Share

Bab 3 – Dunia yang Berbeda

Penulis: Iris Nyx
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-12 19:21:06

Rhea menatap layar laptopnya dengan mata setengah mengantuk. Dosennya sedang menjelaskan tentang analisis pasar global dengan suara monoton yang nyaris seperti lullaby. Di sekelilingnya, mahasiswa lain tampak sibuk mencatat atau sekadar menatap kosong ke depan, sama bosannya dengan Rhea.

Lima menit lagi, dan akhirnya kelas selesai.

Rhea menuju lounge yang lumayan kosong. Ia suka duduk di pojokan dekat dengan jendela.

Dia menghela napas panjang, ia sudah berusaha bertahan dari sisa kelas yang terasa semakin lama. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk bertahan tanpa ketiduran hingga kelas selanjutnya dimulai—dan hampir berhasil—kemudian sebuah tangan tiba-tiba mendarat di bahunya.

"Rheaaa~"

Rhea menoleh dan langsung mendapati wajah Kyle yang menyeringai jahil. Dia melonggarkan topinya dan duduk di kursi kosong di sebelah Rhea dengan santai.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Rhea dengan suara datar.

Kyle mengangkat bahu. "Nggak boleh menemui istri sah-ku?"

Rhea memutar bola matanya. "Aku bukan istrimu, dasar sinting."

Kyle mendekat dan berbisik dengan nada dramatis. "Tapi kau sudah menikah. Kau sudah menjadi istri seseorang. Dan aku merasa dikhianati, Rhea."

Rhea mendesah kemudian membalas omongan Kyle dengan suara yang pelan. "Kyle, aku menikah dengan kontrak."

Kyle mendekat lebih jauh sampai hidung mereka hampir bersentuhan. "Tapi apakah suamimu tahu kalau aku lebih dulu mengenalmu? Aku yang selalu ada untukmu sejak SMA? Aku yang—"

Rhea menjejalkan buku catatannya ke wajah Kyle sebelum dia bisa melanjutkan. "Kau terlalu drama."

Kyle tertawa kecil, lalu bersandar di kursinya dengan ekspresi puas. "Setidaknya aku berhasil membuatmu tidak bosan lagi, kan?"

Rhea menghela napas panjang. "Aku tidak bosan. Aku hanya... ya, hidupku memang begini."

Kyle mengangkat sebelah alisnya. "Maksudmu, hidupmu yang membosankan?"

Rhea tidak menyangkal. Dia memang selalu menjalani kehidupan yang lurus-lurus saja. Sejak kecil, dia terbiasa fokus belajar, tidak banyak bersosialisasi kecuali dengan Kyle. Bahkan saat kuliah, rutinitasnya tidak jauh berbeda: kelas, tugas, makan, tidur.

Dan sekarang, dia menikah dengan seorang pria yang dunianya jauh berbeda darinya.

"Aku sekarang tinggal di tempat Miki," kata Rhea, tanpa sadar mengatakannya dengan nada ragu.

Kyle menatapnya dengan minat. "Oh, kalian sudah akrab ternyata? Gimana rasanya tinggal dengan seorang fashionista eksentrik?"

Rhea mengerjap, mengingat pertama kali dia masuk ke apartemen Michael. "Berbeda. SANGAT berbeda. Kau tahu, aku selalu suka tempat yang simpel, kan? Kalau apartemenku dulu cuma ada meja belajar, kasur, dan lemari, apartemen Michael itu..."

Kyle bersandar dengan ekspresi penasaran. "Bagaimana?"

Rhea menghela napas panjang sebelum mulai bercerita.

Apartemen Michael bagi Rhea yang kaku adalah definisi dari ‘berlebihan’.

Begitu dia masuk, dia langsung merasa seolah memasuki galeri seni. Rak-rak dipenuhi dengan koleksi aksesoris unik, mulai dari patung kecil, lilin aromaterapi dengan bentuk abstrak, hingga buku-buku desain yang tampak mahal. Warna-warna netral seperti putih, beige, dan abu-abu mendominasi ruangan, tapi ada sentuhan emas dan perak di beberapa dekorasi yang membuat tempat itu tampak elegan.

Tapi yang paling membuatnya pusing adalah koleksi parfumnya.

Satu lemari penuh. LEMARI.

Rhea masih ingat bagaimana ia berdiri terpaku di depan lemari kaca besar itu, menatap puluhan botol parfum dari berbagai merek mewah yang tersusun rapi di dalamnya. Ada yang berbentuk botol kaca klasik, ada yang unik dengan desain geometris, bahkan ada yang tampak seperti botol ramuan dari negeri dongeng.

Michael, yang saat itu baru keluar dari kamar, memperhatikan ekspresinya dan tertawa kecil. "Kau suka?" tanyanya dengan nada menggoda.

"Suka? Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa Miki," kata Rhea jujur. "Aku hanya punya satu parfum, dan itu pun karena Kyle memaksaku membelinya."

Michael tersenyum tipis. "Parfum bukan hanya tentang bau. Ini seni. Aroma bisa mencerminkan karakter seseorang, suasana hati, atau bahkan kenangan."

Rhea mengernyit. "Baiklah, aku paham konsepnya, tapi... satu lemari penuh? Apa kau benar-benar menggunakannya semua?"

Michael melangkah mendekat, mengambil satu botol berwarna biru gelap dan membuka tutupnya. Dengan gerakan halus, dia menyemprotkan sedikit ke pergelangan tangannya dan mengangkatnya ke dekat hidung Rhea.

"Coba ini," katanya.

Rhea awalnya ragu, tapi akhirnya mencondongkan tubuh dan menghirup aroma yang lembut dan segar, seperti angin laut di pagi hari.

Michael tersenyum melihat ekspresinya. "Namanya ‘Blue Horizon’. Aroma citrus, sedikit mint, dan kayu cendana di akhir."

Rhea menatapnya. "Jadi, kau juga seorang perfumer?"

Michael terkekeh. "Bukan. Aku hanya menghargai seni dalam berbagai bentuk."

Rhea menggelengkan kepalanya. Dunia Michael benar-benar dunia yang asing baginya. Fashion, estetika, parfum—semuanya terasa seperti hal yang hanya ada di film-film, bukan dalam kehidupan sehari-hari.

Kembali ke dunia nyata, Kyle menatapnya dengan mulut sedikit terbuka setelah mendengar ceritanya.

"Jadi, suamimu itu fashionista sejati, pencinta estetika, dan kolektor parfum?" Kyle menggelengkan kepalanya. "Aku nggak percaya kau tinggal dengan seseorang seperti itu."

"Aku juga nggak percaya," kata Rhea sambil menyandarkan kepalanya ke meja.

Kyle tertawa. "Kau yang suka hidup simpel, sekarang tinggal di tempat yang aesthetic overload. Apakah ini karma karena kau terlalu membosankan?"

Rhea meliriknya malas. "Kalau ini karma, maka aku butuh panduan untuk bertahan hidup di dunia Miki."

Kyle memasang ekspresi berpikir. "Oke, sebagai sahabat terbaikmu, aku akan membantumu. Pertama, kau harus mulai mengenali parfum favoritnya. Kedua, kau harus mulai memahami fashion agar kau nggak terlihat seperti alien di dunia Michael. Ketiga—"

"Berhenti," potong Rhea. "Aku hanya perlu bertahan dua tahun. Aku tidak perlu memahami dunianya Miki."

Kyle menghela napas lalu membisikkan sesuatu ke Rhea. "Rhea. Kau sadar kan, kau sudah menikah? Kau tinggal dengan pria itu? Walau hanya sebagai kontrak."

Rhea terdiam.

Dia tahu itu. Tapi baginya, ini tetap pernikahan yang hanya ada di atas kertas. Tidak lebih.

Atau setidaknya, itulah yang ia yakini saat ini.

Langit sore mulai berubah jingga saat Rhea berjalan melewati lorong sepi di belakang gedung kampus. Hanya ada beberapa mahasiswa yang masih tersisa, sebagian besar tenggelam dalam tugas atau diskusi kelompok.

Hari ini cukup melelahkan. Setelah kelas dan ocehan Kyle yang tak ada habisnya, dia hanya ingin pulang, berbaring di sofa, dan tidur.

Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti saat sebuah tangan mencengkeram lengannya.

Sebelum sempat bereaksi, tubuhnya ditarik ke sebuah sudut terpencil di dekat tangga darurat.

"Hei—!"

Dia hampir berteriak, tapi seseorang sudah lebih dulu menutup mulutnya dengan telapak tangan.

Saat matanya menyesuaikan diri dengan cahaya redup, dia melihat ada empat orang cewek berdiri mengelilinginya. Semua mengenakan outfit yang maksimal padahal hanya untuk ke kampus, tapi dari ekspresi mereka, Rhea bisa langsung menebak kalau ini bukan sekadar obrolan santai.

Salah satu dari mereka, seorang gadis dengan rambut panjang bergelombang dan ekspresi angkuh, melepaskan tangan dari mulut Rhea dan bersedekap. "Rhea, kan?"

Rhea menatap mereka dengan waspada. "Ya. Dan kalian siapa?"

Gadis itu mendengus. "Kami? Kami cuma penasaran. Kenapa kau selalu lengket dengan Kyle?"

Oh. Jadi ini tentang Kyle. Lagi.

Rhea mendesah dalam hati. Dia sudah mendengar gosip bahwa banyak mahasiswi yang menyukai Kyle—itu bukan hal baru. Kyle memang punya daya tarik bad boy yang bisa membuat banyak cewek jatuh hati. Masalahnya, Kyle tidak pernah serius dengan siapa pun.

Gadis lain, berambut pendek dengan poni rata, menyilangkan tangan. "Kami sering melihat kalian berdua di mana-mana. Makan bersama, bercanda, bahkan dia mengikutimu kemana pun. Itu bukan hubungan biasa, kan?"

Rhea mengangkat alisnya. "Dan kalaupun iya? Apa urusan kalian?"

Reaksi itu tampaknya membuat mereka kesal. Gadis pertama, yang tampaknya pemimpin dari kelompok ini, melangkah lebih dekat. "Jangan sok cuek, Rhea. Kami hanya ingin kejelasan. Apa kau pacarnya Kyle?"

Rhea menatap mereka satu per satu sebelum menghela napas. "Tidak."

"Benarkah?" Gadis berponi itu masih terlihat tidak yakin. "Lalu kenapa Kyle selalu bersama denganmu? Padahal jika melihat bagaimana tampilanmu…" ia hanya tersenyum mengejek melihat bagaimana Rhea selalu berpakaian ketika di kampus. Ia mengenakan kemeja biasa, celana kain atau jeans dan sepatu biasa. Tanpa dandanan norak dan kacamata yang selalu ia pakai.

"Karena kami sahabat." Rhea menatap mereka tajam. "Kami sudah berteman sejak SMA. Tidak ada hubungan spesial."

Gadis pertama menyipitkan mata. "Tapi dia tidak dekat dengan cewek lain seperti dia dekat denganmu."

"Itu bukan salahku, kan?" Rhea mulai kehilangan kesabaran. "Lagipula, kalian kenapa sih? Kalau suka Kyle, kenapa tidak mendekatinya langsung? Kenapa malah menginterogasiku seperti ini?"

Keempat gadis itu saling bertukar pandang.

"Kyle bukan tipe yang mudah didekati," salah satu dari mereka akhirnya mengakui. "Dia selalu sibuk dengan dunia sendiri dan... sepertinya cuma kau yang dia perhatikan."

Rhea nyaris tertawa. ‘Kyle memperhatikanku? Kalau itu benar, aku pasti sudah gila karena harus menghadapi kelakuannya setiap hari.’

Tapi dia tahu kalau mengatakan itu hanya akan memperkeruh suasana.

Dia melipat tangan di dada. "Dengar, aku sudah bilang kalau kami hanya sahabat. Kalau kalian suka Kyle, ya kejar saja. Aku tidak akan menghalangi. Lagipula, aku—"

Rhea langsung berhenti berbicara.

Dia hampir mengatakan bahwa dia sudah menikah. Nyaris.

Tapi kalau dia mengatakannya, pasti akan ada pertanyaan lain yang muncul.

"...Aku tidak tertarik dengan Kyle dalam hal romantis," akhirnya dia berkata.

Gadis pertama masih terlihat tidak puas, tapi dia akhirnya mundur selangkah. "Baiklah. Kami akan mempercayaimu untuk sekarang."

"Terserah kalian," balas Rhea dengan malas.

Salah satu dari mereka menghela napas, lalu menarik lengan temannya. "Ayo pergi."

Mereka akhirnya pergi, meninggalkan Rhea sendirian di sudut lorong yang sunyi.

Dia menepuk dahinya, menggelengkan kepala. Sungguh, drama kampus ini tidak ada habisnya.

Saat Rhea keluar dari gedung, dia menemukan Kyle sedang menunggunya di luar.

Dia bersandar di motornya dengan santai, mengenakan jaket kulit hitam dan kacamata hitam yang membuatnya terlihat semakin seperti karakter di film aksi.

Begitu melihat Rhea, dia menyeringai. "Hei, lama sekali. Kau habis melakukan sesuatu yang mencurigakan?"

Rhea berjalan mendekat dan menatapnya malas. "Kalau mencurigakan itu artinya diinterogasi oleh penggemar-penggemarmu, maka ya."

Kyle mengangkat sebelah alisnya. "Hmm? Maksudmu?"

Rhea menyeberangkan tangan. "Jangan pura-pura, kau sengaja kan menjadikanku tameng. Ada empat cewek yang menyeretku ke sudut kampus hanya untuk bertanya ada hubungan apa antara kita. Ini sudah ke tiga kalinya dalam semester ini aku diperlakukan seperti ini."

Kyle terkekeh. "Serius? Mereka bertanya begitu?"

"Ya," jawab Rhea ketus. "Dan aku terjebak di sana selama hampir lima belas menit menjelaskan bahwa aku bukan pacarmu."

Kyle tertawa. "Kau seharusnya berkata bahwa kita punya hubungan terlarang. Itu pasti membuat mereka panik."

Rhea menepuk keningnya. "Tolong, Kyle. Jangan tambah drama dalam hidupku yang sudah cukup merepotkan ini."

Kyle masih tersenyum, tapi sorot matanya sedikit berubah. "Kalau aku serius mengejarmu, apa kau akan menolakku?"

Rhea menghela napas, menatapnya lekat-lekat. "Kyle... kau hanya bicara begitu karena kau suka bermain-main, bukan?"

Kyle terdiam beberapa detik sebelum tersenyum kecil. "Mungkin."

Rhea tidak menjawab. Dia tahu persis bagaimana Kyle—tidak pernah serius dalam hubungan, selalu bercanda, dan kadang suka menyinggung batas antara persahabatan dan sesuatu yang lebih.

Tapi dia juga tahu, Kyle tidak akan pernah benar-benar jatuh cinta padanya.

"Sudahlah," kata Rhea akhirnya. "Antar aku pulang. Aku lelah."

Kyle tertawa lagi sebelum menyerahkan helm padanya. "Baik, Nona Rhea. Mari kita pergi sebelum suamimu marah."

Rhea mencubit lengannya. "Diam."

Dan dengan itu, mereka pun pergi.

Tanpa menyadari bahwa seseorang—dengan tatapan tajam dari kejauhan—sedang mengamati mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 4 – Hidup Bersama

    Apartemen terasa sunyi ketika Rhea membuka pintu dan masuk ke dalam. Ia melepas sepatunya, melangkah masuk sambil melirik sekeliling.Michael belum pulang.Tidak ada suara langkah kaki yang ringan, tidak ada aroma parfum khas miliknya yang memenuhi udara, dan yang paling penting, tidak ada komentar santai dari pria itu tentang betapa berantakannya kebiasaannya dalam meninggalkan barang di sembarang tempat."Jadi, aku sendirian."Rhea mendesah pelan. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa, mengambil bantal dan memeluknya sambil menatap langit-langit. Sejak pernikahan ini dimulai, hari-harinya dipenuhi dengan hal-hal aneh yang tidak pernah ia bayangkan.Michael, dengan segala keanggunan dan selera fashion-nya yang eksentrik, adalah kebalikan dari dirinya.Ia lebih suka hidup praktis, sederhana, tidak berlebihan. Michael? Dunia pria itu penuh estetika, penuh barang-barang mahal yang bahkan fungsinya kadang ia tidak mengerti.Tapi ada satu hal yang mulai ia sadari.Apartemen Michael terasa… nyam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 5 – Pagi yang Baru

    Matahari pagi menerobos masuk melalui celah tirai kamar, membanjiri ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut.Rhea menggeliat kecil di tempat tidur, matanya masih sedikit berat karena tidur larut semalam. Namun, begitu kesadarannya mulai pulih, ia menyadari sesuatu yang tidak biasa.Michael tertidur di sampingnya.Rhea menoleh perlahan, dan benar saja. Michael terbaring miring menghadapnya, napasnya teratur dan dalam, jelas-jelas sedang terlelap.Baju yang dikenakannya masih sama seperti semalam—kemeja putih dengan beberapa kancing terbuka di atas, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya."Jadi dia langsung tidur di sini setelah selesai bekerja?"Rhea menatapnya beberapa detik. Biasanya, Michael selalu terlihat rapi, seperti model yang baru saja keluar dari pemotretan majalah fashion. Tapi pagi ini, rambut hitam panjangnya sedikit berantakan, beberapa helainya jatuh ke wajahnya.Ada lingkaran samar di bawah matanya, tanda ba

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 6 – Perang Belanja di Supermarket

    Supermarket besar di pusat kota terasa ramai sore itu. Lorong-lorongnya dipenuhi pelanggan yang sibuk memilih barang, dan suara kasir yang sibuk memindai harga terdengar di seluruh ruangan.Di antara kerumunan itu, sepasang pria dan wanita tampak sibuk dengan troli belanja mereka. Michael mendorong troli dengan gaya anggun, sesekali memiringkan kepala untuk membaca daftar belanjaan di ponselnya. Sementara Rhea berjalan di sampingnya, fokus pada barang-barang kebutuhan yang perlu mereka beli."Baiklah," Rhea membuka daftar di ponselnya, "kita mulai dengan bahan makanan dulu."Michael mengangguk. "Baik, sayang."Rhea menatapnya tajam. "Jangan panggil aku begitu di tempat umum."Michael tersenyum jahil. "Baik, Rhea~."Rhea mengabaikannya dan mulai mengambil beberapa bahan makanan. Ia memasukkan beberapa sayuran segar ke dalam troli—wortel, brokoli, bayam. Tanpa ia sadari, Michael diam-diam mengambil beberapa sayuran itu dan mengembalikann

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-15
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 7 – Mencuri Nasi Goreng

    Kantin kampus siang itu cukup ramai, tapi Rhea sudah menemukan tempat yang nyaman di sudut ruangan. Ia duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela, menikmati seporsi nasi goreng sambil membaca buku.Suapan pertama terasa hangat dan pas di lidah. Ia melirik buku di tangannya, mencoba memahami isi bacaan tentang strategi bisnis, namun fokusnya sedikit terpecah.Baru beberapa menit menikmati ketenangan, tiba-tiba seseorang menarik kursi di depannya dengan kasar.Braaakk!Rhea bahkan tidak perlu mengangkat wajah untuk tahu siapa yang baru datang.“Kyle.”“Hai, sayang,” sapa Kyle dengan suara ceria, langsung menjatuhkan tubuhnya di kursi seolah itu miliknya.Rhea hanya mendesah pelan, tetap membaca bukunya dan tidak menggubris tingkah laku temannya yang terlalu bersemangat.Kyle mengamati nasi goreng di hadapan Rhea dengan tatapan penuh minat. “Hmm… wangi sekali.”Rhea menoleh sekilas. “Beli sendiri sana!”

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-16
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 8 – Pacar Baru Kyle

    Setelah perjalanan dari kampus yang cukup panjang, akhirnya Rhea dan Kyle sampai di apartemen Kyle. Begitu pintu terbuka, pemandangan khas apartemen Kyle langsung menyambut Rhea—baju berserakan di sofa, tumpukan buku di meja, dan beberapa gelas kosong di sudut ruangan.Rhea mendecak pelan sebelum akhirnya melangkah masuk.“Tidak ada yang berubah sejak terakhir aku ke sini,” katanya sambil melirik ke sekitar. “Masih semrawut.”Kyle tertawa kecil dan meletakkan tasnya di kursi. “Hei, ini bukan semrawut, ini artistik. Aku menyebutnya ‘organized chaos.’”Rhea mendengus sebelum menjatuhkan diri ke sofa. “Kalau ini ‘organized,’ aku tidak mau tahu apa yang disebut ‘disorganized’ olehmu.”Kyle hanya mengangkat bahu sebelum berjalan ke dapur kecilnya. “Mau minum sesuatu? Aku punya kopi, teh, dan mungkin ada jus yang hampir kadaluarsa.”Rhea menatap Kyle dengan tatapan datar. “Air putih saja.”Kyle mengangkat alis. “Boring.”Namun, ia te

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 9 – Rahasia yang Tidak Pernah Jadi Rahasia

    Langit siang itu tertutup awan tipis, membuat suasana di taman kampus terasa teduh. Angin sepoi-sepoi bertiup, menggoyangkan dedaunan pohon yang menaungi bangku taman tempat Rhea duduk. Dengan santai, ia membuka bukunya, mencoba membaca di sela waktu kosong sebelum kelas berikutnya.Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.Tiba-tiba, suara langkah cepat mendekatinya, disusul suara yang sangat familiar."Oi, Rhea!"Rhea hanya mendongak sekilas, melihat Kyle yang sudah menjatuhkan dirinya di bangku sebelahnya dengan napas sedikit tersengal."Tumben nggak di kantin," komentar Kyle sambil mengatur napas.Rhea menutup bukunya sebentar. "Lagi nggak pengen makan berat. Lagipula, suasana di sini lebih tenang."Kyle mendengus kecil. "Makanya aku cari-cari, ternyata kamu di sini."Ia menyandarkan punggungnya ke bangku dan mendongak ke atas, menatap dedaunan yang bergoyang pelan tertiup angin. Beberapa saat mereka hanya duduk dalam d

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-18
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 10 – Seseorang Datang

    Minggu pagi di apartemen mereka terasa lebih tenang dari biasanya. Rhea baru saja selesai sarapan dan sedang membaca buku di sofa ketika bel apartemen berbunyi."Siapa pagi-pagi begini?" gumam Rhea sambil melirik jam di dinding.Michael yang baru keluar dari kamar, masih mengenakan piyama satin berwarna pastel, langsung bergegas ke pintu. "Aku yang bukain."Rhea tidak terlalu peduli dan kembali fokus pada bukunya. Namun, begitu pintu terbuka, suara berat seorang pria terdengar."Miki! Lama nggak ketemu!"Rhea yang tadinya tidak tertarik langsung melirik ke arah pintu. Seorang lelaki dengan tubuh tinggi, gagah, dan atletis berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan kaos hitam polos yang membentuk otot-ototnya dengan sempurna, dipadukan dengan celana jeans yang memperlihatkan kakinya yang panjang dan kokoh. Rambutnya pendek rapi, dengan rahang tegas dan sorot mata yang tajam.Satu hal yang langsung disadari Rhea—lelaki ini benar-benar memili

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 11 – Tidak Punya Dress Sama Sekali

    Sore itu, Rhea sedang duduk di depan cermin sambil menatap dirinya sendiri. Tangannya terangkat ke dagu, wajahnya tampak serius seolah tengah memikirkan sesuatu yang berat.Michael, yang baru saja keluar dari kamarnya, berhenti sejenak melihat ekspresi Rhea yang tidak biasa itu. Dengan penasaran, ia berjalan mendekat dan bersandar di kusen pintu."Kamu kenapa?" tanyanya.Rhea menoleh ke arah Michael, lalu menghela napas. "Aku bingung mau pakai baju apa nanti malam."Michael mengangkat alisnya. "Oh, itu aja? Pakai dress simpel saja sudah cukup."Rhea terdiam. Wajahnya mendadak sulit ditebak.Michael menunggu, tapi Rhea tidak juga memberikan respons."Ada masalah?" Michael bertanya lagi, kali ini sedikit lebih waspada.Rhea akhirnya membuka mulut. "Aku nggak punya dress."Michael mengedip. "Apa?""Aku nggak punya dress," ulang Rhea dengan nada yang lebih santai, seolah hal itu bukan masalah besar.Michael men

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20

Bab terbaru

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 37 – Fakta Tak Terbantahkan

    Rhea duduk di tepi ranjang, menggigit bibirnya ragu.Di tangannya, ponsel sudah menampilkan nama Kyle di layar.Sebenarnya, ia tidak terlalu ingin datang ke pesta malam ini.Tapi kalau ini satu-satunya cara untuk mengakhiri kesalahpahaman Michael, maka ia harus melakukannya.Akhirnya, ia menarik napas dalam dan menekan tombol panggil.Tak butuh waktu lama sebelum suara Kyle terdengar dari seberang."Halo? Rhea? Ada apa tiba-tiba telepon?"Rhea tersenyum kecil."Seperti biasa, dia selalu antusias.""Kyle, tentang pestamu malam ini... Masih bisa datang?"Hening sebentar.Lalu, terdengar suara teriakan Kyle di seberang sana."HAH?! RHEA?! KAMU MAU DATANG?!"Rhea menjauhkan ponselnya dari telinga karena volume suara Kyle yang menggelegar.Ia bisa membayangkan Kyle pasti sedang melompat-lompat sekarang."Iya, iya... Aku akan datang. Jadi masih bisa, kan?"

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 36 – Kejelasan dalam Hubungan

    Pagi itu, suasana di apartemen terasa berbeda.Rhea bangun jauh lebih pagi dari biasanya. Matahari bahkan belum sepenuhnya muncul di ufuk timur saat ia sudah sibuk mondar-mandir di dapur.Ia tidak bisa tidur semalaman.Setiap kali memejamkan mata, suara Michael kembali terngiang di kepalanya."Aku menyukaimu, Rhea."Tiga kata sederhana, tapi cukup untuk membuat pikirannya tidak bisa tenang.Rhea mencoba meyakinkan dirinya kalau ia hanya terlalu banyak berpikir. Tapi semakin ia mencoba mengabaikan, semakin kalimat itu terasa nyata.Jadi, alih-alih berguling di tempat tidur semalaman, ia akhirnya bangkit dan memilih mengalihkan pikirannya dengan membuat sarapan.Tangannya sibuk mengocok telur, tapi pikirannya melayang entah ke mana."Aku menyukaimu, Rhea."Rhea menggigit bibir bawahnya dan mencoba mengusir suara itu dari kepalanya.Tidak mungkin.Mereka ini hanya terikat dalam pernikahan kontr

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 35 – Sebuah Pengakuan

    Pagi itu, Rhea masih merasa tidak bersemangat.Setelah "pertengkaran" kecilnya dengan Michael semalam, suasana di apartemen masih terasa canggung. Mereka tidak benar-benar bertengkar dalam arti sebenarnya, tetapi ada sesuatu di antara mereka yang berubah.Dan Rhea tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.Ia hanya ingin waktu berlalu begitu saja.Sambil duduk di sofa, ia memeluk bantal dan memainkan ponselnya tanpa benar-benar memperhatikannya. Suasana apartemen sunyi. Michael sedang di ruang kerjanya, mungkin sibuk dengan proyeknya. Biasanya, ia akan keluar untuk sekadar minum kopi dan mengajaknya bicara, tapi pagi ini Michael tetap berada di dalam ruangannya.Rhea mendesah.Ponselnya tiba-tiba bergetar, membuatnya sedikit terlonjak. Ia melihat layar dan menemukan nama Kyle muncul di sana.Dengan malas, ia mengangkatnya.“Ya, ada apa?” tanyanya tanpa energi.“Kenapa suaranya lemes gitu?” suara Kyle

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 34 – Ketidakjujuran

    Rhea tidak tahu sejak kapan ia mulai memperhatikan hal-hal kecil tentang Michael.Dulu, ia selalu cuek. Ia menjalani hari-harinya tanpa terlalu memikirkan keberadaan Michael selain dalam konteks pernikahan kontrak mereka. Mereka berbagi ruang, berbagi meja makan, berbagi percakapan ringan yang biasanya hanya sebatas basa-basi.Tapi sekarang, semuanya terasa berbeda.Michael masih bersikap baik seperti biasanya. Ia tetap tersenyum saat mereka bertatap muka, tetap menjawab pertanyaan-pertanyaan Rhea dengan suara tenang seperti tidak ada yang berubah.Tapi Rhea merasakan sesuatu yang lain.Sikap Michael sekarang terasa... lebih dingin.Tidak secara terang-terangan, tapi cukup untuk membuat Rhea sadar.Jika biasanya Michael akan dengan santai mengomentari film yang mereka tonton bersama, kini ia lebih banyak diam. Jika biasanya ia akan menanggapi ocehan Rhea dengan humor sarkastik khasnya, sekarang ia hanya tersenyum samar dan menjawab se

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 33 – Perasaan yang Mulai Jelas

    Malam itu, apartemen terasa lebih sepi dari biasanya. Michael baru saja pulang setelah seharian berkutat dengan desain untuk proyek terbarunya. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya masih penuh dengan berbagai konsep yang belum terselesaikan.Namun, begitu masuk ke dalam apartemen, sesuatu terasa janggal.Sepatu Rhea tidak ada di dekat pintu. Ruangan juga tampak terlalu rapi—tidak ada suara dari dapur, tidak ada bantal berserakan di sofa seperti biasanya jika Rhea sedang bersantai.Michael meletakkan tasnya di meja dan berjalan ke kamar. Kosong.Dahi Michael mengernyit. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir pukul sebelas malam.Rhea pergi ke mana?Ia merogoh sakunya, mengambil ponsel, lalu mencoba menelepon Rhea.Tuut... Tuut...Tidak diangkat.Michael menggigit bibirnya, menekan ulang kontak Rhea. Kali ini setelah beberapa kali nada sambung, akhirnya panggilan diterima."Halo, Michael?" S

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 32 – Pagi yang Berbeda

    Cahaya matahari menerobos masuk melalui celah gorden, menciptakan bias keemasan di dalam kamar. Aroma lembut linen yang bersih bercampur dengan wangi samar teh yang masih tersisa dari semalam.Michael mengerjapkan matanya perlahan, tubuhnya terasa jauh lebih ringan setelah tidur nyenyak. Biasanya, ia akan terbangun lebih awal, tetapi pagi ini berbeda.Sudah hampir jam sembilan.Ia jarang sekali tidur selama ini, terlebih ketika deadline proyek sedang menghimpitnya. Namun, tubuhnya seolah memaksanya untuk beristirahat lebih lama setelah kejadian tadi malam.Michael menghela napas, lalu menoleh ke samping.Di sana, Rhea masih tertidur.Wanita itu berbaring dengan posisi menyamping, wajahnya tampak begitu damai dalam lelapnya. Rambutnya sedikit berantakan, beberapa helaian jatuh ke pipinya, tetapi itu justru membuatnya terlihat lebih alami. Napasnya teratur, dadanya naik turun dengan ritme yang menenangkan.Michael memperhatikan Rhea dal

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 31 – Perhatian yang Tak Terduga

    Malam minggu biasanya adalah waktu yang nyaman bagi Rhea untuk menghabiskan waktu di apartemen. Entah membaca novel, menonton film, atau sekadar bermalas-malasan sambil menikmati teh hangat. Namun, malam ini sedikit berbeda."Ayo, Rhea! Aku butuh seseorang untuk menemani!" suara Kyle terdengar dramatis di telepon."Aku malas keluar, Kyle," sahut Rhea, duduk bersandar di sofa dengan selimut menutupi kakinya."Oh, ayolah! Ini bukan hanya tentang aku, tapi juga Denny! Dia akan tampil malam ini, dan aku tidak bisa sendiri di antara orang-orang yang sibuk memujanya!"Rhea mendesah. "Aku tetap bisa mendukungnya dari rumah, kau tahu?""TIDAK! Aku butuh seseorang untuk diajak menggosip sambil menunggu giliran Denny tampil. Please?"Rhea masih ragu, tapi suara memohon Kyle di ujung telepon membuatnya mengalah. "Baiklah… tapi jangan berharap aku akan bersorak heboh atau sesuatu seperti itu.""YES! Aku akan menjemputmu jam tujuh! Jangan p

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 30 – Tamu Malam Hari

    Malam itu, suasana di apartemen terasa lebih sunyi dari biasanya. Rhea sedang bersantai di ruang tamu, mengenakan sweater longgar sambil menonton acara TV yang sebenarnya tidak terlalu ia perhatikan. Pikiran Rhea masih tertuju pada telepon Michael beberapa hari lalu—cara bicara Michael yang terdengar lembut, nada suaranya yang sedikit bercanda, dan tawa kecil yang membuatnya terlihat… berbeda.Dan sekarang, seseorang datang.Tepat pukul sepuluh malam, suara bel apartemen berbunyi.Rhea menoleh ke arah pintu dengan alis terangkat. Michael, yang tadinya berada di dapur, melangkah lebih dulu untuk membukanya. Begitu pintu terbuka, seorang pria bertubuh tinggi dan maskulin berdiri di sana.Dia mengenakan jaket kulit hitam, rambutnya sedikit berantakan dengan gaya kasual yang tetap terlihat rapi. Wajahnya tajam, dengan rahang kokoh yang membuatnya terlihat karismatik. Ada aura percaya diri dalam gerak-geriknya, seperti seseorang yang tahu bagaiman

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 29 – Pesta Ulang Tahun Kyle

    Malam itu, Rhea berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya. Ia mengenakan sweater rajut berwarna beige yang nyaman dipadukan dengan celana jeans hitam. Ia tidak ingin tampil terlalu mencolok, mengingat pesta ulang tahun Kyle pasti akan dipenuhi dengan teman-temannya yang sudah dikenal sebagai orang-orang nyentrik.Michael yang baru saja keluar dari kamar mandi melirik ke arah Rhea yang masih berdiri di depan cermin. "Kamu nggak ganti baju lagi?" tanyanya, mengamati pakaian Rhea yang terbilang sederhana."Kenapa?" Rhea menoleh. "Pakai baju ini aja udah cukup, kan?"Michael mengangkat alis. "Pesta Kyle biasanya nggak sesederhana yang kamu pikir. Kalau kamu datang pakai outfit itu, mungkin kamu bakal kelihatan paling 'normal' di sana."Rhea mendesah. "Ya udah, biarin aja. Aku nggak punya niat buat tampil mencolok juga."Michael hanya mengangkat bahu. "Terserah kamu. Jangan lupa bawa hadiah buat Kyle."Rhea mengambil kantong kertas yang s

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status