Share

Bab 4 – Hidup Bersama

Author: Iris Nyx
last update Last Updated: 2025-03-13 11:35:08

Apartemen terasa sunyi ketika Rhea membuka pintu dan masuk ke dalam. Ia melepas sepatunya, melangkah masuk sambil melirik sekeliling.

Michael belum pulang.

Tidak ada suara langkah kaki yang ringan, tidak ada aroma parfum khas miliknya yang memenuhi udara, dan yang paling penting, tidak ada komentar santai dari pria itu tentang betapa berantakannya kebiasaannya dalam meninggalkan barang di sembarang tempat.

"Jadi, aku sendirian."

Rhea mendesah pelan. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa, mengambil bantal dan memeluknya sambil menatap langit-langit. Sejak pernikahan ini dimulai, hari-harinya dipenuhi dengan hal-hal aneh yang tidak pernah ia bayangkan.

Michael, dengan segala keanggunan dan selera fashion-nya yang eksentrik, adalah kebalikan dari dirinya.

Ia lebih suka hidup praktis, sederhana, tidak berlebihan. Michael? Dunia pria itu penuh estetika, penuh barang-barang mahal yang bahkan fungsinya kadang ia tidak mengerti.

Tapi ada satu hal yang mulai ia sadari.

Apartemen Michael terasa… nyaman.

Dan lebih buruk lagi, ia mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu.

Perutnya tiba-tiba berbunyi.

"Ugh… aku lapar."

Rhea bangkit dari sofa dan berjalan ke dapur. Ia membuka kulkas dengan harapan menemukan sesuatu yang bisa dimasak.

Kosong.

Atau setidaknya, tidak ada bahan yang bisa diolah menjadi sesuatu yang masuk akal untuk dimakan. Ada beberapa botol air mineral berjejer rapi, beberapa kaleng minuman bersoda, dan beberapa bahan makanan yang sepertinya lebih cocok untuk dijadikan pajangan daripada dimasak.

"Miki bahkan tidak menyimpan telur?" Rhea mengernyit. "Yah selama ini kita makan di luar atau membeli makanan dari luar. Aku belum sempat melihat kebutuhan di dapur selain teh atau kopi."

Mau tidak mau, ia memutuskan untuk pergi ke supermarket.

Ia mengambil jaketnya dan berjalan menuju pintu, baru saja akan meraih pegangan pintu saat suara langkah kaki terdengar dari luar.

Seketika, pintu terbuka dengan anggun.

Dan di sana berdiri Michael.

Dengan segala kesempurnaannya.

Rambut panjang hitamnya terurai bebas, sedikit berantakan karena angin malam. Ia mengenakan kaus putih sederhana yang membentuk tubuhnya dengan sempurna, dipadukan dengan celana panjang hitam yang terlihat santai tapi tetap modis.

Dan seperti biasa, wajahnya tampak menawan tanpa usaha.

"Mau ke mana, Rhea?" tanyanya dengan nada santai, matanya melirik jaket yang sudah disampirkan di bahu Rhea.

Rhea sedikit terkejut, tapi segera menguasai dirinya. "Aku mau ke supermarket. Kulkasmu kosong, dan aku lapar."

Michael tersenyum kecil sebelum masuk ke dalam dan menutup pintu di belakangnya.

"Kau lapar?"

"Ya. Aku pikir aku bisa masak sesuatu, tapi… kau tidak punya bahan makanan yang cukup."

Michael melepas sepatunya dengan gerakan yang terlihat seperti kebiasaan anggun yang sudah tertanam sejak lahir. Kemudian ia berjalan ke arah dapur, membuka kulkas, dan mengamati isinya sejenak sebelum kembali menatap Rhea.

"Ah… benar juga. Aku memang jarang masak," katanya sambil meringis.

"Jelas," gumam Rhea. "Jadi, aku tetap harus ke supermarket, kan?"

Michael menatapnya dengan tatapan menilai sebelum akhirnya menggeleng.

"Tidak perlu. Aku akan memesan sesuatu."

Rhea mengerutkan kening. "Aku bisa masak, tahu? Kau tidak harus selalu memesan makanan."

Michael mengangkat bahu dengan ekspresi malas. "Memasak butuh waktu. Aku lapar, kau lapar. Kita pesan saja sesuatu."

Rhea menatapnya dengan tatapan tidak percaya. "Jadi selama ini kau cuma hidup dengan take-out dan restoran?"

Michael menyandarkan tubuhnya ke meja dapur, menyilangkan tangan di dada. "Tidak selalu. Kadang aku makan di rumah teman. Kadang aku masak, tapi hanya jika aku sedang ingin."

"Dan itu jarang terjadi?"

Michael tersenyum kecil. "Tebakan yang bagus."

Rhea menghela napas panjang. "Ya Tuhan, aku menikahi seseorang yang tidak bisa bertahan tanpa aplikasi pesan makanan."

Michael menekan beberapa tombol di ponselnya. "Kita pesan makanan Jepang, bagaimana?"

Rhea merenung sebentar. Sebenarnya, ia memang lapar. Dan mungkin, memasak memang akan memakan waktu lama.

"Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi lain kali, aku yang akan masak."

Michael mengangkat alis. "Oh? Kau bisa memasak?"

"Aku lebih suka makanan buatan sendiri daripada makanan take-out," jawab Rhea santai.

Michael menatapnya sejenak sebelum tersenyum kecil.

"Menarik."

"Apa yang menarik?"

"Dirimu," katanya ringan, sebelum berjalan pergi ke ruang tamu, meninggalkan Rhea yang terdiam dengan pipi yang mendadak terasa hangat.

Kenapa dia bicara seperti itu?

Kenapa nadanya terdengar… terlalu lembut?

Dan kenapa sekarang Rhea justru lebih fokus pada Michael daripada rasa laparnya?

Setelah perdebatan singkat soal makanan selesai, Rhea memutuskan untuk mandi sementara menunggu pesanan mereka datang.

Ia berjalan menuju kamar dengan langkah santai, tapi dalam hatinya, ia masih merasa aneh dengan kehidupannya sekarang. Hidup bersama seorang pria yang… begitu berlawanan dengannya dalam banyak hal.

Begitu ia masuk ke kamar mandi, matanya langsung tertuju pada wastafel.

"Astaga… aku lupa kalau ini masih seperti ini."

Wastafel itu penuh dengan botol-botol skincare.

Dari yang berukuran kecil, sedang, hingga besar, semuanya tersusun rapi seperti rak di toko kecantikan. Ada toner, serum, essence, pelembap, bahkan beberapa sheet mask yang tersusun dengan estetika tinggi di sudut wastafel.

Rhea menghela napas panjang.

"Oke, parfum satu lemari sudah cukup bikin aku pusing… tapi ini?"

Ia meraih salah satu botol serum yang tampak mahal, membaca tulisan di botol itu.

"Niacinamide 10% + Zinc? Apa ini?"

Lalu ia mengambil botol lain.

"Retinol… Oh, aku tahu ini! Ini yang katanya bikin kulit awet muda. Tapi… kenapa Miki punya banyak sekali?"

Rhea kemudian melirik cermin, menatap wajahnya sendiri.

Ia bukan tipe orang yang terlalu peduli dengan skincare. Sabun cuci muka, pelembap, dan sunscreen sudah cukup baginya. Sementara di sini… Michael bahkan punya lebih banyak produk daripada yang pernah ia lihat di rak skincare milik teman-temannya.

Ia meletakkan botol itu kembali di tempatnya dan mulai menyalakan shower.

Saat air hangat mengalir membasahi tubuhnya, Rhea tiba-tiba teringat sesuatu.

Ia belum sempat menceritakan soal skincare ini ke Kyle.

"Aku terlalu syok dengan parfum satu lemari sampai lupa soal ini."

Kyle pasti akan tertawa terbahak-bahak kalau tahu Michael bukan hanya maniak parfum, tapi juga pecinta skincare.

"Mungkin aku harus kasih tahu dia besok di kampus."

Setelah mandi, Rhea keluar dengan rambut masih sedikit basah, memakai kaus oversized dan celana panjang.

Begitu ia keluar dari kamar, ia melihat Michael duduk di sofa dengan kaki disilangkan, menatap ponselnya dengan ekspresi santai.

"Sudah selesai?" tanyanya menoleh dengan tersenyum.

Rhea mengerutkan kening. "Yah, aku nggak terlalu biasa berlama-lama di kamar mandi."

Michael akhirnya mengangkat wajahnya, tersenyum tipis. "Rhea sangat simple ya orangnya."

Rhea mendecakkan lidah. "Dibanding hidup Miki, mungkin hidupku di mata orang lain terlihat sangat membosankan.”

Michael mengangkat bahu. "Yang lebih penting kita menikamti hidup kita sendiri. Bukankah begitu?"

Rhea meliriknya dengan ekspresi malas. "Tentu saja."

Michael tertawa ringan, lalu menunjuk meja. "Makanannya sudah datang, nih. Kau lapar, kan?"

Rhea berjalan ke meja makan dan duduk, matanya langsung berbinar melihat berbagai makanan Jepang yang tersusun di atas meja.

"Sushi, tempura, udon, ramen… wah, ini banyak sekali!"

Michael duduk di seberangnya, mengambil sumpit dengan elegan. "Aku tidak tahu apa yang kau suka, jadi aku pesan beberapa pilihan."

Rhea mengangkat alis. "Oh? Miki perhatian juga, ternyata."

Michael menatapnya sejenak sebelum tersenyum. "Aku hanya tidak ingin mendengar keluhanmu kalau aku tidak memberikan makan anak orang dan pesanannya tidak sesuai selera."

Rhea mendengus, tapi ia tidak bisa menahan senyum kecil di sudut bibirnya.

Mungkin… hidup bersama Michael tidak akan seburuk yang ia kira.

Setelah selesai makan malam, Michael meletakkan sumpitnya dengan gerakan anggun lalu menghela napas kecil.

"Aku harus ke ruang kerja. Ada project yang harus kuselesaikan malam ini."

Rhea yang masih sibuk mengunyah sushi hanya meliriknya sekilas. "Project apa?"

Michael menatapnya dengan ekspresi tenang, lalu mengangkat bahu. "Baju."

Rhea mengerutkan kening. "Baju?"

Michael tersenyum tipis. "Aku juga seorang fashion designer, ingat?"

"Oh." Rhea mengangguk pelan. Terkadang ia lupa bahwa Michael bukan hanya seorang dosen fashion, tapi juga benar-benar bekerja di industri itu.

Michael berdiri dari kursinya, lalu menatap Rhea sejenak. "Kalau kau mengantuk, tidurlah duluan. Jangan tunggu aku."

Rhea hanya mengangkat bahu. "Oke."

Michael tidak berkata apa-apa lagi dan langsung berjalan menuju ruang kerjanya.

Begitu pintu ruang kerja tertutup, Rhea menghela napas panjang.

"Baiklah. Aku juga punya tugas yang harus kuselesaikan."

Dia menarik laptopnya yang tadi diletakkan di sofa dan mulai mengerjakan tugas.

Awalnya, Rhea hanya berniat mengerjakan tugas selama satu atau dua jam.

Namun, seperti yang sering terjadi, ia terlalu larut dalam pekerjaannya.

Ia mengetik cepat di keyboard, memeriksa referensi, menuliskan analisis, lalu kembali membaca ulang tugasnya.

Sesekali ia menyesap kopi yang sudah mulai dingin, lalu melirik jam di laptopnya.

"Jam sebelas? Astaga, kenapa waktu cepat sekali?"

Dia melirik ke arah ruang kerja Michael.

Pintu masih tertutup.

Berarti Michael masih di dalam.

"Dia juga belum selesai?"

Rhea menghela napas dan kembali fokus pada tugasnya.

"Sedikit lagi, lalu aku tidur."

Tapi sedikit lagi menjadi setengah jam.

Setengah jam menjadi satu jam.

Baru ketika jarum jam hampir menunjukkan pukul 12, Rhea akhirnya menyelesaikan tugasnya.

Ia menutup laptop dengan lega, meregangkan tubuh, lalu menguap panjang.

"Akhirnya selesai."

Dia kembali melirik ke ruang kerja Michael.

Masih tertutup.

Rhea sedikit ragu. Haruskah ia mengetuk dan menanyakan apakah Michael sudah selesai?

Tapi kemudian ia ingat.

"Dia bilang jangan menunggunya."

Lagipula, ia benar-benar sudah mengantuk.

Dengan langkah malas, Rhea berjalan ke kamar.

Ia mengganti bajunya dengan piyama, lalu langsung naik ke tempat tidur.

Saat ia menarik selimut hingga ke dada, ia kembali memikirkan sesuatu.

"Kenapa aku penasaran apakah dia sudah selesai atau belum?"

Ia mendengus dan membenamkan wajahnya ke bantal.

"Bukan urusanku."

Dengan pikiran itu, ia memejamkan mata dan perlahan-lahan tenggelam dalam tidur.

Namun, sebelum benar-benar terlelap, ia masih bisa mendengar suara samar dari ruang kerja Michael.

Suara langkah kaki.

Bunyi kursi yang digeser.

Dan suara Michael yang berbicara pelan, entah dengan siapa.

Kemudian, semuanya gelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 5 – Pagi yang Baru

    Matahari pagi menerobos masuk melalui celah tirai kamar, membanjiri ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut.Rhea menggeliat kecil di tempat tidur, matanya masih sedikit berat karena tidur larut semalam. Namun, begitu kesadarannya mulai pulih, ia menyadari sesuatu yang tidak biasa.Michael tertidur di sampingnya.Rhea menoleh perlahan, dan benar saja. Michael terbaring miring menghadapnya, napasnya teratur dan dalam, jelas-jelas sedang terlelap.Baju yang dikenakannya masih sama seperti semalam—kemeja putih dengan beberapa kancing terbuka di atas, memperlihatkan sedikit tulang selangkanya."Jadi dia langsung tidur di sini setelah selesai bekerja?"Rhea menatapnya beberapa detik. Biasanya, Michael selalu terlihat rapi, seperti model yang baru saja keluar dari pemotretan majalah fashion. Tapi pagi ini, rambut hitam panjangnya sedikit berantakan, beberapa helainya jatuh ke wajahnya.Ada lingkaran samar di bawah matanya, tanda ba

    Last Updated : 2025-03-14
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 6 – Perang Belanja di Supermarket

    Supermarket besar di pusat kota terasa ramai sore itu. Lorong-lorongnya dipenuhi pelanggan yang sibuk memilih barang, dan suara kasir yang sibuk memindai harga terdengar di seluruh ruangan.Di antara kerumunan itu, sepasang pria dan wanita tampak sibuk dengan troli belanja mereka. Michael mendorong troli dengan gaya anggun, sesekali memiringkan kepala untuk membaca daftar belanjaan di ponselnya. Sementara Rhea berjalan di sampingnya, fokus pada barang-barang kebutuhan yang perlu mereka beli."Baiklah," Rhea membuka daftar di ponselnya, "kita mulai dengan bahan makanan dulu."Michael mengangguk. "Baik, sayang."Rhea menatapnya tajam. "Jangan panggil aku begitu di tempat umum."Michael tersenyum jahil. "Baik, Rhea~."Rhea mengabaikannya dan mulai mengambil beberapa bahan makanan. Ia memasukkan beberapa sayuran segar ke dalam troli—wortel, brokoli, bayam. Tanpa ia sadari, Michael diam-diam mengambil beberapa sayuran itu dan mengembalikann

    Last Updated : 2025-03-15
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 7 – Mencuri Nasi Goreng

    Kantin kampus siang itu cukup ramai, tapi Rhea sudah menemukan tempat yang nyaman di sudut ruangan. Ia duduk sendirian di salah satu meja dekat jendela, menikmati seporsi nasi goreng sambil membaca buku.Suapan pertama terasa hangat dan pas di lidah. Ia melirik buku di tangannya, mencoba memahami isi bacaan tentang strategi bisnis, namun fokusnya sedikit terpecah.Baru beberapa menit menikmati ketenangan, tiba-tiba seseorang menarik kursi di depannya dengan kasar.Braaakk!Rhea bahkan tidak perlu mengangkat wajah untuk tahu siapa yang baru datang.“Kyle.”“Hai, sayang,” sapa Kyle dengan suara ceria, langsung menjatuhkan tubuhnya di kursi seolah itu miliknya.Rhea hanya mendesah pelan, tetap membaca bukunya dan tidak menggubris tingkah laku temannya yang terlalu bersemangat.Kyle mengamati nasi goreng di hadapan Rhea dengan tatapan penuh minat. “Hmm… wangi sekali.”Rhea menoleh sekilas. “Beli sendiri sana!”

    Last Updated : 2025-03-16
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 8 – Pacar Baru Kyle

    Setelah perjalanan dari kampus yang cukup panjang, akhirnya Rhea dan Kyle sampai di apartemen Kyle. Begitu pintu terbuka, pemandangan khas apartemen Kyle langsung menyambut Rhea—baju berserakan di sofa, tumpukan buku di meja, dan beberapa gelas kosong di sudut ruangan.Rhea mendecak pelan sebelum akhirnya melangkah masuk.“Tidak ada yang berubah sejak terakhir aku ke sini,” katanya sambil melirik ke sekitar. “Masih semrawut.”Kyle tertawa kecil dan meletakkan tasnya di kursi. “Hei, ini bukan semrawut, ini artistik. Aku menyebutnya ‘organized chaos.’”Rhea mendengus sebelum menjatuhkan diri ke sofa. “Kalau ini ‘organized,’ aku tidak mau tahu apa yang disebut ‘disorganized’ olehmu.”Kyle hanya mengangkat bahu sebelum berjalan ke dapur kecilnya. “Mau minum sesuatu? Aku punya kopi, teh, dan mungkin ada jus yang hampir kadaluarsa.”Rhea menatap Kyle dengan tatapan datar. “Air putih saja.”Kyle mengangkat alis. “Boring.”Namun, ia te

    Last Updated : 2025-03-17
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 9 – Rahasia yang Tidak Pernah Jadi Rahasia

    Langit siang itu tertutup awan tipis, membuat suasana di taman kampus terasa teduh. Angin sepoi-sepoi bertiup, menggoyangkan dedaunan pohon yang menaungi bangku taman tempat Rhea duduk. Dengan santai, ia membuka bukunya, mencoba membaca di sela waktu kosong sebelum kelas berikutnya.Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.Tiba-tiba, suara langkah cepat mendekatinya, disusul suara yang sangat familiar."Oi, Rhea!"Rhea hanya mendongak sekilas, melihat Kyle yang sudah menjatuhkan dirinya di bangku sebelahnya dengan napas sedikit tersengal."Tumben nggak di kantin," komentar Kyle sambil mengatur napas.Rhea menutup bukunya sebentar. "Lagi nggak pengen makan berat. Lagipula, suasana di sini lebih tenang."Kyle mendengus kecil. "Makanya aku cari-cari, ternyata kamu di sini."Ia menyandarkan punggungnya ke bangku dan mendongak ke atas, menatap dedaunan yang bergoyang pelan tertiup angin. Beberapa saat mereka hanya duduk dalam d

    Last Updated : 2025-03-18
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 10 – Seseorang Datang

    Minggu pagi di apartemen mereka terasa lebih tenang dari biasanya. Rhea baru saja selesai sarapan dan sedang membaca buku di sofa ketika bel apartemen berbunyi."Siapa pagi-pagi begini?" gumam Rhea sambil melirik jam di dinding.Michael yang baru keluar dari kamar, masih mengenakan piyama satin berwarna pastel, langsung bergegas ke pintu. "Aku yang bukain."Rhea tidak terlalu peduli dan kembali fokus pada bukunya. Namun, begitu pintu terbuka, suara berat seorang pria terdengar."Miki! Lama nggak ketemu!"Rhea yang tadinya tidak tertarik langsung melirik ke arah pintu. Seorang lelaki dengan tubuh tinggi, gagah, dan atletis berdiri di ambang pintu. Ia mengenakan kaos hitam polos yang membentuk otot-ototnya dengan sempurna, dipadukan dengan celana jeans yang memperlihatkan kakinya yang panjang dan kokoh. Rambutnya pendek rapi, dengan rahang tegas dan sorot mata yang tajam.Satu hal yang langsung disadari Rhea—lelaki ini benar-benar memili

    Last Updated : 2025-03-19
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 11 – Tidak Punya Dress Sama Sekali

    Sore itu, Rhea sedang duduk di depan cermin sambil menatap dirinya sendiri. Tangannya terangkat ke dagu, wajahnya tampak serius seolah tengah memikirkan sesuatu yang berat.Michael, yang baru saja keluar dari kamarnya, berhenti sejenak melihat ekspresi Rhea yang tidak biasa itu. Dengan penasaran, ia berjalan mendekat dan bersandar di kusen pintu."Kamu kenapa?" tanyanya.Rhea menoleh ke arah Michael, lalu menghela napas. "Aku bingung mau pakai baju apa nanti malam."Michael mengangkat alisnya. "Oh, itu aja? Pakai dress simpel saja sudah cukup."Rhea terdiam. Wajahnya mendadak sulit ditebak.Michael menunggu, tapi Rhea tidak juga memberikan respons."Ada masalah?" Michael bertanya lagi, kali ini sedikit lebih waspada.Rhea akhirnya membuka mulut. "Aku nggak punya dress."Michael mengedip. "Apa?""Aku nggak punya dress," ulang Rhea dengan nada yang lebih santai, seolah hal itu bukan masalah besar.Michael men

    Last Updated : 2025-03-20
  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 12 – Perubahan yang Mengejutkan

    Michael duduk di sofa salon dengan ekspresi bosan. Sudah hampir satu jam ia menunggu Rhea yang entah sedang diapakan di dalam. Pikirannya sempat terlintas, apa perlu selama ini hanya untuk makeup? Bukankah Rhea bilang dia mau yang natural saja?Sambil menghela napas, ia menggulir layar handphonenya, mengecek email dan beberapa pesan masuk. Namun, tak ada yang cukup menarik untuk mengusir kebosanannya.Beberapa pegawai salon mondar-mandir, sesekali meliriknya. Mungkin karena ia pria satu-satunya di ruangan ini. Michael tidak peduli. Ia hanya ingin Rhea cepat selesai dan mereka bisa pergi makan malam.Ia mulai mengetuk-ngetukkan jarinya ke paha dengan ritme tak sabar. Saat ia hendak membuka aplikasi lain di ponselnya, ia merasakan ada seseorang berdiri di depannya.Refleks, Michael mengangkat wajah.Dan di sanalah Rhea berdiri.Michael berkedip beberapa kali. Ia nyaris tak mengenali gadis yang berdiri di hadapannya.Rhea, yang biasanya

    Last Updated : 2025-03-21

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 37 – Fakta Tak Terbantahkan

    Rhea duduk di tepi ranjang, menggigit bibirnya ragu.Di tangannya, ponsel sudah menampilkan nama Kyle di layar.Sebenarnya, ia tidak terlalu ingin datang ke pesta malam ini.Tapi kalau ini satu-satunya cara untuk mengakhiri kesalahpahaman Michael, maka ia harus melakukannya.Akhirnya, ia menarik napas dalam dan menekan tombol panggil.Tak butuh waktu lama sebelum suara Kyle terdengar dari seberang."Halo? Rhea? Ada apa tiba-tiba telepon?"Rhea tersenyum kecil."Seperti biasa, dia selalu antusias.""Kyle, tentang pestamu malam ini... Masih bisa datang?"Hening sebentar.Lalu, terdengar suara teriakan Kyle di seberang sana."HAH?! RHEA?! KAMU MAU DATANG?!"Rhea menjauhkan ponselnya dari telinga karena volume suara Kyle yang menggelegar.Ia bisa membayangkan Kyle pasti sedang melompat-lompat sekarang."Iya, iya... Aku akan datang. Jadi masih bisa, kan?"

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 36 – Kejelasan dalam Hubungan

    Pagi itu, suasana di apartemen terasa berbeda.Rhea bangun jauh lebih pagi dari biasanya. Matahari bahkan belum sepenuhnya muncul di ufuk timur saat ia sudah sibuk mondar-mandir di dapur.Ia tidak bisa tidur semalaman.Setiap kali memejamkan mata, suara Michael kembali terngiang di kepalanya."Aku menyukaimu, Rhea."Tiga kata sederhana, tapi cukup untuk membuat pikirannya tidak bisa tenang.Rhea mencoba meyakinkan dirinya kalau ia hanya terlalu banyak berpikir. Tapi semakin ia mencoba mengabaikan, semakin kalimat itu terasa nyata.Jadi, alih-alih berguling di tempat tidur semalaman, ia akhirnya bangkit dan memilih mengalihkan pikirannya dengan membuat sarapan.Tangannya sibuk mengocok telur, tapi pikirannya melayang entah ke mana."Aku menyukaimu, Rhea."Rhea menggigit bibir bawahnya dan mencoba mengusir suara itu dari kepalanya.Tidak mungkin.Mereka ini hanya terikat dalam pernikahan kontr

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 35 – Sebuah Pengakuan

    Pagi itu, Rhea masih merasa tidak bersemangat.Setelah "pertengkaran" kecilnya dengan Michael semalam, suasana di apartemen masih terasa canggung. Mereka tidak benar-benar bertengkar dalam arti sebenarnya, tetapi ada sesuatu di antara mereka yang berubah.Dan Rhea tidak tahu bagaimana cara mengatasinya.Ia hanya ingin waktu berlalu begitu saja.Sambil duduk di sofa, ia memeluk bantal dan memainkan ponselnya tanpa benar-benar memperhatikannya. Suasana apartemen sunyi. Michael sedang di ruang kerjanya, mungkin sibuk dengan proyeknya. Biasanya, ia akan keluar untuk sekadar minum kopi dan mengajaknya bicara, tapi pagi ini Michael tetap berada di dalam ruangannya.Rhea mendesah.Ponselnya tiba-tiba bergetar, membuatnya sedikit terlonjak. Ia melihat layar dan menemukan nama Kyle muncul di sana.Dengan malas, ia mengangkatnya.“Ya, ada apa?” tanyanya tanpa energi.“Kenapa suaranya lemes gitu?” suara Kyle

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 34 – Ketidakjujuran

    Rhea tidak tahu sejak kapan ia mulai memperhatikan hal-hal kecil tentang Michael.Dulu, ia selalu cuek. Ia menjalani hari-harinya tanpa terlalu memikirkan keberadaan Michael selain dalam konteks pernikahan kontrak mereka. Mereka berbagi ruang, berbagi meja makan, berbagi percakapan ringan yang biasanya hanya sebatas basa-basi.Tapi sekarang, semuanya terasa berbeda.Michael masih bersikap baik seperti biasanya. Ia tetap tersenyum saat mereka bertatap muka, tetap menjawab pertanyaan-pertanyaan Rhea dengan suara tenang seperti tidak ada yang berubah.Tapi Rhea merasakan sesuatu yang lain.Sikap Michael sekarang terasa... lebih dingin.Tidak secara terang-terangan, tapi cukup untuk membuat Rhea sadar.Jika biasanya Michael akan dengan santai mengomentari film yang mereka tonton bersama, kini ia lebih banyak diam. Jika biasanya ia akan menanggapi ocehan Rhea dengan humor sarkastik khasnya, sekarang ia hanya tersenyum samar dan menjawab se

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 33 – Perasaan yang Mulai Jelas

    Malam itu, apartemen terasa lebih sepi dari biasanya. Michael baru saja pulang setelah seharian berkutat dengan desain untuk proyek terbarunya. Tubuhnya lelah, tapi pikirannya masih penuh dengan berbagai konsep yang belum terselesaikan.Namun, begitu masuk ke dalam apartemen, sesuatu terasa janggal.Sepatu Rhea tidak ada di dekat pintu. Ruangan juga tampak terlalu rapi—tidak ada suara dari dapur, tidak ada bantal berserakan di sofa seperti biasanya jika Rhea sedang bersantai.Michael meletakkan tasnya di meja dan berjalan ke kamar. Kosong.Dahi Michael mengernyit. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir pukul sebelas malam.Rhea pergi ke mana?Ia merogoh sakunya, mengambil ponsel, lalu mencoba menelepon Rhea.Tuut... Tuut...Tidak diangkat.Michael menggigit bibirnya, menekan ulang kontak Rhea. Kali ini setelah beberapa kali nada sambung, akhirnya panggilan diterima."Halo, Michael?" S

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 32 – Pagi yang Berbeda

    Cahaya matahari menerobos masuk melalui celah gorden, menciptakan bias keemasan di dalam kamar. Aroma lembut linen yang bersih bercampur dengan wangi samar teh yang masih tersisa dari semalam.Michael mengerjapkan matanya perlahan, tubuhnya terasa jauh lebih ringan setelah tidur nyenyak. Biasanya, ia akan terbangun lebih awal, tetapi pagi ini berbeda.Sudah hampir jam sembilan.Ia jarang sekali tidur selama ini, terlebih ketika deadline proyek sedang menghimpitnya. Namun, tubuhnya seolah memaksanya untuk beristirahat lebih lama setelah kejadian tadi malam.Michael menghela napas, lalu menoleh ke samping.Di sana, Rhea masih tertidur.Wanita itu berbaring dengan posisi menyamping, wajahnya tampak begitu damai dalam lelapnya. Rambutnya sedikit berantakan, beberapa helaian jatuh ke pipinya, tetapi itu justru membuatnya terlihat lebih alami. Napasnya teratur, dadanya naik turun dengan ritme yang menenangkan.Michael memperhatikan Rhea dal

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 31 – Perhatian yang Tak Terduga

    Malam minggu biasanya adalah waktu yang nyaman bagi Rhea untuk menghabiskan waktu di apartemen. Entah membaca novel, menonton film, atau sekadar bermalas-malasan sambil menikmati teh hangat. Namun, malam ini sedikit berbeda."Ayo, Rhea! Aku butuh seseorang untuk menemani!" suara Kyle terdengar dramatis di telepon."Aku malas keluar, Kyle," sahut Rhea, duduk bersandar di sofa dengan selimut menutupi kakinya."Oh, ayolah! Ini bukan hanya tentang aku, tapi juga Denny! Dia akan tampil malam ini, dan aku tidak bisa sendiri di antara orang-orang yang sibuk memujanya!"Rhea mendesah. "Aku tetap bisa mendukungnya dari rumah, kau tahu?""TIDAK! Aku butuh seseorang untuk diajak menggosip sambil menunggu giliran Denny tampil. Please?"Rhea masih ragu, tapi suara memohon Kyle di ujung telepon membuatnya mengalah. "Baiklah… tapi jangan berharap aku akan bersorak heboh atau sesuatu seperti itu.""YES! Aku akan menjemputmu jam tujuh! Jangan p

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 30 – Tamu Malam Hari

    Malam itu, suasana di apartemen terasa lebih sunyi dari biasanya. Rhea sedang bersantai di ruang tamu, mengenakan sweater longgar sambil menonton acara TV yang sebenarnya tidak terlalu ia perhatikan. Pikiran Rhea masih tertuju pada telepon Michael beberapa hari lalu—cara bicara Michael yang terdengar lembut, nada suaranya yang sedikit bercanda, dan tawa kecil yang membuatnya terlihat… berbeda.Dan sekarang, seseorang datang.Tepat pukul sepuluh malam, suara bel apartemen berbunyi.Rhea menoleh ke arah pintu dengan alis terangkat. Michael, yang tadinya berada di dapur, melangkah lebih dulu untuk membukanya. Begitu pintu terbuka, seorang pria bertubuh tinggi dan maskulin berdiri di sana.Dia mengenakan jaket kulit hitam, rambutnya sedikit berantakan dengan gaya kasual yang tetap terlihat rapi. Wajahnya tajam, dengan rahang kokoh yang membuatnya terlihat karismatik. Ada aura percaya diri dalam gerak-geriknya, seperti seseorang yang tahu bagaiman

  • Pernikahan Kontrak dengan Dosen Feminim   Bab 29 – Pesta Ulang Tahun Kyle

    Malam itu, Rhea berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya. Ia mengenakan sweater rajut berwarna beige yang nyaman dipadukan dengan celana jeans hitam. Ia tidak ingin tampil terlalu mencolok, mengingat pesta ulang tahun Kyle pasti akan dipenuhi dengan teman-temannya yang sudah dikenal sebagai orang-orang nyentrik.Michael yang baru saja keluar dari kamar mandi melirik ke arah Rhea yang masih berdiri di depan cermin. "Kamu nggak ganti baju lagi?" tanyanya, mengamati pakaian Rhea yang terbilang sederhana."Kenapa?" Rhea menoleh. "Pakai baju ini aja udah cukup, kan?"Michael mengangkat alis. "Pesta Kyle biasanya nggak sesederhana yang kamu pikir. Kalau kamu datang pakai outfit itu, mungkin kamu bakal kelihatan paling 'normal' di sana."Rhea mendesah. "Ya udah, biarin aja. Aku nggak punya niat buat tampil mencolok juga."Michael hanya mengangkat bahu. "Terserah kamu. Jangan lupa bawa hadiah buat Kyle."Rhea mengambil kantong kertas yang s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status