Sore hari selepas praktek rawat jalan Arial selesai, ia menemukan salah satu pengawal papa berdiri didepan ruangannya. “Ada apa?” “Bapak berpesan untuk mas Arial dan mbak Keyla untuk bersiap makan malam bersama bu Puri dan mas Qairo di Hotel Bintang jam tujuh malam, mas.” “Ada acara apa?” tanya Arial sambil membuka jas dokternya. “Saya kurang tahu, mas. Bapak hanya berpesan begitu.” Keyla yang baru keluar dari ruangan menatap pengawal itu lalu melirik Arial, “Ada apa?” “Kita diminta siap-siap buat dinner sama tante Puri dan anaknya.” “Kak Qairo?” “Rocky.” “Iiiih.” rajuk Keyla. Arial menatap pengawal papa, “Oke, terima kasih.” “Kalau begitu saya permisi, mbak, mas, mari.” Seperginya pengawal, Keyla mengernyit, “Ada acara apa? Kok pake acara makan malam bareng?” “Papa mau nikah lagi kali.” “Sama tante Puri?” tanya Keyla dengan wajah sangat terkejut. Arial tertawa, “Kamu tuh polos banget sih.” ia berjalan lebih dulu meninggalkan Keyla. “Ih, kak. Bohong ya?” “Tah
“Calon Qai... masih sibuk dirumah sakit.” Keya membuang nafasnya lega. “Jadi gak bisa dikenalin ke mama segera?” Qairo menatap ponselnya, “Aku ke rumah sakit dulu, ada panggilan dari perawat PICU. Permisi.” Tanpa menatap lagi orang-orang yang sama sekali tak bicara setelah ia berpamitan, Qairo pergi meninggalkan Hotel dengan perasaan marah. Ia marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa jujur pada sang mama kalau calon istri yang ia maksud ada disana, Keyla. Keadaan jadi canggung. Sarah yang tahu Qairo memang tidak menginginkannya, dan kini ia dipermalukan karena Qairo menolaknya terang-terangan, hanya bisa menunduk. Keyla yang melihat itu tahu sekali bagaimana perasaannya. “Kak Sarah, anterin aku ke toilet mau gak?” Sarah menatap Keyla yang duduk disebrangnya. “Aku takut jatuh lagi di toilet.” Arial bangkit dari kursi, “Aku aja yang anter, Key. Yuk.” “Masa sama cowok sih. Kak Sarah, yuk.” Sarah bangkit dan memegangi lengan Keyla yang sudah lebih dulu berdiri.
Keyla menangis dalam pelukkan Arial diruang tunggu. Disana ada Gina yang langsung kesini begitu mendengar kabar terkini bu Fatma. Gina kesini diantar orang tua barunya. “Key, sebentar, ada telpon.” Keyla terduduk tegap. Arial merogoh ponselnya dari saku celana jaganya, “Halo? Tanda vital pasien bagaimana? Oke, saya kesana sekarang.” Ia melirik Keyla yang menangis dalam diam, “Key,” “Kakak pergi aja, ada Gina disini. Bentar lagi papa juga kesini.” Arial mengangguk, ia melirik Gina, “Gin, titip kak Key ya.” “Iya, kak.” Arial berdiri. Ia berjalan pelan beberapa langkah lalu membalikkan badan untuk merengkuh tubuh tak berdaya Keyla, “Ibu pasti baik-baik aja.” Tangis Keyla pecah lagi. Ucapan Arial tak lagi bisa menenangkannya karena Sarah menjelaskan dari hasil CT Scan terbaru, terjadi perdarahan hebat pada beberapa bagian Otak bu Fatma yang cukup parah sehingga membuatnya koma. Meski tidak boleh pesimis, entah, rasanya Keyla tidak bisa lagi berharap lebih kesehatan bu Fatma
Sore hari selepas semua kegiatan hari ini selesai, Keyla menunggu Arial di samping mobilnya. Ia sudah minta tolong pada suaminya itu untuk mengantarnya mengambil kalung yang tadi siang sudah dikirimkan oleh pengawal papa ke toko perhiasan untuk membetulkan rantai kalungnya agar tidak terbuka lagi pengaitnya. “Key, yuk.” Keyla bergerak memeluk Arial. “Kenapa?” “Aku capek.” Arial tak bertanya. Padahal hari ini di poli tidak terlalu sibuk. Panggilan di ponek pun hanya beberapa saja. Tidak ada pasien persalinan pervaginam maupun caesar, sehingga ia bingung kenapa Keyla mengeluh lelah. Apa karena kondisi bu Fatma masih belum stabil? Arial balik memeluk Keyla dengan erat, “Nanti mau ke salon dulu buat di massage?” Keyla menggeleng, “Aku cuma mau begini.” “Kalo begini terus sampe pagi, kalungnya gak akan bisa keambil sekarang.” Keyla melepaskan pelukannya, “Ya udah ayo.” Arial membuka ‘kan pintu mobil untuk Keyla, juga memakaikan sabuk pengamannya. Hal itu membuat Qairo yang senga
Jasmine menguap lebar-lebar saat duduk di meja jaga poli anak saat jam shiftnya akan berakhir. Setelah ini ia akan mandi, makan dan mengunjungi bu Fatma di ICU. “Wah, kalo emang bener orang tua kandung Keyla orang kaya, dia beruntung banget ya. Orang tua angkatnya ‘kan kaya banget, bonus jadi adiknya dokter Arial lagi.” kata teman kelompok ko-as Jasmine yang duduk disebelahnya. “Heem, meskipun dia pasti menderita selama di panti asuhan, seenggaknya masa depan dia terjamin, mau PPDS ya tinggal masuk, gak usah mikirin biaya dari mana kayak kita.” balas teman kelompoknya yang lain. Jasmine melirik mereka, “Kalian ngomongin Keyla?” “Iya, Min. Nasib Keyla mujur banget ya. Tadi aku denger Keyla lagi cerita sama Cika di kantin, katanya dia diminta ibu pantinya untuk pake kalung dan minta bantuan papa angkatnya buat cari orang tua aslinya. Terus ibu panti bilang orang tuanya pasti orang ada, soalnya kalung Mutiara yang Keyla pake udah ada dari dia bayi. Dulu waktu naro Keyla di panti juga
Jasmine dan Keyla baru saja turun dari bis. Mereka harus berjalan kaki melewati perumahan menuju panti. Jalanan sedikit sepi karena ini sudah jam sembilan malam. Hanya ada beberapa warga dan ojek online yang sedang mangkal. “Key, lo udah makan belum?” “Udah. Kamu belum ya?” “Iya nih, gue laper banget. Gue mau beli Pecel Lele dulu, lo mau gak?” “Boleh deh.” “Ya udah, yuk.” Jasmine merangkul Keyla dan berjalan menuju jalan penjual Pecel Lele langganan mereka. Keyla berusaha protes ketika Jasmine membawanya ke belokkan lain, “Min, pedagang Pecel ‘kan di sana, kok kita kesini?” “Lo sih udah lama gak disini, pecel Lele disitu berkasus, katanya pake pesugihan, jadi kita ke pedangang pecel lain, ada disini deket.” “Oh gitu. Tapi kan kesini jalannya sepi? Itu juga gelap banget.” “Udah tenang aja, gue tahu lo pasti masih takut gelap, tapi ‘kan ada gue disini.” Keyla diam. Jasmine benar juga. Ia tak masalah berada ditempat gelap jika ada orang lain disana. “Min, mana yang
Mobil Arial melaju ke arah panti asuhan. Rocky yang membawanya. Ia yang ikut khawatir masih bisa berpikir dengan baik, tidak seperti Arial yang sudah kalut karena tidak kunjung mendapat respon dari panggilan telponnya. Qairo yang diajak untuk ikut bersama mereka memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Terserah, Arial tidak peduli. “Ini kemana lagi arahnya?” “Depan belok kanan.” “Oke.” Rocky mengikuti perintah untuk belok kanan. Ketika mobil baru belok, banyak orang yang berkumpul di satu titik tempat bawah pepohonan yang gelap. Ada beberapa motor berhenti. “Ky, itu ada apa ya rame-rame?” “Tahu, tabrakan kali.” Arial diam. Pikirannya sudah kalut sekali. Saat mobil berhenti karena banyak orang berlalu-lalang, Rocky membuka jendela mobilnya, “Pak, ada apa ya di depan? Kok rame banget?” “Ada anak cewek di jambret, mas. Hape sama apa ya tadi, kalungnya gitu di ambil.” “Oh.” Arial mencondongkan badannya, “Pak, korban jambretnya kisaran usia berapa?” “Dua puluhan
Arial melirik dua pengawalnya, ia mengangguk. Salah satu pengawal pergi keluar, dan yang satunya lagi berdiri dibelakang Arial. “Saya mau menawarkan kerja sama dengan kalian.” Bos preman itu tertawa menatap tiga anak buahnya, “Kerja sama apa? Gaya amat.” “Saya tahu harga kalung itu. Sekitar seratus lima puluh juta harga sekarang. Dan saya akan berikan kalian uang seratus tujuh puluh juta. Gimana? Deal?” Bos preman itu tampak menimbang. Ia memainkan kalung itu dan menatap satu per satu anak buahnya, “Gimana nih? Terima gak?” “Terserah bos aja.” “Ambil aja bos, jadi kita gak usah ke toko perhiasan buat jual.” “Iya, bener, bos, ambil aja lah.” Bos preman itu menghampiri Arial, “Tambah lagi gimana?” “Oke, seratus delapan puluh juta.” Bos preman tertawa, “Gue tahu lo orang kaya, gue juga tahu lo butuh banget kalung ini, demi cewek cengeng itu ‘kan? Jadi tambahin lagi lah.” “Oke, dua ratus juta.” Bos preman mendekati Arial lagi, ia membisikkan sesuatu pada telingan