Sebuah tepukan dibahu menyadarkan Rian dari lamunannya yang sudah tak penting.Puk puk puk"Hei, ayo sebentar lagi jam istirahat makan siang akan segera berakhir." ucap orang itu."Ah, i-iya. Terima kasih." jawab Rian.Rian melihat jam yang melingkar ditangannya, benar saja lima menit lagi waktu istirahat para karyawan akan berakhir. Mana dia belum sempat mengisi perut lagi, akhirnya Rian memilih untuk memesan kopi saja dengan roti untuk mengganjal perutnya.Rian membawa cup kopi dan roti tersebut dengan tergesa gesa ke ruangannya, ia tidak ingin terlambat masuk. Namun naas, saking terburu buru membuatnya berjalan dengan sedikit teledor sehingga tidak sengaja bertabrakan dengan pegawai lainnya.BrukByurSeketika kopi yang dibawa oleh Rian tumpah ke lantai bahkan mengenai bajunya juga, sedangkan roti yang tadi dibelinya sudah melompat entah kamana."Ah sial! Bajuku jadi kotor." gerutu Rian kesal."Maaf maaf, saya tidak sengaja." ujar orang yang menabraknya."Bagaimana sih, kalo jalan
"Bu, apa mungkin dia sedang hamil anak mas Tio?" tanya Zara dengan pandangan kosong."Ibu juga belum tahu, Nak. Kamu yang sabar ya, maafin kesalahan anak Ibu yang tidak tahu diri itu.""Salah Zara apa, Bu? Sampai sampai Mas Tio memutuskan untuk menikah lagi dibelakang Zara, bahkan dengan teman kuliah Sherly. Yang seumuran dengan anak kami.""Kalau alasannya karena Zara yang terlalu sibuk, harusnya Mas Tio bisa membicarakannya lebih dulu sama Zara. Zara pasti bisa meluangkan waktu untuk keluarga kami, Zara menyibukkan diri juga karena Mas Tio yang jarang punya waktu bersama kami Bu. Zara kesepian dirumah saat Sherly kuliah, sementara Mas Tio tidak ada..hiks hiks.""Sabar sayang, kamu gak salah kok. Memang Tio yang salah nak, kamu harus kuat demi Sherly. Ada Ibu yang akan selalu dukung kamu." ujar Bu Tio menenangkan Menantu pertamanya.Tak berselang lama, teedengar deru mobil dari arah depan. Tio dan Sherly baru kembali dari acara jalan jalannya, itu pun karena paksaan dari Tio yang men
"Maaf, kamu siapa ya? Anda salah orang, jangan sok dekat denganku." ketus Jihan, dengan secepat kilat ia mengganti mimik wajahnya agar wanita didepannya itu tidsk menyadari keterjutannya. Namun terlambat, Joana sudah melihat semuanya dan ia sangat yakin sekarang.Jihan kembali melanjutkan langkahnya berlalu dari sana, namun Joana tetap menahannya dengan mengikuti gerakan Jihan kemanapun wanita itu pergi.SatttSettttttSatttSetttttt"Minggir! Jangan halangi jalan saya, saya mau pergi!" ujar Jihan."Dimana anak kamu Han, bukannya kamu dulu sedang hamil besar? Sekarang perut kamu sudah kembali rata, itu artinya kamu sudah melahirkan bukan? Lantas dimana anak kamu?" cecar Joana.Netra Jihan seketika membola, Joana tak tanggung tanggung membongkar aib yang sudah ia tutup rapat rapat. Bahkan tak ada yang tahu mengenai hal ini, hanya Tuhan. Author dan para readers saja yang tahu sebelumnya.DegJantung Jihan berdetak sepuluh kali lebih cepat dari biasanya, karena mendengar ucapan dari wani
Tio bergeming membocorkan sendu kepergiannya yang penuh amarah. Ia menyesal telah melakukan hal itu kepada anak dan istrinya, ia harus bertanya dulu apa yang terjadi sebenarnya menuduh Zara bahkan mengatakan dengan keras. Silvi mencoba menggenggam tangan sang suami yang terasa dingin, berharap untuk memberikan kehangatan."Mas...." lirih Silvi.Tio mengusap wajahnya kasar, kemudian menghela napas. Ia tahu jika sifat terlalu keras kepala. Sampai sekarang pun Sherly belum bisa menerima kehadiran Silvi sebagai Ibu sambungnya, dan sekarang ia dihadapkan dengan pilihan yang sulit yaitu antara anak kandungnya dan wanita yang ia cintai dengan ibu kandung dari anaknya. Tio menolek ke arah Silvi, dan menatap dengan lembut."Maafkan sikap Sherly tadi ya sayang." ucap Tio sembari mengelus punggung tangan Silvi yang memegang tangannya."Nggak Mas, Sherly gak salah. Aku yang salah.""Sssttt, sudah tidak ada yang salah dalam hal ini. Semua ini sudah menjadi takdir kita.""Untuk sementara kamu tingg
Sekarang yang harus bagaimana caranya membongkar kedok Jihan didepan semua orang, ia akan menemukan terlebih dahulu apa motif dari perempuan itu hingga akhirnya seperti itu. kepastian tanpa segetahuan dari Riri Dan ia juga ingin tahu mengapa dulu wanita itu sampai rela mengaku hamil anak Rian, ia masih sangat penasaran dengan itu. "Joana, heii. Jo, kamu melamun?" ujar Riri dengan memanjakan didepan wanita itu."Ah, iya Kak. Ada apa?""Tidak ada, hanya saja tadi dipanggil kamu.""Haha serius kak?""He he, gak ding bercanda. Lagian kamu dari tadi melamun saja, ada apa?""Hah, dasar Kakak! Gak, siapa yang melamun?""Mmmmhhhh..."Joana nampak bimbang ingin tertarik dengan Jihan keada sang Kakak, karena mengkhawatirkan kondisi Riri dan calon keponakannya. Riri yang menyadari raut bingung dari wajah Joana, pun menggenggam tangan gadis itu berusaha keras jika dia baik saja."Ada apa? Apa ini masalah Rian lagi?" tanya Riri lembut."Bukan Kak, ini bukan masalah Rian kok.""Lalu? Cerita aja s
"Maaf! Gak akan pernah Mas, aku gak sudi dimadu!" tegas Zara dengan penuh amarah.Seharusnya Tio bisa memahami peradaan Zara yang tak ingin berbagi suami dengan wanita lain, namun mengapa sekarang malah ia yang memohon mohon dengan wajah memelas seperti itu."Zara please, aku mohon agar kamu berubah fikiran lagi!""Maafkan aku Bu, yang tidak bisa menjadi menantu terbaikmu."Bukannya menjawab ucapan sang suami, Zara justru berbicara kepada Ibu mertuanya."Tidak Zara, sampai kapanpun kamu akan tetap menjadi menantu Ibu yang terbaik."Zara benar benar tak bisa mengerti jalan pikiran Tio, mengapa dia mati matian membujuk Zara untuk mau menerima Silvi sebagai adik madunya. Apakah bagi Tio satu wanita saja tidak cukup, sehingga ia memghadirkan wanita lain dalam kehidupan rumah tangga mereka? Bukankah yang ada malah dia mencari penyakit saat semuanya masih baik baik saja.Zara lebih memilih diam, ia mencoba meredam rasa amarah dan kecewa yang timbul akibat perkataan Tio. Ia menarik napasnya
Keesokan harinya Pak Yuda benar benar datang menemui Rian, ia tidak mau kehidupan kedua putrinya yerus terusan diusik oleh keluarga mantan menantunya itu. Ia akan berbicara dengan pelan pelan, supaya perkataannya bisa diresapi oleh menantunya yang satu itu."Yan..." panggil Pak Yuda."Pa, silakan duduk. Mau pesan apa?""Papa, kopi hitam aja."Hening seketika sampai pesanan mereka datang pun keduanya masih bergeming dan berkelut dengan fikirannya masing masing. Pak Yuda memandang Rian yang terlihat gelisah duduknya seperti seseorang yang tengah menahan BAB, tak tahu saja jika Rian saat ini sudah panas dingin karena Pak Yuda yang tiba tiba mengajaknya bertemu. Rian sangat cemas sekarang sampai duduknya pun menjadi gelisah."Rian." panggil Pak Yuda."I-iya Pa.""Kamu tahu kenapa saya mengajak kamu untuk bertemu?" tanya Pak Yuda.Rian menggeleng pelan, "Enggak tahu Pa." jawab Rian membuat Pak Yuda menghela napas pelan."Langsung saja ya, saya cuma mau bilang sama kamu tolong jangan ganggu
"Sudah biarkan saja, kan sekarang kamu sudah punya aku. Ngapain mikirin mereka segala! Senyum dong." ucap orang itu.Silvi tersenyum manis didepannya, ia membalas genggaman tangan orang yang berada didepannya.Drt drtPonsel yang ada disakunya bergetar, terdapat panggilan masuk didalamnya. Membuat orang itu terpaksa melepas genggaman tangan Silvi."Siapa?" tanya Silvi."Bos."Silvi menyuruhnya untuk segera mengangkat telepon dari Mas Tionya itu, sementara dia akan diam saja berpura pura tak ada disamping orang tersebut.[Iya Pak, ada apa?][No, kamu dimana? Kamu sedang bersama Ibu tidak, kok saya coba hubungi Ibu tapi gak bisa ya?]Ya orang yang saat ini sedang bersama dengan Silvi adalah Nino, supir yang dipercaya oleh Tio untuk mengantar Silvi kembali ke rumah Ibunya kemarin. Namun tanpa diketahui oleh semua orang, Nino dan Silvi sudah menjalin sebuah hubungan sejak tiga bulan yang lalu.Nino, pria muda yang tampan dan bertubuh tegap. Lelaki berperawakan tinggi atletis yang mampu m