"Maaf, kamu siapa ya? Anda salah orang, jangan sok dekat denganku." ketus Jihan, dengan secepat kilat ia mengganti mimik wajahnya agar wanita didepannya itu tidsk menyadari keterjutannya. Namun terlambat, Joana sudah melihat semuanya dan ia sangat yakin sekarang.Jihan kembali melanjutkan langkahnya berlalu dari sana, namun Joana tetap menahannya dengan mengikuti gerakan Jihan kemanapun wanita itu pergi.SatttSettttttSatttSetttttt"Minggir! Jangan halangi jalan saya, saya mau pergi!" ujar Jihan."Dimana anak kamu Han, bukannya kamu dulu sedang hamil besar? Sekarang perut kamu sudah kembali rata, itu artinya kamu sudah melahirkan bukan? Lantas dimana anak kamu?" cecar Joana.Netra Jihan seketika membola, Joana tak tanggung tanggung membongkar aib yang sudah ia tutup rapat rapat. Bahkan tak ada yang tahu mengenai hal ini, hanya Tuhan. Author dan para readers saja yang tahu sebelumnya.DegJantung Jihan berdetak sepuluh kali lebih cepat dari biasanya, karena mendengar ucapan dari wani
Tio bergeming membocorkan sendu kepergiannya yang penuh amarah. Ia menyesal telah melakukan hal itu kepada anak dan istrinya, ia harus bertanya dulu apa yang terjadi sebenarnya menuduh Zara bahkan mengatakan dengan keras. Silvi mencoba menggenggam tangan sang suami yang terasa dingin, berharap untuk memberikan kehangatan."Mas...." lirih Silvi.Tio mengusap wajahnya kasar, kemudian menghela napas. Ia tahu jika sifat terlalu keras kepala. Sampai sekarang pun Sherly belum bisa menerima kehadiran Silvi sebagai Ibu sambungnya, dan sekarang ia dihadapkan dengan pilihan yang sulit yaitu antara anak kandungnya dan wanita yang ia cintai dengan ibu kandung dari anaknya. Tio menolek ke arah Silvi, dan menatap dengan lembut."Maafkan sikap Sherly tadi ya sayang." ucap Tio sembari mengelus punggung tangan Silvi yang memegang tangannya."Nggak Mas, Sherly gak salah. Aku yang salah.""Sssttt, sudah tidak ada yang salah dalam hal ini. Semua ini sudah menjadi takdir kita.""Untuk sementara kamu tingg
Sekarang yang harus bagaimana caranya membongkar kedok Jihan didepan semua orang, ia akan menemukan terlebih dahulu apa motif dari perempuan itu hingga akhirnya seperti itu. kepastian tanpa segetahuan dari Riri Dan ia juga ingin tahu mengapa dulu wanita itu sampai rela mengaku hamil anak Rian, ia masih sangat penasaran dengan itu. "Joana, heii. Jo, kamu melamun?" ujar Riri dengan memanjakan didepan wanita itu."Ah, iya Kak. Ada apa?""Tidak ada, hanya saja tadi dipanggil kamu.""Haha serius kak?""He he, gak ding bercanda. Lagian kamu dari tadi melamun saja, ada apa?""Hah, dasar Kakak! Gak, siapa yang melamun?""Mmmmhhhh..."Joana nampak bimbang ingin tertarik dengan Jihan keada sang Kakak, karena mengkhawatirkan kondisi Riri dan calon keponakannya. Riri yang menyadari raut bingung dari wajah Joana, pun menggenggam tangan gadis itu berusaha keras jika dia baik saja."Ada apa? Apa ini masalah Rian lagi?" tanya Riri lembut."Bukan Kak, ini bukan masalah Rian kok.""Lalu? Cerita aja s
"Maaf! Gak akan pernah Mas, aku gak sudi dimadu!" tegas Zara dengan penuh amarah.Seharusnya Tio bisa memahami peradaan Zara yang tak ingin berbagi suami dengan wanita lain, namun mengapa sekarang malah ia yang memohon mohon dengan wajah memelas seperti itu."Zara please, aku mohon agar kamu berubah fikiran lagi!""Maafkan aku Bu, yang tidak bisa menjadi menantu terbaikmu."Bukannya menjawab ucapan sang suami, Zara justru berbicara kepada Ibu mertuanya."Tidak Zara, sampai kapanpun kamu akan tetap menjadi menantu Ibu yang terbaik."Zara benar benar tak bisa mengerti jalan pikiran Tio, mengapa dia mati matian membujuk Zara untuk mau menerima Silvi sebagai adik madunya. Apakah bagi Tio satu wanita saja tidak cukup, sehingga ia memghadirkan wanita lain dalam kehidupan rumah tangga mereka? Bukankah yang ada malah dia mencari penyakit saat semuanya masih baik baik saja.Zara lebih memilih diam, ia mencoba meredam rasa amarah dan kecewa yang timbul akibat perkataan Tio. Ia menarik napasnya
Keesokan harinya Pak Yuda benar benar datang menemui Rian, ia tidak mau kehidupan kedua putrinya yerus terusan diusik oleh keluarga mantan menantunya itu. Ia akan berbicara dengan pelan pelan, supaya perkataannya bisa diresapi oleh menantunya yang satu itu."Yan..." panggil Pak Yuda."Pa, silakan duduk. Mau pesan apa?""Papa, kopi hitam aja."Hening seketika sampai pesanan mereka datang pun keduanya masih bergeming dan berkelut dengan fikirannya masing masing. Pak Yuda memandang Rian yang terlihat gelisah duduknya seperti seseorang yang tengah menahan BAB, tak tahu saja jika Rian saat ini sudah panas dingin karena Pak Yuda yang tiba tiba mengajaknya bertemu. Rian sangat cemas sekarang sampai duduknya pun menjadi gelisah."Rian." panggil Pak Yuda."I-iya Pa.""Kamu tahu kenapa saya mengajak kamu untuk bertemu?" tanya Pak Yuda.Rian menggeleng pelan, "Enggak tahu Pa." jawab Rian membuat Pak Yuda menghela napas pelan."Langsung saja ya, saya cuma mau bilang sama kamu tolong jangan ganggu
"Sudah biarkan saja, kan sekarang kamu sudah punya aku. Ngapain mikirin mereka segala! Senyum dong." ucap orang itu.Silvi tersenyum manis didepannya, ia membalas genggaman tangan orang yang berada didepannya.Drt drtPonsel yang ada disakunya bergetar, terdapat panggilan masuk didalamnya. Membuat orang itu terpaksa melepas genggaman tangan Silvi."Siapa?" tanya Silvi."Bos."Silvi menyuruhnya untuk segera mengangkat telepon dari Mas Tionya itu, sementara dia akan diam saja berpura pura tak ada disamping orang tersebut.[Iya Pak, ada apa?][No, kamu dimana? Kamu sedang bersama Ibu tidak, kok saya coba hubungi Ibu tapi gak bisa ya?]Ya orang yang saat ini sedang bersama dengan Silvi adalah Nino, supir yang dipercaya oleh Tio untuk mengantar Silvi kembali ke rumah Ibunya kemarin. Namun tanpa diketahui oleh semua orang, Nino dan Silvi sudah menjalin sebuah hubungan sejak tiga bulan yang lalu.Nino, pria muda yang tampan dan bertubuh tegap. Lelaki berperawakan tinggi atletis yang mampu m
"Sayang, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Silvi sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang kekasih gelapnya yang masih balum memakai baju."Apa yang ingin kau tanyakan sayang?""Hmmm, sampai kapan yah kita bakal seperti ini? Menjalin hubungan backstret gini." tanya Silvi."Kenapa? Apa kau sudah mulai bosan denganku?""Bukan begitu, hanya saja aku sepertinya sudab tidak tahan jika harus terus bersembunyi sembunyi seperti ini.""Ya sudah kalau begitu, tinggalkan suamimu yang sudah tua itu dan pergilah denganku.""Mmmh, maaf ya yah. Tapi apa kamu sanggup menanggung semua biaya hidup aku nantinya? Bukan aku mau meremehkan kamu sayang, tapi saat ini pekerjaan kamu juga hanya sebagai supir pribadi Mas Tio kan?" ucap Silvi dengan penuh hati hati, ia tidak ingin kekasihnya itu menjadi marah dengannya."Kamu tenang saja, aku sudah punya tabungan yang cukup banyak kok. Tinggal sebentar lagi, lagian kalau misalkan kamu berpisah dengan bos bukankah kamu akan mendapatkan harta gono gini? Kan i
Joana tak ingin terlalu lama terlarut dalam kesedihannya, ia bersiap siap untuk ke butik sang Ibu untuk membantu mengelolanya seperti biasa. Dengan pakaian yang rapi, sederhana namun terlihat elegan ditambah dengan riasan tipis diwajahnya menambah memancarkan aura kecantikan dari perempuan itu.Ia berjalan anggun memasuki butik sang Ibu, dengan wajah tersenyum cerah. Senyum yang cantik ditampilkannya kepada siapapun yang berpapasan dengannya disana, ia ingin dunia tahu bahwa ia baik baik saja walaupun perpisahan didepan mata."Pagi Mbak...""Ya, pagi." jawab Joana sumringah.Ia terus berjalan menuju ruangannya untuk mencari tas, barulah ia akan ke ruangan sang Ibu setelahnya. Tak ada yang tahu betapa sedihnya hati ini, karena Joana sangat pandai menyembunyikan luka tersebut. Ia tidak ingin mengekspresikan perasaannya di depan orang lain."Pagi Ma." sapa Joana begitu ia memasuki ruangan Ibunya."Pagi sayang, wahh ada apa nih kamu terlihat begitu berbinar sekali hari ini?""Oh ya, Ma ma
Esok menjelang, semua rencana yang telah Riri susun untuk menyembunyikan anak mereka berubah total. Pagi pagi sekali semua keluarga Riri dan orang tua Kevin sudah datang ke rumah sakit, bahkan George. Ayah kandung dari Kevin pun langsung meluncur dari kuar negri begitu dikabari jika cucunya sudah lahir dan selamat, ya kemarin setelah Riri melakukan operasi George memang sudah dikabari tapi karena ada sesuatu mendesak belum sempat ia pulang ia mendapat kabar jika cucunya tidak selamat. Ia begitu syok namun yang membuatnya kembali syok yaitu ketika Kevin kembali mengabarinya jika sang anak sebenarnya masih hidup.Tidak hanya George, tapi Maria dan juga seluruh keluarga Riri juga syok mendengar kabar itu. Awalnya Riri masih bersikeras untuk menyembunyikan fakta ini untuk sementara, tapi Kevin berhasil meyakinkan dirinya jika keamanan sang anak akan semakin terjamin jika keluarganya diberitahu sehingga semakin banyak orang yang bisa membantu menjaganya. Dan bagaimanapun juga sikecil butuh
Kevin mengurai pelukan sang istri, ia menatap wajah teduh Riri yang masih dihiasi oleh air mata. Kemudian mengecup pelan kedua kelopak mata sang istri, dan mendekapnya kembali dengan sayang."Aku minta maaf ya, terima kasih karena kamu telah memikirkan keselamatan anak kita. Maaf karena aku sudah gagal dalam menjaga kalian."Riri membalas pelukan Kevin dengan erat, hatinya merasa teduh. Ia bersyukur karena sekarang laki laki ini telah mengerti akan posisi Riri yang memang mengharuskan melakukan itu semua."Tolong ingat satu hal Ras, kalau aku sampai kapanpun gak akan pernah bisa berpaling dari kamu. Kamu dan anak anak kita begitu berharga bagiku, aku akan berusaha menjaga kalian dengan baik meski nyawaku sebagai taruhannya aku rela."Riri merasa terharu setelah mendengar ucapan suaminya, ia tak menyangka jika sang suami akan berbicara seperti itu. Lagi ia merasa sangat bersyukur bisa bersama dengan Kevin, orang yang begitu mencintai dan menyayangi dirinya serta anak anaknya."Sudah, a
CeklekSuster mendorong kursi roda Riri ke dalam ruang rawatnya, Kevin tengah menatap sang istri dengan tatapan datarnya. Namun ia tetap membantu memindahkan istrinya itu ke ranjangnya kembali, suster pergi dari sana dengan membawa kursi roda yang telah kosong."Kamu habis dari mana?" tanya Kevin khawatir."Aku cuma habis cari angin karena tadi gak bisa tidur lagi, kebetulan ada suster yang bertugas ngecek infus aku makanya sekalian aku minta cari angin." jawab Riri yang tak mau melihat ke arah Kevin, sebab ia habis menangis tadi karena bertemu dengan anaknya."Cari angin? Malam malam begini? Terus kenapa kamu gak bangunin aku aja Ras?""Emangnya kenapa? Aku gak mau bangunin kamu sebab kamu terlihat begitu kelelahan, tidurmu nyenyak banget aku jadi gak tega.""Sayang, lihat aku! Kamu habis nangis?" tanya Kevin yang memaksa Riri untuk melihat ke arahnya."Aku cuma lagi keinget semuanya saja kok." kilah Riri."Maafin aku Ras." Kevin mengira jika Riri tengah teringat dengan anak mereka
"Jadi selama ini kalian berdua bersekongkol untuk membohongiku?" tanya Riri, ia menatap nanar ke arah Kevin dan Tasya yang tampak menyesali perbuatannya."Maafkan aku sayang, aku tak bermaksud ingin menyakitimu, aku hanya ingin melindungimu." ujar Kevin sedangkan Tasya hanya menunduk."Kenapa Vin, bahkan anak kita sudah tiada. Kembalikan anakku!!!" ucap Riri dengan mata memerah."Kau sudah membunuh anakku, Vin. Aku membencimu, benci sekaliaku tak ingin bersamamu lagi." Riri menumpahkan segala emosi yang ada dalam jiwanya, ia melihat raut penyesalan dalam wajah kedua orang didepannya itu. Dia menangis sesenggukan disana, ia merasa dibodohi oleh suaminya sendiri. Ia ingin suaminya juga merasakan bagaimana rasanya menjadi dirinya."Sayanggggg...." Kevin berusaha menggapai Riri yang masih saja terus menangis. Sementara Tasya dan dokter Lucas sudah terlebihbdahulu oergi dari ruangan itu mereka ingin memberikan waktu bagi keduanya menyelesaikan masalah mereka."Pergilah, aku ingin sendiri.
Riri termenung seorang diri dibrangkar tempat tidurnya, entah apa yang membuat pikirannya begitu kacau. Usai kejadian yang baru saja terjadi diruangannya, tentang Jihan yang berusaha untuk melenyapkannya dan juga kedatangan Tasya yang menolong dirinya. Ia berpikir untuk apa Tasya menolong dirinya? Bukankah jika Tasya memang ingin merebut Kevin darinya seharusnya dia membiarkan Jihan melakukan hal tersebut kepadanya, tapi mengapa ini kebalikannya?"Apa yang sebenarnya dia rencanakan?" gumam Riri.Ceklek"Sayang?" ucap Kevin."Sedang memikirkan apa?" tanya Kevin lagi."Tak ada, bagaimana keadaan kekasihmu?" tanya Riri membuat kening Kevin berkerut."Dia bukan keka......"CeklekBelum sempat Kevin meneruskan ucapannya, pintu ruangan tersebut kembali dibuka oleh seseorang. Satu pemandangan yang sangat tidak Riri duga, ia melihat seorang dokter lelaki yang masih muda tengah mendorong kursi roda dimana Tasya duduk diatasnya."Dia?" tanya Riri bingung."Dia siapa, kok bisa sama Tasya?" tanya
DughBrukAww"Tasya." teriak Riri yang melihat Tasya terjatuh karena tendangan dari Jihan. Dia ingin menolong Tasya namun ia tidak bisa dengan cepat langsung turun dari ranjang sebab ia masih belum pulih benar.Ya orang yang telah menolong Riri dari niat jahat Jihan adalah Tasya, orqng yang dianggap sebagai rivalnya oleh Riri. Sedangkan Jihan mencoba lari dari ruangan tersebut tapi kakinya berhasil dicekal oleh Tasya menggunakan tongkatnya hingga membuatnya ikut terjerembab.Bruk"Sial!" Jihan kembali menendang Tasya membuat perempuan itu kembali tersungkur. Kemudian ia bangkit dan keluar dari sana meskipun dengan terseok seok.BrukJihan yang berpapasan dengan Kevin tak sengaja menabrak bahu lelaki itu ketika Kevin hendak masuk ke dalam ruangan sang istri, namun karena penutup hoodie itu dan posisinya Jihan menunduk sehingga membuat Kevin sedikit tak mengenali Jihan."Gimana sih jalannya." gerutu Kevin."Astaga! Ras, Tasya....Kamu kenapa?" pekik Kevin.Ia menghampiri sang istri terl
Mereka berbincang bincang didalam kamar inap Riri. Meskipun lebih dominan Pak Yuda dan Kevin saja yang berbicara, sedangkan Riri lebih banyak diamnya.Pak Yuda menyadari jika ada yang tak beres dari sikap anaknya, yang tidak seperti biasanya. Sebab ia tahu, Riri itu orangnya seperti apa. Biasanya ia pasti akan banyak tersenyum dna menimpali ucapan seseorang. Tetapi kini dihadapannya, anak itu malah memilih diam sambil melihat ke arah jendela.Sebuah satu set makanan dan juga obat yang telah terjadwalkan dari rumah sakit datang menghampiri ruangan Riri diantarkan oleh perawat yang berjaga, sesaat Riri hanya melirik makanan tersebut tanpa ingin menyentuhnya."Ini untuk jatah makanan atas nama Pasien Riani Saraswati ya Pak, beserta obatnya." ucap perawat tersebut."Ya terima kasih.""Makan dulu Ras, habis itu minum obatnya. Aku suapi." ujar Kevin.Kevin mulai menyendokkan makanan itu dan disodorkannya ke depan mulut sang istri, namun Riri hanya bergeming saja dan tak mau membuka mulutnya
Keesokan harinya Kevin terbangun dari tidurnya, beberapa hari ini ia tidur dengan posisi tidak benar membuat badannya terasa sakit semua. Ia menoleh ke arah ranjang tempat istrinya dirawat, namun ia kaget karena tak melihat sang istri berada disana.Ia segera mencarinya ke kamar mandi, tetapi tidak ada lantas ia keluar dari kamar inap tersebut berjalan melewati lorong. Ketika melewati taman, ia melihat siluet Riri tengah duduk dikursi roda dengan Pak Yuda disampingnya. Ia melihat Riri tengah menangis dipelukan sang ayah, Kevin memutuskan untuk memberikan ruang kepada sang istri supaya lebih tenang terlebih dahulu.Kevin tahu, pasti saat ini istrinya masih terpukul atas kejadian yang telah menimpa dirinya.FlashbackAdzan subuh telah berkumandang, namun agaknya Kevin enggan bangun kali ini. Riri yang tak bisa tidur kembali memutuskan untuk belajar duduk sendiri pelan pelan, ia sudah bertekad untuk bisa cepat pulih. Ia tak ingin seperti ini terus, ia harus melindungi keluarganya. Setela
"Kenapa kau terlihat terburu buru sekali, Ras?" tanya Kevin.Riri yang hendak melanjutkan langkahnya meninggalkan tempat suaminya berada, harus kembali berhenti lantaran tangannya dicekal oleh Kevin.Dia ingin segera berlalu dari sana sebenarnya namun karena ditahan oleh Kevin membuatnya tak bisa kemana mana, apalagi keringat dingin telah membasahi wajahnya sekarang karena perutnya kian terasa nyeri."Kau kenapa?" tanya Kevin yang menyadari ada yang tidak beres dengan diri istrinya. Namun Riri hanya bergeming saja, dan.....BrukkTubuh Riri ambruk tak sadarkan diri, membuat Kevin semakin khawatir dengan kondisi istrinya. Apalagi melihat wajah pucat sang istri, padahal baru kemarin Riri keluar dari rumah sakit namun sekarang justru terjadi hal seperti ini.Untung saja Kevin berada disamping Riri sehingga dengan sigap ia dapat menangkap tubuh sang istri yang ambruk. Tanpa pikir panjang langsung saja ia menggendong tubuh besar Riri yang melebar berkali lipat karena kehamilannya."Ras, Sa