"Sudah biarkan saja, kan sekarang kamu sudah punya aku. Ngapain mikirin mereka segala! Senyum dong." ucap orang itu.Silvi tersenyum manis didepannya, ia membalas genggaman tangan orang yang berada didepannya.Drt drtPonsel yang ada disakunya bergetar, terdapat panggilan masuk didalamnya. Membuat orang itu terpaksa melepas genggaman tangan Silvi."Siapa?" tanya Silvi."Bos."Silvi menyuruhnya untuk segera mengangkat telepon dari Mas Tionya itu, sementara dia akan diam saja berpura pura tak ada disamping orang tersebut.[Iya Pak, ada apa?][No, kamu dimana? Kamu sedang bersama Ibu tidak, kok saya coba hubungi Ibu tapi gak bisa ya?]Ya orang yang saat ini sedang bersama dengan Silvi adalah Nino, supir yang dipercaya oleh Tio untuk mengantar Silvi kembali ke rumah Ibunya kemarin. Namun tanpa diketahui oleh semua orang, Nino dan Silvi sudah menjalin sebuah hubungan sejak tiga bulan yang lalu.Nino, pria muda yang tampan dan bertubuh tegap. Lelaki berperawakan tinggi atletis yang mampu m
"Sayang, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Silvi sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang kekasih gelapnya yang masih balum memakai baju."Apa yang ingin kau tanyakan sayang?""Hmmm, sampai kapan yah kita bakal seperti ini? Menjalin hubungan backstret gini." tanya Silvi."Kenapa? Apa kau sudah mulai bosan denganku?""Bukan begitu, hanya saja aku sepertinya sudab tidak tahan jika harus terus bersembunyi sembunyi seperti ini.""Ya sudah kalau begitu, tinggalkan suamimu yang sudah tua itu dan pergilah denganku.""Mmmh, maaf ya yah. Tapi apa kamu sanggup menanggung semua biaya hidup aku nantinya? Bukan aku mau meremehkan kamu sayang, tapi saat ini pekerjaan kamu juga hanya sebagai supir pribadi Mas Tio kan?" ucap Silvi dengan penuh hati hati, ia tidak ingin kekasihnya itu menjadi marah dengannya."Kamu tenang saja, aku sudah punya tabungan yang cukup banyak kok. Tinggal sebentar lagi, lagian kalau misalkan kamu berpisah dengan bos bukankah kamu akan mendapatkan harta gono gini? Kan i
Joana tak ingin terlalu lama terlarut dalam kesedihannya, ia bersiap siap untuk ke butik sang Ibu untuk membantu mengelolanya seperti biasa. Dengan pakaian yang rapi, sederhana namun terlihat elegan ditambah dengan riasan tipis diwajahnya menambah memancarkan aura kecantikan dari perempuan itu.Ia berjalan anggun memasuki butik sang Ibu, dengan wajah tersenyum cerah. Senyum yang cantik ditampilkannya kepada siapapun yang berpapasan dengannya disana, ia ingin dunia tahu bahwa ia baik baik saja walaupun perpisahan didepan mata."Pagi Mbak...""Ya, pagi." jawab Joana sumringah.Ia terus berjalan menuju ruangannya untuk mencari tas, barulah ia akan ke ruangan sang Ibu setelahnya. Tak ada yang tahu betapa sedihnya hati ini, karena Joana sangat pandai menyembunyikan luka tersebut. Ia tidak ingin mengekspresikan perasaannya di depan orang lain."Pagi Ma." sapa Joana begitu ia memasuki ruangan Ibunya."Pagi sayang, wahh ada apa nih kamu terlihat begitu berbinar sekali hari ini?""Oh ya, Ma ma
Sudah beberapa bulan sejak pertengkaran Tio dan Zara waktu itu, nyatanya permasalahan mereka masih saja tetap sama. Zara sudah melayangkan gugatan cerai untuk Tio, namun lelaki itu terus saja menolak dan tidak mau menandatangani surat tersebut. Meskipun tak memungkiri jika Zara sakit bila pernikahannya yang selama ini berjalan harus tandas ditengah jalan."Apakah keputusanmu tidak bisa diubah lagi?" tanya Tio.Zara duduk ditepi ranjang kamarnya, menghadap ke arah jendela dan membelakangi sang suami."Andai saja kamu tak menghadirkan orang ketiga dalam biduk rumah tangga kita, tentunya aku tak akan melakukan gugatan ini. Tapi batas kesabaranku sudah cukup." jawab Zara tanpa menoleh ke arah sang suami.Ya alasan yang tepat untuk Zara memutuskan semuanya, dan membuat Tio bergeming dan tak bisa menjawabnya. Untuk sesaat Tio memikirkan semuanya."Baiklah, jika kamu memilih untuk bertahan berarti kita lanjut. Tapi ternyata kamu tak mau dimadu bahkan sudah melayangkan gugatan cerai kepadaku.
Tio yang tersadar dari lamunannya, segera berlari untuk mengejar Zara. Tetapi rupanya wanita itu sudah tidak ada disekitaran rumah Ibunya lagi, sepertinya ia sudah pergi jauh. Tio mencoba menghubungi nomor istri yang baru saja diceraikannya, ia merasa sedikit bersalah atas apa yang telah ia lakukan terhadap Zaradan juga Sherly.Akan tetapi nomor teleponnya tidak tersambung, sepertinya Zara tengah sengaja menonaktifkan ponselnya. Sedangkan ia tidak tahu kemana perginya anak dan mantan istrinya, sebab sudah sangat lama sekali mereka tak pernah pulang ke rumah orang tua Zara. Makanya ia sangsi jika mereka pulang kesana, bukan tanpa sebab keluarga kecil mereka jarang pulang ke rumah orang tua Zara. Tetapi karena Tio pernah bersitegang dengan Ayah Zara.Sedangkan dilain tempat Zara dan Sherly telah sampai dikediaman orang tua Zara, sudah beberapa tahun terakhir ia tak pulang kesana setelah kejadian terakhir yang terjadi antara orang tua dan suaminya. Zara memejamkan matanya sebentar setela
"Maafkan aku Bun, aku telah mengecewakan kalian. Aku hanya bisa menyusahkan kalian." ucap Zara.Zara memang sangatlah dekat dengan kedua orang tuanya, tetapi ia jauh lebih dekat dengan sang Ayah. Mendengar kabar menyakiykan tentang Ayahnya membuat ia merasa menjadi anak yang tak berguna. Ia sangat merasa bersalah terhadap kedua orang tuanya, apalagi diakhir hayat Ayahnya ia tak bisa hadir."Ssttt, baik Bunda maupun mendiang Ayahmu idak pernah menyalahkan kamu nak. Kamu hanya memcoba berbakti dengan suamimu, yang salah adalah Tio yang menjerumuskan kamu supaya menjauh dari keluarganya sendiri." ucap Bu Rosidah."Istirahatlah, tenangkan hatimu. Kasihan Sherly juga pasti sama lelahnya dengan kamu nak, tapi ingat. Jangan terlalu larut dalam kesedihan ini, Bunda yakin kamu adalah wanita yang kuat dan bisa melalui ini semua. Bunda akan selalu ada untuk kalian sayang." ucapnya.Sherly dan Zara segera memeluk tubuh renta Bu Rosidah, rasa haru menyelimuti hati mereka. Zara bersyukur sang Ibu m
"Jadi kau dirawat disini sendirian? Tanpa ada keluarga yang menemani?" tanya Kevin.Perempuan itu mengangguk lemah, kepalanya menunduk terlihat ada kesedihan diwajahnya yang coba ia sembunyikan."Awalnya aku kesini untuk mencari keberadaan Mamaku, karena aku sempat mendengar kabar jika beliau sedang berada dikota ini. Namun aku justru berakhir disini karena penyakitku." lirihnya.Kevin yang merasa kasihan dengan keadaan Tasya pun akhirnya memutuskan untuk membawa gadis itu pulang."Lebih baik kau ikut bersamaku ke kota, aku akan membawamu ke dokter terbaik disana.""Jangan bersedih, aku akan membantumu untuk mencari beliau. Kau tak perlu khawatir."Tasya menatap ke arah pria itu dengan tersenyum tipis, ia masih menaruh hati terhadap orang yang ada dihadapannya dari dulu hingga saat ini."Tapi keluarga kamu?""Tenang saja, mereka pasti akam mengerti." ucap Kevin membuat Tasya tersenyum simpul.Sore harinya, tak seperti beberapa waktu lalu Kevin pulang ke rumah dengan membawa seseorang.
Riri memegangi perutnya yang terasa sangat nyeri, ia berusaha untuk bangkit walau kesusahan dan tertatih. Bahkan untuk berjalan saja ia harus menyeret kakinya, dan perut besarnya membuat ia tak leluasa bergerak. Riri mencoba untuk mengambil minum hangat ke dapur, namun belum sampai ia keluar dari kamar ia menjatuhkan vas bunga kecil yangvada diatas nakas samping tempat tidurnya karena ia menahan perut yang terasa semakin kencang dan nyeri.PrangAwww...Riri bersimpuh dilantai dengan salah satu tangannya memegangi perut, dan satu lagi berpegangan pada nakas. Maria dan Kevin yang mendengar suara gaduh dari dalam kamar langsung saja menuju kesana, mereka memang tadi berada disekitar kamar Kevin untuk membahas masalah Tasya. Karena tidak ingin didengar oleh orang lain makanya Maria mengajak berbicara disana."Vin, Mami mau bicara? Apa maksud kamu dengan membawa wanita itu kemari?""Mi, Kevin hanya berniat untuk menolongnya. Kasihan dia sedang sakit sedangkan dia hanya sebatang kara, Ibu