Tio yang tersadar dari lamunannya, segera berlari untuk mengejar Zara. Tetapi rupanya wanita itu sudah tidak ada disekitaran rumah Ibunya lagi, sepertinya ia sudah pergi jauh. Tio mencoba menghubungi nomor istri yang baru saja diceraikannya, ia merasa sedikit bersalah atas apa yang telah ia lakukan terhadap Zaradan juga Sherly.Akan tetapi nomor teleponnya tidak tersambung, sepertinya Zara tengah sengaja menonaktifkan ponselnya. Sedangkan ia tidak tahu kemana perginya anak dan mantan istrinya, sebab sudah sangat lama sekali mereka tak pernah pulang ke rumah orang tua Zara. Makanya ia sangsi jika mereka pulang kesana, bukan tanpa sebab keluarga kecil mereka jarang pulang ke rumah orang tua Zara. Tetapi karena Tio pernah bersitegang dengan Ayah Zara.Sedangkan dilain tempat Zara dan Sherly telah sampai dikediaman orang tua Zara, sudah beberapa tahun terakhir ia tak pulang kesana setelah kejadian terakhir yang terjadi antara orang tua dan suaminya. Zara memejamkan matanya sebentar setela
"Maafkan aku Bun, aku telah mengecewakan kalian. Aku hanya bisa menyusahkan kalian." ucap Zara.Zara memang sangatlah dekat dengan kedua orang tuanya, tetapi ia jauh lebih dekat dengan sang Ayah. Mendengar kabar menyakiykan tentang Ayahnya membuat ia merasa menjadi anak yang tak berguna. Ia sangat merasa bersalah terhadap kedua orang tuanya, apalagi diakhir hayat Ayahnya ia tak bisa hadir."Ssttt, baik Bunda maupun mendiang Ayahmu idak pernah menyalahkan kamu nak. Kamu hanya memcoba berbakti dengan suamimu, yang salah adalah Tio yang menjerumuskan kamu supaya menjauh dari keluarganya sendiri." ucap Bu Rosidah."Istirahatlah, tenangkan hatimu. Kasihan Sherly juga pasti sama lelahnya dengan kamu nak, tapi ingat. Jangan terlalu larut dalam kesedihan ini, Bunda yakin kamu adalah wanita yang kuat dan bisa melalui ini semua. Bunda akan selalu ada untuk kalian sayang." ucapnya.Sherly dan Zara segera memeluk tubuh renta Bu Rosidah, rasa haru menyelimuti hati mereka. Zara bersyukur sang Ibu m
"Jadi kau dirawat disini sendirian? Tanpa ada keluarga yang menemani?" tanya Kevin.Perempuan itu mengangguk lemah, kepalanya menunduk terlihat ada kesedihan diwajahnya yang coba ia sembunyikan."Awalnya aku kesini untuk mencari keberadaan Mamaku, karena aku sempat mendengar kabar jika beliau sedang berada dikota ini. Namun aku justru berakhir disini karena penyakitku." lirihnya.Kevin yang merasa kasihan dengan keadaan Tasya pun akhirnya memutuskan untuk membawa gadis itu pulang."Lebih baik kau ikut bersamaku ke kota, aku akan membawamu ke dokter terbaik disana.""Jangan bersedih, aku akan membantumu untuk mencari beliau. Kau tak perlu khawatir."Tasya menatap ke arah pria itu dengan tersenyum tipis, ia masih menaruh hati terhadap orang yang ada dihadapannya dari dulu hingga saat ini."Tapi keluarga kamu?""Tenang saja, mereka pasti akam mengerti." ucap Kevin membuat Tasya tersenyum simpul.Sore harinya, tak seperti beberapa waktu lalu Kevin pulang ke rumah dengan membawa seseorang.
Riri memegangi perutnya yang terasa sangat nyeri, ia berusaha untuk bangkit walau kesusahan dan tertatih. Bahkan untuk berjalan saja ia harus menyeret kakinya, dan perut besarnya membuat ia tak leluasa bergerak. Riri mencoba untuk mengambil minum hangat ke dapur, namun belum sampai ia keluar dari kamar ia menjatuhkan vas bunga kecil yangvada diatas nakas samping tempat tidurnya karena ia menahan perut yang terasa semakin kencang dan nyeri.PrangAwww...Riri bersimpuh dilantai dengan salah satu tangannya memegangi perut, dan satu lagi berpegangan pada nakas. Maria dan Kevin yang mendengar suara gaduh dari dalam kamar langsung saja menuju kesana, mereka memang tadi berada disekitar kamar Kevin untuk membahas masalah Tasya. Karena tidak ingin didengar oleh orang lain makanya Maria mengajak berbicara disana."Vin, Mami mau bicara? Apa maksud kamu dengan membawa wanita itu kemari?""Mi, Kevin hanya berniat untuk menolongnya. Kasihan dia sedang sakit sedangkan dia hanya sebatang kara, Ibu
Tengah malam Riri terbangun, ia merasa haus. Disana ia melihat suaminya tengah tertidur pulas dikursi samping ranjangnya, sebenarnya ia tak tega melihat Kevin tidur dalam posisi duduk. Ia juga enggan untuk meminta tolong ambilkan air minum, Riri masih sangat kecewa dengan perbuatan suaminya. Sedangkan Ibu Mertuanya sudah pulang ke rumah, ia melirik jam dinding ternyata baru pukul 2 malam.Perlahan, Riri mencoba meraih gelas yang ada diatas nakas dengan menggunakan tangan yang bebas dari infus. Namun karena tubuhnya masih terlalu lemah ia tak bisa menggapainya.Ssshh... Riri sedikit meringis karena pergerakkannya, membuat infus ditanggannya sedikit mengencang. Kevin terbangun mendengar karena mendengar suara Riri."Kenapa Ras?""Gak...""Kamu butuh minum?" tanya Kevin yang melihat Riri kembali menggapai gelas diatas nakas, namun Riri hanya bergeming saja. "Ini...." ucap Kevin, menyodorkan air minum yang ia ambil. Riri tak menolak karena ia memang kehausan tetapi ia hanya diam saja ta
Riri memegangi perutnya dengan sedikit meringis, satu tangannya juga dipasang infus lagi karena khawatir jika Ibu hamil ini kekurangan cairan. Ia meringkuk diatas ranjang membuat Kevin khawatir.Ssshhh"Apa terasa sakit lagi?" tanya Kevin, Riri hanya bisa mengangguk sebagai respon."Aku bantu dengan mengompreskan air hangat ya?"Tanpa babibu, Kevin segera mengganti air dalam botol tersebut dengan air panas yang baru. Seketika itu membuat Riri merasa lebih baik.Tok tok tokAtensi keduanya teralihkan karena ketukukan pintu."Bentar ya." ucap Kevin pada Riri Ceklek"Maaf Den, i-itu Mbak Tasya terluka." ucap maid.Kevin menatap Riri kembali, sepertinya ia juga merasa khawatir dengan kondisi Tasya. Melihat hal itu hatinya berdenyut nyeri, sepenting itukah dia dalam hatinya? Dalam hidupnya? Sedangkan dia yang jelas jelas istri sahnya saja tadi kesakitan tapi ia tidak tahu, dan menghampirinya usai ia merasa lebih baik dari sebelumnya."Jika kau pergi itu artinya semua yang ada dalam fikira
Secepat kilat Maria menghubungi dokter keluarganya, ia juga mengambil air hangat serta obat pereda sakit perut. Ia tak tega melihat Riri merintih karena sakit perutnya.Riri langsung saja menelan obat tersebut, dan berbaring kembali diranjangnya."Sampai aku tahu siapa yang berani melakukan ini kepada menantuku, awas saja dia! Tak akan kubiarkan!"Maria tentu saja tak enak hati karena keteledoran dirinya membuat menantu kesayangannya seperti ini, apalagi ada janin yang tumbuh dirahim Riri."Sayang kamu istirahatlah terlebih dahulu, Mami mau mengecek makanan yang tadi sudah Mami masak. Apakah makanan itu juga telah dicampuri racun atau tidak.""Mami akan mencari tahu semuanya, kau tenang saja ya."Riri mengangguk lemah membiarkan Maria pergi meninggalkannya."Sayang kamu harus bertahan ya." ucap Riri mengelus pelan perut buncitnya. Untung saja tadi ia hanya mencicipi sedikit makanan itu dan langsung muntah juga jadi kemungkinan hanya sedikit saja racun yang telah tertelan olehnya.Mari
"Kenapa kau terlihat terburu buru sekali, Ras?" tanya Kevin.Riri yang hendak melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat suaminya berada, harus kembali berhenti lantaran tangannya dicekal oleh Kevin.Dia ingin segera berlalu dari sana sebenarnya namun karena ditahan oleh Kevin membuatnya tak bisa kemana mana, apalagi keringat dingin telah membasahi wajahnya sekarang karena perutnya kian terasa nyeri."Kau kenapa?" tanya Kevin yang menyadari ada yang tidak beres dengan diri istrinya. Namun Riri hanya bergeming saja, dan.....BrukkTubuh Riri ambruk tak sadarkan diri, membuat Kevin semakin khawatir dengan kondisi istrinya. Apalagi melihat wajah pucat sang istri, padahal baru kemarin Riri keluar dari rumah sakit namun sekarang justru terjadi hal seperti ini.Untung saja Kevin berada disamping Riri sehingga dengan sigap ia dapat menangkap tubuh sang istri yang ambruk. Tanpa pikir panjang langsung saja ia menggendong tubuh besar Riri yang melebar berkali lipat karena kehamilannya."Ras, Sa