusaha menenangkan perasaan Veranda di sela pikiran danemosinya juga nyaris tersulut.Veranda mendengus kesal. “Tetap saja aku nggak tenang.Meskipun Ayrin nggak mungkin masuk dalam kategori wanitamu, tapi—”Reygan bisa membaca kegundahan hati Veranda. Tanpa banyakbicara lagi, pria itu merengkuh tubuh Veranda lalu mengurung wanita itu dibawa

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 9 Kegelisahan

    “Sudah mau pergi, Mas?” tanya Ayrin yang mengejutkan Reygan. Pria itu terlihat tertegun saat melihat Ayrin yang sudah terjaga. “Kenapa kamu nggak bangunin aku dan selalu pergi diam-diam?” lanjut Ayrin, sementara Reygan masih diam di tempatnya. Sudah tiga minggu telah berlalu sejak Ayrin terbangun tanpa kehadiran Reygan di sisinya. Setiap pagi, rasa kosong itu semakin terasa, menyisakan pertanyaan yang tak terjawab di dalam hati Ayrin. Pada malam di mana Reygan memeluknya, Ayrin merasa seperti ada ikatan yang terjalin. Namun sejak saat itu, semuanya menjadi berbeda. Reygan seperti menghindar darinya.“Tidurmu nyenyak sekali, saya—”“Kamu sudah biasa bangun dan berangkat kerja sepagi ini?” potong Ayrin sambil menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 04.15. Reygan belum menjawab, ponselnya sudah bergetar. Ia menatap Ayrin dengan tatapan yang sulit diartikan. “Saya–”Ayrin membungkam ucapan Reygan dan bersuara, “Kalau memang kamu sibuk sekali sampai harus berangkat pukul segini… lai

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 10 Mengalah Untuk Sementara

    “Kita nggak bisa bertemu dulu untuk sementara waktu. Jadi, tolong jangan hubungi aku, terutama di hari libur.”Rupanya, kata-kata Ayrin malam itu begitu membekas untuk Reygan. Terbukti, ketika ia bertemu dengan Veranda usai mereka meluapkan hasrat gila, pria itu mengangkat isu ini pada kekasihnya.“Apa maksud kamu?” tuntut Veranda dengan kesal sambil mendongakkan kepalanya ke arah Reygan yang berbaring di sampingnya. Reygan tahu Veranda akan kesal dan marah. Namun, ia juga harus memikirkan posisi Ayrin. Gadis polos tak bersalah itu tidak boleh lagi jadi korban keegoisannya.“Ayrin sudah mulai curiga. Dia sadar aku selalu menghindar,” balas Reygan dengan gemas. “Yang benar aja. Kita ini sudah jarang ketemu, Rey. Setiap hari kamu sibuk di kantor mertuamu. Kita cuma bisa bertemu saat kamu libur… dan sekarang—”“Aku harus gimana lagi, Ra? Sejak awal kan ini rencana kamu.” Reygan mengacak rambutnya dan mengusap wajahnya kasar. Ia memotong ucapan Veranda dengan cepat. Veranda mendengus k

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 11 Kekecewaan

    “Malam ini kamu jangan pulang terlalu malam ya, Mas.”Reygan menoleh sambil memasang dasinya. “Ada acara apa memangnya?” Ayrin tersenyum. “Kita jarang sekali makan malam bersama. Aku mau sesekali masak makan malam untuk kamu. Masa kita ketemu waktu sarapan aja. Itu pun cuma sebentar.”“Saya usahakan, ya,” balas Reygan, membuat air muka Ayrin berubah murung. “Saya usahakan pulang cepat, Rin. Kalau sekitar pukul 9 bagaimana?” lanjut Reygan.Senyum Ayrin kembali merekah. “Aku akan menunggu, Mas.” Namun, senyum bahagia Ayrin pagi tadi terasa sia-sia. Ia menunggu pria itu pulang hingga matanya terasa berat dan akhirnya tertidur di sofa. Ternyata Reygan memang tidak kembali ke apartemennya. Ayrin menghela napas berat, kekecewaan memenuhi relung hatinya. Seolah-olah, segala upaya yang dia lakukannya tak berguna. Makan malam yang ia buat dengan sepenuh hati pun tak tersentuh sama sekali.Tangan Ayrin yang gemetar mencoba memegang ponsel, dan setiap panggilan yang tak dijawab hanya mena

Latest chapter

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 173 Lembar Penutup

    Ayrin duduk dengan gelisah di sebuah bangku kayu yang menghadap kolam. Hatinya dipenuhi dengan berbagai perasaan, harapan, dan kecemasan. Dia terus memandangi jalan setapak yang mengarah ke taman, menunggu kehadiran Lily. Frans telah berjanji untuk membawa gadis itu ke sana, dan saat itu akhirnya tiba.Ketika Lily muncul di kejauhan, melangkah mendekatinya dengan perlahan, Ayrin merasa ada kehangatan yang tak bisa dijelaskan dalam hatinya. Gadis itu tumbuh menjadi remaja cantik, penuh pesona, namun di mata Ayrin, Lily masih seperti anak kecil yang dulu pernah hilang dari pelukannya.Mereka saling pandang untuk beberapa saat, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Keheningan itu begitu penuh makna, seolah semua yang ingin mereka katakan sudah tercurah dalam tatapan mereka."Lily..." suara Ayrin bergetar saat dia akhirny

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 172 Dia yang hilang (Akhirnya kembali)

    Frans tampak gelisah ketika dia menemui Ayrin di tempat prakteknya. Sejenak mereka hanya saling bertatapan, seolah kata-kata yang ingin diucapkan Frans begitu berat untuk disampaikan."Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, Rin," kata Frans akhirnya, suaranya terdengar gemetar.Ayrin menatapnya dengan cemas. "Ada apa sih, Frans? Kenapa akhir-akhir ini kamu aneh sekali?" desaknya, penasaran dan khawatir karena tidak biasanya Frans datang ke tempat prakteknya dengan ekspresi seperti ini."Kamu tidak sakit, kan?" tuntutnya lagi dengan nada gemetar, takut kalau-kalau ada sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatnya.Frans menggelengkan kepalanya perlahan, tatapannya penuh kebimbangan. Dia menatap Ayrin dengan lekat, seakan mencari keberanian dalam pandangannya sebelum akhirnya

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 171 Seperti putriku yang hilang

    "Selamat datang, silakan duduk," sambut Ayrin dengan senyum tulus, matanya berbinar-binar bahagia.Lily dan Frans duduk di tempat yang telah disiapkan, dan tanpa menunggu lama, mereka mulai menyantap hidangan yang telah tersedia. Suasana terasa nyaman dan akrab, seolah mereka sudah menjadi satu keluarga besar."Wah, masakan Tante memang oke juga," puji Lily dengan jujur setelah mencicipi satu suapan. "Semuanya enak, Tan."Ayrin baru akan menjawab, tetapi Rania dengan cepat menyela. "Iya, dong. Masakan Mama emang yang paling enak," ujarnya penuh kebanggaan. Pujian itu membuat semua orang di meja makan tersenyum."Kalau begitu, aku main ke sini setiap hari deh, biar bisa makan enak terus," goda Lily sambil melirik ke arah Rania.

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 170 Kembali utuh 2

    Setelah semua ketegangan ini mereda, Ayrin dan Reygan kembali ke rumah mereka sambil saling bergandengan tangan, perasaan lega dan bahagia terpancar dari wajah mereka."Hai, Sayang," sapa mereka pada anak-anaknya yang tengah duduk bersama di ruang keluarga. Rian dan Rania, yang sedang asyik dengan aktivitas mereka, segera menoleh bersamaan. Melihat kedua orang tuanya datang bersama dengan senyum bahagia membuat hati mereka meledak oleh kebahagiaan."Mama dan Papa nggak akan berpisah, kan?" tanya Rian dengan hati-hati setelah beberapa saat lamanya mereka duduk bersama. Ada kekhawatiran di balik tatapan matanya yang polos, kekhawatiran akan perpisahan yang mungkin terjadi lagi.Reygan tersenyum sambil menoleh ke arah Ayrin, tatapannya penuh kasih. "Bodoh kalau Papa melepaskan wanita sebaik Mama, Rian," katanya dengan

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 169 Kembali utuh

    Setelah akhirnya pulih, Ayrin memutuskan untuk menemui Lily bersama Reygan.Saat mereka masuk, mata Lily menatap mereka dengan perasaan campur aduk. Tidak ada lagi sorot tajam dan kebencian seperti dulu. Yang terlihat di sana hanyalah penyesalan yang mendalam. Gadis itu menundukkan kepalanya, suaranya gemetar saat berkata, "Maafkan Lily, Tante. Maafkan sikap Lily selama ini."Ayrin merasakan gelombang kesedihan mengalir di hatinya. Dia mendekati Lily dengan langkah pelan dan mendekap tubuh gadis itu dengan lembut. "Maafkan Tante juga, Lily. Maaf karena sikap Tante membuatmu salah paham. Maaf karena membuatmu tidak nyaman selama ini," balasnya dengan suara bergetar.Lily pun menangis, menumpahkan segala penyesalan dan kesedihannya di dada Ayrin. Dalam dekapan hangat itu, semua ketegangan yang selama ini a

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 168 Di ambang hidup dan mati

    Ayrin menatap wajah Lily yang pucat di ranjang rumah sakit sebelum operasi transplantasi ginjal yang sebentar lagi akan dilakukan. Hatinya serasa diremas melihat betapa rapuhnya gadis itu. Di dalam hatinya, ada perasaan yang tak terlukiskan. Entah dari mana datangnya perasaan ini, setiap kali berada di samping gadis ini, dia merasakan ada tali tak kasat mata yang mengikat mereka, seolah-olah Lily adalah bagian dari dirinya sendiri.Dengan lembut, Ayrin membelai kepala Lily, sentuhan yang penuh kasih dan kelembutan, seakan gadis itu adalah anaknya sendiri. "Cepatlah sembuh, Lily. Cepatlah kembali pulih. Izinkan Tante meminta maaf padamu. Izinkan Tante menjelaskan semuanya," bisik Ayrin dengan suara yang hangat namun penuh harap. Matanya berkaca-kaca, berharap agar gadis itu segera membuka mata indahnya lagi.Jika dulu Ayrin sangat tidak menyukai tatapan Lily yan

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 167 Penebusan dosa

    Reygan duduk di sudut ruang tunggu rumah sakit, dengan tatapan kosong yang menatap ke langit-langit putih yang terang. Setiap hari, ia merasa tersiksa oleh pertanyaan tak terjawab dan rasa bersalah yang membelit hatinya. Air mata sering kali tak bisa ia tahan lagi, mengalir deras ketika melihat Rania yang terbaring tak sadarkan diri di ranjang perawatan, dan Lily yang masih berjuang untuk hidupnya."Kalau memang dosa-dosaku lah yang menyebabkan semua ini. Tolong limpahkan semuanya padaku, Tuhan. Jangan pada anak istriku. Mereka tidak bersalah. Akulah yang penuh dosa," gumam Reygan dengan suara gemetar, bibirnya bergetar dalam keputusasaan yang mendalam.Tidak hanya Reygan yang dihantui rasa bersalah yang mendalam, tetapi juga Frans. Setiap hari, pria itu duduk di sisi ranjang Lily, memegang tangannya yang lemah, membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Kat

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 166 Tak sesuai harapan

    Reygan melangkah masuk ke dalam klub malam yang gemerlap, tempat di mana dia pertama kali bertemu dengan Lily. Lampu berwarna-warni yang berkedip-kedip dan musik yang menghentak keras tidak mampu mengalihkan perhatiannya dari kekhawatiran yang menghimpit hatinya. Dia menelusuri setiap sudut klub, berharap menemukan gadis itu di antara kerumunan orang. Namun, sia-sia. Lily tidak terlihat di mana pun."Di mana kamu, Lily?" bisiknya putus asa pada diri sendiri, suaranya tenggelam di tengah bisingnya musik. Rasa bersalah semakin mencengkeram hatinya dengan setiap detik yang berlalu tanpa menemukan gadis itu.Dia hampir tergoda untuk mengalihkan perasaannya dengan segelas minuman. Namun, saat tangan terulur menuju bar, ponselnya bergetar. Panggilan dari Ayrin menyentak kesadarannya."Lily, Mas. Kami sudah bertemu d

  • Pernikahan Paksa Pengantin Bayangan   BAB 165 Masih belum terlambat

    Ayrin dan Reygan kembali bersama ke rumah sakit. Langkah mereka terayun mantap, seakan sudah menemukan keputusan besar yang akan mengubah segalanya. Ketika Frans melihat mereka, matanya langsung menangkap sinyal yang jelas—Ayrin telah membuat keputusan untuk memaafkan suaminya."Jadi, inikah kejutannya?" kata Frans dengan tenang, matanya yang penuh pengertian menatap dalam ke mata Ayrin. Setelah Reygan pergi ke sudut lain ruangan untuk memberi keduanya privasi, mereka akhirnya mendapatkan kesempatan untuk berbicara."Maafkan aku, Frans," gumam Ayrin sambil menundukkan kepalanya, jemarinya saling meremas dengan gelisah. Dia merasa berat untuk mengucapkan kata-kata itu, tetapi tahu bahwa dia harus melakukannya.Frans mendekat dan memegang kedua pundak Ayrin dengan lembut namun tegas, memaksa wanita itu men

DMCA.com Protection Status