Tidak ada jendela atau lampu di gudang bawah tanah itu.Oleh karena itu, ruangannya gelap gulita.Berry merasa ketakutan, dia terus-menerus berteriak untuk meminta bantuan, tetapi dia tidak mendengar suara apa pun di sekitarnya.Akhirnya, terdengar suara langkah kaki dari kegelapan, lampunya juga tiba-tiba menyala.Cahaya lampu terlalu silau, hingga Berry merasakan rasa perih di kedua matanya. Setelah sekian lama, dia baru bisa melihat dengan jelas, ternyata ada banyak orang di sekitarnya.Orang-orang itu mengenakan setelan jas hitam yang seragam, dengan ekspresi datar di wajah mereka. Mereka berdiri tegak dalam sebuah barisan, jelas-jelas mereka adalah orang yang sangat terlatih."Kalian siapa? Apa yang mau kalian lakukan padaku?!" Karena rasa takut yang berlebihan, suara Berry bahkan pecah.Pada saat ini, dia melihat seorang pria yang duduk di kursi di tengah ruangan. Pria ini memegang rokok di antara jari tangannya. Di antara asap rokok, ekspresinya terlihat dingin, tatapannya suram
Saat Shella melihat Liam, dia merasa sangat senang. Dia langsung berseru dengan suara nyaring, "Paman!""Shella, sudah baikan, belum?" tanya Liam dengan lembut, jauh berbeda dari sikapnya yang dingin dan kejam di gudang bawah tanah sebelumnya."Iya, sudah jauh baikan," jawab Shella.Wajah Shella pucat pasi, bibirnya pun tidak berwarna. Dia kehilangan kilaunya yang sebelumnya, layaknya boneka porselen yang rapuh.Liam merasa sangat sedih, dia menggenggam dan mencium tangan Shella yang kecil."Paman akan membuat Shella membaik secepat mungkin, agar Paman bisa membawa Shella ke taman hiburan lagi," kata Liam.Namun, Shella malah menggeleng dan berkata, "Shella nggak mau pergi ke taman hiburan.""Shella mau ke mana? Biar Paman bawa Shella ke sana," kata Liam.Shella menekuk jari tangannya pada Liam.Liam pun mendekatkan telinganya dan mendengar Shella berbisik, "Bisakah Shella main dengan Paman setiap hari?"Liam seketika tidak bisa menjawab pertanyaan ini.Namun, untuk sesaat, sebuah piki
Liam hanya merasa seakan-akan ada yang meledak tepat di samping telinganya, pikirannya pun seketika kosong."Kakek nggak pernah melihatmu begitu memedulikan orang lain. Kalau dia benar-benar anakmu, apakah kamu berencana untuk membawanya pulang ke Keluarga Clark? Kakekmu menyukai anak perempuan, dia pasti akan sangat senang," kata Tommy.Liam memegang rekam medis itu erat-erat dengan tatapan rumit.Dia juga berharap bahwa Shella adalah putrinya!Namun, dalam seumur hidupnya, dia hanya pernah menyentuh satu wanita, yaitu Annie Russell, lima tahun yang lalu. Mereka juga memiliki seorang putra bernama Ivan Clark.Bagaimana mungkin Shella adalah putrinya?!Liam akhirnya menjawab dengan enggan, "Bukan."Tommy merasa bahwa hal ini sangat disayangkan. "Kalau begitu, sungguh kebetulan! Meskipun penyakit jantung bawaan Keluarga Clark sangat langka, ternyata ada kasus penyakit yang sama di dunia ini!""Kakek Tommy, jangan bocorkan hal ini ke luar, ya. Aku nggak mau orang luar mengetahui tentang
Liam melirik wanita tua itu sekilas dengan ekspresi gelap, lalu langsung berjalan meninggalkan ruangan.Sesaat kemudian, beberapa perawat berjalan masuk dan membantu Shella untuk berpindah ruangan.Wanita tua itu mengerutkan bibirnya dan berkata dengan sinis, "Huh, lihat saja, mereka pindah ke kamar pribadi karena kesal! Kalau begitu, kenapa nggak dari awal saja? Sok hebat!""Permisi! Suamiku bukan sok, tapi dia memang mampu! Kalau kamu iri, kamu juga pindah kamar saja, jangan mengeluh terus di sini!" seru Camilla sambil menggendong Shella dan berjalan keluar dari ruang rawat ini. Secara kebetulan, Liam juga berjalan masuk, sehingga kedua orang ini hampir berpelukan.Melihat Camilla sedang marah, Liam menggendong Shella dari pelukan Camilla dan mengambil botol infus dengan tangannya yang lain sambil berkata, "Untuk apa kamu beradu mulut dengan seorang nenek-nenek?!""Kamu suamiku! Hanya aku yang bisa mengataimu!" seru Camilla sambil mengambil tasnya dan berjalan ke arah lift.Liam meng
Saat Liam dan Shella sedang mengobrol, entah bagaimana, mereka membicarakan tentang Berry.Shella mengambil buah stroberi berwarna merah sambil berkata, "Paman, jangan salahkan Bu Berry, ya. Shella-lah yang mau jago olahraga, makanya Shella lari keliling lapangan.""Kenapa Shella mau jago olahraga?" tanya Liam dengan pelan.Dia merasa tersentuh karena kepolosan dan kebaikan Shella.Shella seperti malaikat kecil, bagaimana bisa ada orang yang tega mencelakainya?"Kata Bu Berry, Shella paling hebat dan berlari paling cepat, jadi Shella bisa jago olahraga," kata Shella dengan sungguh-sungguh.Liam memejamkan matanya dan menjelaskan dengan sabar pada Shella. "Shella, ada beberapa orang yang sangat jahat, mereka suka menjebak orang lain dengan cara membujuk orang! Ingat, ke depannya, siapa pun yang mengatakan apa pun, bahkan kalau ada yang mau menggodamu dengan apa yang paling kamu inginkan, kamu nggak boleh melakukan olahraga berat lagi. Kamu harus menjaga kondisi kesehatanmu setiap saat d
"Wajah Camilla benar-benar memerah. Dia menutup mulutnya Luna dan melirik Liam sekilas. Melihat Liam masih menunduk sambil memainkan ponselnya, Camilla berbisik, "Kami akan segera bercerai!"Suasana hati Liam tiba-tiba menjadi sangat buruk. Dia menyimpan ponselnya. Dengan ekspresi yang sangat dingin, dia berkata pada Shella yang masih menonton televisi, "Shella, kamu sudah harus tidur.""Paman, baru jam delapan." Shella belum ingin tidur.Dia sudah tidur seharian. Sekarang, dia merasa sangat bersemangat, tetapi dia masih saja berbaring dengan patuh."Sekarang, kamu masih sakit, jadi kamu harus banyak tidur," kata Liam sambil berjalan ke sisi ranjangnya Shella dan menyelimuti Shella.Luna menyadari bahwa dia sudah diusir, jadi dia langsung membungkam dan tidak lagi bersuara.Camilla menunjuk ke luar, lalu dia dan Luna pun pergi ke koridor di luar ruangan untuk berbicara."Dia lebih suka ketenangan," kata Camilla."Aku mengerti, pria tampan yang dingin memang begitu!" Luna sama sekali ti
Camilla melirik sekilas ke arah ruang rawat dan melihat Shella yang sudah tidur lelap. Dia pun akhirnya merasa lebih tenang.Liam sedang menemani Shella di samping ranjang.Melalui jendela di pintu, Camilla melihat sosok pria yang tinggi itu, kehangatan pun meluap dalam hatinya.Saat penyakit Shella kambuh kali ini, Camilla bersyukur ada Liam di sisinya, sehingga Camilla tidak merasa terlalu gugup dan takut.Rasanya aneh sekali, Liam selalu bisa memberi Camilla sejenis rasa aman yang tidak bisa dijelaskan.Dalam jangka waktu ini, bahkan mimpi buruk yang sudah menghantuinya selama bertahun-tahun pun tidak lagi mengganggu tidurnya di malam hari.Perasaan ini sangat aneh.Mereka jelas-jelas baru berhubungan selama 20 hari, mereka juga belum saling kenal terlalu dalam. Sedangkan Liam juga memiliki prasangka dan banyak keraguan terhadapnya, yang selalu menjadi seperti teka-teki yang tidak bisa dipecahkan.Akan tetapi, Camilla sama sekali tidak pernah berpikir ingin menyelidiki tentang Liam,
"Aku tidur di sofa, kamu tidur di ranjang!" seru Camilla.Tanpa mengucapkan apa pun, Liam mengambil bantal dan berjalan ke sofa."Sofa ini sangat kecil, sedangkan kamu tinggi, kamu akan merasa nggak nyaman. Badanku kecil, jadi cocok untuk tidur di sofa," kata Camilla sambil meletakkan bantal itu kembali di atas ranjang.Dengan tatapan gelap, Liam berkata, "Kondisi tulang lehermu nggak bagus dan akan makin parah kalau kamu tidur di sofa."Camilla menggulung dua handuk menjadi bantal dan berkata, "Dengan ketinggian ini, aku nggak akan merasa nggak nyaman lagi. Sudahlah, sudah malam, cepat tidur."Camilla mengambil selimut dan berbaring di atas sofa.Liam melirik sekilas ke arah Camilla, lalu berbaring di atas ranjang, tetapi dia tidak bisa terlelap.Begitu pula dengan Camilla.Camilla pun membuka matanya. Dari posisinya, dia bisa melihat Liam yang berbaring di atas ranjang dengan jelas.Bagian samping wajahnya digariskan oleh cahaya redup dengan sangat jelas, layaknya lukisan yang diluki