Safia terdiam, ia tidak tahu harus menerima tawaran dari Manan ataukah tidak baginya sama saja ia hanya sebagai alat pelampiasan hasrat Manan.
Berapa tahun ia akan hidup dengan seseorang pria yang memuja wanita lain dan wanita itu adalah kakaknya yang telah tiada dan setiap Manan menginginkannya yang di inginkan bukanlah dirinya tetapi Menginginkan bercinta dengan sang kakak lewat tubuhnya.Hati serasa sangat perih jika ia mengingat dirinya hanya sebagai pengganti dari figur sang kakak, sampai kapan ini semua terjadi Safia bahkan tak mampu membayangkannya atau pun memikirkannya."Safia apa kau mendengarkanku?" tanya Manan"Lalu untuk apa kita menjalani ini semua, kalau pada akhirnya kau tidak berusaha menjadikan pernikahan kita layaknya sebuah pernikahan yang sesungguhnya. Pada akhirnya kau juga melepaskanku dan tidak berusaha untuk mencintaiku," ucapnya lirih."Apa kau berharap aku mencintaimu dan apakah cintamu pada Akran sudah luntur,Malam semakin larut, Manan masih terjaga di dalam lamunan, Seperti baru kemarin ia mengucapkan hijab khabul pada Laila lalu ia menikmati indahnya pernikahan kemudian kehilangan dia dan tiba-tiba harus mengucapkan hijab pada Safia.ia menarik napas panjang dan menatap wanita yang meringkuk di ranjangnya dengan posisi meringkuk memunggungi dirinya."Perasaan apa ini?" gumamnya lirih Ia tidak pernah tahu bagaimana perasaannya pada Safia, Dengan wanita itu hasrat begitu meletup-letup, Melihat wanita itu menangis dalam kungkungannya, membuat ia semakin membuat semangat.Ia benar-benar tidak peduli dengan keadaan Safia sakit ataukah justru menikmatinya. Manan terus menatap wanita itu ia berusaha memahami makna hatinya. Namun, tidak menemukanya. ia kembali meminum kopinya, ternyata sudah habis ia pun berjalan menuju dapur dan membawa serta gelas susu Safia yang sudah kosong.Manan segera mencuci semua piring dan gelas kotor serta perkakas dapur yang telah ia gunakan untuk membuat makanan.
Pagi menjelang, Safia mulai berkutat di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk Manan, hingga tidak menghiraukan sekelilingnya dan ia terkejut saat seseorang memegang pundaknya.Safia sepontan menoleh ke belakang, ia pun di buat terkejut dan salah tingkah, matanya terbuka lebar menatap Manan yang hanya mengenakan handuk menutupi area privasinya."Kenapa? Apa yang aneh? Setiap malam pun kau menikmatinya, ini masih kututup apa perlu kubuka? Agar matamu lebih melopat keluar atau kau yang melompat kepadaku," ucapnya sarkas terkekeh.Safia memutar bola matanya ke atas. "Aku hanya kaget kenapa kau kemari hanya mengenakan handuk?" teriak Safia kesal."Aku hanya menagih pelayanan komplit," jawab Manan tenang."Aku belum selesai membuat sarapan pagimu, apa kau tidak lihat?!" teriak Safia"Kau matikan saja dulu kompornya dan tinggal sebentar lalu lanjutkan lagi setelah melayaniku," sahut Manan sambil mematikan kompornya."Apa?" teriak Safia melihat kompornya sudah mati dan sayur yang dimasaknya bel
Lagi-lagi wajah Safia merona, ia berjalan cepat sambil berkata, "Tidak aku tidak ingin tahu apa hukumannya."Benarkah? hukuman ini sangat menguntungkanmu, kau tidak perlu diet untuk bisa langsing dan ramping cukup kau langgar saja yang tadi," ucap Manan sambil tersenyum geli membayangkan apa yang akan dilakukannya nanti pada wanita yang telah menjadi istrinya itu.Hal itu membuat Safia merasa penasaran apa sebenarnya hukuman yang akan dia dapat karena tidak mau membantu Pria itu berpakaian, "Yang benar saja, dia kan sudah dewasa apalagi itunya," batin Safia jengkel.Wanita itu mengambilkan peralatan makan lalu kembali ke meja makan dan mulai menyendokan nasi, sayur dan lauk pauknya. Sambil meletakkan piring berisi makanan Safia pun bertanya, "Emang hukuman apa yang akan kudapatkan.""Kau ingin tahu?" tanya Manan sambil menyendok makanannya lalu melahapnya dengan sangat tenang."Kalau kau tidak mau bilang aku tidak mau menerima hukuman itu!" teriaknya kesal."Tidak masalah akan kuambil
Pagi itu Hanie telah bersiap diri setelah menelpon Brian dengan cara sembunyi-sembunyi ia menggeret koper sambil berjalan keluar kamarnya dan menuruni tangga menuju pintu keluar rumah.Didepan sudah terparkir mobil dan seorang sopir yang sudah menunggu ia menghampiri nona mudanya dan membantunya untuk memasukan kedalam bagasi mobil. Hani duduk di bangku tengah lalu disusul Akran entah kemana tadi tidak terlihat oleh Hani sebelumnya.Lalu mobil berjalan keluar dari pintu gerbang dan meninggalkan rumah itu menuju ke bandara. Selama satu jam perjalanan akhirnya tiba juga dan sang sopir mengeluarkan koper dari bagasi.Mereka keluar dari mobil tidak ada percakapan antara mereka berdua saling menyimpan sesuatu di dalam hatinya. Hani sengaja berjalan perlahan di belakang Akran ia begitu jauh tertinggal dan menyapukan pandangannya dia area itu hatinya sedikit kecewa.Sementara itu Setelah menerima telpon dari Hani Brian keluar dari apartemennya, ia memasu
Safia Duduk termenung di meja makan, sungguh dia tidak bisa membaca perasaan Manan yang sesungguhnya dan apa yang diinginkan pria itu. Ia mendes4h tidak tahu harus memutuskan apa dengan keadaan rumahnya dan pria itu begitu mudahnya menjebaknya dalam hal yang tidak dapat menolaknya.Apa yang terjadi dengan hatinya apakah dia sudah melupakan rasa cinta pada almarhum suaminya, otaknya tidak bisa menerima jika dia harus berpaling dengan cinta lamanya. Apa dia sudah jatuh cinta dengan mantan kakak iparnya.Ia menghela napas 'Ini tidak boleh terjadi, aku harus menghilangkan rasa ini,' pikirnya.Ia beranjak dari duduknya mulai membereskan makanan yang ada di meja lalu mencuci perkakas dapur dan kemudian ia kembali ke kamar Manan terlihat Amar sudah terbangun tetapi tidak menangis, Safia memandikan bayi itu lalu mengganti pakaiannya dengan yang bersih lalu mencoba memberikan ASIP sesuai dengan perintah, Manan. Beberapa saat sangat sulit untuk mengenalkan botol pada Amar tetapi ia harus ber
Safiah terkejut dan tertegun dengan ucapan yang begitu lancar diucapkan Manan itu, hingga tak sadar mulutnya menganga lebar."Fia, air liurmu menetes ke mana-mana," ucap Manan datar. Seketika itu ia langsung mengatupkan mulutnya.Ini baru sehari tetapi kenapa begitu banyak hukuman yang ku dapatkan?" gerutu Safia."Itu karena kamu tidak tanggap dengan apa yang kukatakan kemarin malam padamu," ucap Manan dengan sangat ringan."Aku tidak terima kau hukum!" ucap Safia pada manan."Apa itu pengaruh untukku? Aku bisa mengambilnya paksa seperti tadi pagi, dan kau tidak dapat menolaknya," ucap Manan sambil tersenyum menyeringai.Safia kembali menghelah napas dan mengambilkan makanan untuk Manan. "Segini cukup?" tanyanya pada Manan."Hemm, Kau juga harus makan bersamaku aku tidak ingin kau pingsan seperti tadi malam," ucapnya sambil mengambil piring berisi makanan dari tangan Safia."Iya," jawabnya singkat. Ia tidak ingin berdebat panjang dengan lelaki itu walau hatinya sangat dongkol, Ia ping
Apa aku harus memakai pakaian ini?' pikirnya.Ia kembali teringat kata Manan. "Pakailah Baju itu dan berdandanlah!" Safia kembali berfikir apa itu artinya Mas Manan mengingikannya sebagai dirinya sendiri bukan pengganti sang Kakak. Ia mengambil gaun itu kemudian menjembrengnya. Sangat indah, tetapi ia melotot saat melihat dengan seksama. "Pakain apa ini kenapa dia mesum sekali, hampir setiap malam ia keluar dari ruangan kerja Manan dengan langkah terseok-seok. dan bagian intinya terasa sakit kadang pria itu lembut kadang sangat kasar, Safia merasa Manan tidak punya rasa lelah jika sedang menyalurkan hasratnya.Ia melipat kembali pakaian itu, dan berjalan ke arah kamar Manan lalu menatap pintu kamarnya sendiri yang tertutup rapat.'Aku tidak tahu kenapa Mas Manan mengunci kamar itu, aku ingin bertanya hari ini, tetapi aku selalu lupa, ada di dalam kamar itu,' pikirnya dan ia akan bertanya nanti ketika pria itu pulang.Ia masuk ke dalam kamar Manan dan menatap Amar yang terbaring di
Saat tersadar ia melepas wanita itu dan berkata, "Pergilah, bilas tubuhmu!" Safiah hanya tertegun atas perubahan sikap Manan pada dirinya sepertinya ia menyesal melakukan semua itu, padahal dia pun ikut larut dalam gelombang permainan itu. Ia benar-benar terhanyut dengan perasaan yang seharusnya tidak perlu ada untuk hubungan ini. Safia menatap Manan dengan tatapan kecewa dan Manan mengusap wajahnya dengan kasar. Wanita itu membalikan tubuhnya lalu berenang menuju ke tepi kolam."Harusnya ini tidak kulakukan, Safia! Aku tidak ingin punya anak denganmu, Safia. Lalu, bagaimana setelah ini kalau kau hamil? Bagaimana dengan Amar? Aku hanya memikirkan putraku, yang lainnya tidak ingin ku pikirkan dan tidak ingin hadir. Kau hadir membuatku gila, Safia jangan kau pikir ini cinta, bukan, bukan itu, camkan, Safia! Jangan pernah timbuhkan rasa cinta padaku, yang perlu kau lakukan adalah tetap membenci aku! Teriakan Manan semakin membuatnya luka.Ia merasa seperti benda yang usang dan di campa