"Maaf! Gak akan pernah Mas, aku gak sudi dimadu!" tegas Zara dengan penuh amarah.Seharusnya Tio bisa memahami peradaan Zara yang tak ingin berbagi suami dengan wanita lain, namun mengapa sekarang malah ia yang memohon mohon dengan wajah memelas seperti itu."Zara please, aku mohon agar kamu berubah fikiran lagi!""Maafkan aku Bu, yang tidak bisa menjadi menantu terbaikmu."Bukannya menjawab ucapan sang suami, Zara justru berbicara kepada Ibu mertuanya."Tidak Zara, sampai kapanpun kamu akan tetap menjadi menantu Ibu yang terbaik."Zara benar benar tak bisa mengerti jalan pikiran Tio, mengapa dia mati matian membujuk Zara untuk mau menerima Silvi sebagai adik madunya. Apakah bagi Tio satu wanita saja tidak cukup, sehingga ia memghadirkan wanita lain dalam kehidupan rumah tangga mereka? Bukankah yang ada malah dia mencari penyakit saat semuanya masih baik baik saja.Zara lebih memilih diam, ia mencoba meredam rasa amarah dan kecewa yang timbul akibat perkataan Tio. Ia menarik napasnya
Keesokan harinya Pak Yuda benar benar datang menemui Rian, ia tidak mau kehidupan kedua putrinya yerus terusan diusik oleh keluarga mantan menantunya itu. Ia akan berbicara dengan pelan pelan, supaya perkataannya bisa diresapi oleh menantunya yang satu itu."Yan..." panggil Pak Yuda."Pa, silakan duduk. Mau pesan apa?""Papa, kopi hitam aja."Hening seketika sampai pesanan mereka datang pun keduanya masih bergeming dan berkelut dengan fikirannya masing masing. Pak Yuda memandang Rian yang terlihat gelisah duduknya seperti seseorang yang tengah menahan BAB, tak tahu saja jika Rian saat ini sudah panas dingin karena Pak Yuda yang tiba tiba mengajaknya bertemu. Rian sangat cemas sekarang sampai duduknya pun menjadi gelisah."Rian." panggil Pak Yuda."I-iya Pa.""Kamu tahu kenapa saya mengajak kamu untuk bertemu?" tanya Pak Yuda.Rian menggeleng pelan, "Enggak tahu Pa." jawab Rian membuat Pak Yuda menghela napas pelan."Langsung saja ya, saya cuma mau bilang sama kamu tolong jangan ganggu
"Sudah biarkan saja, kan sekarang kamu sudah punya aku. Ngapain mikirin mereka segala! Senyum dong." ucap orang itu.Silvi tersenyum manis didepannya, ia membalas genggaman tangan orang yang berada didepannya.Drt drtPonsel yang ada disakunya bergetar, terdapat panggilan masuk didalamnya. Membuat orang itu terpaksa melepas genggaman tangan Silvi."Siapa?" tanya Silvi."Bos."Silvi menyuruhnya untuk segera mengangkat telepon dari Mas Tionya itu, sementara dia akan diam saja berpura pura tak ada disamping orang tersebut.[Iya Pak, ada apa?][No, kamu dimana? Kamu sedang bersama Ibu tidak, kok saya coba hubungi Ibu tapi gak bisa ya?]Ya orang yang saat ini sedang bersama dengan Silvi adalah Nino, supir yang dipercaya oleh Tio untuk mengantar Silvi kembali ke rumah Ibunya kemarin. Namun tanpa diketahui oleh semua orang, Nino dan Silvi sudah menjalin sebuah hubungan sejak tiga bulan yang lalu.Nino, pria muda yang tampan dan bertubuh tegap. Lelaki berperawakan tinggi atletis yang mampu m
"Sayang, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Silvi sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang kekasih gelapnya yang masih balum memakai baju."Apa yang ingin kau tanyakan sayang?""Hmmm, sampai kapan yah kita bakal seperti ini? Menjalin hubungan backstret gini." tanya Silvi."Kenapa? Apa kau sudah mulai bosan denganku?""Bukan begitu, hanya saja aku sepertinya sudab tidak tahan jika harus terus bersembunyi sembunyi seperti ini.""Ya sudah kalau begitu, tinggalkan suamimu yang sudah tua itu dan pergilah denganku.""Mmmh, maaf ya yah. Tapi apa kamu sanggup menanggung semua biaya hidup aku nantinya? Bukan aku mau meremehkan kamu sayang, tapi saat ini pekerjaan kamu juga hanya sebagai supir pribadi Mas Tio kan?" ucap Silvi dengan penuh hati hati, ia tidak ingin kekasihnya itu menjadi marah dengannya."Kamu tenang saja, aku sudah punya tabungan yang cukup banyak kok. Tinggal sebentar lagi, lagian kalau misalkan kamu berpisah dengan bos bukankah kamu akan mendapatkan harta gono gini? Kan i
Joana tak ingin terlalu lama terlarut dalam kesedihannya, ia bersiap siap untuk ke butik sang Ibu untuk membantu mengelolanya seperti biasa. Dengan pakaian yang rapi, sederhana namun terlihat elegan ditambah dengan riasan tipis diwajahnya menambah memancarkan aura kecantikan dari perempuan itu.Ia berjalan anggun memasuki butik sang Ibu, dengan wajah tersenyum cerah. Senyum yang cantik ditampilkannya kepada siapapun yang berpapasan dengannya disana, ia ingin dunia tahu bahwa ia baik baik saja walaupun perpisahan didepan mata."Pagi Mbak...""Ya, pagi." jawab Joana sumringah.Ia terus berjalan menuju ruangannya untuk mencari tas, barulah ia akan ke ruangan sang Ibu setelahnya. Tak ada yang tahu betapa sedihnya hati ini, karena Joana sangat pandai menyembunyikan luka tersebut. Ia tidak ingin mengekspresikan perasaannya di depan orang lain."Pagi Ma." sapa Joana begitu ia memasuki ruangan Ibunya."Pagi sayang, wahh ada apa nih kamu terlihat begitu berbinar sekali hari ini?""Oh ya, Ma ma
Sudah beberapa bulan sejak pertengkaran Tio dan Zara waktu itu, nyatanya permasalahan mereka masih saja tetap sama. Zara sudah melayangkan gugatan cerai untuk Tio, namun lelaki itu terus saja menolak dan tidak mau menandatangani surat tersebut. Meskipun tak memungkiri jika Zara sakit bila pernikahannya yang selama ini berjalan harus tandas ditengah jalan."Apakah keputusanmu tidak bisa diubah lagi?" tanya Tio.Zara duduk ditepi ranjang kamarnya, menghadap ke arah jendela dan membelakangi sang suami."Andai saja kamu tak menghadirkan orang ketiga dalam biduk rumah tangga kita, tentunya aku tak akan melakukan gugatan ini. Tapi batas kesabaranku sudah cukup." jawab Zara tanpa menoleh ke arah sang suami.Ya alasan yang tepat untuk Zara memutuskan semuanya, dan membuat Tio bergeming dan tak bisa menjawabnya. Untuk sesaat Tio memikirkan semuanya."Baiklah, jika kamu memilih untuk bertahan berarti kita lanjut. Tapi ternyata kamu tak mau dimadu bahkan sudah melayangkan gugatan cerai kepadaku.
Tio yang tersadar dari lamunannya, segera berlari untuk mengejar Zara. Tetapi rupanya wanita itu sudah tidak ada disekitaran rumah Ibunya lagi, sepertinya ia sudah pergi jauh. Tio mencoba menghubungi nomor istri yang baru saja diceraikannya, ia merasa sedikit bersalah atas apa yang telah ia lakukan terhadap Zaradan juga Sherly.Akan tetapi nomor teleponnya tidak tersambung, sepertinya Zara tengah sengaja menonaktifkan ponselnya. Sedangkan ia tidak tahu kemana perginya anak dan mantan istrinya, sebab sudah sangat lama sekali mereka tak pernah pulang ke rumah orang tua Zara. Makanya ia sangsi jika mereka pulang kesana, bukan tanpa sebab keluarga kecil mereka jarang pulang ke rumah orang tua Zara. Tetapi karena Tio pernah bersitegang dengan Ayah Zara.Sedangkan dilain tempat Zara dan Sherly telah sampai dikediaman orang tua Zara, sudah beberapa tahun terakhir ia tak pulang kesana setelah kejadian terakhir yang terjadi antara orang tua dan suaminya. Zara memejamkan matanya sebentar setela
"Maafkan aku Bun, aku telah mengecewakan kalian. Aku hanya bisa menyusahkan kalian." ucap Zara.Zara memang sangatlah dekat dengan kedua orang tuanya, tetapi ia jauh lebih dekat dengan sang Ayah. Mendengar kabar menyakiykan tentang Ayahnya membuat ia merasa menjadi anak yang tak berguna. Ia sangat merasa bersalah terhadap kedua orang tuanya, apalagi diakhir hayat Ayahnya ia tak bisa hadir."Ssttt, baik Bunda maupun mendiang Ayahmu idak pernah menyalahkan kamu nak. Kamu hanya memcoba berbakti dengan suamimu, yang salah adalah Tio yang menjerumuskan kamu supaya menjauh dari keluarganya sendiri." ucap Bu Rosidah."Istirahatlah, tenangkan hatimu. Kasihan Sherly juga pasti sama lelahnya dengan kamu nak, tapi ingat. Jangan terlalu larut dalam kesedihan ini, Bunda yakin kamu adalah wanita yang kuat dan bisa melalui ini semua. Bunda akan selalu ada untuk kalian sayang." ucapnya.Sherly dan Zara segera memeluk tubuh renta Bu Rosidah, rasa haru menyelimuti hati mereka. Zara bersyukur sang Ibu m